Anda di halaman 1dari 19

PORTOFOLIO

GASTRITIS ANTRUM + HIPERTENSI GRADE I

Disusun oleh :
dr. Shelly

Pendamping :
dr. Suvi Novida, M.Kes
dr. Fransisca, M.B

RS. TK II PUTRI HIJAU MEDAN


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 2018-2019
KOTA MEDAN
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 24 Juli 2018 telah dipresentasikan oleh:


Nama Peserta : dr. Shelly
Dengan Judul/Topik : Gastritis Antrum + Hipertensi Grade I
Nama Pendamping : 1. dr. Suvi Novida, M.Kes
2. dr. Fransisca, M.B
Lokasi Wahana : RS. TK II PUTRI HIJAU MEDAN

No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping I Pendamping II

(dr. Suvi Novida, M.Kes) (dr. Fransisca, M.B)


PORTOFOLIO KASUS

Nama Peserta : dr. Shelly


Nama Wahana: RS. TK II PUTRI HIJAU MEDAN

Topik: Gastritis Antrum + Hipertensi Grade I


Tanggal (kasus) : 19 Juli 2018
Tanggal Presentasi : Pendamping : 1. dr. Suvi Novida, M.Kes
2. dr. Fransisca, M.B

Tempat Persentasi : RS. TK II PUTRI HIJAU MEDAN


Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Laki-laki, 25 tahun, Nyeri Ulu Hati
Tujuan: Menegakkan diagnosis gastritis antrum + hipertensi grade I dan melakukan terapi
yang tepat
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data Pasien: Nama: Tn. A No.Registrasi: 056436
Nama klinik Poliklinik RS. TK II PUTRI
HIJAU MEDAN
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Gambaran Klinis
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak satu hari yang lalu, keluhan memberat sejak
tadi siang. Nyeri ulu hati terasa menjalar ke punggung. Pasien juga mengeluhkan mual disertai
muntah. Konsistensi muntah berupa sisa makanan dengan frekuensi 5x/hari. Volume setiap kali
muntah kira-kira sebanyak ½ gelas. BAK normal dengan frekuensi 3-4x/hari, warna kuning
jernih. BAB juga normal dengan frekuensi 1-2x/hari dengan konsistensi padat dan bewarna
kekuningan.

2. Riwayat pengobatan: Pasien sudah mengkonsumsi obat antasida selama 1 hari ini

3. Riwayat penyakit Dahulu: Riwayat sakit maag


4. Riwayat penyakit keluarga: Disangkal
5. Riwayat pekerjaan: Karyawan swasta
Daftar Pustaka:
Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Misnadiarly (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna : Gastritis (Dyspepsia atau Maag). Jakarta
: Pustaka Populer OBDA.

NIH Publication. (2008). National Digestive Disease Information Clearinghouse;


Gastritis.http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/gastritis/Gastritis.p df. Diakses 11
Januari 2012.

Pangestu, A. (2003). Paradigma baru pengobatan gastritis dan tukak peptic.


http://www.pgh.or.id/lambung-per.htm. Diakses 27 Mei 2008.

Wu Zhi-juan I, Zhang-min I, LIU Yi-hai, & PAN Su-ying. (2009). Guangzhou Regional Risk
Factors of Chronic Gastritis Case-Control Study. http://en.cnki.com.cn/Articleen/CJFDTotal-
ZYHS200910057.htm. Diakses 7 Maret 2012.

Aris, S. 2007. Mayo Clinic. Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. PT Intisari
Mediatama : Jakarta.

Armilawati, dkk. 2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi. Bagian
Epidemiologi FKM UNHAS : Makassar

Armilawati, dkk. 2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi. Bagian
Epidemiologi FKM UNHAS : Makassar

Dalimartha, S. 2008. Care Your Self Hipertension. Jakarta: Penebar Plus.

Krummel DA. 2004. Medical Nutrition Therapy in Hypertension. Di dalam: Mahan LK dan
Escott-Stump S, editor. 2004. Food, Nutrition and Diet Therapy. Saunders co. hlm. 900-918 :
USA

Pradono J. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi Di Daerah


Perkotaan (Analisis Data Riskesdas 2007). Gizi Indon 2010, 33(1):59-66.
Rahajeng dan Tuminah. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Maj
Kedokt Indon, Volume: 59, Nomor: 12, Desember 2009.

