Anda di halaman 1dari 9

UNDESENSUS TESTIS

Pendahuluan

Undesensus testis adalah tidak adanya satu atau dua testis didalam skrotum. Keadaan ini
merupakan defek bawaan lahir yang paling umum terjadi yang melibatkan genitalia laki-laki.
Diperkirakan sekitar 3% dari bayi cukup bulan dan 30% dari bayi premature lahir dengan
keadaan satu atau dua undesensus testis. Diperkirakan 80% dari keadaan undensensus testis akan
mengalami penurunan pada usia ketiga bulan kehidupan, hal ini membuat kejadian
sesungguhnya menjadi 1% dari populasi total kelahiran baru. 1,2 Undesensus testis umumnya
terjadi pada satu ataupun kedua sisi, akan tetapi lebih cederung terjadi pada testis sebelah kanan.
Keadaan undesensus testis mungki terjadi pada sepanjang “part of descent” seperti: (1) letak
tinggi pada retroperitoneal menuju cincin inguinal (inguinal ring), (2) didalam canal inguinalis,
(3) ectopic dari bagian penurunan, (4) hypoplastik, (5) dysgenesis, dan (6) unilateral (pada 2/3
bagian).2

Undesensus testis biasanya dapat diraba di canal inguinalis. Pada minoritas pasien, testis yang
hilang tersebut mungkin terdapat pada bagian abdomen atau jutsru malah tidak terbentuk.
Undesensus testis dihubungkan dengan penurunan fertilitas (kasus bilateral), peningkatan sel
tumor germinal (resiko keseluruhan 18%), torsio testis, inguinal hernia, dan masalah psikologis. 3
Tanpa adanya koreksi bedah, masih terdapat kemungkinan terjadi penurunan dalam tiga bulan
pertama kehidupan, guna mengurangi resiko yang mungkin terjadi terkait dengan kondisi
tersebut terapi pembedahan (orchiophexy) menjadi rekomendasi pertama.1,2

Epidemiologi

Sekitar tiga persen dari bayi yang lahir cukup bulan mengalami undesensus testis, angka
kejadiannya menurun menjadi 1% pada usia 6 bulan hingga satu tahun oleh karena adanya
kemungkinan penurunan testis selama periode tersebut. Prevalensi undesensus testis mencapai
30% pada kalangan bayi yang lahir premature, sekitar 7% pada kemungkinan untuk mengalami
undesensus testis apabila memiliki saudara laki-laki yang mengalami hal serupa. 3,4 Di Amerika
Serikat, kejadian undesensus testis berkisar antara 3% pada saat lahir dan menjadi 1% pada usia
satu tahun hingga remaja, sedangkan secara internasional prevalensi dari undesensus testis
berkisar antara 4% hingga 5% saat lahir dan menjadi 1% hingga 1,5% pada saat usia tiga bulan.4

Etiologi

Adanya fisiologi yang normal pada axis hypothalamus-pituitari-gonadal merupakan syarat utama
dari penurunan testis yang normal. Sedangkan berat lahir merupakan faktor resiko utama untuk
terjadinya undesensus testis, kemudian faktor resiko yang kedua adalah adanya riwayat keluarga
yang mengalami undesensus testis.5

Pada bayi yang lhir dengan kondisi kehamilan cukup bulan, penyebab dari undesensus testis
biasanya tidak diketahui, sehingga disimpulkan sebagai sesuatu yang sporadic dan idiopatik. Di
hipotesiskan bahwa adanya kombinasi dari faktor genetic dan lingkungan ditambah dengan
kondisi sibu sewaktu kehamilan yang menjadi dasar dari gangguan hormonal yang menyebabkan
perubahan fisik yang mempengaruhi perkembangan testis.3,5

