Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan .................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal................................................................................... 6
B. Teknik Pemeriksaan Scanning Renogram .............................................................. 12
C. Proteksi Radiasi ...................................................................................................... 21

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 22
B. Saran ....................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 23


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kedokteran nuklir adalah bidang kedokteran yang memanfaatkan materi
radioaktif untuk menegakkan diagnosis, terapi penyakit serta penelitian. Secara
lengkap definisi Kedokteran Nuklir menurut WHO adalah ilmu kedokteran yang
dalam kegiatannya menggunakan sumber radiasi terbuka (“unsealed’) baik untuk
tujuan diagnosa, maupun untuk pengobatan penyakit (terapi), atau dalam penelitian
kedokteran.
Berbeda dengan metode pemeriksaan diagnostic seperti IVP, CT-Scan, USG
yang menggunakan alat sebagai dasar perinsipnya (radiasi tertutup/ sealed),
kedokteran nuklir mencakup pemasukan radioisotop ke dalam tubuh pasien (studi in-
vivo) dan dapat pula dengan mereaksikannya dengan bahan biologis seperti darah,
cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang berasal dari tubuh pasien, yang lebih
dikenal sebagai studi in-vitro (dalam tabung percobaan). Pemeriksaan dengan metode
ini menghasilkan diagnostic fungsional suatu organ, hal ini menyebabkan
pemeriksaan kedokteran nuklir adalah salah satu diagnostic yang dipertimbangkan
dalam pemeriksaan organ dalam, salah satunya ialah ginjal.
Prinsip pemeriksaan pemeriksaan ginjal atau scanning ginjal yaitu menilai
penangkapan radionuklida oleh ginjal, yang dialirkan melalui nephron dan
diekskresikan ke dalam pelvis ginjal dan kemudian melalui ureter sampai dengan
kandung kemih. Jumlah zat yang difiltrasi tergantung dari derajat ikatan protein dari
radionuklida di dalam plasma darah. Jumlah zat radionuklida yang disekresikan
tergantung dari afinitas dari tempat transport di tubulus proksimal. Perubahan pada
aktivitas ginjal terhadap waktu direkam dan kurva aktivitas terhadap waktu dari area
ginjal dibuat (renogram). Berdasarkan kurva renografi, maka akan diperoleh nilai atau
hasil pengukuran yang berhubungan dengan fisiologis ginjal, seperti fungsi
penangkapan, waktu transit, dan efisiensi outflow.

2
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengungkapkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal?
2. Bagaimana teknik pemeriksaan scanninng renogram kedokteran nuklir?
3. Bagaimana penerapan proteksi radiasi scanning renogram kedokteran nuklir?

C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis mengungkapkan tujuan penulisan
sebagai berikut :
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi pada ginjal.
2. Mengetahui teknik pemeriksaan scanninng renogram pada kedokteran nuklir.
3. Mengetahui proteksi radiasi scanning renogram.

D. MANFAAT PENULISAN
Berdasarkan tujuan penulisan diatas, penulis mengungkapkan manfaat penelitian
sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis pada khususnya dan pembaca
pada umumnya tentang Teknik Pemeriksaan Scanning Renogram.
2. Sebagai bahan acuan diskusi kelompok pada mata kuliah Kedokteran Nuklir.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal


