Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia
gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh
dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa terdapat 52% ibu
hamil mengalami anemia di negara berkembang. Di Indonesia (Susenas dan
Survei Depkes-Unicef) dilaporkan bahwa dari sekitar 4 juta ibu hamil, separuhnya
mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya mengalami kekurangan energi
kronis. Anemia sering terjadi akibat defisiensi zat besi karena pada ibu hamil
terjadi peningkatan kebutuhan zat besi dua kali lipat akibat peningkatan volume
darah tanpa ekspansi volume plasma, untuk memenuhi kebutuhan ibu (mencegah
kehilangan darah pada saat melahirkan) dan pertumbuhan janin. Hal ini telah
dibuktikan di Thailand bahwa penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah
karena defisiensi besi (43,1%). Demikian pula dengan studi di Tanzania
memperlihatkan bahwa anemia ibu hamil berhubungan dengan defisiensi zat besi,
vitamin A dan status gizi (LILA). Terdapat korelasi yang erat antara anemia pada
saat kehamilan dengan kematian janin, abortus, cacat bawaan, berat bayi lahir
rendah, cadangan zat besi yang berkurang pada anak atau anak lahir dalam
keadaan anemia gizi.
Anemia defisiensi zat besi adalah penurunan jumlah sel darah merah dalam
darah yang disebabkan oleh zat besi yang terlalu sedikit. Besi merupakan
komponen utama dari hemoglobin. Kehilangan darah kronis karena alasan apapun
adalah penyebab utama kadar zat besi yang rendah dalam tubuh karena
menghabiskan simpanan besi tubuh untuk mengkompensasi hilangnya zat besi
yang berlangsung. Kekurangan zat besi merupakan penyebab yang sangat umum
dari anemia.
Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia
dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Anemia gizi karena kekurangan zat
besi juga masih lazim terjadi di negara sedang berkembang, tidak terkecuali
Indonesia.

1
Perkiraan prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51%. Berdasarkan
Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar
Hb kurang dari 11, 0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara di
kawasan perkotaan (36,4%) dan pedesaan (37,8%).
Berdasarkan data Riskesdas 2013, konsumsi zat besi dan variasi jumlah
asupan zat besi selama hamil di Indonesia sebesar 89.1%. Dan diantara yang
mengkonsumsi zat besi tersebut, terdapat 33.3% mengonsumsi tablet Fe minimal
90 hari, sebanyak 34.4% yang mengonsumsi tablet Fe kurang dari 90 hari, dan
sebanyak 21.4% yang lupa mengonsumsi tablet Fe selama kehamilannya.
Adapun cakupan pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil di Indonesia
tahun 2012, terdapat 5.199.803 ibu hamil dan 85.0% yang mendapatkan tablet Fe.
Kebutuhan Ibu hamil akan Fe meningkat (untuk pembentukan plasenta dan sel
darah merah) sebesar 200-300%. Perkiraan besaran zat esi yang perlu ditimbun
selama hamil ialah 1.040 mg dari jumlah ini, 200 mg Fe tertahan oleh tubuh
ketika melahirkan dan 840 mg sisanya hilang.
Dosis suplementatif yang dianjurkan dalam satu hari adalah 2 tablet (satu
tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 miu g asam folat) yang dimakan selama
paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat
tinggi.
Zat besi dapat diperoleh dari asupan bahan makanan yang kaya zat besi.
Dalam kondisi hamil, ibu-ibu yang aktif bekerja membutuhkan zat besi lebih
banyak karena zat besi dikeluarkan bersamaan dengan kalori, setiap ada aktivitas
tubuh. Fungsi persiapan zat besi dalam tubuh ibu hamil untuk kebutuhan aktivitas
tubuh setiap hari; stabilitas kadar hemoglobin dalam darah supaya aliran oksigen
ke janin optimal; menghindarkan kelelahan saat bersalin sehingga tidak terjadi
perdarahan berlebihan.
Kekurangan zat besi pada ibu hamil menyebabkan anemia. Pada wanita hamil,
anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah.
Suplementasi zat besi semasa hamil terbukti membantu mencegah defisiensi zat
besi, karena kekurangan zat besi dapatmempertinggi resiko komplikasi di saat
persalinan dan resiko melahirkan bayi berat lahir rendah dan prematur. Janin

2
berkembang bergantung pada darah ibu tapi jika ibu menderita anemia dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin buruk, lahir prematur dan berat lahir rendah.
Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum pada wanita yang anemia
tidak dapat mentolerir kehilangan darah.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap serta tindakan ibu hamil terhadap
pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap pentingnya
mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu hamil terhadap pentingnya
mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya
c. Untuk mengetahui gambaran tindakan ibu hamil terhadap pentingnya
mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya

1.3 Manfaat
Manfaat bagi peneliti
i. Sebagai pengalaman dan penambahan wawasan tentang
gambaranpengetahuan sikap dan tindakan ibu hamil tentang pentingnya
mengonsumsi tablet Fe selama kehamilannya di Puskesmas Muara Bungo I.
ii. Mengaplikasikan ilmu kedokteran yang telah dipelajari ke dalam sebuah
penelitian yang berguna bagi masyarakat.
Manfaat bagi wahana
Sebagai bahan informasi dan edukasi kepada masyarakat umum khususnya
kepada ibu hamil tentang pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi selama
kehamilan.
Manfaat bagi masyarakat luas
Sebagai bahan informasi dan edukasi kepada masyarakat umum khususnya
kepada ibu hamil tentang pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi selama
kehamilan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Zat Besi


Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini
terutama diperlukan dalam hemopoboesis (pembentukan darah) yaitu sintesis
hemoglobin (Hb). Hemoglobin (Hb) yaitu suatu oksigen yang mengantarkan
eritrosit berfungsi penting bagi tubuh. Hemoglobin terdiri dari Fe (zat besi),
protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe). Besi bebas terdapat dalam
dua bentuk yaitu ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Konversi kedua bentuk tersebut
relatif mudah. Pada konsentrasi oksigen tinggi, umumnya besi dalam bentuk ferri
karena terikat hemoglobin sedangkan pada proses transport transmembran,
deposisi dalam bentuk feritin dan sintesis heme, besi dalam bentuk ferro. Dalam
tubuh, besi diperlukan untuk pembentukan kompleks besi sulfur dan heme.
Kompleks besi sulfur diperlukan dalam kompleks enzim yang berperan dalam
metabolisme energi. Heme tersusun atas cincin porfirin dengan atom besi di
sentral cincin yang berperan mengangkut oksigen pada hemoglobin dalam
eritrosit dan mioglobin dalam otot.

2.2 Fungsi Zat Besi


Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat
angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di
dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan
tubuh.
Rata-rata kadar besi dalam tubuh sebesar 3-4 gram. Sebagian besar (± 2 gram)
terdapat dalam bentuk hemoglobin dan sebagian kecil (± 130 mg) dalam bentuk
mioglobin. Simpanan besi dalam tubuh terutama terdapat dalam hati dalam bentuk
feritin dan hemosiderin. Dalam plasma, transferin mengangkut 3 mg besi untuk
dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis dan mencapai 24 mg per hari. Sistem
retikuloendoplasma akan mendegradasi besi dari eritrosit untuk dibawa kembali
ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan
untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga

4
berperan sebagai komponen untuk membentuk mioglobin (protein yang membawa
oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan
jaringan penyambung), serta enzim. Zat besi juga berfungsi dalam sistim
pertahanan tubuh.

2.3 Sumber Zat Besi


Sumber zat besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan.
Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran
hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas
besi di dalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik (bioavability). Pada
umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik
tinggi, besi di dalam serealia dan kacang- kacangan mempunyai mempunyai
ketersediaan biologik sedang, dan besi dalam sebagian besar sayuran, terutama
yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan
biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang
terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta
sumber gizi lain yang dapat membantu sumber absorbsi. Menu makanan di
Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging/ayam/ikan, kacang-kacangan, serta
sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C. Berikut bahan makanan
sumber besi :

5
Bahan makanan sumber besi didapatkan dari produk hewani dan nabati. Besi
yang bersumber dari bahan makanan terdiri atas besi heme dan besi non heme.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa walaupun kandungan besi dalam
sereal dan kacang-kacangan relatif tinggi, namum oleh karena bahan makanan
tersebut mengandung bahan yang dapat menghambat absorpsi dalam usus, maka
sebagian besar besi tidak akan diabsorpsi dan dibuang bersama feses.

