Anda di halaman 1dari 14

MODEL ETIKA DALAM BISNIS, SUMBER NILAI ETIKA DAN FAKTOR-

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA MANAJERIAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Etika Bisnis Islam

Disusun Oleh : Kelompok 4

Dadang Abdul Aziz 210216098

Dosen Pengampu : Rohmah Maulidia, M. Ag.

Kelas : SM.D

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

TAHUN AKADEMIK

2018
1

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-nya, kami dapat menyelesaikan makalah sederhana ini, meskipun sangat jauh dari
kata sempurna. Shalawat serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada keharibaan
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta para pengikut-pengikut
beliau sampai akhir zaman.

Tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Etika Bisnis Islam. Selain itu juga menambahkan wawasan para pembaca
sekalian tentang Model Etika dalam Bisnis islam, Sumber Nilai Etika dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Etika Manajerial.

Makalah ini memang jauh dari kesempurnaan, baik dalam isi, susunan, maupun
penyajiannya. Untuk itu segala kritik dan saran dari teman-teman semuanya agar bisa
mengambil pelajaran dari makalah ini. Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi para
mahasiswa sekalian.
2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan munculnya masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan


dunia perdagangan menuntut etika dalam berbisnis segera dibenahi agar tatanan ekonomi
dunia semakin membaik. Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab
sosial sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro. Dalam bisnis tidak jarang
berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara, bahkan tindakan yang identik dengan
kriminalpun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Terjadinya perbuatan tercela dalam
dunia bisnis tampaknya tidak menampakkan kecendrungan tetapi sebaliknya, semakin hari
semakin meningkat.
Sebagai bagian dalam masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada
pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara sesama pelaku
bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak
langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam sutu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Hubungan ini tidak hanya berlaku dalam satu Negara, tetapi meliputi berbagai Negara yang
terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah.
Perubahan nuansa perkembangan dunia ini menuntut segera dibenahinya etika bisnis.
Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha sangat jauh tertinggal dari
pertumbuhan dan perkembangan dibidang ekonomi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model etika dalam Bisnis?
2. Apa sumber nilai etika?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi etika manajerial?
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Immoral Manajemen

Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam


menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada
umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam
internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku
bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan
kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri,
baik secara individu atau kelompok mereka.1 Kelompok manajemen ini selalu menghindari
diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam
menjalankan bisnisnya. Hasil penyelidikan oleh aparat hokum dan juga oleh beberapa LSM
pecinta alam. Berulang-ulangnya kebakaran hutan belakangan ini karena beberapa
palanggaran hokum oleh para perusahaan kayu dan perkebunan kelapa sawit. Biasanya para
pelakumemiliki beberapa motif dalam menjalankan aktivitasnya.

B. Ammoral Manajemen

Singkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah
ammoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen
seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain
manajemen tipe ammoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral dan
(unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka,
bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak
langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan
bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau
belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat
bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal
manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan
menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja

1
Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 68.
4

berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang
harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain.
Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan
pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari
pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas. Widyahartono mengatakan prinsip bisnis
amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan
dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut:

Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan
ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan(game) yang aturannya sangat berbeda
dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.

C. Moral Manajemen

Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah
moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada
level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang
termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun
juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer
yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika
bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku.
Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga
aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai
tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip
etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman
dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.

D. Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum

Agama, sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang
absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari
agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral.2 Setiap agama mengandung ajaran moral atau

2
Faishal Badroen, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta : Kencana, 2007), 71.
5

etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama
yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Bermula dari buku Max
Weber The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (1904-5) menjadi tegak awal keyakinan
orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan etika kerja, atau anatara penerapan
ajaran agama dengan pembangunan ekonomi etika sebagai ajaran baik-buruk, salah-benar,
atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi,
bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam
ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil (Bibble), dan etika ekonomi yahudi banyak
menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari
seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.3

Filosofi, Salah satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam
pengambilan keputusan oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut
bersumber dari ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan
berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi
klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf saat ini. Ajaran ini terus
berkembang dari tahun ke tahun di Negara barat, ajaran filosofi yang paling berkembang
dimulai ketika zaman Yunani kuno pada abad ke 5 diantaranya Socrates (470 Sm-399 SM)
Socrate percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar
memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan
lingkungan dan sesamanya sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya
dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal
dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan
merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatah
yang terkenal mengatakan: “Kenalilah dirimu” dia yang memperkanalkan ide-ide bahwa
hukum moral lebih tinggi daripada hukum manusia.

