Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA DENGAN SDH (SUBDURAL

HEMATOMA)

Praktik Klinik Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
Masrurotul Ulyana Isna Setiawati – 1614301040

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENKES TANJUNG KARANG
TAHUN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA DENGAN SDH (Subdural Hematoma)

A. Definisi
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma
yang terjadi (Price, 2005).
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma
yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian
dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi
otak (Black, 2005).
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah
trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury merupakan
trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

B. Etiologi
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
1. Trauma tumpul.
2. Trauma tajam (penetrasi).

C. Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

D. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):
1. Minor
a. GCS 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

E. Patofisiologi dan Pathway

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya
kontinuitas jaringan Terputusnya Jaringan otak rusak
kulit, otot dan vaskuler kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
tulang

Gangguan suplai -Perubahan outoregulasi


darah Resiko Nyeri -Odem cerebral
infeksi
-Perdarahan Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipoksia
perfusi jaringan

Perubahan sirkulasi CSS Gangg. fungsi otak 1. Bersihan jln.


Gangg. Neurologis
nafas
fokal
2. Obstruksi jln.
nafas
Peningkatan TIK Mual – muntah 3. Dispnea
Papilodema 4. Henti nafas
Pandangan kabur Defisit Neurologis 5. Perub. Pola
Penurunan fungsi nafas
pendengaran
Girus medialis lobus Nyeri kepala
temporalis tergeser
Gangg. persepsi Resiko tidak
sensori efektifnya jln. nafas
Resiko kurangnya
volume cairan
Herniasi unkus
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata

Mesesenfalon Resiko injuri


tertekan Resiko gangg.
integritas kulit
Immobilisasi

Gangg. kesadaran Kurangnya


Cemas perawatan diri

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui
bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

G. Penatalaksanaan Klinik
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
9. Farmakologi : Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan
metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4
mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan
keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam
setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat
badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak
memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal
akut.

H. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
a) Kesadaran  GCS.
b) Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
c) Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat
kejang.
d. Sistem pencernaan
a) Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar  tanyakan pola makan?
b) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
c) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.

I. Analisa Data
No Data Penunjang Etiologi Masalah
Keperawatan
1 DS : nyeri kepala Trauma kepala Gangguan
perfusi jaringan
DO : Kerusakan jaringan otak, serebral
- Penurunan pembuluh darah rusak/pecah
kesadaran
- Perubahan tanda Pendarahan otak
vital
- Perubahan pola SDH
napas, bradikardi
- Mual muntah Suplai oksigen ke otak berkurang
Kompensasi metabolik anaerob

Penurunan pH

Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel


ke intrasel

Edema sel

Edema serebri
Volume otak meningkat/kompresi

PTIK
2 DS : dyspnea Trauma kepala Pola nafas tidak
efektif
DO : Kerusakan jaringan otak,
- Fase ekspirasi pembuluh darah rusak/pecah
memanjang
- Pola nafas Pendarahan otak
abnormal
- Pernapasan SDH
cuping hidung
Suplai oksigen ke otak berkurang
Kompensasi metabolik anaerob

Penurunan pH

Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel


ke intrasel

Edema sel

Edema serebri

Volume otak meningkat/kompresi

PTIK

Pusat aras tertekan

Kesadaran menurun
3 DS : - Trauma kepala Bersihan jalan
nafas tidak
DO : Kerusakan jaringan otak, efektif
- Batuk tidak efektif pembuluh darah rusak/pecah
- Tidak mampu
batuk Pendarahan otak
- Sputum berlebih
- Mengi, sheezing, SDH
atau ronchi kering
- Sianosis Suplai oksigen ke otak berkurang
- Frekuensi napas Kompensasi metabolik anaerob
berubah
- Pola napas Penurunan pH
berubah
Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel


ke intrasel

Edema sel

Edema serebri

Volume otak meningkat/kompresi

PTIK

Pusat aras tertekan

Kesadaran menurun
Reflek batuk menurun

Penumpukan sekret

J. Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
2. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak
3. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum

