Anda di halaman 1dari 10

A.

DEFINISI
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung”.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang
dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau
manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau
merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten
cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau
keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan
embel – embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan
medik. 2000)
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma,
penyakit, tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki
kembali untuk memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart
Perawatan Pasien Vol. 3. 1998).

B. ETIOLOGI
Indikasi utama bedah amputasi adalah :
1. Iskemia
Amputasi pada ekstremitas bawah sering diperlukan sebagai akibat penyakit
vaskuler perifer progresif (sering sebagai gejalah sisa diabetes mellitus), gangren,
trauma (cedera remuk, luka bakar, luka bakar dingin, luka bakar listrik), deformitas
congenital, atau tumor ganas. Dari semua penyebab tadi, penyakit vaskuler perifer
merupakan penyebab yang tertinggi amputasi ekstremitas bawah. Kehilangan
ekstermitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada kehilangan
ekstermitas bawah karna ekstermitas atas mempunyai ungsi yang sangat spesialistis.
Alasan utama amputasi ekstermitas adalah trauma berat (cedera akut, luka bakar
listrik, luka bakar dingin). Tumor ganas, infeksi (gas gangren fulminan, osteomielitis
kronis), dan malformasi congenital (Smeltzer.. 2002).
2. Trauma
Dapat diakibatkan karena perang, kecelakaan thermal Injury seperti luka bakar,
cedera remuk dan sebagaiannya. Tindakan amputansi dapat dilakukan pada kondisi :
a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
c. Gangguan vaskuler atau sirkulasi pada ekstremitas yang berat
d. Infeksi yang berat atau resiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin
c. Deformitas organ.

C. JENIS AMPUTASI
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. Amputasi terbuka
2. Amputasi tertutup
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimanan
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup
dilakukan pada kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skalf kulit untuk
menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 senti meter dibawah
potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegitan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/ mencegah kontraktur, mempertahankan intaks
jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese (mungkin). Berdasarkan pada
gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kompetensinya.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Nekrosis jaringan
2. Fraktur tulang yang tidak dapat tertolong lagi.
3. Pertumbuhan sel yang abnormal (hyperplasia jaringan).

E. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan penyebab terbesar dari amputasi
anggota gerak bagian bawah. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan diabetes
melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan
sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi
dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya
amputasi di indikasikan karena kecelakaan, kejadian ini juga dapat terjadi pada orang
dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di
indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut maupun kronis. Pada
situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan
mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau
seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit kronik,sirkulasi mengalami
gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada intersisium sehingga terjadi edema.
Edema menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada
menjadi berkembang karena terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan
yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh
membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan
tindakan amputasi (LeMone, 2011).
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya
jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi disartikulasi
pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan
ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh.
Amputasi dibawah lutut lebih disukai dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya
sendi lutut dan kebutuhan energi untutk berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi
lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda.
Diartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu
mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan
distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise maksimal.
Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan
tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal (Bararah dan Jauhar,
2013). Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi
amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat
menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah
yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat
penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih,
2009).
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi amputasi
antara lain :
a. Nyeri akut
b. Keterbatasan fisik
c. Pantom syndrome
d. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
e. Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung
berdiam diri

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto Rontgen, untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2. CT Scan, mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis, pembentukan hematoma
3. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah, mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi
jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah
amputasi
4. Kultur luka, mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
5. Biopsy, mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
6. Led, peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
7. Hitung darah lengkap / deferensial, peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses
infeksi
I. PENCEGAHAN
1. Mengajarkan klien tentang hidup sehat
2. Pemeriksaan kesehatan teratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus, dan
mengajarkan perawatan kaki
3. Memberitahu kebiasaan berkendara yang aman
4. Memberitahu tentang penggunaan mesin industri dengan prinsip K-3
J. PENATALAKSANAAN
1. Tingkatan Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua fakor:
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (mis. Sesuai kebuuhan
protesis).
Status peredaran darah ekstremitas dievaluasi melalui pemeriksaan fisik dan uji
dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan. Floemetri
doppler, penentuan tekanan darah segmental, dan tekanan parsial oksigen perkutan
(PaO2) merupakan uji yang sangat berguna. Angiografi dilakukan bila revaskularisasi
kemungkinan dapat dilakukan.
Tujun pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin tujuan
ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut
dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat
dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardiovaskuler yang ditimbulkannya akan
meningkat dan menggunakan kursi roda ke prostesis ke tongkat tanpa protesis. Maka
pemantauan kardiovaskuler dan nutrisi yang keaet sangat penting sehingga batas
fisiologis dan kebutuhan dapat seimbang.
Amputasi jari kaki dan sebagaian kaki hanya menimbulkan perubahan minor
dalam gaya berjalan dan keseimbangan. Amputasi syme (modifikasi amputasi
disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif
dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat menahan
beban berat badan penuh. Amputasi bawah luut lebih disukai daripada di atas lutut
karena peningnya sendi lutut dan kebutuhan energi untuk berjalan. Dengan
mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang lansia antara ia bisa berjalan
dengan alat bantu dan hanya bisa duduk di kursi roda. Disartikulasi sendi lutut paling
berhasil pada pasien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang
tepat terhadap prostesis. Bila dilakukan amputasi atas lutut, pertahankan sebanyak
mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan kontraktur pinggul dapat
dicegah untuk potensial ambulasi maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasi
sendi pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk mobilitasnya.
Amputasi ektremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa maksimal.
2. Penatalaksanaan Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi,
menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kuli yang sehat
untuk penggunaan prosteis. Lansia mungkin mengalami kelambatan penyembuhan
luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Penyembuhan
dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa
tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid dan menggunakan teknik aseptik
dalam perawatan luka unuk menghindari infeksi.
a) Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang
waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan
apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat
memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini
sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan
lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang
pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai
(punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan
memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh
darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri
berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
b) Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat
dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka
untuk meminimalkan infeksi.
c) Amputasi Bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama
dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan
sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari
infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife
dengan penutupan kulit.
d) Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan
klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru
diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit
pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini
bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system
musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah,
tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas
atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang
bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.

Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas


berat atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat,
sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena
amputasi sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak
dukungan psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima
stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup.
Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan
permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan
bermusuhan.

Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah


kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik
untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri,
disabilitas dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya
dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu

a. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga
menurunkan kecepatan metabolismebasal.
b. System musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system
vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
c. System integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti
punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi
penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi
ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali darah.
K. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Karena
ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi
merupakan infeksi pada semua pembedahan; dengan peredaran darah buruk atau
kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, resiko infeksi meningkat. Penyembuhan
luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI

Anda mungkin juga menyukai