2.4 Kebutuhan Fe/Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada Kehamilan
Kebutuhan zat besi selama hamil yaitu rata-rata 800 mg – 1040 mg.
Kebutuhan ini diperlukan untuk :
• ± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin.
• ± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta.
• ± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal/ sel
darah merah.
• ± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
• ± 200 mg lenyap ketika melahirkan
Perhitungan makan 3 x sehari atau 1000-2500 kalori akan menghasilkan
sekitar 10–15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg yang di absorpsi. Jika ibu
mengkonsumsi 60 mg zat besi, maka diharapkan 6-8 mg zat besi dapat diabsropsi,
jika dikonsumsi selama 90 hari maka total zat besi yang diabsropsi adalah sebesar
720 mg dan 180 mg dari konsumsi harian ibu. Besarnya angka kejadian anemia
ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan
trimester III sebesar 70%. Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama
kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan
pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga,
volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen
dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah
harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan,
perlu tambahan besi 300 – 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat
melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat
kebutuhan kondisi tidak hamil. Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk
mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air kencing dan kulit.

6
Kehilanganbasal ini kira-kira 14 ug per Kg berat badan per hari atau hampir sarna
dengan 0,9 mg zat besi pada laki-laki dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa.
Kebutuhan zat besi pada ibu hamil berbeda pada setiap umur kehamilannya, pada
trimester I naik dari 0,8 mg/hari, menjadi 6,3 mg/hari pada trimester III.
Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok kenaikannya. Dengan demikian
kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari makanan
saja, walaupun makanan yang dimakan cukup baik kualitasnya dan
bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi juga harus disuplai dari sumber lain
agar supaya cukup. Penambahan zat besi selama kehamilan kira-kira 1000 mg,
karena mutlak dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah
ibu. Sebagian dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan
peningkatan adaptif persentase zat besi yang diserap. Tetapi bila simpanan zat
besi rendah atau tidak ada sama sekali dan zat besi yang diserap dari makanan
sangat sedikit maka, diperlukan suplemen preparat besi. Untuk itu pemberian
suplemen Fe disesuaikan dengan usia kehamilan atau kebutuhan zat besi tiap
semester, yaitu sebagai berikut :

1. Trimester I : kebutuhan zat besi ±1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)


ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.
2. Trimester II : kebutuhan zat besi ±5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)
ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus 115 mg.
3. Trimester III : kebutuhan zat besi 5 mg/hari,) ditambah kebutuhan sel darah
merah 150 mg dan conceptus 223 mg.

7
Besi dalam bentuk fero lebih mudah diabsorbsi maka preparat besi untuk
pemberian oral tersedia dalam berbagai bentuk berbagai garam fero seperti fero
sulfat, fero glukonat, dan fero fumarat. Ketiga preparat ini umumnya efektif dan
tidak mahal. Di Indonesia, pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat
besi adalah ferrosus sulfat, senyawa ini tergolong murah dan dapat diabsorbsi
sampai 20%.
Memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero
bisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/
bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50
nanogram asam folat untuk profilaksis anemia. Dosis zat besi yang paling tepat
untuk mencegah anemia ibu masih belum jelas, tetapi untuk menentukan dosis
terendah dari zat besi untuk pencegahan defisiensi besi dan anemia defisiensi besi
pada kehamilan telah dilakukan penelitian. Pada wanita Denmark, suplemen 40
mg zat besi ferrous / hari dari 18 minggu kehamilan tampaknya cukup untuk
mencegah defisiensi zat besi pada 90% perempuan dan anemia kekurangan zat
besi pada setidaknya 95% dari perempuan selama kehamilan dan postpartum.
Prevalensi anemia defisiensi besi pada 39 minggu kehamilan secara signifikan
lebih tinggi pada kelompok 20 mg (10%) dibanding kelompok 40 mg (4,5%),
kelompok 60 mg (0%), dan kelompok 80 mg (1,5%). Pada 32 minggu kehamilan,
berarti Hb pada kelompok 20 mg lebih rendah dibanding kelompok 80 mg. Tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam status besi (feritin, sTfR, dan Hb) antara

8
kelompok 40, 60, dan 80 mg. Postpartum, kelompok 20 mg memiliki feritin serum
rata-rata secara signifikan lebih rendah dibanding kelompok 40, 60 dan 80 mg.

2.5 Efek Samping Pemberian Suplementasi Zat Besi


Pemberian zat besi secara oral dapat menimbulkan efek samping pada saluran
gastrointestinal pada sebagian orang, seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual,
muntah dan diare. Frekuensi efek samping ini berkaitan langsung dengan dosis zat
besi. Tidak tergantung senyawa zat besi yang digunakan, tak satupun senyawa
yang ditolelir lebih baik daripada senyawa yang lain. Zat besi yang dimakan
bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik meskipun jumlah zat besi yang
diserap berkurang. Pemberian suplementasi Preparat Fe, pada sebagian wanita,
menyebabkan sembelit. Penyulit Ini dapat diredakan dengan cara memperbanyak
minum, menambah konsumsi makanan yang kaya akan serat seperti roti, serealia,
dan agar-agar. Mual pada masa kehamilan adalah proses fisiologi sebagai dampak
dari terjadinya adaptasi hormonal. Selain itu mual dapat terjadi pada ibu hamil
sebagai efek samping dari minum tablet besi. Ibu hamil yang mengalami mual
sebagai dampak kehamilannya dapat merasakan mual yang lebih parah
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami keluhan mual sebelumnya.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi mual akibat minum
tablet besi. Salah satu cara yang dianjurkan untuk mengurangi mual sebagai efek
samping dari mengkonsumsi tablet besi adalah dengan mengurangi dosis tablet
besi dari 1 x 1 tablet sehari menjadi 2 x ½ tablet sehari. Akan tetapi hal ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Milman, Bergholt, dan Erikson
(2006) yang menyatakan tidak ada hubungan antara efek samping atau gejala
gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri epigastrik, kolik, konstipasi, dan diare
dengan empat dosis yang diuji cobakan yaitu : 20 mg, 40 mg, 60 mg, dan 80 mg.
Konsumsi tablet besi pada malam hari juga dilakukan para partisipan dalam upaya
mencegah mual setelah minum tablet besi. Dalam penelitian ini tablet besi
diminum pada malam hari agar tidak mengalami mual. Hal itu dilakukan atas
anjuran petugas kesehatan.

9
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Zat Besi
Diperkirakan hanya 5-15 % besi makanan diabsorbsi oleh orang dewasa yang
berada dalam status besi baik. Dalam keadaan defisiensi besi absorbsi dapat
mencapai 50%. Banyak faktor berpengaruh terhadap absorbsi besi. Bentuk besi di
dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem, yang merupakan
bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat didalam daging hewan dapat
diserap dua kali lipat daripada besi- nonhem. Kurang lebih 40% dari besi didalam
daging , ayam dan ikan terdapat besi-hem dan selebihnya sebagai non-hem. Besi-
nonnhem juga terdapat di dalam telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau
dan beberapa jenis buah-buahan. Makan besi-hem dan non-hem secara bersama
dapat meningkatkan penyerapan besi-nonhem. Daging, ayam dan ikan
mengandung suatu faktor yang membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas
asam amino yang mengikat besi dan membantu penyerapannya. Susu sapi, keju,
telur tidak mengandung faktor ini hingga tidak dapat membantu penyerapan besi.
Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besinon-hem
dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero. Seperti telah dijelaskan, bentuk
fero lebih mudah diserap. Vitamin C disamping itu membentuk gugus besi-
askorbat yang tetap larut pada pH tinggi dalam duodenum. Oleh karena itu sangat
dianjurkan memakan makanan sumber vitamin C tiap kali makan.
Asam organik lain adalah asam sitrat. Asam fitat dan faktor lain di dalam serat
serelia dan asam oksalat di dalam sayuran menghambat penyerapan besi. Faktor-
faktor ini mengikat besi, sehingga mempersulit penyerapannya. Protein kedelai
menurunkan absorbsi besi yang mungkin disebabkan oleh nilai fitatnya yang
tinggi. Karena kedelai dan hasil olahnya mempunyai kandungan besi yang tinggi,
pengaruh akhir terhadap absorbsi besi biasanya positif. Vitamin C dalam jumlah
cukup dapat melawan sebagian pengaruh faktor-faktor yang menghambat
penyerapan besi ini. Tanin yang merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh,
kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorbsi besi dengan
cara mengikatnya. Bila besi tubuh tidak terlalu tinggi, sebaiknya tidak minum teh
atau kopi waktu makan. Kalsium dosis tinggi berupa suplemen menghambat
absorbsi besi, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.

10
Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi. Kekurangan asam
klorida di dalam lambung atau penggunaan obat-obatan yang bersifat basa seperti
antacid menghalangi absorbsi besi. Faktor intrinsik di dalam lambung membantu
penyerapan besi, diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan
vitamin B12. Kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh terhadap absorbsi besi. Bila
tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada kondisi tertentu, absobsi
besi-nonhem dapat meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besi-hem dua kali.