K. Rencana Asuhan Keperawatan


Dx. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan Mempertahan- Independent:
perfusi kan dan 1. Monitor dan 1. Memonitor GCS dapat
jaringan otak memperbaiki catat status menunjukkan tingkat
sehubungan tingkat neurologis kesadaran pasien.
dengan udem kesadaran dengan meng-
otak fungsi motorik. gunakan
metode GCS.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda 2. Monitor tanda- 2. Perubahan pada tanda-tanda
vital stabil, tanda vital tiap vital menunjukkan adanya
tidak ada 30 menit. ketidaknormalan pada tubuh
peningkatan
intrakranial 3. Pertahankan 3. Perubahan kepala pada satu
posisi kepala sisi dapat menimbulkan
yang sejajar penekanan pada vena
dan tidak jugularis dan menghambat
menekan. aliran darah otak, untuk itu
dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
4. Observasi 4. Kejang terjadi akibat iritasi
kejang dan otak, hipoksia, dan kejang
lindungi pasien dpt meningkatkan tekanan
dari cedera intrakranial.
akibat kejang.

Kolaborasi:
5. Berikan oksigen 5. Dapat menurunkan hipoksia
sesuai dengan otak.
kondisi pasien.

6. Berikan obat- 6. Membantu menurunkan


obatan yang tekanan intrakranial
diindikasikan
dengan tepat
dan benar .

Tidak Mempertahan- Independent:


efektifnya pola kan pola 1. Kaji frekwensi 1. Pernapasan yang tidak
napas napas yang napas, teratur, seperti
sehubungan efektif melalui kedalaman, apnea,pernapasan cepat
dengan ventilator. irama setiap 1- atau lambat kemungkinan
depresi pada 2 jam adanya gangguan pada
pusat napas di Kriteria pusat pernapasan pada otak
otak. evaluasi
Penggunaan 2. Auskultasi 2. Salah satu komplikasi cidera
otot bantu bunyi napas kepala adalah adanya
napas tidak setiap 1-2 jam gangguan pada paru-paru
ada, sianosis
tidak ada atau 3. Pertahankan 3. Mempertahankan
tanda-tanda kebersihan adekuatnya suplai oksigen
hipoksia tdk jalan napas, ke otak
ada dan gas suction jika
darah dalam perlu, berikan
batas-batas oksigen
normal. sebelum
suction.

4. Berikan posisi 4. Memaksimalkan ekspansi


semifowler paru

5. Berikan 5. Meningkatkan suplay


oksigen sesuai oksigen ke otak
program

Tidakefektifnya Mempertahan- Independent:


kebersihan kan jalan 1. Kaji (tiap 15 1. Obstruksi dapat disebabkan
jalan napas napas dan menit) pengumpulan sputum,
sehubungan mencegah kelancaran perdarahan, bronchospasme
dengan aspirasi jalan napas. atau masalah terhadap tube.
penumpukan
sputum Kriteria 2. Evaluasi 2. Pergerakan yang simetris
Evaluasi pergerakan dan suara napas yang bersih
Suara napas dada dan indikasi pemasangan tube
bersih, tidak auskultasi dada yang tepat dan tidak adanya
terdapat suara (tiap 1 jam ). penumpukan sputum.
sekret pada
selang dan 3. Lakukan 3. Pengisapan lendir tidak
bunyi alarm pengisapan selalu rutin dan waktu harus
karena pe- lendir dengan dibatasi untuk mencegah
ninggian suara waktu kurang hipoksia.
mesin, dari 15 detik
sianosis tidak bila sputum
ada. banyak.

4. Lakukan 4. Meningkatkan ventilasi untuk


fisioterapi dada semua bagian paru dan
setiap 2 jam. memberikan kelancaran
aliran serta pelepasan
sputum.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta. DPP PPNI
Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta :
EGC.
Fajarsari, Eka. 2012. Cedera Kepala (Head Injury). Bandung. STiKes Jendral Ahmad
Yani. www.scribd.com diakses pada 29/9/2018
Suparjo. 2009. Cedera Kepala. Yogyakarta : www.scribd.com diakses pada 29/9/2018

Anda mungkin juga menyukai