(IMA-EST)
Disusun Oleh:
Preseptor:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
BAB I
PENDAHULUAN
dan semakin banyak menimpa populasi umur produktif, di bawah 60 tahun. Kondisi
pada tahun 2012, yaitu 46 % dari semua penyebab kematian penyakit tidak menular.
Sekitar 7,4 juta kematian disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan
sekitar sepertiganya terjadi pada umur 30 sampai 70 tahun.2 Data Riskesdas tahun
ateroma pada arteri koroner. Plak ini dapat menyebabkan penyempitan lumen arteri
dan akan terjadi proses trombosis yang bersifat dinamis di pembuluh darah
jantung, sehingga menyebabkan oklusi total arteri koroner yang berakibat pada
menyebabkan Infark Miokard Akut (IMA). Infark miokard akut dapat dibagi
diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian di
negara industri.5
Infark miokard akut diderita oleh 1.000.000 orang di Amerika Serikat tiap
tahunnya dan 300.000 orang meninggal karena IMA sebelum sampai ke rumah
sakit.6 Setiap tahunnya terdapat sekitar 525.000 pasien IMA baru dan 190.000
pasien IMA berulang.7 Tahun 2006, hampir satu dari tiga penderita IMA
Prevalensi IMA-EST meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi semua kejadian
IMA. Penelitian yang dilakukan Gayatri dkk di RSUD dr. Dradjat Prawiranegara
selama tahun 2014 ditemukan 95 kasus (63%) dari 151 kasus sindrom koroner akut
otot jantung yang progresif. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.5 Infark miokard akut dengan
reperfusi tersebut bisa dengan Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKP Primer)
usia. IMAEST mempunyai angka mortalitas yang tinggi karena sering terjadi
komplikasi. Penelitian yang dilakukan oleh Gayatri dkk tahun 2014 menunjukkan
terdapat prediktor mortalitas selama perawatan di rumah sakit pada pasien IMAEST
meliputi, Killip III dan IV, aritmia, IMA-EST anterior, tidak direperfusi, gagal
ginjal kronis, takikardia, IMA-EST onset >12 jam dan diabetes melitus (DM).10
reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet. Terapi
reperfusi diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12
jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block
(LBBB) baru atau terdapat bukti iskemia yang sedang terjadi, bahkan jika gejala
telah timbul >12 jam atau bila nyeri dan perubahan EKG terlihat terhambat.11 Bila
tidak dilakukan upaya terapi reperfusi, lebih dari 30% pasien akan meninggal.
Diperkirakan sekitar sepertiga dari pasien IMA-EST bisa meninggal dalam jangka
IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2013 dan ESC tahun 2012,
Metode yang dipakai dalam penulisan case report session ini adalah hasil
pemeriksaan pasien, rekam medis, dan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
datang ke IGD RSUP dr. M. Djamil Padang pada tanggal 3 Juli 2018 pukul 13.07
loading DAPT (Double Anti Platelet Therapy) yaitu ASA 160 mg dan clopidogrel
300 mg). Keluhan utama pasien adalah nyeri dada seperti rasa dihimpit beban berat
sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri tidak dapat ditunjuk di bagian ulu
hati dan menjalar hingga punggung, nyeri dirasakan berat, meningkat dengan
aktifitas, durasi lebih dari 20 menit. Pasien tidak mengeluh adanya sesak nafas,
Dyspneu on Effort tidak ada, Orthopneu tidak ada, dan Paroxymal Nocturnal
Dyspneu tidak ada. Pasien juga tidak mengeluh adanya berdebar-debar. Pasien
mengeluh adanya keringat dingin, mual dan muntah ada, pusing tidak ada, dan
pingsan tidak ada. Terdapat riwayat nyeri dada sebelumnya . Faktor resiko
Coronary Artery Diseases pasien merokok 1 bungkus per hari selama 42 tahun,
hipertensi , diabetes melitus , dan dislipidemia tidak ada serta terdapat riwayat
tidak ada, dan stroke tidak ada. Riwayat penyakit keluarga pasien ada yang
mengalami penyakit jantung, namun tidak ada yang menderita diabetes melitus dan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran CMC tekanan darah 111/73 mmHg,
frekuensi nadi 69 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 37 oC, SaO2 100%.