Absorpsi dan Transport


Absorpsi besi dari bahan makanan terjadi di duodenum dan jejenum
proksimal. Bioavailabilitas besi heme lebih besar dibandingkan besi non heme.
Besi heme berasal dari proteolisis hemoglobin dan mioglobin dalam saluran
cerna. Besi heme akan berikatan dengan reseptor heme (heme
bindingprotein/HasAh) pada membran apikal enterosit melalui mekanisme
endositosis ke dalam endosom atau lisosom. Oleh enzim heme oksidase, besi
heme dipecah menjadi ferro dan porfirin, namun mekanisme bagimana ferro
dibawa ke sitosol masih belum jelas dan diduga divalen metal ion transporter
(DMT1) ikut berperan. Selanjutnya ferro disimpan dalam sitosol dalam bentuk
feritin atau dibawa keluar enterosit melalui ferroportin (IRG1) ke darah dan
diangkut oleh transferin plasma.
Absorpsi ferri dalam usus diawali dengan reduksi ferri menjadi ferro oleh
asam askorbat dan duodenal cytochrome B (DcytB/ferrireduktase pada permukaan
eritrosit). Proses ini terjadi setelah ferri menempel pada enterosit. Ferro yang
terbentuk akan diabsorpsi melalui DMT1 dengan proton sebagai sumber energi.
Selanjutnya ferro akan disimpan dalam dalam sitosol dalam bentuk feritin.
Ferri memiliki kelarutan lebih rendah pada pH normal sampai basa
dibandingkan ferro sehingga ferri lebih sukar diabsorpsi. Absorpsi ferri terjadi
melalui beta 3 integrin dengan dibantu oleh faktor yang meningkatkan kelarutan
ferri yaitu musin, sitrat dan fumarat sehingga bioavailabilitasnya meningkat.
Beberapa besi dalam sitosol disimpan beberapa waktu dalam bentuk
paraferitin yang terdiri dari 4 polipeptida antara lain integrin, mobilferin
(calretikulin/rho), dan flavin monooksigenase. Kompleks ini terdiri atas 24

11
subunit feritin dan ribuan atom ferri. Ferri yang terdapat dalam kompleks ini dapat
direduksi kembali menjadi ferro untuk selanjutnya digunakan. Bentuk simpanan
besi dalam enterosit ini berperan dalam mengatur jumlah besi yang akan
diabsorpsi mengingat umur enterosit hanya 2-3 hari.
Absorpsi besi dari bahan makanan dipengaruhi oleh kondisi saluran cerna dan
kandungan bahan dalam makanan tersebut. Keasaman lambung dapat
meningkatkan kelarutan besi sehingga akan meningkatkan bioavailabilitasnya.
Dalam usus, absorpsi besi akan optimal pada pH 6.75. Bahan makanan yang
mengandung polifenol atau pitat (inhibitor) dapat menghambat penyerapan besi,
karena bahan tersebut akan mengikat besi dalam usus sehingga bersifat tidak larut
dan menurunkan bioavailabilitasnya. Hal ini hanya terjadi pada besi non heme
karena dalam bentuk besi bebas sehingga mudah diikat, sedangkan besi heme
tidak dipengaruhi oleh inhibitor tersebut. Beberapa senyawa yang
mempengaruhiabsorpsi besi seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 3. Senyawa Yang Mempengaruhi Absorbsi Besi

Transport besi dari dalam sitosol enterosit ke dalam darah melalui membran
basolateral yang diperantarai oleh ferroportin (disebut juga IRG1, iron regulated
transporter 1, metal transport protein 1 atau SLC40A1). Ferroportin terdapat pada
semua jenis sel sehingga merupakan satu-satunya transport besi dari sel.
Ferroportin bersinergi dengan hephaestin (enzim ferroksidase yang mengandung
kuprum) kemudian mengkonversi ferri menjadi ferro selanjutnya berikatan
dengan plasma tranferin.
Ferroportin merupakan pengatur transport besi dari enterosit. Umur enterosit
yang relatif pendek (2-3 hari) menyebabkan feritin dalam enterosit akan terbuang
bersama dengan lepasnya enterosit dalam feses. Keadaan ini menunjukkan bahwa

12
jumlah ferroportin dalam enterosit sebanding dengan jumlah besi yang
ditransport.
Sintesis ferroportin pada membran basolateral sel diatur oleh hepsidin (25
asam amino peptida dengan ikatan dipeptida) yang dihasilkan oleh sel hepatosit.
Hepsidin akan mengatur absorpsi besi pada enterosit dengan cara berikatan
dengan ferroportin sehingga menyebabkan ferroportin mengalami endositosis ke
dalam sitosol, selanjutnya ferroportin akan didegradasi. Berkurangnya jumlah
ferroportin pada membran basolateral menyebabkan besi tidak dapat dibawa
keluar sel dan akan didegradasi. Salah satu keadaan yang mempengaruhi sintesis
hepsidin adalah kadar besi dalam darah, dimana pada keadaan kadar besi rendah
maka hepsidin sedikit dibentuk demikian juga sebaliknya.

2.7 Tablet besi berguna untuk kesehatan ibu dan bayi


Proses hemodilusi yang terjadi pada masa hamil dan meningkatnya kebutuhan
ibu dan janin, serta kurangnya asupan zat besi lewat makanan mengakibatkan
kadar Hb ibu hamil menurun. Untuk mencegah kejadian tersebut maka kebutuhan
ibu dan janin akan tablet besi harus dipenuhi. Anemia defisiensi besi sebagai
dampak dari kurangnya asupan zat besi pada kehamilan tidak hanya berdampak
buruk pada ibu, tetapi juga berdampak buruk pada kesejahteraan janin. Hal
tersebut dipertegas dengan penelitian yang dilakukan yang menyatakan anemia
defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan kelahiran
prematur. Lebih lanjut dalam penelitiannya tentang mekanisme biologi dampak
pemberian zat besi pada pertumbuhan janin dan kejadian kelahiran premature
melaporkan anemia dan defisiensi besi dapat menyebabkan ibu dan janin menjadi
stres sebagai akibat diproduksinya corticotropin-releasing hormone (CRH).
Peningkatan konsentrasi CRH merupakan faktor resiko terjadinya kelahiran
prematur, pregnancy-induced hypertension. Disamping itu juga berdampak
pertumbuhan janin.
Temuan lain pada penelitian yang dilakukan adalah pemberian tablet besi
sebelum hamil dapat meningkatkan berat badan lahir bayi. Penelitian tersebut juga
didukung oleh penelitian Cristian (2003) dan Palma (2007) yang menyatakan

13
suplemen zat besi berhubungan dengan resiko BBLR pada ibu yang mengalami
anemia.
Gangguan pertumbuhan janin yang ditimbulkan tergantung pada periode
pertumbuhan apa ibu mengalami anemia. Penelitian yang dilakukan Georgieftt
(2008) menyatakan kejadian defisiensi besi pada awal kehidupan janin berdampak
pada gangguan neural, metabolisme monoamine dan proses myelinasi. Kebutuhan
janin untuk pertumbuhan dan perkembangan intra uterin diperoleh janin dari
nutrisi yang ada di tubuh ibunya. Kebutuhan janinditransfer dari tubuh ibu melalui
plasenta. Kebutuhan janin yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan janin.
Metabolisme tubuh membutuhkan oksigen agar dapat menghasilkan energi
dan komponen lain yang dibutuhkan tubuh. Ketersediaan oksigen besi dalam
tubuh ibu dapat dilihat dariadanya tanda dan gejala: letih, lemah, lesu, pusing dan
mudah lupa sebagai akibat tidak terbentuknya energi secara optimal.

2.8 Anemia Pada Kehamilan


Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
<10,5 gr% pada trimester II. Yang sering terjadi adalah anemia karena
kekurangan zat besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat
besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak
cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer,
kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan transferin menurun, kapasitas ikat besi
total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam
sumsum tulang serta di tempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi,
antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya
gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya
kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa
penyembuhan dari penyakit.

14
2.9 Anemia defisiensi besi pada kehamilan
Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan
yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan
kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa
prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta
semakin meningkat seiring dengan pertambah usia kehamilan. Menurut WHO
40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan
dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
Upaya pencegahan telah dilakukan dengan pemberian tablet besi selama
kehamilan. Akan tetapi hasilnya belum memuaskan. karena dalam kehamilan,
terjadi peningkatan absorpsi dan kebutuhan besi dimana total besi yang
dibutuhkan adalah sekitar 1000 mg . Kebutuhan yang tinggi dimana cadangan besi
di tubuh kosong maka hal ini tidak dapat dipenuhi melalui diet besi harian dan
juga oleh besi suplemen. Menurut teori tersebut, suplemen besi seharusnya
diberikan pada periode sebelum hamil untuk mengantisipasi rendahnya cadangan
besi tubuh. Kegagalan ini mungkin diakibatkan oleh rendahnya bahkan kosongnya
cadangan besi tubuh sewaktu pra-hamil, terutama di negara sedang berkembang.
Oleh karena itu, suplemen besi yang hanya diberikan waktu kehamilan tidak
cukup untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi besi. Pada penelitian ini
didapatkan bahwa pemberian tablet besi pada prahamil dapat menurunkan
prevalensi enemia lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian tablet besi yang
dimulai saat kehamilan.