Beberapa faktor resiko yang mungkin berperan terhadap terjadinya undensensus testis yaitu: (1)
kelahiran premature sebelum proses penurunan testis sempurna, (2) adanya paparan zat kimia
yang mampu memberikan defek pada perkembangan normal fetus, (3) obesitas maternal, (4)
maternal diabetes, (5) paparan pestisida, (6) konsumsi alcohol dan merokok pada saat kehamilan,
(7) riwayat keluarga, (8) penggunaan kosmetik, (9) paparan DEHP (phthalate), penggunaan obat
anti inflamasi non steroid selama kehamilan, (10) preeklamsia, (11) sindroma malformasi
kongenital (Down Syndrome, Prader-Willi Ssyndrome), (12) fertilisasi invitro.5,6

Patofisiologi

Adanya suatu defisiensi hormone yang terjadi secara transien yang menyebabkan terjadinya
undesensus testis dan menyebabkan gangguan pembentukan jaringan spermatogenik. Pada bayi
yang premature, testis masih mungkin untuk mengalami penurunan pada saat mengalami
persalinan, atau saat memasuki fase inguino scrotal, dan menjadi sempurna pada usia 35 minggu.
Hal ini menjadi dasar bahwa adanya penurunan testis yang tidak sempurna pada bayi yang
premature, akan tetapi masih terdapat kemungkinan terjadinya undesensus testis sebesae3-4%.6
Turunnya (desensus) testis ke dalam skrotum merupakan suatu proes kompleks yang melibatkan
beberapa factor anatomis maupun hormonal. Proses desensus testis terdiri atas dua tahap. Pada
tahap pertama terjadi proses desensus transabdominal, yaitu penurunan tetis dari abdomen ke
inguinal. Pada tahap kedua terjadi desensus testis dari region inguinal ke skrotum.7

Traktus urogenitalis berasal dari birai urogenital yang kemudian berproliferasi membentuk birai
genital. Dari sinilah kemudian terbentuk gonad primitive. Birai urogenital pada janin laki laki
dan perempuan identik sampai usia 7-8 minggu masa gestasi. Diferensiasi seksual dimulai oleh
gen SRY pada kromosom Y yang memacu pembentukan testis. Mullerian Inhibiting substance
(MIS) juga mempunyai peran dalam diferensiasi gonad. Mullerian Inhibiting substance
menyebabkan regresi duktus Mulleri, sedangkan testosterone menyebabkan duktus Wolfii
berkembang lebih lanjut menjadi epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis.7

Pembesaran gubernakulum testis pada waktu pergerakan transabdominal dikenal sebagai


“swelling reaction” atau “gubernacular outgrowth”. Hal ini disebabkan oleh pembelahan el sera
peningkatan asam hialuronat dan glikosaminoglikan. Asam hialuronat bersifat hidrofilik,
menyebabkan ujung gubernakulum membesar (bulky) dan bersifat gelatinous, selanjutnya
gubernakulum mengecil, mengikat testis dan epididimis bagian kaudal ke skrotum sehingga
terjadi proses penurunan. Bagian proksimal gubernakulum akan memendek selama proses
desensus ini. Proses ini mungkin merupakan mekanisme yang penting dalam memposisikan
testis ke inguinal ring sehingga dengan tekanan intraabdominal akan menekan testis keluar dari
abdomen. Proses ini terjadi pada usia gestasi 8-15 minggu.6,7

Tekanan intraabdominal merupakan faktor penting dalam proses desensus testis dari rongga
abdomen, tekanan intraabdominal ini tidak banyak berperan dalam fase transabdominal tetapi
penting untuk testis melewati prosesus vaginalis.5,6

Meskipun masih controversial, proses desensus testis transabdominal berhubungan dengan


regresi ligament suspensori kranialis, pembesaran gubernakulum ke arah kaudal serta penarikan
gubernakulum ke arah urogenital ridge. Hasil akhir dari proses ini adalah turunnya testis ke
inguinal. Desensus testis melalui kanalis inguinalis memerlukan prosesus vaginalis dan tekanan
intraabdomen yang akan mendorong testis melalui kanalis inguinalis masuk ke dalam skrotum.
Penurunan ingiunoskrotal membutuhkan migrasi gubernakulum bersamaan dengan
memanjangnya prosesus vaginalis.6,7

