PENDAHULUAN
kefarmasian di rumah sakit, salah satunya dalam bentuk pelayanan farmasi klinik
melalui pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
obat untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
Hicks WE. (1994) dalam Zulfan dkk. (2015) menyatakan bahwa Evaluasi
rumah sakit yang terstruktur, dilakukan terus menerus, diotorisasi oleh rumah
sakit, dan ditujukan untuk memastikan obat digunakan secara tepat, aman, dan
obat yang rasional yaitu tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis,
tepat penilaian kondisi pasien, dan waspada terhadap efek samping (Depkes RI,
2008). Adapun Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) sebagai salah satu wujud dari
penggunaan obat pada periode waktu tertentu guna memberikan masukan untuk
rumah sakit, hal ini terkait dengan banyaknya penyakit yang disebabkan oleh
adanya infeksi bakteri. Di negara maju, 13-37% dari seluruh penderita yang
akan lebih mahal, efek samping lebih toksik, meluasnya resistensi dan timbulnya
Salah satu penyakit yang diberikan terapi antibiotik adalah diare. Diare
lebih cair dari biasanya, dan terjadi lebih dari 3 kali dalam 24 jam (Juffrie, 2009).
Menurut data WHO tahun 2013 setiap tahunnya terjadi kematian akibat diare
sebesar 760.000 jiwa dan lebih banyak terjadi pada anak berumur di bawah lima
tahun, sebesar 21% kematian pada anak-anak karena diare terjadi di negara
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Penyakit yang menyerang
sistem pencernaan ini masih menjadi penyebab kematian bayi usia kurang 1-12
bulan terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan balita usia
1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%
(Juffrie, 2009).
Durasi diare sangat menentukan diagnosis, diare akut adalah diare yang
gejalanya pendek dan durasinya kurang dari 2 minggu, diare persistent jika
durasinya antara 2-4 minggu, dan diare kronis jika durasi lebih dari 4 minggu
yaitu diare infeksi mikroorganisme atau jasad renik seperti bakteri, virus, dan
parasit, serta diare non infeksi seperti faktor psikologis karena ketakutan atau
adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit,
akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk
penanganan kasus diare persistent dan tidak diperlukan pada semua diare akut
karena sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi rotavirus yang sifatnya
self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10
– 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti Shigella, Vibrio cholera,
sebagainya (Juffrie, 2009). Hal seperti inilah yang mendasari agar pemberian
terapi antibiotik harus dilakukan oleh tenaga medis profesional dan mengikuti
terapi antibiotik pada pasien diare akut anak usia 1-4 tahun di Rumah Sakit “X”
Semarang Tahun 2013 didapatkan hasil 10% termasuk dalam kategori terapi
antibiotik rasional dan 90% dinilai tidak rasional. Antibiotik yang digunakan dari
54 sampel pasien yaitu cefarin® (42%), sefotaksim (24%), goforan® (17%),
pada pasien diare akut di bangsal rawat inap anak kota Surabaya periode 21 April
– 21 Juli 2015 didapatkan hasil bahwa sebagian besar (93,02%) pasien anak usia
1 bulan sampai 5 tahun dengan diare akut dalam penelitian ini mendapatkan
antibiotik selama menjalani perawatan di rumah sakit, namun hal tersebut tidak
berkontribusi cukup besar terhadap total biaya terapi pasien. Sebesar 45,49% dari
Problems (DRPs) diare akut infeksi pada pasien pediatri di instalasi rawat inap
Rumah Sakit “X” di kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015 yang
didapatkan hasil bahwa penggunaan obat diare akut karena infeksi pada anak yang
penggunaan suplemen zinc sebesar 15,05%, dan total dari penggunaan antibiotik
untuk mengatasi diare yang disebabkan infeksi adalah sebesar 14,2% dengan
antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati infeksi karena bakteri
yaitu ceftriaxone sebesar 10,03% dan metronidazol sebesar 1,93%. Jenis DRPs
yang paling banyak terjadi adalah interaksi obat sebesar 31,18%, diikuti dosis obat
melebihi dosis terapi sebesar 30,10%, dosis obat kurang dari dosis terapi sebesar
18,27%, obat tanpa indikasi sebesar 9,67%, indikasi tanpa obat sebesar 8,60%,
dan ketidaktepatan pemilihan obat sebesar 2,15%. Oleh karena itu, peneliti ingin
mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien diare akut usia kurang dari 5
tahun di instalasi rawat inap RSI Siti Khadijah Palembang yang merupakan salah
Bagaimana evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien diare akut usia kurang dari
5 tahun di instalasi rawat inap RSI Siti Khadijah Palembang pada tahun 2018
dengan parameter tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat
pada pasien diare akut kurang dari 5 tahun di instalasi rawat inap RSI Siti
Khadijah Palembang pada tahun 2018 dengan parameter tepat indikasi penyakit,
tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat penilaian kondisi pasien, dan waspada efek
samping.
masyarakat mengenai penggunaan obat antibiotik yang rasional pada pasien diare
akut dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi farmasis