Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH PERBEDAAN PEMBERIAN UREA TERHADAP SIFAT KIMIA

AMONIASI BERBASIS BAGASE TEBU SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK


RUMINANSIA

Husni Almakmun, Lisa Agustiani, Mistiani, Viki seftiani


Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Korespondensi e-mail: lisaagustiani3@gmail.com

ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan kimia yang


terdapat dalam bagase sebelum amoniasi dengan sesudah amoniasi, serta untuk
mengetahui pengaruh pemberian urea yang berbeda persentase yang diberikan. Urea
berguna untuk meningkatkan kadar protein dan menurunkan kadar serat pada pakan
amoniasi. Percobaan ini di laksanakan pada hari sabtu jam 14.00 wib s/d selesai yang
bertempat di Laboratorium gedung C fakultas peternakan universitas jambi. Materi yang
digunakan pada proses amoniasi yaitu bagase tebu 300 gram, urea (4%, 6%, 8%, dan
10%), air, terpal, plastik dan timbangan. Perlakuan amoniasi yang dilakukan pada
pemberian urea yaitu P1 = 4%, P2 = 6%, P3 = 8% dan P4 = 10%. Perubah yang diamati
pada analisis kimia yaitu kadar bahan kering, kadar air, kadar abu, kadar protein kasar,
dan kadar serat kasar. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada analisis kimia
kandungan didalam bagase tebu sebelum amoniasi memiliki kandungan yang tinggi pada
kadar air, abu dan serat kasar, dengan demikian bagase tebu sebelum amoniasi ke sesudah
amoniasi mengalami penurunan. Namun, bahan kering dengan protein kasar rendah
dibanding dengan bagase tebu sesudah amoniasi dengan kata lain mengalami
peningkatan. Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
perlakuan yang paling baik adalah perlakuan P4 dengan pemberian urea 6% dimana
protein kasar mengalami peningkatan dan serat kasar mengalami penurunana dan
perlakuan yang kurang baik pada perlakuan P1 dengan pemberian urea 4% dimana
protein kasar rendah dan serat tinggi.

Kata kunci : Amoniasi, bahan pakan, bagase tebu, urea, sifat kimia

PENDAHULUAN

Ampas tebu merupakan salah satu limbah industri pertanian yang sangat
potensial sebagai pakan ternak, karena produksinya yang banyak sepanjang tahun. Bila
dibandingkan dengan komponen lainnya yang berasal dari tanaman tebu,ampas tebu
merupakan komponen terbesar.
Limbah tebu dapat digolongkan sebagai limbah on farm dan limbah off farm.
Proses pemanenan tebu dihasilkan limbah berupa daun kering yang disebut klenthekan
atau daduk, pucuk tebu, dan sogolan (pangkal tebu). Sedangkan dalam proses pengolahan
gula di pabrik gula (PG) menghasilkan kurang lebih 5% gula (Misran, 2005). Sedangkan
ampas tebu (bagas) yang dihasilkan adalah 15%, tetes (molasse) 3%, sisanya adalah
blotong, abu, dan air. Limbah tebu yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak
adalah pucuk, daun, bagas, dan molasse, sedangkan limbah lain se-perti abu dan blotong
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Pancawati, 2000; Yuliani dan Nugraheni,
2009). Limbah berupa daun, pucuk, dan bagas belum dimanfaatkan secara optimal