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Hal pertama yang ditemukan adalah tidak adanya testis didalam kantong skrotum, pemeriksaan
awal menggunakan palpasi sederhana sangat diperlukan untuk mengetahui bahwa testis tidak ada
di kantong skrotum. Apabila keadaan tersebut tidak diketahui hingga anak menjadi dewasa maka
akan muncul suatu resiko infertilitas kedepannya. Laki-laki dengan undesensus testis cederung
mengalami penurunan fertilitas, walaupun setelah dilakukan suatu prosedur operatif orchiopexy.
Kembalinya fertilitas setelah menjalani prosedur orchiophexy pada pasien dengan undesensus
testis bilateral adalah 38%. Anak laki-aki yang mengalami undesensus testis cederung lebih
menjadi sosok yang feminism, gangguan gender, dan dapat jatuh dalam kondisi pre-homosexual.
Sebuah pandangan yang berbeda yang membuat rasa tidak percaya menjadi seorang laki-laki.3,7

Suatu hal penting yang harus diketahui adalah, apakah testis dapat teraba?, apakah adanya
undesensus testis merupakan suatu bagian dari sindroma? Karena hal tersebut akan memberikan
gambaran yang sangat berbeda. Pemeriksaan fisik dilakukan keadaan pasien terlentang secara
supinasi dan kemudian memposisikan kaki abduksi. Dengan gentel melakukan palpasi dengan
tangan melakukan evaluasi terhadap ukuran testis, lokasi, dan membandingkannya dengan testis
kontra lateral yang normal. Mulailah pemeriksaan pertama pada sisi testis yang mengalami
undesensus, mulailah palpasi pada bagian atas yaitu di spina iliaka anterior superior (SIAS)
kemudian susuri dari lateral menuju medial dan biasanya melalui penelusuran ini apabila testis
data dipalpasi maka dapat diperkirakan lokasi dari undesensus testis tersebut.7-9
Gambar 1. Testis yang tidak ada dilama skrotum, pemeliksaan palpasi menyusuri inguinal
kanal sebagai pemeriksaan fisik awal.
Evaluasi
Berdasarkan rekomendasi dari AUA (American Urology Association) menyatakan bahwa pada
tangan seseorang yang telah berpengalaman lebih dari 70% kasus dengan undesensus testis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan fisik palpasi tanpa memerlukan adanya tambahan pemeriksaan
radiologi. Sisa 30% kasus dengan kondisi testis nonpalpabel, tantangan berubah menjadi
melakukan konfirmasi apakan terjadinya suatu ketidak adaan testis (testis yang tidak terbentuk)
atau testis ada namun tidak mengalami penurunan yang sempurna dan mencari lokasi testis
tersebut.7,9
Ultrasonografi tidak terlalu rutin dikerjakan oleh karena pemeriksaan ini sangat bergantung pada
kemampuan dari operator (operator dependen), sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan ini
adalah 45% dan 78%. CT-scan tidak menjadi rekomendasi oleh karena adanya resiko untuk
paparan radiasi yang besar, kerugian yang ditimbulkan cederung lebih besar dari manfaat yang
didapatkan.6,9
MRI dengan ataupun tanpa angiografi telah digunakan secara luas dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih baik. Saat ini belum terdapat suatu pemeriksaan penunjang yang memiliki
akurasi 100% untuk menyatakan absentisme dari testis. Terdapat suatu modalitas lain, selain dari
pada penggunaan pencitraan radiologi. Penggunaan teknik laparoskopi intra abdomen
memberikan kemungkinan untuk melakukan diagnosis, konfirmasi, dan penanganan membuat
hal ini menjadi metode yang diuungulkan dibandingkan dengan yang lainnya.9,10
Gambar 2. Contoh gambaran MRI undesensus testis yang berada pada intra abdomen
Selin dari pada itu pemeriksaan laboratorium tambahan dianjurkan apabila menemui kasus anak
laki-laki dengan bilateral undesensus testis, atau dibarengi dengan hipospadia atau adanya