Budaya, Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika
bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun
budaya yang bersumber dari berbagai negara. Budaya yang mengalami transisi akan
melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas
tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu
komunitas yang lebih besar. Budaya adalah suatu sistem nilai dan norma yang diberikan pada

3
Muhammad Faurori R. Lukman, Visi Al-Quran Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Diniyah, 2002), 2.
6

suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama-
sama sebagai landasan dalam kehidupan. Hukum, adalah perangkat aturan-aturan yang dibuat
oleh pemerintah dalam rangka untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Hukum menentukan ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan dalam
komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong para perbaikan-perbaikan masalah-
masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas. Sebenarnya bila kita
berharap bahwa dengan hukum dapat mengantisipasi semua tindakan pelanggaran sudah pasti
ini menjadi suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran yang
terjadi dalam komunitas.

E. Leadership

Leadership dalam bisnis sangat diperlukan karena berpengaruh dalam perkembangan


bisnis yang dilakukan. Bahkan ada yang mengatakan bahwasanya leadership atau
kepemimpinan merupakan sebuah karakter utama yang diperlukan dalam bisnis. Hal ini tidak
lain karena peran kepemimpinan berpengaruh terhadap jalannya bisnis dan juga kinerja
karyawan. Tidak setiap orang memiliki leadership yang baik. Namun ada pula orang yang
sejak masih kecil sudah terlihat jika kepemimpinannya. Akhirnya seiring perkembangannya
ia pun terbiasa mengatur dan membuat keputusan yang berpengaruh pada sekitarnya. Hal ini
sangat memiliki peran penting dalam dunia bisnis. Dunia bisnis tidak selamanya berjalan
mulus. Adakalanya bertemu masalah yang harus diselesaikan dengan berbagai risiko. Nah,
disinilah peran penting seorang pemimpin akan membawa pengaruh.

Ada beberapa hal yang harus dilakukang oleh seorang pemimpin yang beretika yaitu:

1. Mereka berperilaku sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuannya dan


organisasi.
2. Mereka berlaku sedemikian rupa sehingga secara pribadi, dia merasa bangga akan
perilakunya.
3. Mereka berperilaku dengan sabar dan penuh keyakinan akan keputusan yang
diambilnya dan dirinya sendiri.
4. Mereka berprilaku dengan teguh. Ini berprilaku secara etika sepanjang waj=ktu,
bukan hanya bila dia merasa nyaman untuk melakukanya.
5. Seorang pemimpin etika, menurut Blanchard dan Peale, memiliki ketangguhan untuk
tetap pada tujuan dan mencapai apa yang di cita-citakannya.
7

6. Mereka berprilaku secara konsisten dengan apa yang benar-benar penting. Dengan
kata lain dia tetap menjaga prespektif.

F. Strategi dan Performance Manajemen

1. Compliance Management

Pemenuhan atas semua aturan atau regulasi akan memberikan suatu tekanan baru
untuk mencari metoda-metoda yang lebih baik, misalnya untuk mengakses berbagai
kebijakan dan proses, mulaidari bagian keuangan hingga operasional.4 Penilaian terhadap
pemenuhan regulasi itu (compliance assessment) akan sangat membutuhkan sistem-sistem
yang mengotomatisasikan review dan analisis secara manual, dan proaktif dalam pemantauan
berbagai kegiatan dan proses bisnis, yang pada akhirnya akan menurunkan biaya audit.
Hubungan yang efisien antara orang dan proses sangat perlu diterapkan dalam suatu
perusahaan, terutama untuk kepentingan pemenuhan regulasi, dan juga jika menerapkan suatu
sistem dan teknologi informasi yang baru.

2. Profitability Management

Dorongan untuk mengelola biaya dan mengoptimalkan pendapatan akan lebih


menajamkan fokus perhatian perusahaan terhadap peningkatan profitabilitas di perusahaan
secara keseluruhan. Pengaruh keuangan di luar proses budgeting akan menciptakansuatu
ketegasan baru dalam berbagai bentuk profitabilitas, termasuk di dalamnya, keuntungan yang
diperoleh dari pelanggan, produk, operasi dan bagian keuangan. Karenanya, perusahaan-
perusahaan perlu mengembangkan suatu fondasi BI (business intelligence) yang kuat untuk
mendukung berbagai aplikasi dan sistem, khususnya untuk kepentingan profitability
management

3. Process Improvement

Perusahaan-perusahaan juga semakin dituntut untuk lebih fokus dalam menilai dan
meningkatan proses-proses operasional yang telah dimiliki, sebelum anda
mengotomatisasikannya dengan menerapkan sistem ERP (enterprise resource planning) atau
CRM (costomer relationship management). Meski disadari, bahkan mengukur, memantau
dan meningkatkan kinerja berbagai proses bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan,
tetapi hal itu sangat penting dalam penerapan performance management.

