Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling
Istilah konseling telah digunakan dengan luas sebagai kegiatan yang dipikirkan
untuk membantu sesorang menyelesaikan masalahnya. Kata konseling mencakup bekerja
dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri,
dukungan terhadap krisis, bimbingan atau pemecahan masalah. Tugas komseling adalah
memberikan kepada klien untuk mengeksploras, menemukan dan menjelaskan cara hidup
lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu.
Robinson dalam M. Surya dan Rohman Natawijaya (1986) mengartikan konseling
adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seorang yaitu klien dibantu untuk
lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya, hubungan konseling menggunakan wawancara untuk memperoleh dan
memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar , meningkatkan kematangan,
memberikan bantuan melalui pengambilang keputusan.
Konseling merupakan aspek yang penting dalam implementasi program
pencegahan penularan HIV pada ibu ke bayi. Konselor akan membantu perempuan, ibu
hamil, dan pasangannya untuk memperoleh pengertian yang benar yang benar tentang
HIV/AIDS, bagaimana mencegah penularan, penanganan dan memebrikan
dukunganmoril bagi ODHA dan lingkungannya.seorang konselor berupaya melakukan
komunikasi yang baik untuk menanggulangi masalah yang dihadapi perempuan, ibu hamil,
dan pasangannya. Melalui konseling, klien akan dibimbing utnuk membuat keputusan
sendiri untuk mengubah perilaku yang berisiko dan mempertahakannya.

B. Tujuan konseling

Berikut ini akan dijelaskan beberapa tujuan oleh para konselor di antara tujuan itu
antaranya:

1. Pemahaman, dengan adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangana


kesulitan emosional , mengarah kepada peningkatakan kapasitas untuk lebih
memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.
2. Berhubungan dengan orang lain, agar lebih mampu membentk dan
mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain,
misalnya dalam keluarga atau ditempat kerja.
3. Kesadaran diri, maksdunya agar seseorang lebih peka terhadap pemikiran dan
perasaan yang selama ini ditahan atau ditolak, agar dapat , mengembangkan
perasaan yang lebih akurat dan berkenan dengan bagaimana penerimaan orang lain
terhadap diri
4. Penerimaan diri, yaitu pengembangan sikap positif terhadap diri yang ditandai oleh
kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan
penolakan
5. Aktualisasi diri, yakni pergerakan kearah pemenuhan potensi atau penerimaan
integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertengtangan
6. Pencerahan membntu klien mencapia kondisi kesadraan spiritual yang lebih tinggi.
7. Pemecahan masalah, yakni untuk menemukan pemecahan problem tertentu yang
tidak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. Menuntut kompetensi umum dalam
pemecehan masalah.
8. Memiliki ketersmpilan sosial, dapat mempelajari dan menguasai keterampilan dan
interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidaj menyela pembicaraan,
asertif atau pengendalian kemarahan.
9. Perubahan kognitif, modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tidak rasional
atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, diasosiasikan dengan tingkal laku
penghancuran diri
10. Perubahan tingkah laku, modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang
maladaptif atau merusak
11. Perubahan sistem, memperkenalkan perubahan dengan cara beroprasimya sistem
sosial, contoh; keluarga
12. Penguatan, berkenan dengan keterampilan, kesadaran dan pengetahuan yang akan
membuat klien mampu mengontrol kehidupannya
13. Rresitusi, membntu klien membuat perubahan kecil terhadap erilaku yang merusak
14. Repruduksi dan aksi sosial, mengispirasikan dalam diri seseorang hasrat dan
kapasittas untuk peduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan dan
mengkontribusikan kebaikan bersama melalui kesepakatan politik dan kerja
komnitas.
Dengan memperlihatkan butir-butir tujuan bimbingan dan konseling sebagaimana
tercantum dalam rumusan tersebut, tujuaan umum konseling adalah untuk membantu
invidu memperkembangkan diris ecara optimal sesuai dengan tahap perkembangan yang
dimilikinya seperti kemampuan dasar dan bakat, berbagia latar belakang yang ada sperti
latar belakang keluarga, pendidikan dan status sosial ekonomi. Tujuan khusus konseling
merupakan penjabaran tujuan umum yag dikaitkan secara langsung dengan permasalahan
yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan
kompleksitas permasalahannya itu.

C. Jenis Konseling
Terdapat beberapa jenis konseling dalam hubungannya dengan pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak, antara lain:
1. Konseling sebelum dan sesudah tes HIV
Konseling sebelum tes (pra-test) dilakukan untuk mempersiapkan mental
perempuan, ibu hamil dan pasangannya ketika ingin menjalani tes HIV.
Konselor menggali faktor risiko klien dan alasan untuk menjalani tes,
memberikan pengertian tentang maksud hasil tes positif/negatif dan arti masa jendela
serta memberikan rasa tenang bagi klien.
Sedangkan konseling sesudah tes (post-test) bertujuan untuk
memberitahukan hasil tes kepada klien. Konselor atau petugas kesehatan
yang terlatih memberikan penjelasan tentang hasil tes yang dilihat bersama
dengan klien. Konselor menjelaskan tentang perlu atau tidaknya dilakukan tes ulang.
Jika hasil tes HIV negatif, konselor menginformasikan dan
membimbing klien agar status HIV-nya tetap negatif. Kepada yang hasilnya
HIV positif, konselor memberikan dukungan mental agar klien tidak putus asa
dan tetap optimis menjalani kehidupan, serta menjelaskan klien tentang
upaya-upaya layanan dukungan untuk ODHA yang bisa dijalaninya.