kecurigaan suatu sindroma akibat gangguan kromosom. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan adalah level testosterone, LH, dan FSH.
Terapi
Terapi bedah merupakan rekomendasi pada kasus dengan undesensus testis antara usia 6 hingga
18 bulan (AUA guidelines). Pada bayi yang premautr, usia yang telah mencapai koreksi
merupakan hal yang digunakan dalam menentukan waktu untuk operasi. Terapi pada dasarnya
dibagi menjadi dua kelompok yaitu terapi medis dan terapi bedah.10,11
Terapi medis
Berdasarkan guidelies AUA menyatakan bahwa pemggunaan terapi hormonal tidak
direkomendasikan untuk melakukan induksi penurunan testis dimana penelitian menunjukkan
adanya respon penurunan yang sangat lambat dan belum terdapat suat penelitian mengenai
keamanan dari terapi jangka panjang menggunakan agen hormonal. Rekomendasi dari American
Paediatric Association mengungkapkan bahwa terapi hormonal dapat dilakukan apabila
undesensus testis disertai dengan gangguan synroma Prader Willi. Terapi hormonal yang paling
sering digunakan adalah terapi menggunakan human chorionic gonadotropin, suatu serial injeksi
dari hCG dilakukan dan monitoring evaluasi dari penurunan testis diperiksa secara berkala,
namun keberhasilan dari terapi ini adalah 5% hingga 50%.6,7
Terapi Bedah
Untuk testis yang tidak teraba, direkomendasikan orchiopeksi inguinal atau skrotum.11,12
1. Insisi tinggi dibuat di skrotum. Banyak jenis retraktor yang berbeda dapat digunakan
tergantung ukuran sayatan. Insisi inguinal bisa sekecil 1 cm. Insisi skrotum bisa lebih besar
karena mereka cenderung untuk sembuh.
2. Testis dapat dideteksi terlebih dahulu atau korda spermatika terlebih dahulu, untuk kasus
skrotum, testis ditemukan pertama. Untuk pendekatan inguinal, testis dapat di dicari terlebih
dahulu atau membuka eksternal oblique fascia bagian proksimal ke cincin eksternal dan korda
spermatika yang dicari pertama.
3. Saat mencari testis pertama, semua otot cremaster dibagi dan semuanya tidak masuk ke cincin
eksternal.
4. Bagian yang lebih sulit dari kasus ini adalah memisahkan kantung hernia dari vas deferens dan
pembuluh darah testis. Hal ini bisa dilakukan melalui pendekatan anterior atau posterior.
pendekatan posterior jauh lebih mudah untuk diajarkan dan dipelajari.
5. Bagaimana testis diposisikan dan dijamin dalam skrotum sangat bervariasi. Sebagian besar
akan setuju bahwa kantong subdartos yang diinginkan. Beberapa ahli bedah tidak menjahit testis
di tempat, yang lain menggunakan jahitan yang dapat diserap, yang lain menggunakan benang
yang tidak dapat diserap, dan yang lain hanya menutup bagian itu ke selangkangan.
Untuk testis nonpalpable di bawah anestesi, laparoskopi eksplorasi dianjurkan. Jika testis
ditemukan selama laparoskopi eksplorasi, opsinya adalah sebagai berikut:
1. Laparoskopi orchiopexy mengamankan pembuluh darah: testis dibedah dari pedikel segitiga
yang berisi pembuluh gonad dan vas deferens.
2. Laparorcopic satu tahap Fowler Stevens (FS) orchiopexy: pembuluh gonad dibagi dan testis
dibedah dari pedikel vas deferense dan diturunkan dalam satu tahap.
3. Laparoskopi 2 tahap Fowler Stevens: pembuluh dibagi dengan klip tetapi diseksi testis ditunda
selama 6 bulan.
Orchiopeksi dikaitkan dengan dua komplikasi utama: atrofi dan kenaikan testis. Untuk testis
teraba, ini terjadi kurang dari 5%. Untuk orchiopexy laparoskopi, mempertahankan pembuluh
darah juga sekitar 5%. Untuk FS orchiopexy (membagi pembuluh darah) dalam satu atau dua
tahap, laju atrofi testis adalah sekitar 20% hingga 30% (lebih buruk untuk satu tahap).11,12
Gambar 3. Alogaritma penanganan undesensus testis