JVP 5 - 2 cmH2O. Berat badan 70 kg dan tinggi badan 160 cm. Skala nyeri pasien
1/10. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan jantung,
iktus cordis tidak tampak, ictus teraba pada satu jari di lateral linea midclavicularis
sinistra RIC V. Pada auskultasi, S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-). Pada
pemeriksaan paru, inspeksi simetris kiri dan kanan dengan pergerakan sama kiri
dan kanan, palpasi fremitus sama kiri dan kanan, perkusi sonor pada kanan dan kiri,
auskultasi paru vesikuler pada lapangan paru rhonki (-/-), wheezing (-/-).
abdomen tidak distensi, supel, hepar dan lien tidak teraba. Perkusi yaitu timpani.
kelainan. Alat kelamin dan anus tidak diperiksa. Pada ekstremitas, edema (-), akral
hangat (+).
rate: 77 bpm, axis normal, gelombang P normal, PR interval 0,20s, durasi QRS
p0,08 detik, Q patologis di V1-V3, ST elevasi > 2 kotak kecil pada lead I, aVL, V1-
V5, ST Depresi II, III, aVF, RVH tidak ada, LVH tidak ada (-).
sebesar 60%, segmen aorta dan pulmonal normal, pinggang jantung (+), apeks
tertanam dan infiltrat (-), dan kranialisasi (-). Didapatkan kesan kardiomegali
kadar Creatinin 0,9 mg/dL, CCT 79 mg/dL, dan gula darah sewaktu 134.
Pemeriksaan elektrolit yaitu kalsium 8,5 mg/dL, Natrium 137 mmol/L, Kalium 3,6
Mmol/dL, dan Klorida serum 107 mmol/L. HbsAg nonreaktif. Nilai Troponin I
Stratifikasi risiko pada pasien dilakukan dengan merujuk kepada skor TIMI
dan kriteria KILLIP. Skor TIMI pada pasien didapatkan 3/14 ( terdapat riwayat
angina sebelumnya, ST elevasi anterior, waktu onset hingga tatalaksana lebih dari
4 jam ). Sedangkan untuk kriteria KILLIP pada pasien masuk ke KILLIP I karena
Pasien di IGD diberikan loading ASA 160 mg, tricagrelor 180 mg.
burden grade 3 atas indikasi IMA-EST anterior ekstensif. Didapatkan hasil TIMI,
flow 3 NBG 3, masalah (-), komplikasi (-). Setelah IKPP pasien dipindahkan ke
Tanggal 4 Juli 2018, pasien tidak ada keluhan, nyeri dada (-), sesak napas (-
117/80 mmHg, frekuensi nadi 73 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu afebris.