1
sebagai pakan ternak. Dengan demikian dibutuhkan banyak inovasi dan teknologi tepat
guna dalam pemanfaatan limbah tebu untuk pakan ternak, sehingga diharapkan dapat
tercapai sistem pertanian zero waste yaitu limbah dapat dimanfaatkan semua tanpa ada
yang terbuang dan mencemari lingkungan. Meskipun pontensinya cukup besar, namun
angka 2 pemanfaatnya masih relatif rendah. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia
(2012), pada tahun 2011 luas lahan perkebunan tebu adalah 451.788 Ha, dengan produksi
mencapai 2.267.887 ton. Produksi tebu yang berasal dari perkebunan tebu di Sulawesi
Selatan pada tahun 2011 sebesar 20.935 ton. Dalam satu hektar kebun tebu akan
diperoleh 180 ton biomassa / tahun yang terdiri atas 38 ton pucuk tebu dimana 23% dari
satu batang tebu adalah pucuk tebu (Sandi dkk., 2012).
Ampas tebu sebagian besar terdiri atas serat kasar sebagai struktur dinding sel
yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energi. Namun jika akan digunakan
sebagai pakan secara maksimal, perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu, karena
ampas tebu selain mengandung protein rendah, juga mengandung kadar lignin dan silika
yang tinggi, hal ini yang membatasi kecernaannya. Sutardi dkk. (1993) menyatakan
bahwa proses amoniasi akan memutuskan ikatan ligno sellulosa dan ligno hemisellulosa
dalam rangkaian sellulosa, sehingga sel-sel memuaidan terbuka dan pada akhirnya
memudahkan bakteri masuk ke dalam sel atau jaringan.
Fermentasi merupakan salah satu upaya yang telah banyak dilakukan dalam
meningkatkan kualitas bahan pakan. Dengan menggunakan penambahan urea pada proses
fermentasi atau amoniasi dapat menyebabkan perubahan struktur dinding sel. Perubahan
ini disebabkan oleh adanya proses hidrolisis dari urea yang mampu memecah ikatan
lignoselulosa dan lignohemiselulosa, serta melarutkan silika dan lignin yang terdapat
dalam dinding sel bahan pakan berserat (Komar, 1984 dalam Eko dkk., 2012).

MATERI DAN METODA

Waktu dan Tempat

Percobaan teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan Di laksanakan pada hari


sabtu jam 14.00 wib s/d selesai yang bertempat di Laboratorium gedung C fakultas
peternakan universitas jambi.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada proses amoniasi yaitu bagase tebu 300
gram, urea (4%, 6%, 8%, dan 10%), air, terpal, plastik dan timbangan.

Prosedur Percobaan

Prosedur pada proses amoniasi yaitu ampas dikeringkan dengan cara dijemur di
bawah sinar matahari selama tiga (3) hari, sebelum penjemuran dilakukan, bagase tebu
dicacah terlebih dahulu.Setelah kering, lakukan amoniasi dengan meratakan bagase tebu
dalam terpal, kemudian larutkan urea (tergantung pemakaian persentase yang telah
ditentukan yaitu P0 = 0%, P1 = 4%, P2 = 6%, P3 = 8% dan P4 = 10%) pada air dan

2
percikkan pada bagase tebu secara merata, lalu bagase yang sudah di fermentasi dibagi 3
sama rata kemudian masukkan dalam plastik dan timbang, kemudian ikat lalu bagase
tersebut disimpan selama 3 minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil analisis amonoasi bagase tebu


Perlakuan BK (%) KA (%) ABU (%) PK (%) SK (%)
P0 89,33 10,67 30 8,58 37
P1 93,33 6,67 3,33 16,62 31
P2 95 5 1,33 18,38 28
P3 94,33 5,67 2,33 14,88 25
P4 94,33 5,67 2,33 35 28
Keterangan : P0 sebelum amoniasi; P1 Amoniasi urea 4 %; P2 Amoniasi urea 6 %;
P3 Amoniasi urea 8 %; P4 Amoniasi urea 10 %.

Kadar Bahan Kering

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil analisis kimia pada bagase tebu
sebelum diamoniasi selama 3 minggu mengandung bahan kering sebesar 89,33%
sedangkan pada bagase tebu yang telah diamoniasi menggunakan urea pada persentase
yang berbeda mengalami peningkatan. Menurut Tanyildizi et al. (2007), peningkatan
bahan kering pada fermentasi disebabkan kapang menyerap air sehingga semakin lama
fermentasi kondisi subtrat semakin kering khususnya pada fermentasi semi solid hingga
solid, karena air digunakan untuk pertumbuhan kapang. Kondisi tersebut terutama bila
substrat mengandung serat kasar yang tinggi dan juga akibat sifat kemasan yang
digunakan.