2.10 Gejala Anemia Defisiensi Besi


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar
yaitu gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit
dasar:
a. Gejala umum anemia
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang- kunang,
serta telinga berdenging. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah

15
turun dibawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat,
terutama pada konjungtiva dan jaringan dibawah kuku.
b. Gejala khas defisiensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah koilonychia, atropi papil lidah, stomatitis angularis,
disfagia, atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia, pica.
c. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia
akibat cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit
telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Gejala anemia pada kehamilan
yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang-
kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi
hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih
hebat pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.

2.11 Patofisiologi Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil


Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia
atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan
dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan
tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin
19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu.
Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja
jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan. Perubahan hematologi
sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang
makin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma
meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi
pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang
aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus.

16
2.12 Dampak Anemia Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil
Anemia defisiensi besi dapat berakibat fatal bagi ibu hamil karena ibu hamil
memerlukan banyak tenaga untuk melahirkan. Setelah itu, pada saat melahirkan
biasanya darah keluar dalam jumlah banyak sehingga kondisi anemia akan
memperburuk keadaan ibu hamil. Kekurangan darah dan perdarahan akut
merupakan penyebab utama kematian ibu hamil saat melahirkan.
Penyebab utama kematian maternal antara lain perdarahan pascapartum
(disamping eklampsia dan penyakit infeksi) dan plasenta previa yang kesemuanya
bersumber pada anemia defisiensi. Ibu hamil yang menderita anemia gizi besi
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan janin dalam
kandungan. Oleh karena itu, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat
bayi lahir rendah, atau kelahiran prematur rawan terjadi pada ibu hamil yang
menderita anemia gizi besi.
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya
angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan
rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat
pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi
pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas,
berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di
samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada
wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis
tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari
keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan
(abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia,
partus lama, perdarahan atoni), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim,
daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan
gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian
perinatal, dan lain-lain).
Salah satu efek anemia defisiensi besi (ADB) adalah kelahiran premature
dimana hal ini berasosiasi dengan masalah baru seperti berat badan lahir rendah,
defisiensi respon imun dan cenderung mendapat masalah psikologik dan

17
pertumbuhan. Apabila hal ini berlanjut maka hal ini berkorelasi dengan rendahnya
IQ dan kemampuan belajar. Semua hal tersebut mengakibatkan rendahnya
kualitas sumber daya manusia, produktivitas dan implikasi ekonomi. cara
penanganannya dengan memberikan tablet besi folat (Tablet Tambah Darah/TTD)
yang mengandung 60 mg elemental besi dan 250 ug asam folat) 1 tablet selama 90
hari berturut-turut selama masa kehamilan.

2.13 Penyebab Kekurangan Zat besi


Beberapa hal yang menyebabkan defisiensi zat besi adalah kehilangan darah,
misalnya dari uterus atau gastrointestinal seperti ulkus peptikum, karsinoma
lambung, dll. Dapat juga disebabkan karena kebutuhan meningkat seperti pada ibu
hamil, malabsorbsi dan diet yang buruk. Kekurangan zat besi menyebabkan
anemia defisiensi besi. Terjadinya anemia defisiensi besi juga dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya kurangnya kandungan zat besi dalam makanan
sehari-hari, penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, adanya zat-zat
yang menghambat penyerapan zat besi, dan adanya parasit di dalam tubuh seperti
cacing tambang atau cacing pita, diare, atau kehilangan banyak darah akibat
kecelakan atau operasi.
Sumber lain mengatakan bahwa etiologi anemia defisiensi besi pada
kehamilan, yaitu :
a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah
b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma
c. Kurangnya zat besi dalam makanan
d. Kebutuhan zat besi meningkat
e. Gangguan pencernaan dan absorbsi

Pada ibu hamil, beberapa faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan
prevalensi anemia defisiensi zat besi, antara lain :
1. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun.
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami

18
pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Wintrobe (1987)
menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu
semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya.
Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
kecenderungan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin
besar.
2. Pendarahan akut
3. Pendidikan rendah
4. Pekerja berat
5. Konsumsi tablet tambah darah < 90 butir
6. Makan < 3 kali dan kurang mengandung zat besi.

2.14 Penelitian Pemberian Asupan 90 Tablet Besi Pada Ibu Hamil


Terdapat beberapa penelitian untuk mengetahui efek 90 tablet suplemen besi
setara 60 mg elemen besi dan 0,25 mg asam folat pertablet saat hamil terhadap
kejadian anemia dan status besi pada ibu hamil. Suatu penelitian quasi-
experimental dengan rancangan pretest-posttest dilakukan pada 65 ibu hamil
dengan umur kehamilan kurang dari 24 minggu, tidak memiliki riwayat
hemorhoid, batuk darah, tukang lambung dan penyakit darah lainnya di wilayah
puskesmas Abiansemal Badung Bali. Bahan perlakuan berupa tablet besi dengan
kandungan 200 mg Ferus Sulfat (setara dengan 60 mg elemen besi) dan 0,25 mg
asam folat. Tablet besi diberikan dengan dosis satu tablet perhari dan diberikan
selama 13 minggu. Kadar Hb, MCV, MCH, dan MCHC diukur dua kali yaitu
sebelum dan sesudah perlakuan. Perbedaan proporsi anemia, kadar MCV < 80
mm3, MCH < 27 pg/sel, dan MCHC < 30 g/dl antara sebelum dan sesudah
perlakuan diuji dengan uji t dan uji Z dengan tingkat kemaknaan 5%.
Sekitar 76,93% ibu hamil mengalami defisiensi besi dengan MCH < 27 pg/sel
dan 35,28% menderita anemia (Hb < 11 g/dl) sebelum diberikan suplemen besi.
Setelah diberikan suplemen besi sebanyak 90 tablet selama 13 minggu, ibu hamil
dengan MCH < 27 pg/sel menurun dari 76,93% menjadi 27,43% dan kejadian
anemia menurun dari 35,28% menjadi 9,35%. Secara kuantitatif, rerata Hb, MCH
dan MCH juga meningkat secara bermakna setelah mendapat suplemen besi,

19
sebaliknya MCV tidak berubah. Akan tetapi, pada akhir perlakuan masih terdapat
sekitar 27% ibu hamil mengalami defisiensi besi dan 9% masih anemia.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari ¾ ibu hamil mengalami
defisiensi besi dan lebih dari 1/3 mengalami anemia. Pemberian suplemen besi
setara 60 mg elemen besi dan 0,25 mg asam folat per hari selama 13 minggu dapat
menurunkan angka amenia serta meningkatkan status besi ibu hamil, tetapi 1/3
dari mereka masih menderita defisiensi besi dan 9% masih anemia. Oleh kerena
itu, adalah sangat penting memberikan asupan besi sejak masa pre-maternal
supaya cadangan besi pada saat hamil cukup memadai.
Suatu penelitian lain membandingkan efektifitas terapi besi intravena dan oral
pada anemia defisiensi besi dalam kehamilan. Dilakukan uji klinis random tanpa
tersamar terhadap 21 pasien usia gestasi 14-36 minggu dengan anemia defisiensi
besi. Setelah dilakukan randomisasi blok, kelompok pertama mendapat terapi
sulfas ferosus 3 x 300 mg selama 30 hari dan kelompok kedua mendapat terapi
iron sucrose. Satu bulan setelah terapi, dilakukan pemeriksaan Hb, retikulosit dan
feritin. Dilakukan analisis statistik dengan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-
Whitney. Peningkatan Hb pada kelompok iron sucrose adalah 1,6 g/dL ± 0,92
g/dL, dengan nilai maksimum 3,8 g/dL, sedangkan pada kelompok oral adalah 1
g/dL ± 0,85 g/dL dengan nilai maksimum 2,2 g/dL. Secara statistik tidak
didapatkan perbedaan bermakna. Perbedaan bermakna secara statistik (p = 0,041)
didapatkan pada perbandingan nilai feritin, yaitu pada kelompok oral 29,71
ug/L±18,37 ug/ L, sedangkan pada kelompok iron sucrose sebesar 68,21
ug/L±55,69 ug/L. Disimpulkan iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk
anemia defisiensi besi dalam kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan
besi tubuh dengan cepat tanpa efek samping yang serius. Namun dalam
wewenang bidan, dinyatakan bahwa dalam hal pemberian obat-obatan, bidan
boleh memberikan pengobatan tertentu dalam bidang kebidanan sepanjang hal itu
tidak melalui suntikan.Artinya, pemberian terapi iron melalui intravena tidak
boleh dilakukan oleh bidan.