2. Konseling ARV
Konseling ARV diperlukan oleh ibu hamil HIV positif untuk memahami tentang
manfaat dan bagaimana cara minum ARV selama kehamilan sehingga dapat
mengurangi risiko penularan HIV. Konseling ARV juga diperlukan oleh ibu HIV
positif pasca melahirkan untuk tujuan pengobatan jangka panjang. Konselor atau
petugas kesehatan yang terlatih akan mengingatkan tentang pentingnya aspek
kepatuhan minum obat (adherence), informasi tentang efek samping dan pentingnya
mengontrol efektivitas pengobatan serta kondisi kesehatan lainnya ke dokter.

3. Konseling Kehamilan
Konseling kehamilan diperlukan oleh seorang perempuan hamil HIV positif.
Konseling berisi tentang masalah-masalah seputar kehamilan yang timbul
karena isu ras, agama, gender, status perkawinan, umur, fisik dan mental
ataupun orientasi seksual. Tujuan konseling ini adalah untuk membantu ibu
hamil dalam membuat keputusan tepat dan bijak tentang hal terbaik untuk
dirinya dan calon bayinya. Krisis di masa kehamilan ini tidak hanya
berdampak pada ibu hamil saja, dengan demikian diperlukan juga konseling
untuk suami, pasangan ataupun anggota keluarga dan teman ibu hamil.

4. Konseling Pemberian Makanan pada Bayi


Konseling pemberian makanan bayi diperlukan oleh seorang ibu hamil
ataupun ibu pasca melahirkan untuk memahami cara yang tepat dalam
memberikan makanan kepada bayinya. Bagi ibu hamil HIV positif, konseling
pemberian makanan bayi diperlukan untuk memberikan penjelasan tentang
pilihan memberikan ASI atau susu formula. Apapun pilihan ibu, perlu
diinformasikan cara yang baik dan benar untuk menjalankan pilihan itu,
misalnya cara pemberian ASI eksklusif, lama pemberian dan kapan
menghentikannya, atau cara pemberian susu formula yang benar.

5. Konseling Psikologis dan Sosial


Konseling psikologis dan sosial diperlukan oleh seseorang yang mengetahui
dirinya telah terinfeksi HIV untuk meningkatkan semangatnya agar tidak putus asa dan
tetap optimis menjalani kehidupan, serta membantunya untuk
mengatasi perlakuan diskriminatif masyarakat terhadap ODHA. Dengan
mendapatkan konseling psikososial ini, diharapkan ODHA senantiasa
berfikiran positif untuk menjaga kesehatan dirinya dan tidak menularkan HIV
dari dirinya ke orang lain.
D. Layanan Konseling
Layanan konseling dan tes HIV sukarela atau voluntary counseling and Testing (VCT)
merupakan salah satu komponen penting dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu
ke bayi. Cara untuk mengetahui satatus HIV dari ibu ke bayi. Cara untuk ,engetahui sataus
HIV seseorang adalah melalaui tes darah. Prosedur peaksanaan tes darah didahului dngan
konseling sebelum dan sesudah tes, menjaga kerahasiaan serta adanya persetujuan tertulis
(informed consent).
Jikja status HIV sudah diketahui, untuk ibu dengan status HIV positif dilakukan
intervensi agar ibu tidak menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya.
Untuk yang HIV negative sekalipun masih bisa dapat berkontribusi dalam uapaya
mencegah penularan HIV dari ibu ke bayii karena, adanya konseling perempuan tersebut
akan semakin paham tentang bagaimana menjaga perilakunya agar tetap berstatus engatif.
Layanan konseling dan tes HIV tersebut dijalankan dilayanan kesehatan ibu dan anak dan
layanan kelurga berencana ditiap jenjang pelayanan keehatan.
Layanan konseling dan tes HIV akan sangat baik jjka diintegrasikan dengan pelayanan
kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana, dangan alas an:

E. Layanan Konseling untuk Perempuan HIV Negatif


a. Ibu hamil yang hasil testnya negatif perlu didukung agar status dirinya tetap HIV
negatif
b. Menanjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV
c. Membuat pelayanan kesehatan ibu dan anak yang bersahabat untuk pria sehingga
mudah diakses oleh suam/pasangan ibu hamil
d. Mengadakan kegiatan ‘kunjungan pasangan” pada kunjungan pelayanan kesehatan
ibu dan anak
e. Memberikan informasi kepada suamibahwa jika ia melakukan seks tak aman akan
bisa membawa kematian bagi calon bayinya, termasuk istrinya dan dirinya sendiri.
Para suami biasanya memiliki ras tanggung jawab untuk melindungi keluarganya.
Informasi ini akan lebih efektif diterima suami jika disampaikan oleh petugas
kkesehatan diklinik kesehtan ibu dan anak ketika ia mengantarkan istrinya.
f. Ketika ibu melahirkan bayinya dirumah sakit ataupun klinik, biasanya ibu diantar
oleh suaminya. Pada saat itu, perasaan suami sangat bangga dana mencintai istri
dan anaknya. Saat tersebut akan efektif untuk menyampaikan informasi kepada
suami untuk menghindari perilaku seks taka man dan informasi tentang pemakaian
kondom.

Anda mungkin juga menyukai