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, detection, evaluation, and
treatment of High Blood Pressure. 2003.

WHO-ISH. 2003. Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the Management of


Hypertension. J Hypertension. 2003;21(11): 1983-92.

Hasil Pembelajaran
1. Menegakkan Diagnosis Gastritis Antrum + Hipertensi Grade I
2. Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap kasus Gastritis Antrum + Hipertensi
Grade I
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
SUBJEKTIF
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak satu hari yang lalu, keluhan
memberat sejak tadi siang. Nyeri ulu hati terasa menjalar ke punggung. Pasien juga
mengeluhkan mual disertai muntah. Konsistensi muntah berupa sisa makanan
dengan frekuensi 5x/hari. Volume setiap kali muntah kira-kira sebanyak ½ gelas.
BAK normal dengan frekuensi 3-4x/hari, warna kuning jernih. BAB juga normal
dengan frekuensi 1-2x/hari dengan konsistensi padat dan bewarna kekuningan.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama, namun pasien mempunyai
riwayat sakit maag. Riwayat hipertensi dan DM disangkal. Keluarga pasien tidak
ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat hipertensi dan
DM dalam keluarga juga disangkal. Pasien sudah berobat di puskesmas sejak tadi
siang dan sudah mengonsumsi obat antasida. Pasien tidak mempunyai riwayat
alergi obat dan makanan.

OBJEKTIF
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 84 x/menit Suhu : 38,20C
Tekanan darah : 150/90 mmhg Respirasi : 20x/menit

STATUS GENERALIS
 Kepala : - Mata: Konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
- Pupil: Isokor, diameter 3 mm, RC (+/+)
- THT: Tidak dijumpai kelainan
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Thorax : - Inspeksi : Simetris Fusiformis
- Palpasi : Stem fremitus paru kanan dan paru kiri sama
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+)
- Jantung : S1,S2 (N), gallop(-), murmur (-)
 Abdomen : - Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (+)
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
 Ekstremitas : - Superior: Pulse 84 x/i, reg, akral hangat, CR <2”
Fraktur (-), Edema (-)
- Inferior: Fraktur (-), Edema (-)

PEMERIKSAAN LAB :
DARAH RUTIN:
• Hemoglobin : 16,4 g/dL
• Hematokrit : 46,6 %
• Leukosit : 15,6 x 103/µL
• Trombosit : 156 x 103/µL
• KGDS : 107 mg/dl
• Asam Urat : 6,0 mg/dl
• Ureum : 29 mg/dl
• kreatinin : 1,2 mg/dl
• billirubin total : 0,79 mg/dl
• billirubin direct : 0,31 mg/dl
• SGOT : 27 U/L
• SGPT : 42 U/L

PEMERIKSAAN ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI
Hasil : Gastritis Antrum
ASSESMENT
Diagnosa:
Gastritis Antrum + Hipertensi Grade I

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara
histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah
tersebut (Hirlan, 2009). Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa
yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan
mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis
yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (Price dan Wilson, 2005). Inflamasi ini
mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya
kelainan pada bagian tersebut. Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan
eritema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Wibowo,
2007).

Klasifikasi gastritis (Mansjoer, 2001):

1. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung


yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada
gastritis ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema,
merah dan terjadi erosi kecil dan perdarahan (Price dan Wilson, 2005).
Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu gastritis stres akut,
gastritis erosif kronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe gastritis
akut mempunyai gejala yang sama. Episode berulang gastritis akut
dapat menyebabkan gastritis kronik(Wibowo, 2007).

2. Gastritis kronik

Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung


yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan
klinik bervariasi (Wibowo, 2007). Gastritis kronik ditandai dengan
atropi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief
cell di lambung, dinding lambung menjadi tipis dan permukaan
mukosa menjadi rata. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga
perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis
hipertropi (Price dan Wilson, 2005).

a. Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta

perdarahan dan erosi mukosa;

b. Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan

mukosa. Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan

kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan

karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief;


c. Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul

pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.