Sistem perkemihan atau biasa juga disebut urinary system adalah suatu sistem
yang memiliki tujuan utama untuk menjaga keseimbangan atau homeostasis. Jika
terdapat kelebihan air atau elektrolit, misalnya garam (NaCl), ginjal dapat
mengeliminasi kelebihan tersebut dalam urin. Jika terjadi kekurangan, ginjal tidak
dapat memberi tambahan konstituen yang kurang tersebut, tetapi dapat membatasi
kehilangan tersebut melalui urin, sehingga dapat menyimpan lebih banyak zat yang
didapat dari makanan. Dengan demikian, ginjal dapat lebih efisien melakukan
kompensasi untuk kelebihan daripada kekurangan, seperti pada beberapa keadaan
ginjal tidak dapat secara total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting melalui
urin walaupun tubuh sedang kekurangan bahan tersebut
a. Pengertian Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebrae thorakalis ke-12 sampai vertebrae lumbalis ke-3, melekat
langsung pada dinding belakang abdomen, jumlahnya ada dua buah kanan dan
kiri. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari
ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar kurang lebih 200 gram.
Pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
Dengan meyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang akan
disimpan di daam tubuh atau dikeluarkan melalui urin, ginjal mampu
mempertahakan keseimbangan air dan elektrolit di dalam rentang yang sangat
sempit yang cocok bagi kehidupan, walaupun pemasukan dan pengeluaran
konstituen-konstituen terebut melalui jalan lain sangat brvariasi.
b. Fungsi Ginjal
Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian
bertujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal:
1) Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
2) Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na+, Cl-,
K+, HCO3-, Mg+, SO4=, PO4=, dan H+. Fluktuasi minor pada konsentrasi
elektrolit dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar. Perubahan
konsentrasi K+ di CES dapat menimbulkan disfungsi jantung yang fatal.

4
3) Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan
melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O.
4) Membantu memelihara keseimbangan asam-basa tubuh dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin.
5) Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh,
terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O.
6) Mengekskresikan (eliminasi) produk-produk sisa (buangan) dari metabolisme
tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk,
zat-zat sisa tersebut bersifat toksit, terutama bagi otak.
7) Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalna obat, zat penambah pada
makanan, pestisida, dan bahan-bahan aksogen non-nutrisi lainnya yang
berhasil masuk ke dalam tubuh.
8) Mengekskresikan eritopoietin, suatu hormon yang dapat merangasang
pembentukan sel darah merah.
9) Mengekskresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi
berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal.
10) Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

c. Berikut adalah penjelasan bagian-bagian di dalam ginjal :

5
1) Ginjal, terletak di bagian perut. Gambar ginajl diatas adalah ginjal kiri yang
telah dibelah.
2) Calyces, adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urine terkumpul
sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter.
3) Pelvis/panggul ginjal, adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat
penampungan urine sementara yang akan dialihkan menuju kandung kemih
melalui ureter dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
4) Korteks, didalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari badan malphigi
tersusun atas glomelurus yang diselubungi kapsila bowman dan tubulus atau
saluran yang terdiri dari tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus.
5) Medula, terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida) disini
terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus kontorkus proksimal
dan tubulus kontroktus distal.
6) Ureter, adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih.
7) Vena ginjal, adalah pembuluh baik yang berfungsi untuk membawa darah
keluar dari ginjal menuju vena cava inferior menuju kemudian kembali ke
jantung.
8) Arteri ginjal, adalah pembuluh nadi yang berfungsi untuk membawa darah
ke dalam ginjal untuk disaring di glomelorus.

d. Persyarafan Ginjal
Nefron adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap ginjal terdiri atas
kira-kira 1 juta nefron, dengan pembuluh darah yang berkaitan dengannya, urine
terbentuk. Setiap nefron terdiri atas dua bagian besar yaitu sebuah korpuskulum
renalis dan tubulus ginjal. Setiap bagian besar ini memiliki bagian yang lebih
kecil lagi, yang diperlihatkan bersama pembuluh darahnya.
Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus, daerah luar
yang tampak granuler, korteks ginjal dan daerah bagian dalam beruap segitiga-
segitiga bergaris-garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut sebagai
medula ginjal.
Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang
keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.

6
e. Bagian dari komponen vaskuler:

1) Glomerulus
Suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya.cairan yang sudah tefiltrasi ini, yang
komposisinya nyaris identik degan plasma, kemudian mengalir ke komponen
tubulus nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem
transportasi yang mengubahnya menjadi urin.
2) Arteriol aferen
Pembuluh halus yang secara sistematis terbagi-bagi dari arteri renalis pada
saat memasuki ginjal. Arteriol aferen meyalurkan darah ke kapiler glomerulus,
yang menyatu unruk membentuk areriol lain.
3) Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus. Arteriol eferen adalah satu-satunya arteriol di
dalam tubuh yang mendapat darah dari kapiler.