Kadar Air

Pada bagase tebu sebelum amoniasi kandungan kadar air sebesar 10,67%,
sedangkan pada bagase tebu yang telah diamoniasi lebih rendah dari bagase tebu sebelum
diamoniasi, yaitu sebesar 5 – 6,67 %. Pada sampel mengalami penurunan pada kadar air.
Menurut Devendra dan Mc Ilroy (1992), kebutuhan ternak akan zat-zat makanan dapat
terpenuhi jika ternak mengkonsumsi ransum (dalam bahan kering) sebesar 3% dari bobot
tubuh.

Kadar Abu

Abu yang merupakan zat anorganik atau mineral adalah bagian dari sisa
pembakaran dalam tanur dengan temperatur 400-600°C, sehingga semua bahan organik
menguap (Soejono, 1991). Hasil percobaan pada tabel 1. Hasil analisis pada kandungan

3
kadar abu bagase tebu mengalami penurunan yang sangat drastis pada bagase tebu kimia
berupa urea yang berbeda persentase. Dari kandungan bagase tebu sebelum amonisi
sebesar 30% dan bagase tebu sesudah amoniasi sebesar rata-rata paling tinggi 3,33%.
Menurut Pujioktari, (2013) yang menyatakan bahwa Peningkatan kandungan bahan
organik diduga karena setelah fermentasi, substrat mengalami perombakan kandungan
nutrisi oleh enzim mikroorganisme sehingga persentase zat makanan yang dapat
dimanfaatkan bertambah yang tercermin pada peningkatan bahan organik dan penurunan
kadar abu.

Kadar Protein Kasar

Pada tabel 1. hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan bahwa kandungan
protein kasar pada bagase tebu sebelum amoniasi sebesar 8,58 %. Sedangkan pada bagase
tebu yang telah diamoniasi dengan pemberian urea yang berbeda memiliki kandungan 2
kali lipat dari kandungan protein kasar pada bagase tebu sebelum amoniasi yaitu sebesar
14,88 – 18,38%, bahkan terdapat pula kandungan sebesar 35% pada bagase dengan
pemberian persentase urea 10%. Dengan adanya proses fermentasi atau amoniasi dengan
urea akan bepengaruh terhadap protein kasar didalam bahan, dan dengan menggunakan
urea dapat meningkatkan kandungan protein. Menurut Irawan dan Utama, (2012) yang
menyatakan bahwa Urea berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme, karena selama
proses fermentasi kandungan gizi dalam urea dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk
sintesis protein tubuhnya. Sintesis protein adalah proses memproduksi senyawa-senyawa
polipeptida dalam tubuh sel yang berguna untuk pewarisan sifat secara genetis kepada
keturunannya. Terjadinya sintesis protein, mengakibatkan mikroorganisme seperti
Saccharomyces cerevivisiae, Lactobacillus casei dan Rhodopseudomonas palustris
berkembang biak dan akan meningkatkan kandungan protein dalam limbah meningkat
meningkat. Protein kasar tersebut berupa protein mikroba yang berasal dari kapang
Trichoderma viride yang digunakan dalam fermentasi bagase tebu dan N yang berasal
dari amoniasi. Protein mikroba tersebut mempunyai kualitas yang sangat baik, sehingga
meskipun perlakuan terhadap ransum tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan protein
dan retensi nitrogennya, tetapi perlakuan terhadap ransum berpengaruh nyata terhadap
produksi amonia dan VFA. (Ensminger et al., 1990). Mikroba merupakan protein sel
tunggal sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein
kasar.(Arif dkk,.2008)