Pada auskultasi jantung ditemukan S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-). Pada
auskultasi paru ditemukan vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Pada
Terapi yang diberikan IVFD RL 500 cc/24 jam, ASA 1 x 80 mg, Ticagrelor
DISKUSI
tanggal 3 Juli 2018 pukul 13.07 WIB dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada khas infark, menjalar ke punggung, dengan
durasi lebih dari 20 menit, disertai keringat dingin, mual, dan muntah. Pasien adalah
rujukan dari RSUD Pariaman dengan diagnosis IMA-EST anterolateral dan sudah
mendapatkan loading DAPT (Double Anti Platelet Therapy) yaitu ASA 160 mg dan
Nyeri yang terjadi pada pasien ini disebabkan adanya penyumbatan pada
arteri koroner pasien. Penyumbatan yang terjadi pada arteri koroner didasari oleh
dekade pertama kehidupan manusia, jika ditambah dengan adanya faktor resiko
merokok. Pada pasien ini faktor risikonya adalah merokok selama 42 tahun. Hal
tersebut akan meningkatkan terbentuknya plak akibat disfungsi endotel pada faktor
resiko dari penyakit jantung koroner. Lemak berupa kolesterol LDL dan trigliserida
akan masuk ke tunika intima dari endotel pembuluh darah, hal ini akan mengundang
datangnya monosit dan makrofag. Makrofag akan memfagosit lemak ini sehingga
akan terbentuk foam cell. Pada suatu keadaan dimana lemak meningkat pada tunika
intima dan peningkatan sel pro inflamasi pada daerah tersebut dengan sarung
fibrosa yang tipis , plak ini akan mudah ruptur dan menyebabkan aktivasi, adesi dan
bisa lepas dan menyebabkan emboli pada aliran darah yang lebih distal.
Pembuluh darah yang tersumbat secara total akan menyebabkan aliran darah
ke distal aliran darah akan terhambat dan menyebabkan kematian jaringan. Apabila
hal ini terjadi pada arteri koroner ini akan mencetuskan terjadinya iskemia sampai
dengan infark miokard. Ketika iskemia terjadi maka akan terjadi pelepasan
mediator seperti adenosin dan laktat dari proses sel iskemik miokardial keujung
saraf. Sehingga pasien akan muncul dengan keluhan di nyeri dada. Pasien akan
kesulitan menentukan titik nyerinya karena nyeri tersebut berasal dari retrosternal
tepatnya pada jantung. Proses iskemik pada fase akut bersifat persisten dan
mengarah kepada proses nekrosis dimana provokasi mediator tadi akan terus
menurus menumpuk pada saraf aferen dalam jangka masa lama. Rasa nyeri ini akan
mengeluh ada keringat dingin, mual, dan muntah. Hal ini didasari ketika terjadi
kerusakan pada otot jantung, akan menyebabkan munculnya gejala simpatis berupa
keringat dingin. Keluhan mual dan muntah merupakan respon parasimpatik dari
infark miokard.1,2
Pada nyeri dada harus dibedakan apakah nyeri dada tersebut kardiak atau
nonkardiak dengan menilai sifat nyeri yang khas yaitu Angina tipikal. Angina
tipikal berupa rasa tertekan/ berat di daerah retrosternal yang menjalar ke lengan
kiri, leher, area interskapular, bahu atau epigastrium yang berlangsung intermiten
atau persisten (> 20 menit), pada IMA-EST nyeri ini disertai dengan gejala sistemik
berupa keringat dingin, mual/muntah, nyeri abdominal sesak nafas dan singkop,
nyeri tidak hilang dengan istirahat maupun dengan pemberian nitrogliserin
tengah atau bawah’ 3) nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari (diapeks
tubuh atau palpasi; 5) nyeri dada dengan durasi beberapa detik; 6) nyeri dada yang
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga namun tidak ada riwayat diabetes
melitus, dan hipertensi. Pasien juga merupakan seorang perokok berat, hal ini
berkaitan dengan resiko disfungsi endotel yang menjadi dasar dari infark miokard.
Rokok memiliki kandungan berbahaya yang merusak endotel yaitu Nitric Oxide
(NO), CO, tar, nikotin dan radikal bebas lainnya yang dapat membahayakan untuk
paparan asap rokok menjadi mekanisme utama untuk disfungsi endotel. Selain itu
adanya zat-zat radikal bebas akan mengakibatkan kerusakan jaringa dan disfungsi
endotel.
dinding arteri.6
Pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien memiliki tekanan darah normal,
nadi dan nafas masih dalam batas normal. Serta tidak ditemukan adanya
peningkatan JVP, hal ini mengindikasikan bahwa pasien tidak mengalami masalah
kelainan, hal ini mengindikasikan belum terjadinya kelainan pada jantung yang
cukup signifikan. Serta untuk kelainan pada organ lainnya tidak ditemukan.