7
4) Kapiler peritubulus
Adalah serangkaian kapiler kedua dari arteril eferen yang terbagi-bagi,
memperdarahi jaringan ginjl dan penting dalam pertukaran antara sistem
tubulus dan darah selama perubahan cairan yang difiltrasi menjadi urin.
Kapiler-kapiler peritubulus menyatu untuk membentuk venula yang akhirnya
mengalir ke vena renalis, tempat darah meninggalkan ginjal.
Bagian dari komponen tubulus :
a) Kapsul Bowman
Suatu invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler-kapiler glomerulus
b) Tubulus Proksimal
Saluran yang dialiri oleh cairan hasil filtrasi dari kapsul bowman, yang
seluruhnya terletak dalam korteks dan sangat berliku dan berbelit di
sepanjang perjalanannya.
c) Lengkung Henle
Lengkungan tajam berbentuk U yang terbenam ke dalam medula ginjal.
Berfungsi untuk membentuk gradien osmotik di medula ginjal yang
penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan berbagai
konsentrasi.
d) Tubulus Distal
Sekresi dan reabsopsi tidak terkontrol, zat-zat tertentu berlagsung disini.
e) Tubulus Pengumpul/duktus
Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan
cairan isinya ke dalam pelvis ginjal. Reabsopsi H2O dalam jumlah
bervariasi berlangsung disini, cairan yang meninggalkan tubulus
pengumpul menjadi urin, yang kemudian ke pelvis ginjal.
Bagian kombinasi komponen vaskuler/tubulus yaitu Aparatus
jukstaglomerulus, yang menskresikan zat-zat yang berperan dalam
mengontrol fungsi ginjal.

8
f. Proses pembentukan urine
Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukn urin: filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
1) Filtrasi (penyaringan)
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtasi plasma
bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman
yang merapkan langkah petama dalam pembentukan urin. Kapsula bowman
dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air,
garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga
dihasilkan filtrat glomerulus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat
yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh,
misal glukosa, asam amino dan garam-garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali)
Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, at-zat yang bermanfaat bagi
tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-
bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke
dalam darah. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin,
tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vens dn keudian ke
jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap
hari, rata-rata 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus
mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin.
3) Ekskresi (pengeluaran)
Tubulus ginjal mampu secara selektif menambahkan zat-zat tertentu
kedalam cairan filtrasi melalui proses sekresi tubulus. Sekresi suatu zat
meningkatkan ekskresinya dalam urin. Sistem sekresi adalah untuk :
a) H1, yang penting untuk mengatur keseimbangan asam-basa
b) K+, yang menjaga konsentrasi K+ plasma pada tingkat yang sesuai
untuk mempertahankan eksitabilitas normal membran sel otot dan saraf
c) Anion dan kation organik, yang melaksanakan eliminasi senyawa-
senyawa organik asing dari tubuh

9
B. TEKNIK PEMERIKSAAN SCANNING RENOGRAM
1. Scanning Renogram Konvensional
Scanning renogram konvensional menggunakan prinsip pemeriksaan dengan
menilai penangkapan radionuklida oleh ginjal yang dialirkan melalui nephron dan
dieksresikan ke dalam pelvis ginjal dan kemudian melalui ureter sampai dengan
kandung kemih. Kurva hasil pemeriksaannya menunjukkan perubahan aktivitas
ginjal terhadap waktu yang menggambarkan fisiologis ginjal seperti fungsi
penangkapan, waktu transit dan efisiensi outflow.