Prognosis
Walaupun pasien dengan undesensus testis unilateral tidak meberikan adanya eluhan akan
infertilitas, fungsi spermatogenik dapat berkurang hingga suatu batas tertentu. Terlebih lagi
keadaan lain yang dapat timbul pada kondisi ini memberikan adanya resiko untuk terbentuknya
tumor pada testis yang mengalami undesensus (resiko berkisar antara 3-8 kali dibandingkan
dengan populasi norma) dan resiko untuk terjadinya tumor pada testis kontra lateral sebesar1,01-
2,98 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi normal. Adanya resiko jangka panjang dari
kondisi undesensus testis ini akan tetap ada walaupun telah dilakukan suatu terapi bedah yang
sukses untuk penanganannya.

Daftar Pustaka

1. Cao SS, Shan XO, Hu YY. [Impact of unilateral cryptorchidism on the levels of serum anti-
müllerian hormone and inhibin B]. Zhonghua Nan Ke Xue. 2016 Sep;22(9):805-808.
2. Chen J, Sørensen HT, Miao M, Liang H, Ehrenstein V, Wang Z, Yuan W, Li J.
Cryptorchidism and increased risk of neurodevelopmental disorders. J Psychiatr Res. 2018
Jan;96:153-1613.
3. Warembourg C, Botton J, Lelong N, Rouget F, Khoshnood B, Le Gléau F, Monfort C, Labat
L, Pierre F, Heude B, Slama R, Multigner L, Charles MA, Cordier S, Garlantézec R.
Prenatal exposure to glycol ethers and cryptorchidism and hypospadias: a nested case-
control study. Occup Environ Med. 2018 Jan;75(1):59-65.
4. Bhatnagar S, Chavan S, Bendre M. Transverse testicular ectopia with inguinal hernia - A
rare case report. Int J Surg Case Rep. 2017;41:20-21.
5. Vikraman J, Vidmar S, Donath S, Hutson JM. Frequency of revision orchidopexy in
Australia 1995-2014. J. Pediatr. Surg. 2017 Dec;52(12):1940-1943.
6. Attalla K, Arnone E, Williot P, Greenfield SP. Cryptorchidism: experience and reason. Can J
Urol. 2017 Aug;24(4):8941-8945.
7. Richard A, Julia SB, Kolon TF. Cryptorchidism: pathogenesis, diagnosis, treatment and
prognosis. Urol Clin N Am. 2010;37(2):183-193.
8. Braga LH, Lorenzo AJ, Romao RLP. Canadian Urological Association-Pediatric Urologists
of Canada (CUA-PUC) guideline for the diagnosis, management, and followup of
cryptorchidism. Can Urol Assoc J. 2017 Jul;11(7):E251-E260.
9. Tasian GE, Copp HL, Baskin LS. Diagnostic imaging in cryptorchidism: utility, indication,
and effectiveness. Journal of Pediatric Surgery. 2011;46:2406-2413.
10. Berger C, Haid B, Becker T, Koen M, Roesch J, Oswald J. Nonpalpable testes: Ultrasound
and contralateral testicular hypertrophy predict the surgical access, avoiding unnecessary
laparoscopy. J Pediatr Urol. 2017 Nov 30;11(8):122-128
11. Hadziselimovic F. On the descent of the epididymo-testicular unit, cryptorchidism, and
prevention of infertility. Basic Clin Androl. 2017;27:21.
12. Hutson JM, Vikraman J, Li R, Thorup J. Undescended testis: What paediatricians need to
know. J Paediatr Child Health. 2017 Nov;53(11):1101-1104.

Anda mungkin juga menyukai