I. Tujuan Percobaan
Mempelajari pengaruh keadaan bahan baku obat yakni
Theophylline Anhidrat dan Theophylline Monohidrate terhadap kecepatan
disolusi intrinsiknya sebagai preformulasi untuk bentuk sediaannya.
II. Prinsip Percobaan
Kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas permukaan bahan
obat dan kelarutannya.
III. Teori
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari
bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat
penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut kedalam media sebelum dierap ke dalam
tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau
semi padat , seperti kapsul , tablet dan salep. (Anonim,2007)
Agar suatu obat diabsrbsi , mula-mula obat tersebut harus larutan
dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh , suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat
diabsorbsi sampai partikel-partikael obat larut dalam cairan pada suatu
tempat dalam saluran lambung-usus . dalam hal dimana kelarutan suatu
obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut
akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus.
Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi. (Ansel.1985)
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam
saluran cerna, obat tersebut mulai masuk kedalam larutan dari bentuk
padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga
mengalamindesintegrasi menjadi granul-granul , dan granul-granul ini
mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Desintegrasi ,
deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak. Dengan
melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan. (Martin
1993).
Mekanisme disolusi tidak dipengaruhi oleh kekutan kimia atau
reaktivitas partikel-partikel padat terlarut kedalam zat cair , dengan
mengalami 2 langkah berturut-turut. (Gennaro. 1990).
Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal
yang tetap atau film disekitar partikel difusi dari lapisan tersebut pada
massa dari zat cair . langkah pertama , larutan berlangsung sangat singkat.
Langkah kedua , difusi lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir
. pada waktu suatu partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul
obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan
suatu lapisan jenuh obat larutan yang membungkus permukaan partikel
obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi.
Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati
cairan yang melarut dan erhubungan dengan membran biologis serta
absorbsi teerjadi . jika molekul-molekul obat diganti dengan obat yang
dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut
berlanjut. (Martin. 1993)
Jika proses disolusi untuk partikel obat tertentu adalah cepat , atau
jika obatdiberikan sebagai suatu larutan dantetap ada dalam tubuh seperti
itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada
kesanggupannya menembus pembatas membran. Teapi, jika laju disolusi
untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik
zat obat atau bentuk dosis yang diberikan. Proses disolusinya sendiri akan
merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-
lahan obat yang larut tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal
banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian oral , karena batasan
waktu alamiah bahwa obat bisa tinggal didalam lambung atau saluran usus
halus.(Martin 1993).
V. Prosedur
D. Evaluasi data
2. Teopillin anhidrat
Kecepatan
Pembuatan larutan baku teopillin anhidrat 500 ppm dalam labu ukur 100
ml
= 500 x 0,1
= 50 mg
a. 30 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1. 500 ppm = 10 ml . 30 ppm
V1 =
b. 20 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1. 500 ppm = 10 ml . 20 ppm
V1 =
c. 30 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1. 500 ppm = 10 ml . 30 ppm
V1 =
d. 40 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1. 500 ppm = 10 ml . 40 ppm
V1 =
e. 50 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1. 500 ppm = 10 ml . 50 ppm
V1 =
f. 60 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1. 500 ppm = 10 ml . 60 ppm
V1 =
g. 70 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1. 500 ppm = 10 ml . 70 ppm
V1 =
Teofillin Monohidrat
Konsentrasi Absorbansi
20 ppm 0,350
30 ppm 0,451
40 ppm 0,522
50 ppm 0,641
60 ppm 0,704
70 ppm 0,821
Teofillin Anhidrat
Konsentrasi Absorbansi
20 ppm 0,247
30 ppm 0,369
40 ppm 0,522
50 ppm 0,639
60 ppm 0,740
70 ppm 0,859
Uji Disolusi
Kelompok 1 Monohidrat
Kelompok 3 Anhidrat
Kelompok 4 Anhidrat
Waktu Konsentrasi mg Faktor mg %
(menit) Absorbansi Consentration Terukur konsentrasi terdisolusi koreksi setelah disolusi
5 1.608 140.580 1.47 12.17 6.09 6.090 2.03
10 1.742 152.817 1.61 13.28 6.64 0.061 6.701 2.23
20 2.943 262.852 2.81 23.21 11.60 0.067 11.670 3.89
30 3.655 328.056 3.52 29.09 14.55 0.117 14.662 4.89
45 3.760 337.674 3.63 29.96 14.98 0.147 15.126 5.04
60 3.759 337.612 3.62 29.95 14.98 0.151 15.126 5.04
Waktu
% disolusi % disolusi
(menit)
5.00 0.44 2.07
10.00 1.44 2.48
20.00 3.15 4.13
30.00 5.04 5.13
45.00 6.44 5.07
60.00 6.81 4.93
VII. PEMBAHASAN
Distribusi kerja :
tujuan, prinsip, pembahasan : Dwi Deasy F ( A 0122 098)
teori, dapus : Nur Antika L ( A 0121 043)
Alat , bahan prosedur : Moch. ILham ( A 0122 091)
Data pengamatan dan perhitungan : Harlena Pratama P
( A 0122 090)
Pembahasan : Lisna Iswantika ( A 143 026 )
Pembahasan, Edit print : Anita Anggraeni ( A 0122 100 )