Kadar Serat Kasar

Pada tabel 1. Hasil analisis amoniasi bagase tebu, serat kasar yang terkandung
didalam nya sebesar 37 % sebelum dilakukan amoniasi. Menurut Hartadi et al.,(1990)
yang menyatakan bahwa Ampas tebu mengandung protein kasar 3,1%; lemak kasar 1,5%;
abu 8,8%; BETN 51,7%; dan serat kasar 34,9%. jika ditinjau dari segi komponen
seratnya, ampas tebu mengandung 82% dinding sel yang terdiri atas: selulosa 40%;
hemiselulosa 29%; lignin 13%; dan silica 2%. Pada hasil percobaan yang dilakukan
dengan yang dikatakan dengan Hartadi kandungan serat kasar pada bagase tidak terlalu
jauh perbedaan jumlahnya yaitu hanya selisih sekitar 2,1 %. Pada bagase sebelum
diamoniasi dengan sesudah dimoniasi kandungan serat kasar mengalami penurunan dari
37% menjadi 25% paling rendah dan ini akibat adanya proses amoniasi dengan
penambahan urea pada bagase sehingga kandungan serat dapat menurun. Hal ini sesuai
dengan pendapat Eko, et al. (2013) yang menyatakan bahwa Penambahan urea dapat
menurunkan kandungan serat kasar, karena urea dapat menyebabkan perubahan struktur

4
dinding sel. Perubahan ini disebabkan adanyanya proses hidrolisis dari urea yang mampu
memecah ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa, serta melarutkan silika dan lignin
yang terdapat dalam dinding sel. Hasil ini berbeda dengan pendapat (Wahyudi dan
Malik,2006) menyatakan bahwa proses fermentasi berawal dari lingkungan aerob yang
semula zat-zat masih mengandung oksigen,segera setelah oksigen habis barulah proses
aerob dimulai,pada tahap ini yang sangat aktif adalah bakteri-bakteri yang membentuk
asam–asam organik yang mudah menguap.Sehingga apabila lingkungan an aerob tidak
terpenuhi maka asam-asam organik akan menguap sehingga hasil fermentasi tidak sesuai
harapan dan hasilnya kandungan serat kasar tidak mengalami penurunan.
Dalam proses amoniasi,amoniak akan berperan untuk menghidrolisa ikatan ligni–
selulosa menghancurkan ikatan hemiselulosa,memuaikan atau mengembangkan serat
selulosa sehingga memudahkan penetrasi enzim selulosa,serta meningkatkan kadar
nitrogen sehingga kandungan kandungan protein dan serat kasar juga meningkat
(Komar.1984).

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian
urea dalam persentase yang berbeda dengan tidak diberikan urea pada bagase tebu
mengalami perubahan kandungan didalamnya baik mengalami peningkatan atau
penurunan sesuai dengan parameter yang terjadi. pada parameter kandungan bahan kering
bagase tebu mengalami kenaikan, pada kadar air mengalami penurunan akibat adanya
proses amoniasi yang diberikan, pada kadar abu mengalami penurunan drastis dari
sebelum ke sesudah amoniasi dan pada parameter kandungan protein mengalami
peningkatan 2 kali lipat dari bagase tebu sebelum diamoniasi, sedangkan pada serat
mengalami penurunan dari bagase tebu sebelum diamoniasi dengan bagase tebu sesudah
amoniasi. Dari perlakuan yang telah dilakukan perlakuan yang paling baik adalah
perlakuan P4 dengan pemberian urea 6% dimana protein kasar mengalami peningkatan
dan serat kasar mengalami penurunana dan perlakuan yang kurang baik pada perlakuan
P1 dengan pemberian urea 4% dimana protein kasar rendah dan serat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Muhammad.,E.Kusumaningsih dan B.S.Rahardja.2008.Kandungan Protein kasar