Indikasi pemeriksaan :
a. Mengukur fungsi masing-masing ginjal
b. Ostruktif nefropati atau uropati
c. Mengukur kelainan vaskuler renal karena hipertensi
d. Evaluasi pasca transplantasi ginjal
e. Trauma ginjal
f. Gagal ginjal akut dan kronis
g. Alternative untuk pasien alergi media konras

Persiapan alat dan bahan :


a. Kamera gamma kolimator Low Energy High Resolution (LEHR)
b. Radiofarmaka
Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
Tc– 99m DTPA dengan dosis 5 mCi diberikan secara intravena
Tc– 99m EC dengan dosis 2,5 mCi
I– 123 Hippuran dengan dosis 2 mCi

Persiapan pasien
a. Pasien tidak dalam pemgaruh media kontras iodine.
b. Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan, Untuk pasien dewasa
minum 400 ml air 20-30 menit sebelum pemeriksaan.dan pada pasien anak-
anak volume cairan sesuai dengan berat badan.
c. Mengosongkan vesika urinaria sebelum pemeriksaan.
d. Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, pasien diberikan larutan lugol
10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak menangkap I-131.

10
Posisi pasien
Pasien tidur telentang pada meja pemeriksaan, dengan kedua kaki dekat dengan
kamera gamma (feet first supine)

Posisi Objek
 Kedua krista iliaka diposisikan pada pertengahan kamera gamma
 Batas atas sekitar 5 cm superior processus xyphoideus
 Batas bawah pada setinggi simpisis pubis
 Lengan yang tidak diinjeksi lurus di samping tubuh
 Lengan yang diinjeksi menjauhi tubuh

Teknik Pemeriksaan
Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada
dalam lapang pandang pencitraan.
Scanning dilakukan 4 tahap :
a. Spuit penuh sebelum diinjeksikan pada pasien
b. Proyeksi postero – anterior
Akuisisi dilakukan bersamaan dengan waktu injeksi intravena
Dengan protocol feet first supine, dinamik scan, matriks 128 x 128, peak
energy disesuaikan oleh radionuklida, yaitu 140 keV dengan window 20%
Waktu pemeriksaan 31 menit
Pembesaran 1 x pada pasien dewasa
c. Tempat injeksi pada vena cubiti
d. Spuit kosong setelah diinjeksikan ke pasien

Fase penilaian kurva normal


a. Fase Initial
1) Terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan radiofarmaka
yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran darah vaskular ke dalam
ginjal.
2) Menunjukkan teknik penyuntikan radiofarmaka.
3) Terjadi kurang dari 2 menit.

11
b. Fase Sekresi
1) Menunjukkan kenaikan yang lebih lambat dan meningkat secara bertahap.
2) Berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan di dalam
ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel tubuli ke dalam lumen tubulus.
3) Mencapai puncak dalam waktu 2 – 5 menit.
c. Fase Ekskresi
1) Tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai puncak kurva
yang menunjukkan keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan
meninggalkan ginjal.
2) Menggambarkan pola urodinamik dari ginjal dan pola eliminasi melalui
sistem pelvikalises menuju ke ureter dan vesika urinaria, sehingga fase ini
sangat sensitif untuk kelainan pada saluran kemih.

Fase penilaian kurva abnormal


a. Jika ginjal tidak berfungsi maka penangkapan radioaktivitas akan minimum
atau tidak ada sama sekali.
b. Kurva akan berjalan datar/tidak beraturan karena pada kurva tersebut hanya
menggambarkan aktivitas background saja.
c. Pada kasus obstruksi total, vesika urinaria tidak tampak. Fase kedua akan
tampak naik terus dan tidak terlihat adanya fase ketiga.

Parameter tambahan pada penilaian hasil renogram


a. Waktu Transit Seluruh Ginjal (Whole Kidney Transit Time / WKTT)
merupakan waktu total yang dibutuhkan radiofarmaka untuk transit melalui
parenkim ginjal dan pelvis atau jumlah antara waktu transit parenkim rata-rata
(Mean Parenchyma Transit Time / MPTT) dan Waktu transit pelvis (Pelvic
Transit Time / PvTT). Nilai normal MPTT adalah 100 – 200 detik.
b. Indeks Waktu Transit Parenkim (Parenchymal Transit Time Index / PTTI) dan
Indeks Waktu Transit Seluruh Ginjal (Whole Kidney Transit Time Index /
WKTTI)
PTTI = MPTT - Waktu Transit Minimum (MinTT)
Nlai normal PTTI adalah 10 – 156 detik.
WKTTI = WKTT – MinTT
Nilai normal WKTTI adalah 20 – 170 detik.