20
2.15 Program pencegahan anemia
Program pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90
tablet selama kehamilannya. Tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320
mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 0,25 mg. Program tersebut bertujuan
mencegah dan menangani masalah anemia pada ibu hamil.
Adapun program pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan dalam
mencegah anemia meliputi:
a. Pemberian tablet besi pada ibu hamil secara rutin sebanyak 90 tablet untuk
meningkatkan kadar hemoglobin secara tepat. Tablet besi untuk ibu hamil
sudah tersedia dan telah didistribusikan ke seluruh provinsi dan pemberiannya
dapat melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu dan Bidan di Desa.
Secara teknis diberikan setiap bulan sebanyak 30 tablet.
b. Diterbitkannya buku pedoman pemberian zat besi bagi petugas tahun 1995, dan
poster-poster mengenai tablet besi sudah dibagikan.
c. Diterbitkan buku Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gizi bagi
petugas tahun 1996.

2.16 Pedoman Gizi Pada Anemia Defisiensi Besi


Kebutuhan besi pada ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur kadar
hemoglobin. Kadar Hb < 11 mg/dL sudah termasuk kategori anemia defisiensi
besi. Namun pengukuran yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan mengukur
kadar feritin, karena walaupun kadar Hb normal belum tentu kadar feritin tubuh
dalam keadaan normal. Kadar feritin memberikan gambaran cadangan besi dalam
tubuh. Beberapa hal yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk mencukupi
kebutuhan besi antara lain :
1. Pemberian suplemen Fe untuk anemia berat dosisnya adalah 4-6mg/Kg BB/hari
dalam 3 dosis terbagi. Untuk anemia ringan-sedang : 3 mg/kg BB/hari dalam 3
dosis terbagi
2. Mengatur pola diet seimbang berdasarkan piramida makanan sehingga
kebutuhan makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi.
3. Meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber besi terutama dari protein
hewani seperti daging, sehingga walaupun tetap mengkonsumsi protein nabati

21
diharapkan persentase konsumsi protein hewani lebih besar dibandingkan
protein nabati.
4. Meningkatkan konsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan kelarutan
dan bioavailabilitas besi seperti vitamin C yang berasal dari buah-buahan
bersama-sama dengan protein hewani.
5. Membatasi konsumsi bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi besi
seperti bahan makanan yang mengandung polifenol atau pitat.
6. Mengkonsumsi suplemen besi ferro sebelum kehamilan direncanakan minimal
tiga bulan sebelumnya apabila diketahui kadar feritin rendah. Semua pedoman
di atas dilakukan secara berkesinambungan karena proses terjadinya defisiensi
besi terjadi dalam jangka waktu lama, sehingga untuk dapat mencukupi
cadangan besi tubuh harus dilakukan dalam jangka waktu lama pula.
Semua pedoman di atas dilakukan secara berkesinambungan karena proses
terjadinya defisiensi besi terjadi dalam jangka waktu lama, sehingga untuk
dapat mencukupi cadangan besi tubuh harus dilakukan dalam jangka waktu
lama pula.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran pengetahuan,
sikap dan tindakan ibu hamil terhadap pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi
selama kehamilannya.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu di Puskesmas Muaro Bungo I.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2018.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek yang diteliti. Populasi pada penelitian
ini adalah semua ibu hamil di Puskesmas Muaro Bungo pada bulan Juni yang
mendapatkan tablet Fe yang berjumlah 51 orang ibu hamil.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi. Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah sejumlah ibu hamil trimester kedua dan ketiga yang telah
mendapat tablet Fe sebanyak 45 orang.

Kriteria inklusi :
a. Ibu hamil yang terdaftar di rekam medik Puskesmas Muaro Bungo I
b. Ibu yang dinyatakan positif hamil oleh tenaga kesehatan
c. Ibu hamil yang telah mendapatkan tablet Fe
d. Ibu hamil yang bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi :
a. Ibu hamil yang tidak berada di tempat pada saat penelitian

23
b. Ibu yang tidak bisa membaca dan menulis
c. Ibu hamil yang sedang berada di trimester pertama

3.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel secara accidental sampling yaitu sampel yang
kebetulan ada di tempat penelitian.

3.5 Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, informasi yang diperlukan didapatkan melalui data
primer, yaitu data yang diperoleh dengan cara kunjungan ke lokasi penelitian
dengan mewawancarai responden secara langsung untuk mengisi kuesioner.
Kuesioner yang dibagikan berupa pernyataan yang menggali pengetahuan,
sikap dan tindakan ibu hamil terhadap pentingnya mengkonsumsi tablet zat
besi (Fe) selama kehamilannya.

3.6 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuesioner. Dalam penelitian ini peneliti melakukan kunjungan ke lokasi
penelitian dengan membagikan kuesioner, melakukan wawancara langsung
untuk mengetahui pengetahuan tentang tablet zat besi.
Dari hasil penelitian dikumpulkan dalam satu tabel kemudian diolah
secara manual dengan menggunakan kalkulator lalu disajikan dalam bentuk
tabel disertai penjelasan.
Untuk setiap jawaban, responden diberikan penilaian dengan system
“tanpa denda” dengan formula rumus sebagai berikut:

S=R

Keterangan :
S : Skor yang diperoleh
R : Jawaban yang benar

Penyajian data dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut :

24
1. Pengolahan data
Data yang diperoleh nantinya diolah secara manual dan disajikan dalam
bentuk tabel. Kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif. Adapun proses
pengelolaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :
a. Seleksi data (Editing)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan
data atau setelah data terkumpul.
b. Pemberian kode (Coding)
Merupakan kegiatan pemberian kode numerik terhadap data.
Pemberiankode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data
menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar
kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali
melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
c. Pengelompokkan data (Tabulating)
Setelah dilakukan kegiatan editing dan coding dilanjutkan dengan
mengelompokkan data ke dalam suatu tabel menurut sifat yang dimiliki sesuai
dengan tujuan penelitian.

2. Analisa data
Analisa data dapat dilakukan dengan cara deskriptif dengan melihat presentase
data yang terkumpul dan disajikan tabel distribusi frekuensi kemudian dicari
besarnya persentase jawaban masing-masing responden dan selanjutnya dilakukan
pembahasan dengan menggunakan teori kepustakaan yang ada.

3.7 Penyajian Data


Data dasar yang diperoleh dari hasil penelitian diolah dan dikumpulkan
menurut variabel yang diteliti kemudian dibuat dalam tabulasi sederhana
sertadisajikan secara deskriptif.

25
3.8 Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
sebuah penelitian mengingat penelitian akan berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi penulisan etika harus diperhatikan karena manusia
mempunyai hak asasi dalam segi penelitian. Adapun etika yang harus
diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Informed consent
Merupakan bentuk persetujuan antar peneliti dengan respondent,
denganmemberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent adalah
agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya, jika partisipan bersedia maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan, serta bersedia mengisi lembar kuesioner dan jika
responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.
Lembar persetujuan diberikan pada subyek yang akan diteliti.
b. Tanpa nama (Anonimity)
Merupakan etika dalam penelitian dengan cara tidak memberikan nama
responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data.
c. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil
penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua responden
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

3.9 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


A. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh Ibu hamil terhadap
pentingnya mengkonsumsi zat besi selama kehamilannya. Pengetahuan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu

26
hamil tentang tablet zat besi : manfaat zat besi bagi kehamilan dan janinnya,
dampak yang ditimbulkan jika kekurangan zat besi.
Kriteria Objektif
a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 50%
b. Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 50%

B. Sikap
Sikap adalah reaksi atau tanggapan Ibu hamil terhadap pentingnya
mengkonsumsi tablet zat besi selama masa kehamilannya.
Kriteria Objektif :
Dalam skala Likert, terdapat beberapa kategori yaitu Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Ragu-Ragu, Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) dengan
masing masing nilai berdasarkan jenis pernyataan positif dan pernyataan negatif.