4
Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam,.. 124.
8

4. Cost Management

Menghindari dan mengurangi biaya agar dapat memenuhi persyaratan keuangan dan
perusahaan seharusnya menjadi bagian dari proses operasional standar. Bisnis harus selaras
dengan proses- proses operasional dan mendukung peningkatan efisiensi. Untuk itu, TI harus
terus-menerus melakukan konsolidasi terhadap tawaran vendor agar dapat memenuhi tujuan-
tujuan pengelolaan biaya yang telah ditetapkan.5 Meningkatkan pemanfaatan investasi yang
telah dilakukan dalam CRM dan ERP dan juga melakukan penilaian dan pengintegrasian
semua aset data menjadi suatu informasi yang kontekstual, relevan dan tepat. Hal ini, tentu,
sangat penting dalam menjalankan performance management.

5. Performance Improvement

Tujuan utama performance management adalah meningkatkan hasil-hasil bisnis,


namun kenyataannya tak banyak perusahaan yang benar-benar telah menerapkan
performance management process sebagai suatu bagian penting dalam semua kegiatan
bisnis mereka sehari-hari. Melakukan penilaian dan memperbaiki berbagai proses bisnis,
sehingga dapat lebih efisien dan efektif, sangat membutuhkan penyelarasan antara informasi
dan sistem. Kurangnya dukungan dalam menghubungkan antara strategi, perencanaan dan
eksekusinya di hampir semua perusahaan masih menjadi suatu kendala utama untuk
merealisasikan peningkatan performansi secara optimal.

6. Business nnovation

Mentransformasikan atau menerapkan berbagai proses bisnis yang inovatif, agar dapat
lebih kompetitif, seharusnya lebih di prioritaskan.

G. Karakter Individu

Setiap individu mempunyai karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang


dipengaruhi oleh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang
dibawa sejak ia lahir baik yang berhubungan dengan faktor biologis maupun sosial
psikologis. Keyakinan masa lalu mengatakan bahwa kepribadian terbawa pembawaan dan
lingkungan merupakan dua faktor yang terbentuk karena dua faktor yang terpisah, masing-
masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan
caranya masing-masing. Namun setelah disadari bahwa apa yang dipikirkan dan dikerjakan

5
Ibid,. 127.
9

oleh seseorang atau apa yang dirasakan oleh siapapun merupakan hasil dari perpaduan dari
apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.
Seorang anak memulai pendidikan formalnya di tingkat TK kira-kira pada usia 4-6 tahun.
Tanpa memperdulikan berapa umur anak, karakteristik pribadi dan kebiasaan-kebiasaan yang
dibawa ke sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan hal itu tampak sebagai
pengaruh penting terhadap keberhasilannya di sekolah dan masa perkembangan hidupnya di
kemudian hari.

Nature dan nurture, merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan
karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat
perkembangan. Karakteristik yang berhubungan dengan perkembangan faktor biologis
cenderung lebih bersifat tetap, sedang karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

H. Budaya Organisasi

Pengertian Budaya Organisasi:

Budaya adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengetian dan cara
berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru
seutuhnya.

Berikut 10 karakteristik Budaya Organisasi

1. Inisiatif Individual

Definisi inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab (responsibility), kebebasan


(freedom) atau independensi (independent) yang dimiliki setiap individu dalam berpendapat.
Kelompok khususnya pimpinan sebaiknya menghargai dan memang perlu dihargai inisiatif
individu dalam suatu organisasi selama ide dan inisiatif tersebut berguna dalam memajukan
dan mengembangkan organisasi atau perusahaan.

2. Toleransi Terhadap Tindakan Berisiko

Setiap pegawai dan anggota atau kader perlu ditekankan tentang batas batas dalam
bertindak agresif, inovatif dan mengambil risiko. Sebuah budaya organisasi yang baik adalah
sebuah budaya yang memberikan toleransi terhadap anggota atau para pega#ai dalam
bertindak inovatif dan agresif dalam mengembangkan dan memajukan organisasi atau
10

perusahaan serta mendorong untuk berani dalam mengambil risiko terhadap apa yang akan
dilakukannya.

3.Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/perusahaan dapat membuat


dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut haruslah
secara jelas tercantum visi, misi dan tujuan organisasi &pengertian visi misi dan tujuan
organisasi. Keadaan yang seperti ini akan memberikan pengaruh terhadap kinerja
organisasi/perusahaan.

4. Integrasi

Integrasi dalam budaya organisasi adalah kemampuan suatu organisasi atau


perusahaandalam memberikan dorongan terhadap unit unit atau satuan dalam organisasi atau
perusahaan untuk bekerja dengan terpimpin atau terkoordinasi. Melalui kerja yang kompak
dan terkoordinasi dengan baik dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
dihasilkan oleh sebuah organisasi atau perusahaan.