dan serat kasar pada pakan buatan yang difermentasi probiotik.Program studi
Budidaya Perairan,Fakultas kedokteran Hewan, Universitas Airlangga,Surabaya.
BPS. 2012. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Jakarta.
Christiyanto, M. 1998. Pengaruh Lama Pemasakan dan Fermentasi Ampas Tebu dengan
Trichoderma viride terhadap Degradasi Serat. Tesis. Pascasarjana UGM.
Yogyakarta.
Devendra, C. and McIlroy, G.B. 1992. Goat and Sheep Production in the Tropics.
Longman Group UK Limited. Longman House. London.
Eko, D., Junus, M., dan M. Nasich. 2012. Pengaruh Penambahan Urea Terhadap
Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Padatan Lumpur Organik Unit Gas
Bio. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

5
Eko, P, Dede., M. Junus dan Moch Nasich. 2013. The effect of urea additive to the
content of crude protein and crude fiber of the biogas sludge solids. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.
Ensminger, M.E., Oldfield, J.E., and Heinemann, W.W. 1990. Feed and Nutrition. The
Ensminger Publishing Company. California
Hartadi, H., Tilman, A. D., Reksohadiprojo, S., Kusumo, S. P dan S. Lebdosoekodjo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University press, yogyakarta.
Irawan, S. dan Utama. 2012. Komponen proksimat pada jerami padi dan jerami jagung
yang difermentasi dengan berbagai aras isi rumen kerbau. Animal Agiculture
Journal Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Vol.1 (2), 17–
30.
Komar,A.1984,Tekhnologi pengolahan jerami sebagai makanan ternak.Yayasan Dian
Grahita,Jakarta.
Misran, E. 2005. Industri tebu menuju zero waste industri. Jurnal teknologi proses 4(2) :
6–10
Pancawati, T.D. 2000. Pengaruh pemanfaatan limbah pabrik gula (blotong) sebagai
pupuk organik alternatif terhadap tingkat penghasilan petani tebu di sekitar Pabrik
Gula Jatiroto Lumajang. Universitas Negeri Malang, Malang
Pujioktari, P. 2013. Pengaruh Level Trichoderma harzianum dalam Fermentasi Terhadap
Kandungan Bahan Kering, Abu, dan Serat Kasar Sekam Padi. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Jambi.
Sandi, S., Ali, M., dan M. Arianto. 2012. Kualitas Nutrisi Silase Pucuk Tebu
(Saccaharum Officinarum) Dengan Penambahan Inokulan Effective
Mikroorganisme-4 (EM-4). Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba
rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Pros. Seminar
Penelitian dan Penunjang Peternakan. LPP-Deptan Vol 2:91-103. Bogor.
Soejono, M. 1991. Analisis dan Evaluasi Pakan. Petunjuk Labolatorium. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Fakultas Peternakan UGM.
Tanyildizi, M.S., Ozer. D,. Elibol, M., 2007. Production of Bacterial Amylase By B.
Amyloliquefaciens Under Solid Substrase Fermentation. Biochemical engineering
journal volume 37, Issue 3.1 Juli 2015.
Wahyudi,Ahmad dan Abdul Malik.2006.Pengembangan starter Fermentasi Produksi Gas
Bio Dengan Reformulasi Isolate Fibrolitik Asal Rumen dan kolon Domba(Upaya
Efisiensi produksi gas metan sebagai sumber energi alternatif).Universitas
Muhamadiyah Malang.
Wolayan, F.R. 1998. Pengaruh Fermentasi Bungkil Kelapa Menggunakan Trichoderma
viride terhadap Komposisi Kimia dan Kecernaan Protein pada Ayam Broiler.
Tesis. Program Pascasarjana Unpad. Bandung.
Yuliani, F. dan F. Nugraheni. 2009. Pembuatan pupuk organik (kompos) dari arang ampas
tebu dan limbah ternak. Universitas Muria, Kudus.

Anda mungkin juga menyukai