Pernyataan positif Nilai Pernyataan negatif Nilai


Sangat setuju 5 Sangat setuju 1
Setuju 4 Setuju 2
Ragu- ragu 3 Ragu- ragu 3
Tidak Setuju 2 Tidak setuju 4
Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5

Cara interpretasi dapat berdasarkan persentasi sebagaimana berikut :


Angka 0-20% : Sangat Tidak Setuju (sangat tidak baik)
Angka 21-40% : Tidak Setuju (tidak baik)
Angka 41-60% : Ragu-Ragu
Angka 61-80% : Setuju (baik)
Angka 81-100% : Sangat Setuju (sangat baik)

C. Tindakan
Tindakan adalah segala sesuatu yang dilakukan sehubungan dengan
pengetahuan serta sikap ibu hamil terhadap pentingnya mengkonsumsi tablet zat
besi selama masa kehamilannya.

27
Kriteria Objektif :
Apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0
Baik : Skor benar ≥60% dari pernyataan tindakan
Kurang baik : Skor benar <60% dari penyataan tindakan

D. Konsumsi tablet zat besi


Konsumsi tablet zat besi, ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe selama masa
kehamilannya.

28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Profil Puskesmas
Puskesmas Muaro Bungo I adalah salah satu Puskesmas dalam wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten bungo.Tepatnya berada di Kecamatan pasar
muaro bungo Kabupaten Bungo Propinsi Jambi.
i. Visi dan misi
Visi
“ Tercapainya mutu pelayanan kesehatan yang optimal menuju Kabupaten
Bungo Sehat 2020 ”
Misi
a. Meningkatkan pencapaian target standar pelayanan minimal
b. Menciptakan suasana kerja yang nyaman dn kondusif
c. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral.
d. Meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat bungo yang
berada diwilayah kerja puskesmas muaro bungo 1.
e. Meningkatkan kemampuan staf dalam teknologi dan informasi

ii. Data geografis


1. Letak Wilayah
Kabupaten Bungo memiliki luas wilayah sekitar 4.659 km². Wilayah
ini secara geografis terletak pada posisi 101º 27’ sampai dengan 102º 30’
Bujur Timur dan di antara 1º 08’ hingga 1º 55’ Lintang Selatan. Wilayah
Kabupaten Bungo secara umum adalah berupa daerah perbukitan dengan
ketinggian berkisar antara 70 hingga 1300 Mdpl, di mana sekitar 87,70%
diantaranya berada pada rentang ketinggian 70 hingga 499 Mdpl. Sebagian
besar wilayah Kabupaten Bungo berada pada Sub Daerah Aliran Sungai
(Sub-Das) Sungai Batang Tebo. Secara geomorfologis wilayah Kabupaten
Bungo merupakan daerah aliran yang memiliki kemiringan berkisar antara
0–8 persen (92,28%). Sebagaimana umumnya wilayah lainnya di Indonesia,

29
wilayah Kabupaten Bungo tergolong beriklim tropis dengan temperatur
udara berkisar antara 25,8°-26,7°C.
Curah hujan di Kabupaten Bungo selama tahun 2004 berada diatas
rata-rata lima tahun terakhir yakni sejumlah 2398,3 mm dengan jumlah hari
hujan sebanyak 176 hari atau rata-rata 15 hari per bulan dan rata rata curah
hujan mendekati 200 mm per bulan

2. Batas Wilayah
Batas-batas wilayah puskesmas zsebagai berikut :

a. Sebelah Barat : wilayah Kelurahan Sungai Pinang


b. Sebelah Selatan : wilayah Desa Tirtasari
c. Sebelah Timur : wilayah Desa Tanjung Menanti
d. Sebelah Utara : wilayahKelurahan Manggis

Gambar. Peta Wilayah Kerja PuskesmasMuaro Bungo I

3.Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur

30
2016
Jumlah Penduduk Menurut
(Jiwa)

Kelompok Umur Laki-laki


Perempuan
0-4 17 998 17 246
5-9 17 307 16 636
10-14 16 977 16 905
15-19 16 229 15 751
20-24 16 846 15 555
25-29 16 684 15 167
30-34 14 867 14 047
35-39 14 018 13 287
40-44 12 284 11 846
45-49 10 479 9 863
50-54 8 875 8 400
55-59 6 686 6 296
60-64 4 460 3 942
65-69 2 791 2 711
70-74 1 671 1 928
74+ 1 721 2 405

31
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Muaro Bungo I


mulai tanggal 14 Juni 2018 sampai 30 Juni 2018. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan ANC (Antenatal Care)
periode 14 Juni 2018 sampai 30 Juni 2018 berjumlah 51 ibu hamil. Sampel
sebanyak 45 responden yang diperoleh dari rumusan besaran sampel. Kuesioner
dibagikan kepada 45 responden. Variabel yang diteliti adalah pengetahuan, sikap
dan tindakan yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara, selanjutnya
dilakukan pengolahan dan hasilnya disajikan dalam tabel distribusi, frekuensi dan
persentase sebagai berikut :

1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan,
Pekerjaan Ibu hamil Terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet
Zat Besi Selama Kehamilannya di Puskesmas Muaro Bungo
Tahun 2018

Karakteristik Frekuensi Persentasi (%)


Umur
≤ 20 tahun 8 18%
21-34 tahun 32 71%
≥ 35 tahun 5 11%
Pendidikan
Tidak sekolah 0 0%
SD 7 16%
SMP 15 33%
SMA 20 44%
S1 2 5%
Pekerjaan
IRT 41 91%
Wiraswasta 3 7%
PNS 1 2%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari responden, dapat diketahui


distribusi responden berdasarkan umur ibu hamil. Distribusi tertinggi pada
kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 32 ibu hamil (71%) dan kelompok yang
menempati urutan terkecil yaitu kelompok umur ≥35 tahun sebanyak 5 ibu hamil
(11 %). Pendidikan responden yang paling banyak adalah tingkat SMA sebanyak

32
20 responden (44%) dan yang paling sedikit adalah yang tidak bersekolah
sebanyak 2 responden (5%). Responden yang berstatus tidak bekerja atau sebagai
ibu rumah tangga sebanyak 41 responden (91%) dan yang berstatus PNS hanya 1
responden (2%).

2. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel yang Diteliti


a. Pengetahuan Ibu Hamil terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat
Besi Selama Kehamilannya
Penilaian terhadap responden untuk pengetahuan ibu hamil tentang tablet zat
besi menggunakan bentuk soal multiple choicesebanyak 10 soal dan dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil terhadap Pentingnya
Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama Kehamilannya
di Puskesmas Muaro Bungo I
Tahun 2018

Pengetahuan Frekuensi Persentase


Baik 22 49%
Kurang Baik 23 51%
Jumlah 45 100%
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 45 responden, 22 responden
(49%) yang berpengetahuan baik, dan 23 responden (51%) berpengetahuan
kurang.
Distribusi frekuensi pengetahuan berdasarkan karakteristik responden adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.3 Pengetahuan Responden Berdasarkan Umur terhadap
Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama Kehamilannyadi
Puskesmas Muaro Bungo I
Tahun 2018

Pengetahuan Total
Umur Baik Kurang
N % N % N %
≤ 20 tahun 2 25% 6 75% 8 100
21-34 tahun 18 56% 14 44% 32 100
≥ 35 tahun 2 40% 3 60% 5 100
Total 22 49% 23 51% 45 100
Sumber : Data Primer

33
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 8 responden pada kelompok
umur ≤ 20 tahun 2 reponden (25%) diantaranya memiliki pengetahuan baik dan 6
responden (75%) memiliki pengetahuan kurang. Sedangkan pada kelompok umur
21-34 tahun, 18 responden (56%) berpengetahuan baik, 14 responden (44%)
berpengetahuan kurang. Pada kelompok umur ≥35 tahun, 2 responden (40%)
berpengetahuan baik, 3 responden (60%) memiliki pengetahuan kurang.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Berdasarkan


Pendidikan terhadap Pentingnya MengkonsumsiTablet Zat Besi
Selama Kehamilannyadi Puskesmas Muaro Bungo I
Tahun 2018

Pengetahuan
Pendidikan Baik Kurang Total
N % N % N %
Tidak Sekolah 0 - 0 - 0 -
SD 3 43% 4 57% 7 100%
SMP 5 33% 10 67% 15 100%
SMA/SMK 12 60% 8 40% 20 100%
Perguruan Tinggi 2 100% 0 - 2 100%
Total 22 49% 23 51% 45 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa 2 responden (100%) yang


berpendidikan perguruan tinggi memiliki pengetahuan yang baik. Dari 20
responden yang berpendidikan SMA/SMK, 12 responden (60%) berpengetahuan
baik dan 8 responden (40%) berpengetahuan kurang. Dari 15 responden yang
berpendidikan SMP, 5 responden (33%) memiliki pengetahuan baik dan 10
responden (67%) memiliki pengetahuan kurang. Dari 7 responden berpendidikan
SD, 3 responden (43%) berpengetahuan baik dan 4 responden (57%)
berpengetahuan kurang.