Etiologi

1. Gastritis akut

Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis


obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau
intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia
dan trauma langsung (Muttaqin, 2011). Faktor obat-obatan yang
menyebabkan gastritis seperti OAINS (Indomestasin, Ibuprofen, dan
Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi
(Mitomisin, 5-fluoro-2deoxyuridine), Salisilat dan digitalis bersifat
mengiritasi mukosa lambung (Sagal, 2006). Hal tersebut
menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi
prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Hal
tersebut terjadi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau
pemakaian yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis
dan peptic ulcer (Jackson, 2006).

Faktor-faktor penyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol,


seperti whisky, vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat mengiritasi
dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding
lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi
normal sehingga, dapat menyebabkan perdarahan (Wibowo, 2007).

Penyebab gastritis paling sering yaitu infeksi oleh bakteri H. Pylori,


namun dapat pula diakibatkan oleh bakteri lain seperti H. heilmanii,
Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species,
E.coli, Tuberculosis dan Secondary syphilis (Anderson, 2007).
Gastritis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti
Sitomegalovirus. Infeksi jamur seperti Candidiasis, Histoplasmosis
dan Phycomycosis juga termasuk penyebab dari gastritis
(Feldman,2001).

Gastritis dapat terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen


penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus
kecil ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan
mukosa (Mukherjee, 2009). Terjadinya iskemia, akibat penurunan
aliran darah ke lambung, trauma langsung lambung, berhubungan
dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk
menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons
peradangan pada mukosa lambung (Wehbi, 2008).
Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan
makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar,
sepsis, trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan
susunan saraf pusat dan refluks usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh
penurunan aliran darah termasuk pada saluran pencernaan sehingga
menyebabkan gangguan pada produksi mukus dan fungsi sel epitel
lambung (Price dan Wilson, 2005; Wibowo, 2007).

Mekanisme terjadinya ulcer atau luka pada lambung akibat stres


adalah melalui penurunan produksi mukus pada dinding lambung.
Mukus yang diproduksi di dinding lambung merupakan lapisan
pelindung dinding lambung dari faktor yang dapat merusak dinding
lambung antara lain asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim
pankreas, infeksi Helicobacter pylori, OAINS, alkohol dan radikal
bebas (Greenberg, 2002).

2. Gastritis kronik

Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui, tetapi


ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis
kronik, yaitu infeksi dan non infeksi (Muttaqin, 2011).

a. Gastritis infeksi

Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori


merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson, 2007).
Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak
dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Saat ini Infeksi Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab
tersering terjadinya gastritis (Wibowo, 2007; Price dan Wilson,
2005). Infeksi lain yang dapat menyebabkan gastritis kronis yaitu
Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, Syphilis,infeksi parasit
dan infeksi virus (Wehbi, 2008).

b. Gastritis non-infeksi

1) Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan

tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding

lambung. Hal ini mengakibatkan dan secara bertahap

menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-

kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu produksi


faktor intrinsik yaitu sebuah zat yang membantu tubuh

mengabsorbsi vitamin B-12. Kekurangan vitamin B-12

akhirnya dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah

kondisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi

seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmue atrophic gastritis

terjadi terutama pada orang tua (Jackson, 2006).

2) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk

garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin

(Mukherjee, 2009).

3) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang

menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa

lambung dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi,

2008).

4) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan

dengan berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn,

Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan kokain,

Isolated granulomatous gastritis, penyakit granulomatus

kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic

granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas,

Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas

yang berhubungan dengan kanker lambung

(Wibowo,2007). Gastritis limfositik, sering disebut dengan


collagenous gastritis dan injuri radiasi pada lambung
(Sepulveda, 2004).
Gejala klinis

Manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan gastritis kronik
(Mansjoer, 2001):

1. Gastritis akut

Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah,


merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula
perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian
disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika
dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-
obatan atau bahan kimia tertentu.

2. Gastritis kronik

Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun


(Jackson, 2006). Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati,
anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.
Gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya
menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain)
pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah
makan beberapa gigitan.

Diagnosis

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Keluhan yang sering dihubungkan dengan gastritis
yaitu nyeri panas atau pedih pada ulu hati disertai mual dan muntah. Keluhan tersebut
tidak bisa digunakan sebagai indikator dalam evaluasi keberhasilan terapi dari
gastritis. Pemeriksaan fisik juga tidak memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
menegakkan diagnosis gastritis (Hirlan, 2009).

Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi.


Sebaiknya biopsi dilakukan secara sistematis yang mengharuskan menampilkan
topografi. Gambaran endoskopi yang ditemukan adalah eritema, eksudatif, flat
erosison, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan histopatologi
selain menggambarkan perubahan morfologi, sering juga menggambarkan proses
yang mendasari misalnya autoimun, atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan
yang terjadi yaitu degradasi epitel, hiperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi
sel mononuklear, folikel limfoid, atropi, intestinal metaplasia, hiperplasia sel
endokrin, dan kerusakan sel epitel. Pemeriksaan histopatologi juga menyertakan
pemeriksaan Helicobacter pylori (Hirlan, 2009).

Komplikasi

Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik.
Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa
hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik. Gastritis
kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi
dan anemia (Mansjoer, 2001).

Penatalaksanaan gastritis pada pelayanan primer:

1. Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya

keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi

kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut

kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol.

2. Konseling dan edukasi pasien serta keluarga mengenai faktor risiko

terjadinya gastritis.

3. Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain:

a. H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali,

Simetidin 400-800 mg/kali). Dikonsumsi 30-60 menit sebelum makan.

b. PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali, Lansoprazole 30 mg/kali).

Dikonsumsi 30-60 menit sebelum makan.

c. Antasida dosis 3x500-1000 mg/hr. Dikonsumsi 30-60 menit sebelum

makan.

4. Lama pengobatan selama 5 hari, bila dalam 5 hari tidak ada perbaikan klinis

maka harus dirujuk.

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya


diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Sheps, 2005).

Etiologi Hipertensi

1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-
lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009).

Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya
hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.
Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan
penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan
yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi
primer (Guyton, 2008).

2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.
Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan
hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah
(Oparil, 2003). Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering
berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner,
diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).
Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan rata-rata
pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel
1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah
sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg.
Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan
pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi
dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada
kategori ini harus diterapi obat (JNC VII, 2003).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2003

Kategori Tekanan Darah Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)

Prehipertensi 120-139 80-89


Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 ≥160 ≥100
Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,
eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema
pupil (edema pada diskus optikus).

Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku
kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas,
berkeringat dan pusing (Price, 2005).

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah,
jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala
akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan,
saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang
dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai
mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin,
2005).
Penatalaksanaan Hipertensi

1. Pengendalian faktor risiko

Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling


berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko
yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :

a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan


Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang
badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar
20-33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian,
obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Depkes,
2006b). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai
kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol mempunyai risiko
yang lebih besar terkena hipertensi (Rahajeng, 2009).

b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh


Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan.
Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat
memasak (Depkes, 2006b).

c. Ciptakan keadaan rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat


mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes,
2006b).

d. Melakukan olahraga teratur

Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran
dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya
mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006b).

e. Berhenti merokok

Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat


memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan
proses arterosklerosis dan peningkatan tekanan darah.

Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka


kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal
mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan
hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari
dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa
bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung
pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat antihipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai berikut :

1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab

hipertensi.
2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan tekanan darah

dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang timbulnya komplikasi.

3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat

antihipertensi.

4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan

seumur hidup.

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan
untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta
adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme
(ACEinhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor
Blocker, ARB) dan antagonis kalsium.

PLAN :
Diagnosis klinis :
Gastritis Antrum + Hipertensi Grade I

Pengobatan :
Medikamentosa
- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

- Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam

- Sukralfat Sirup 3xCI

- Canderin 8 mg 1x1

- Amlodipin 5 mg 1x1

- PCT 3x1
Non Medikamentosa
- Konsultasi Spesialis Penyakit Dalam

- Tirah baring

- Makan dan minum obat yang teratur

- Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien dan
penatalaksanaannya serta pencegahannya

- Jika pasien sudah diperbolehkan pulang pasien harus tetap sering konsul ke
pelayanan medis terdekat

Konsultasi / Rujukan :
Pasien diharapkan dikonsul dengan dokter spesialis Penyakit Dalam

Anda mungkin juga menyukai