12
2. Scanning Renogram Diuresis
Scanning renogram dieresis merupakan salah satu metode pemeriksaan
kedokteran nuklir pada pasien dengan dilatasi saluran kemih bagian atas dan
follow up pasien dengan hidronephrosis.
Scanning renogram dieresis menggunakan furosemide karena efeknya bersifat
diuretik yang menghambat reabsorpsi garam dan air di limb asenden ansa henle
serta sifat diuretik tergantung pada fungsi ginjal.
Furosemide adalah golongan obat loop diuretics. Durasi kerja dari furosemide
2 – 3 jam. Kontra Indikasi Furosemide adalah alergi furosemide, sirosis hepatic,
gagal ginjal borderline serta gagal jantung kongesif. Furosemide berfungsi untuk :
a. Menghambat secara selektif reabsorpsi dari NaCl pada tubulus kontortus
asenden ansa henle.
b. Menghambat sistem trasport Na+/K+/2Cl- pada membran lumen di tubulus
kontortus desenden ansa henle.
c. Meningkatkan aliran darah ke ginjal dan menyebabkan redistribusi dari aliran
darah di dalam korteks ginjal.
d. Meningkatkan jumlah volume urin dan meningkatkan kadar potasium pada
pasien dengan gagal ginjal akut.
Menurut Society of Nuclear Medicine & European Nuclear Medicine
Association, dosis furosemide adalah 1 mg/kg berat badan. Dosis maksimum
untuk anak – anak 20 mg dan dewasa 40 mg.
Indikasi pemeriksaan :
a. Mengetahui lebih lanjut tingkat obstruksi apakah total atau parsial
b. Hidronephrosis
c. Hidroureteronephrosis

Persiapan alat dan bahan


Peralatan SPECT – CT atau kamera gamma : kolimator LowEnergy High
Resolution (LEHR), atau LEGP atau LEHS
Radiofarmaka :
Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
Tc– 99m DTPA dengan dosis 5 mCi diberikan secara intravena.
Tc– 99m EC dengan dosis 2,5 mCi
I– 123 Hippuran dengan dosis 2 mCi

13
Obat dieresis : furosemide 1 ampul diberikan secara intravena.

Persiapan pasien
a. Pasien tidak dalam pemgaruh media kontras iodine.
b. Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan, Untuk pasien dewasa
minum 500 ml air 20-30 menit sebelum pemeriksaan, dan pada pasien anak-
anak volume cairan sesuai dengan berat badan.
c. Mengosongkan vesika urinaria sebelum pemeriksaan.
d. Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, pasien diberikan larutan lugol
10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak menangkap I-131.
e. Pasien diukur tinggi dan berat badan

Protokol pemilihan waktu penyuntikan diuretic


a. Radiofarmaka + 20 (F+20)
Volume pelvis ginjal penuh pada 20 menit setelah radiofarmaka disuntikkan
(furosemide diberikan 20 menit setelah radiofarmaka).
b. Radiofarmaka – 15 (F – 15)
Furosemide diberikan 15 menit sebelum radiofarmaka disuntikkan. Pada menit
15 – 18 setelah penyuntikkan furosemide volume urin tinggi, sehingga akan
didapat nilai urine yang maksimal pada saat penyuntikkan radiofarmaka.\
c. Radiofarmaka + 0 (F – 0)
Furosemide disuntikkan secara intravena segera setelah penyuntikkan
radiofarmaka. Hasilnya tidak berbeda jauh dengan F – 15. Dapat mengurangi
frekuensi gangguan pada saat pencitraan oleh pasien yang disebabkan
keinginan pasien untuk miksi. Metode ini nyaman digunakan pada pasien bayi
dan anak-anak, karena tidak perlu melakukan penyuntikkan sebanyak 2 kali.