34
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Berdasarkan
Pekerjaan terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi
Selam Kehamilannya di Puskesmas Muaro Bungo I
Tahun 2018

Pengetahuan
Pekerjaan Baik Kurang Total
N % N % N %
IRT 20 49% 21 51% 41 100%
Wiraswasta 1 33% 2 67% 3 100%
PNS 1 100% 30 - 1 100%
Total 22 49% 23 51% 45 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa 41 responden yang memiliki


pekerjaan IRT (Ibu Rumah Tangga), 20 responden (49%) diantaranya
berpengetahuan baik, 21 responden (51%) berpengetahuan kurang. Responden
yang merupakan pekerja wiraswasta, 1 responden (33%) berpengetahuan baik dan
2 responden (67%) berpengetahuan kurang. Sedangkan 1 responden (100%)
dengan pekerjaan PNS (Pegawai Negeri Sipil) memiliki pengetahuan baik.

b. Sikap Ibu Hamil terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi


Selama Kehamilannya

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Hamil terhadap Pentingnya


Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama Kehamilannya
di Puskesmas Muara Bungo I
Tahun 2018

Sikap Frekuensi Persentase


Sangat Setuju (sangat baik) 7 16%
Setuju (baik) 38 84%
Jumlah 45 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 45 responden, 7 responden


(16%) memiliki sikap yang sangat baik dan 38 responden (84%) memiliki sikap
yang baik.

35
Distribusi frekuensi sikap berdasarkan karakteristik responden adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Berdasarkan Umur


terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama Kehamilannya
di Puskesmas Muaro Bungo I
Tahun 2018

Pengetahuan Total
Umur Sangat Baik Baik
N % N % N %
≤ 20 tahun 1 13% 7 87% 8 100
21-34 tahun 6 19% 26 81% 32 100
≥ 35 tahun 0 - 5 100% 5 100
Total 7 16% 38 84% 45 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa pada kelompok umur ≤ 20 tahun, 1


responden (13%) diantaranya memiliki sikap yang sangat baik dan 7 responden
(87%) memiliki sikap yang baik. Pada kelompok umur 21-34 tahun, 6 responden
(19%) memiliki sikap yang sangat baik dan 26 responden (81%) memiliki sikap
yang baik. Pada kelompok umur ≥ 35 tahun, 5 responden (100%) memiliki sikap
yang baik.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Berdasarkan Pendidikan


terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama
Kehamilannya di Puskesmas Muaro Bungo
Tahun 2018

Pengetahuan
Pendidikan Baik Kurang Total
N % N % N %
Tidak Sekolah 0 - 0 - 0 -
SD 1 14% 6 86% 7 100%
SMP 2 13% 13 87% 15 100%
SMA/SMK 2 10% 18 90% 20 100%
Perguruan Tinggi 2 100% 0 - 2 100%
Total 7 16% 38 84% 45 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan


SD, sebanyak 1 responden (14%) yang memiliki sikap sangat baik, 6 responden
(86%) memiliki sikap yang baik. Responden yang berpendidikan SMP, 2

36
responden (13%) memiliki sikap yang sangat baik dan 13 responden (87%)
memiliki sikap yang baik. Sedangkan responden yang berpendidikan SMA/SMK,
2 responden (10%) yang memiliki sikap yang sangat baik, 18 responden (90%)
memiliki sikap yang baik. Responden yang berpendidikan perguruan tinggi
sebanyak 2 responden (100%) memiliki sikap yang sangat baik.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Berdasarkan Pekerjaan


terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama
Kehamilannyadi Puskesmas Muaro Bungo
Tahun 2018

Pengetahuan
Pekerjaan Sangat Baik Baik Total
N % N % N %
IRT 6 15% 35 85% 41 100%
Wiraswasta 0 - 3 100% 3 100%
PNS 1 100% 0 - 1 100%
Total 7 16% 38 84% 45 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai


IRT (Ibu Rumah Tangga), 6 responden (15%) memiliki sikap yang sangat baik
dan 35 responden (85%) memiliki sikap yang baik. Sedangkan responden dengan
pekerjaan wiraswasta, 3 responden (100%) memiliki sikap yang baik. Ada 1
responden (100%) yang bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) memiliki
sikap yang sangat baik.

c. Tindakan Ibu Hamil terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi


Selama Kehamilannya
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tindakan Ibu Hamil Terhadap Pentingnya
Mengkonsumsi Tablet Zat Besi selama Kehamilannya
di Puskesmas Muaro Bungo I
Tahun 2018

Tindakan Frekuensi Persentase


Baik 22 49%
Kurang Baik 23 51%
Jumlah 45 100%
Sumber : Data Primer

37
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 45 responden, 22 responden
(49%) memiliki tindakan yang baik dan 23 responden (51%) memiliki tindakan
yang kurang baik.Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan karakteristik
responden adalah sebagai berikut :

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Umur


terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama
Kehamilannyadi Puskesmas Muaro Bungo I Tahun 2018

Pengetahuan Total
Umur Sangat Baik Baik
N % N % N %
≤ 20 tahun 3 38% 5 62% 8 100
21-34 tahun 17 53% 15 47% 32 100
≥ 35 tahun 2 40% 3 60% 5 100
Total 22 49% 23 51% 45 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan bahwa pada kelompok umur ≤ 20 tahun,


3 responden (38%) memiliki tindakan yang baik, 5 responden (62%) memiliki
tindakan yang kurang. Sedangkan pada kelompok umur 21-34 tahun, 17
responden (53%) memiliki tindakan yang baik dan 15 responden (47%) memiliki
tindakan yang kurang. Pada kelompok umur ≥ 35 tahun, 2 responden (40%)
memiliki tindakan yang baik dan 3 responden (60%) memiliki tindakan yang
kurang.

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan


Pendidikan terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama
Kehamilannya di Puskesmas Muaro Bungo I Tahun 2018

Pengetahuan
Pendidikan Baik Kurang Total
N % N % N %
Tidak Sekolah 0 - 0 - 0 -
SD 3 43% 4 57% 7 100%
SMP 8 53% 7 47% 15 100%
SMA/SMK 10 50% 10 50% 20 100%
Perguruan Tinggi 1 50% 1 50% 2 100%
Total 22 49% 23 51% 45 100%
Sumber : Data Primer

38
Berdasarkan tabel 4.12 menunjukkan bahwa sebanyak responden dengan
pendidikan SD, 3 responden (43%) memiliki tindakan yang baik dan 4 responden
(57%) memiliki tindakan yang kurang. Responden yang berpendidikan SMP, 8
responden (53%) memiliki tindakan yang baik dan 7 responden (47%) memiliki
tindakan yang kurang. Sedangkan responden yang berpendidikan SMA/SMK, 10
responden (50%) memiliki tindakan yang baik dan 10 responden (50%) memiliki
tindakan yang kurang. Responden yang berpendidikan perguruan tinggi, 1
responden (50%) memiliki tindakan yang baik dan 1 responden (50%) memiliki
tindakan yang kurang.

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan


Pekerjaan terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi
Selama Kehamilannya di Puskesmas Muara Bungo Tahun 2018

Pengetahuan
Pekerjaan Baik Kurang Total
N % N % N %
IRT 20 49% 21 51% 41 100%
Wiraswasta 1 33% 2 67% 3 100%
PNS 1 100% 00 - 1 100%
Total 22 49% 23 51% 45 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai


IRT (Ibu Rumah Tangga), 20 responden (49%) memiliki tindakan yang baik dan
21 responden (51%) memiliki tindakan yang kurang. Sedangkan responden yang
memiliki pekerjaan wiraswasta, 1 responden (33%) memiliki tindakan yang baik
dan 2 responden (67%) memiliki tindakan yang kurang. dan responden yang
bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), 1 responden (100%) memiliki
tindakan yang baik.

39
BAB V
DISKUSI

5.1 Pengetahuan Responden terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet


Zat Besi Selama Kehamilannya
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan ibu hamil terhadap
pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya termasuk dalam
kategori kurang. Hal ini terlihat pada hasil kuesioner 23 responden (51%)
menjawab dengan hasil kurang.
Menurut peneliti, minimnya pengetahuan responden tentang pentingnya
tablet zat besi dalam kehamilan disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan
ibu hamil dan pekerjaan ibu hamil yang mayoritas bekerja sebagai IRT yang sibuk
mengurus kebutuhan rumah tangganya tanpa sempat mencari informasi kesehatan.
Sebagaimana terlihat pada tabel hasil penelitian, sebanyak 41 responden (91%)
bekerja sebagai IRT.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, seperti pendidikan, hal
ini terlihat pada tabel 4.4, sebanyak 12 ibu hamil (60%) dengan pendidikan
SMA/SMK yang berpengetahuan baik sedangkan responden yang berpendidikan
SMP dominan yang berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 10 responden (67%).
Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pendidikan adalah suatu usaha
yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian individu
melalui proses atau kegiatan tertentu serta interaksi individu dengan
lingkungannya untuk mencapai manusia seutuhnya. Semakin tinggi pendidikan
seseorang, makin mudah pula orang tersebut menerima informasi demikian pula
sebaliknya, sehingga seseorang semakin besar keinginan untuk memanfaatkan
pengetahuan, keterampilan dan pendidikan ikut membentuk pola pikir, pola
persepsi dan sikap pengambilan keputusan seseorang.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dan harus
diperoleh semua umat manusia. Karena semakin tinggi pendidikan seseorang,
akan semakin baik pula seseorang tersebut menerima dan segala bentuk informasi
sehingga akan memperluas informasi yang dimilikinya.