Faktor yang dapat mencetuskan terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai
Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga, ronkhi basah halus, dan hipotensi
ronkhi basah halus dikedua lapangan paru atau edema paru meningkatkan
reguler, hal ini berarti pasien tersebut kontraksi jantungnya masih diperintah oleh
SA Node. QRS rate: 77 bpm berarti jumlah kontraksi jantung dalam 1 menit
sebanyak 77 kali yang berarti normal. Axis normal berarti tidak terjadi peningkatan
voltase dan perpanjangan durasi kearah kanan atau kiri akibat adanya pembesaran
pada jantung kanan atau jantung kiri. Durasi QRS 0,08 detik berarti waktu yang
aVL, V1-V5 ini menyatakan telah terjadi infark miokard pada bagian anterior
jantung dan hampir terjadi pada seluruh sadapan anterior, hal ini menyebabkan
pasien disebut dengan IMA-EST anterior ekstensif. ST Depresi II, III, aVF hal ini
juga mengindikasikan terjadinya IMA-EST pada pasien ini pada bagian inferior.
Dari bentuk ST elevasi yang terjadi pada pasien hal ini menandakan infark miokard
yang terjadi pada pasien ini terjadi secara akut, yaitu <12 jam. RVH tidak ada, LVH
tidak ada. Kriteria ST elevasi adalah peningkatan segmen ST yang diukur dari titik
J pada dua atau lebih sadapan berurutan, pada sadapan ekstrimitas dikatakan ST
elevasi bila peningkatan segmen ST > 0.1 mV (1 kotak kecil) . Pada sadapan
prekordial, ST elevasi bila > 0.2 mV (2 kotak kecil) pada laki-laki usia ≥ 40 tahun
dan > 0.25mV (2,5 kotak kecil) pada laki-laki usia <20 tahun. Pada wanita
Troponin I. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi suatu infark dan inflamasi
pada miokard.
toraks seperti yang dijabarkan diatas, maka pasien dapat didiagnosis IMA-EST
anterior ekstensif. Diagnosis Sindrom Koroner Akut (SKA) pada pasien ini
ditegakan berdasarkan ketentuan yang telah dikeluarkan oleh WHO dan AHA
dengan karakteristik SKA, perubahan EKG, dan adanya perubahan pada marka
biokimia.
atau lebih dari 20 menit yang tidak hilang dengan istirahat maupun pemberian
EKG cukup untuk menegakkan diagnosis SKA oleh IMA-EST, diagnosis IMA-
EST dapat segera mendapat terapi reperfusi tanpa menunggu hasil biomarka
aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan
angina pektoris stabil, gangguan aliran darah miokard pada SKA bukan disebabkan
oleh penyempitan yang statis namun terutama oleh pembentukan trombus dari plak
aterosklerosis yang ruptur di arteri koroner yang sifatnya dinamis. Sehingga gejala
yang muncul adalah nyeri dada yang tiba-tiba dengan intensitas sesuai dengan
distal dari penyumbatan sehingga sel otot yang rusak ini melepaskan komponennya
ke dalam pembuluh darah seperti yang bisa kita deteksi berupa Troponin dan
16.
CKMB. Resiko pembentukan plak aterosklerotik ini meningkat dengan adanya
faktor risiko pembuluh darah koroner yang mengakibatkan shear stress pada
dinding endotel arteri koroner seperti oleh hipertensi, diabetes melitus, merokok,
Hal lain yang perlu dilakukan pada pasien yang didiagnosis dengan IMA-
EST adalah melakukan stratifikasi risiko pasien. Stratifikasi risiko pada pasien akan
Kriteria SKOR
Usia
3
≥ 75 tahun
2
65-74 tahun
Riwayat diabetes mellitus atau hipertensi atau angina 1
menandakan risiko mortalitas pasien dalam 30 hari adalah 4,4%. Semakin tinggi
skor TIMI seorang pasien, risiko mortalitas pasien akan semakin besar.