Posisi Pasien
Pasien tidur telentang pada meja pemeriksaan, dengan kedua kaki dekat dengan
kamera gamma (feet first supine)

14
Posisi Objek
 Kedua krista iliaka diposisikan pada pertengahan kamera gamma
 Batas atas sekitar 5 cm superior processus xyphoideus
 Batas bawah pada setinggi simpisis pubis
 Lengan yang tidak diinjeksi lurus di samping tubuh
 Lengan yang diinjeksi menjauhi tubuh

Teknik Pemeriksaan
Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada
dalam lapang pandang pencitraan.
Scanning dilakukan 4 tahap :
a. Spuit penuh sebelum diinjeksikan pada pasien
b. Proyeksi postero – anterior
Akuisisi dilakukan bersamaan dengan waktu injeksi intravena
Dengan protocol feet first supine, dinamik scan, matriks 128 x 128, peak
energy disesuaikan oleh radionuklida, yaitu 140 keV dengan window 20%
Waktu pemeriksaan 31 menit
Pembesaran 1 x pada pasien dewasa
c. Tempat injeksi pada vena cubiti
d. Spuit kosong setelah diinjeksikan ke pasien
e. Obat dieresis (furosemide) satu ampul diinjeksikan pada vena cubiti pada
menit ke 15 setelah injeksi radiofarmaka.

Evaluasi kurva renogram diuretic terhadap respon furosemide


a. Pemberian furosemide tidak merubah bentuk kurva obstruksi (fase III naik
terus), gambaran demikian dikenal sebagai gambaran obstruksi total.
b. Pemberian furosemide menyebabkan perubahan kurva renogram dengan cepat
dan eksresinya menjadi sangat efektif. Gambaran ini ditemukan pada
hidronephrosis non obstruksi atau dilatasi hipotonik
c. Pengaruh furosemide pada kurva obstruksi hanya bersifat parsial, tidak cepat
dan eksresinya lambat. Gambaran demikian menunjukkan adanya obstruksi
atau subtotal.

15
Parameter kuantitatif
Merupakan parameter-parameter yang digunakan untuk menilai respon ginjal
terhadap pemberian furosemide. Jenis-Jenis parameter kuantitatif :
a. Time of peak (waktu puncak)
b. Peak of half (waktu untuk mengeksresikan 50% dari radiofarmaka)
c. Output efisiensi
d. Efisiensi ekskresi pelvis ginjal
e. Indeks waktu transit parenkim
f. Aktivitas residu terkoreksi

Catatan
Pemeriksaan tidak dapat menilai respon diuretik secara akurat jika fungsi ginjal
berkurang secara bermakna. Hasil pencitraan juga tidak dapat dinilai bila perunut
banyak terkumpul di pelvis ginjal.

16
3. Scanning Renogram Captopril
Merupakan modifikasi dari renografi konvensional yang dapat membantu para
klinisi dalam menegakkan diagnosa yang berhubungan dengan transplantasi
ginjal. Indikasi pemeriksaan adalah :
a. Follow up pasien pasca operasi transplantasi ginjal
b. Mendeteksi terjadinya resiko komplikasi pada pasien
c. Menilai fungsi ginjal pada calon donor yang sehat (memastikan bahwa ginjal
yang akan didonorkan adalah ginjal yang baik dan tidak akan membahayakan
bagi pasien penerimanya)
Komplikasi dari transplantasi ginjal adalah :
a. Rejesi (Penolakan)
b. Acute Tubular Necrosis (ATN)
c. Obstruksi Ureter
d. Stenosis Arteri Renalis (SAR)
e. Thrombosis Vena Renalis
f. Infeksi
g. Toksisitas Siklosporin

Persiapan alat dan bahan


Peralatan kamera gamma kolimator Low Energy High Resolution (LEHR)
Radiofarmaka diberikan secara intravena
Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
Tc– 99m DTPA dengan dosis 5 mCi
I– 123 Hippuran dengan dosis 2 mCi
Obat hipertensi captropil 1 tablet 5 mg diberikan secara per oral

Persiapan pasien
a. Pasien tidak dalam pemgaruh media kontras iodine.
b. Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan, Untuk pasien dewasa
minum 500 ml air 20-30 menit sebelum pemeriksaan, dan pada pasien anak-
anak volume cairan sesuai dengan berat badan.
c. Mengosongkan vesika urinaria sebelum pemeriksaan.
d. Pasien diukur tinggi dan berat badan.
e. Pasien telah dipasang kateter sebelum dilakukan renografi.