40
Seseorang yang memiliki pengetahuan yang banyak dan luas, akan
semakin baik dalam menjalani hidup sehat, terutama pada ibu hamil yang akan
lebih memperhatikan kebutuhan kehamilannya seperti kebutuhan nutrisi zat besi
yang terdapat dalam makanan dan tablet zat besi itu sendiri.
Selain faktor pendidikan, informasi juga mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Beberapa bentuk informasi yang dapat diperoleh, seperti informasi dari
tenaga kesehatan, cerita dari orang lain, maupun informasi dari media massa
seperti televisi, radio, koran ataupun majalah. Lebih banyak responden yang
tingkat pengetahuannya kurang karena kurangnya informasi dari tenaga kesehatan
maupun media massa misalnya dengan memberikan penyuluhan.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan selanjutnya ialah pengalaman.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Bila berhasil
maka seseorang akan menggunakan cara tersebut kembali, akan tetapi apabila
gagal tidak akan mengulangi cara itu.
Selain pendidikan dan pengalaman, usia juga mempengaruhi pendidikan
seseorang, seperti yang terlihat pada hasil penelitian ini. Usia responden mayoritas
usia 21-34 tahun sebanyak 32 ibu hamil, dengan 18 responden (56%) yang
berpengetahuan baik dan 14 responden (44%) berpengetahuan kurang. Usia
mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

5.2 Sikap Responden terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat Besi


Selama Kehamilannya
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 45 responden, 7 responden
(15%) memiliki sikap yang sangat baik dan 38 responden (85%) memiliki sikap
yang baik. Pada tingkat pendidikan SMA/SMK, 18 responden (90%) memiliki
sikap yang baik. Pada kelompok umur 21-34 tahun, 6 responden (19%) memiliki
sikap yang sangat baik dan 26 responden (81%) memiliki sikap yang baik.
Responden yang bekerja sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga), 6 responden (15%)

41
memiliki sikap yang sangat baik dan 35 responden (85%) memiliki sikap yang
baik.
Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat
mendorong atau menimbulkan perilaku / tindakan tertentu. Jadi, jika seorang ibu
hamil memiliki sikap yang baik terhadap pentingnya tablet zat besi bagi
kehamilannya, maka akan memberikan perilaku yang baik pula untuk tetap
mengkonsumsi tablet zat besi sampai 9 bulan kehamilannya.
Menurut peneliti, sikap baik yang ditunjukkan oleh responden ini,
membuktikan bahwa meskipun responden kurang mengetahui terhadap
pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya namun mereka
memberikan respon yang baik jika mengkonsumsi tablet zat besi akan mencegah
terjadinya anemia dalam kehamilan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang, misalnya
pengalaman pribadi. Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk
dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan
menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan
dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan
objek psikologis yang akan membentuk sikap positif dan sikap negatif.
Menurut peneliti, seorang ibu hamil akan lebih bersikap positif jika ia
pernah memiliki pengalaman pribadi yang berkesan dalam kehamilannya, ia akan
lebih belajar, lebih menjaga dan memenuhi kebutuhan nutrisi yang harus
dipenuhinya selama hamil.
Faktor selanjutnya ialah faktor pengaruh dari orang lain yang dianggap
penting. Seseorang bisa bersikap positif maupun negatif akibat pengaruh orang-
orang yang dianggapnya penting seperti orang tua, teman/kerabat dekat,
suami/istri, dan lain-lain.
Selain itu, faktor informasi/media massa juga mempengaruhi sikap
seseorang. Beberapa bentuk media massa, seperti televisi, radio, majalah atau
koran mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Sebagai tugas pokoknya dalam menyampaikan informasi, media massa
membawa pesan-pesan yang berisi sugestif yang dapat mengarahkan opini
seseorang. Informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif

42
baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang
dibawa oleh informasi tersebut, bila cukup kuat, akan memberikan dasar afektif
dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah sikap. Walaupun pengaruh media
massa tidak sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam
proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil
artinya. Dalam menentukan sikap,pengetahuan memegang peranan penting,
sehingga sikap ibu terhadap pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi selama
kehamilannya dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya.

5.3 Tindakan Ibu Hamil terhadap Pentingnya Mengkonsumsi Tablet Zat


Besi Selama Kehamilannya
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan bahwa pada kelompok umur 21-34
tahun, 17 responden (53%) memiliki tindakan yang baik dan 15 responden
(47%) memiliki tindakan yang kurang. Responden yang berpendidikan
SMA/SMK, 10 responden (50%) memiliki tindakan yang baik dan 10
responden (50%) memiliki tindakan yang kurang. Responden yang bekerja
sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga), 20 responden (49%) memiliki tindakan yang
baik dan 21 responden (51%) memiliki tindakan yang kurang.
Tindakan merupakan upaya untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata yang memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan.
Menurut Green (1980) dalam Effendi (2009), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tindakan, yaitu ketersediaan fasilitas kesehatan. Dengan adanya
fasilitas kesehatan dapat mendukung seseorang untuk melakukan sesuatu dalam
hal ini mengkonsumsi tablet zat besi yang diberikan oleh pelayanan kesehatan.
Faktor selanjutnya, yaitu pengetahuan dan sikap masyarakat. Dengan
adanya pengetahuan yang baik disertai sikap yang baik pula, maka akan
memberikan pengaruh untuk melakukan tindakan yang baik pula.
Menurut peneliti, tindakan yang baik ini didasari dengan kesadaran ibu
karena pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya
sedangkan tindakan yang kurang baik yang didominasi oleh responden yang
bekerja sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) ini dipengaruhi oleh beberapa

43
faktor, seperti faktor sosial budaya yang meyakini apabila mengkonsumsi tablet
zat besi, akan terjadi perdarahan saat melahirkan. Selain itu, faktor dari ibu
yang tidak menyukai rasa dan bau obat-obatan sehingga tablet zat besi yang
diberikan oleh tenaga kesehatan hanya disimpan saja.

44
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang “Gambaran
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu Hamil Terhadap Pentingnya
Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Selama Kehamilannya di Puskesmas Muaro
Bungo I Tahun 2018”, maka didapatkan bahwa hampir setengah dari responden
memiliki pengetahuan dan tindakan yang baik yaitu sebanyak 22 dari 45
responden. Sedangkan mengenai sikap ibu hamil terhadap pentingnya
mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya, diperoleh sebanyak 39 dari
45 responden memiliki sikap yang sangat baik. Selain itu juga diketahui bahwa
gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu hamil terhadap pentingnya
mengkomsumsi tablet zat besi selama kehamilannya dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu hamil tersebut.

6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka disarankan hal-hal
sebagai berikut :
1. Puskesmas
 Para ibu hamil dapat diberikan informasi tentang manfaat tablet zat besi
bagi ibu dan bayi, dampak yang bisa ditimbulkan saat kehamilan maupun
persalinan melalui penyuluhan dan edukasi secara personal pada setiap
pasien memeriksakan kehamilannya.
 Dalam hal kepatuhan pasien dalam meminum tablet besi selama
kehamilannya, keluarga pasien terutama suami dapat ditunjuk sebagai
pengawas minum obat dan semakin memotivasi pasien dalam
mengonsumsi tablet besi selama kehamilannya.

2. Bagi masyarakat
Saran penulis agar ibu-ibu hamil dapat lebih mengetahui betapa pentingnya
mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilannya. Para ibu hamil dapat

45
mencari informasi tentang manfaat tablet zat besi bagi ibu dan bayi, dampak
yang bisa ditimbulkan saat kehamilan maupun persalinan, baik melalui media
massa, mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang diadakan oleh puskesmas dan
posyandu di kecamatan setempat agar meningkatkan sikap positif serta
kesadaran tentang kesehatan kehamilan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini
dengan metode penelitian yang yang berbeda, variabel yang berbeda, jumlah
populasi dan sampel yang lebih banyak sehingga diperoleh hasil yang lebih
baik.

46

Anda mungkin juga menyukai