Tatalaksana pertama kali di IGD yang diberikan pada pasien ini yaitu pemberian
antiplatelet ASA dosis loading 160 mg, clopidogrel dosis loading 300 mg dan
monitoring jantung.
Pasien IMA-EST ditekankan untuk segera mendapatkan pengobatan awal
tidak harus diberikan secara bersamaan.12 Aspirin diberikan pada pasien SKA
dengan dosisi pemeliharaan 80 mg/ hari. Ini diberikan pada pasien yang belum
mendapatkan aspirin sebelumnya, tidak ada riwayat alergi, tidak ada perdarahan
lambung. Aspirin sendiri sebagai anti platelet dapat menurunkan oklusi koroner dan
untuk usia <75 tahun dan jika pasien mendapat terapi fibrinolitik, kemudian
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/ hari.13 Nitrat diberikan pada terapi
awal SKA sebagai anti nyeri, selain itu nitrat juga berefek sebagai vasodilator
perifer yang menurunkan venous return sehingga preload menurun dan mengurangi
beban jantung.
Bila fasilitas dan SDM di cath-lab siap melakukan 2 jam, maka dilakukan IKPP.
Edukasi yang dapat kita berikan pada pasien ini berupa edukasi kepatuhan
pengendalian faktor risiko. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam.13
BAB IV
Kesimpulan
tanggal 3 Juli 2018 pukul 13.07 WIB dengan keluhan nyeri dada khas infark onset
<12 jam. Pasien adalah rujukan dari RSUD Pariaman dengan diagnosis IMA-EST
anterolateral dan sudah mendapatkan loading DAPT (Dual Anti Platelet Therapy).
Pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien memiliki tekanan darah normal, nadi,
nafas dan JVP normal. Pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan adanya kelainan,
hal ini mengindikasikan belum terjadinya kelainan pada jantung yang cukup
ekstensif dan resiprokral di inferior. Dari bentuk ST elevasi yang terjadi pada pasien
hal ini menandakan infark miokard yang terjadi pada pasien ini terjadi secara akut,
dan Troponin I meningkat. Troponin I rule in myocardial infarction. Hal ini berarti
burden grade 3 di LAD dan telah dilakukan pemasangan stent di prox LAD dengan
hadil yang baik serta tidak didapatkan komplikasi setelah pemasangan. Setelah
satu hari tindakan, pasien diperbolehkan pulang dengan kondisi stabil dan
diberikan edukasi.
.
DAFTAR PUSTAKA
131- 152.
5. Alwi I (2014). Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Siti S, Alwi
I, Sudoyo AW, Marecellus SK, Bambang S, Ari FS (eds). Buku ajar penyakit dalam
jilid ii. Edisi keenam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Ashley K, Griffin BP, Eric JT. Manual of Cardiovascular Medicine. Third Edition.
Infarction. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
Medicine. 46:124-30.
Mortalitas dalam Rumah Sakit Pasien Infark Miokard ST Elevasi (STEMI) Akut di
11. PERKI (2015). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga.
Online.
14. Zi
pes, Libby, Bonow, et al. Braunwald’s Heart Disease 11th edition. Canada: Elsevier:
2018.
Coronary Syndrome.
16. Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of medical students
and faculty/ editor Leonard S. Lilly.—5th ed.Lippincott Williams & Wilkins. Philadelpia.
2011.
17. Pacheco HG, Mendoza AA, Sangabriel AA, Herrera UJ, Damas F, Lidt GE,
Manzur FA, Sánchez CM. The TIMI risk score for IMA- EST predicts in-
19. Amsterdam EA, et al. AHA/ACC Guideline for the Management of Patiens
13,15.
(PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta:
21. O’Gara PT, et al. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients
Guidelines, 2013.