17
Posisi Pasien
Pasien tidur telentang pada meja pemeriksaan, dengan kedua kaki dekat dengan
kamera gamma (feet first supine)

Posisi Objek
 Kedua krista iliaka diposisikan pada pertengahan kamera gamma
 Batas atas sekitar 5 cm superior processus xyphoideus
 Batas bawah pada setinggi simpisis pubis
 Lengan yang tidak diinjeksi lurus di samping tubuh
 Lengan yang diinjeksi menjauhi tubuh

Teknik Pemeriksaan
Scanning dilakukan 4 tahap :
a. Spuit penuh sebelum diinjeksikan pada pasien
b. Proyeksi postero – anterior
Akuisisi dilakukan bersamaan dengan waktu injeksi intravena
Dengan protocol feet first supine, dinamik scan, matriks 128 x 128, peak
energy disesuaikan oleh radionuklida, yaitu 140 keV dengan window 20%
Waktu pemeriksaan 31 menit
Pembesaran 1 x pada pasien dewasa
c. Tempat injeksi pada vena cubiti
d. Spuit kosong setelah diinjeksikan ke pasien
e. Obat hipertensi (captopril) 1 tablet diminumkan pada pasien pada menit ke-15
sebelum dilakukan injeksi radiofarmaka.

Parameter penilaian
a. Bladder Appearance Time
b. Rasio ginjal-vesika urinaria
c. Waktu puncak renografi
d. Indeks akskresi
e. Indeks perfusi
f. Rasio ginjal aorta

18
Metode penilaian fungsi ginjal dan perfusi ginjal
a. Indeks Perfusi
1) Menghitung indeks perfusi ROI dibuat pada ginjal dan arteri illiaka yang
kemudian dibuat kurva aktivitas terhadap waktu.
2) Jika tidak ada aliran darah ke ginjal yang ditransplantasi maka nilai indeks
perfusi akan meningkat.
b. Rasio Ginjal-Aorta
1) Menggunakan kurva aktivitas terhadap waktu dari ginjal dan aorta.
2) Nilai rasio akan menurun bila tidak ada perfusi ke ginjal.

C. PROTEKSI RADIASI
Proteksi radiasi yang dilakukan oleh petugas radiasi adalah:
1. Menggunakan sarung tangan saat penyuntikan radiofarmaka, untuk menghindari
terjadinya kontaminasi radioaktif.
2. Berlindung dibalik tabir proteksi radiasi pada saat dilakukannya pemeriksaan.
3. Tidak memegang pasien pada saat dilakukannya pemeriksaan.
4. Menggunakan alat pencatat dosis radiasi personil.

Proteksi radiasi untuk pasien adalah :


1. Memberikan dosis radionuklida kepada pasien sesuai dengan kebutuhan.
2. Tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan masyarakat umum.
3. Menunggu pada ruangan khusus untuk pasien.
4. Buang air hanya pada toilet yang telah disediakan (toilet dekontaminasi)
5. Peralatan yang telah digunakan dan terkontaminasi zat radioaktif (spuit, jarum
suntik, hand scoon dan vial) dibuang pada container limbah radioaktif.

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, penulis mengemukakan beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengungkapkan beberapa saran sebagai
berikut :
DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee. 2010, 2007. Human Physiology: Brooks/Cole, Cengage Learning.USA


http://farakadir.blogspot.co.id/2013/11/proteksi-radiasi-dalam-bidang.html diakses pada 7
Februari 2018 pukul 7.05
http://dadang-saksono.blogspot.co.id/2010/07/teknik-pemeriksaan-kedokteran-
nuklir_1896.html diakses pada 7 Februari 2018 pukul 7.40
http://dadang-saksono.blogspot.co.id/2010/07/teknik-pemeriksaan-kedokteran-
nuklir_2367.html diakses pada 7 Februari 2018 pukul 7.45

21

Anda mungkin juga menyukai