5. Dukungan manajemen

Dukungan manajemen dalam budaya organisasi adalah tentang kemampuan tingkat


manajer dalam sebuah organisasi atau perusahaan dalam berkomunikasi kepada karyawan.
Komunikasi tersebut harusnya dalam bentuk dukungan, arahan ataupun kritisi (membangun)
kepada bawahan. Dengan adanya dukungan manajemen yang komunikatif, sebuah
perusahaan atau organisasi dapat berjalan dengan mulus.

6. Kontrol

Kontrol dalam budaya organisasi sangat penting. Kontrol yang dimaksud adalah
peraturan atau norma yang digunakan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Oleh karena
itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang berfungsi
sebagai pengawas dan pengendali perilaku pegawai dan karyawan dalam suatu organisasi.

7. Identitas

Identitas dalam budaya organisasi adalah kemampuan seluruh karyawan dalam suatu
organisasi atau perusahaan dalam mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam
perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesionaltertentu.
11

8. Sistem Imbalan

Sistem imbalan tidak kalah pentingnya dalam budaya organisasi. Sistem imbalan
seperti pemberian kenaikan gaji, promosi (kenaikan jabatan), bonus liburan dan lainnya
haruslah berdasarkan kemampuan atau prestasi karyawan dalam bekerja dan sangat tidak
diperbolehkan atas alasan alasan perusak lainnya seperti senioritas, pilih kasih dan hal hal
lain yang berbau korupsi. Sistem imbalan dapat memberikan boost atau dorongan terhadap
prestasi kerja dan memberikan peningkatan dalam perilaku inovatif dan kerja maksimal
sesuai keahlian dan kemampuan yang dimiliki karyawan atau anggota dalam organisasi.

9. Toleransi Terhadap Publik

Dalam budaya organisasi, perbedaan pendapat yang memunculkan konflik sering


terjadi dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Hal inilah yang harus dilakukan sebagai
upper manajemen untuk mengarahkan konflik yang terbangun untuk melakukan perbaikan
serta perubahan strategi untuk mencapai tujuan organisasi. Toleransi terhadap konflik harus
dimediasi oleh pimpinan atau karyawan superior sehingga terjadi kritis membangun dan tidak
saling menyerang.

10. Pola komunikasi

Pola komunikasi dalam perusahaan atau organisasi sering dibatasi oleh hierarki
kewenangan yang formal. Akan tetapi, pola yang terlalu ketat akan menghambat
perkembangan organisasi karena tidakadanya hubungan emosional yang kental terhadap
bawahan dan atasan dalam organisasi. Ada lima pola kinerja komunikasi yaitu personal,
passion, sosial, organisational politics, dan enkulturasi.
12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika bisnis dalam Al- Qur’an memperlihatkan adanya suatu struktur yang berdiri
sendiri dan terpisah dari struktur lainnya. Hal itu disebabkan bahwa dalam ilmu akhlak
(moral), struktur etika dalam Al-Qur’an lebih banyak menjelaskan nilai-nilai kebaikan dan
kebenaran baik pada tataran niat atau ide hingga perilaku dan perangai. Dengan demikian,
etika bisnis dalam Al-Qur’an tidak hanya dipandang dari aspek etika secara parsial, tetapi
juga secara keseluruhan yang memuat kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam agama
Islam. Artinya, bahwa etika bisnis menurut hukum Islam harus dibangun dan dilandasi oleh
prinsip-prinsip kesatuan(unity), keseimbangan/keadilan(equilibrium), kehendak bebas/ikhtiar
(free will), pertanggungjawaban(responsibility) dan kebenaran(truth), kebajikan(wisdom) dan
kejujuran(fair). Kemudian, harus memberikan tuntutan visi bisnis masa depan yang bukan
semata-mata mencari keuntungan yang bersifat “sesaat”, melainkan mencari keuntungan
yang mengandung “hakikat” baik, yang berakibat atau berdampak baik pula bagi semua umat
manusia.

Dengan kata lain, etika bisnis menurut hukum Islam, dalam prakteknya menerapkan
nilai-nilai moral dalam setiap aktivitas ekonomi dan setiap hubungan antara satu kelompok
masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Nilai moral tersebut tercakup dalam empat
sifat, yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Keempat sifat ini diharapkan dapat
menjaga pengelolaan institusi-institusi ekonomi dan keuangan secara profesional dan
menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan social berjalan sesuai aturan permainan yang berlaku.
13

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mustaq Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar) 2001.
Badroen, Faishal dkk. Etika Bisnis Dalam Islam,(Jakarta : Kencana) 2007.
Faurori, Muhammad R. Lukman, Visi Al-Quran Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Diniyah) 2002.

Anda mungkin juga menyukai