KELOMPOK 1
1. Virgolie D Ximenis
2. Miranda R Bilaut
3. Elisabet Wende
4. Julian Tulle
5. Tersiana A Tari
6. Paulina A Noni
7. Giovanni Takene
8. Aprianus Lake
9. Paskalis Kiik
10. Leo Yohanes Maudurus
11. Kristofel Languwila
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2017
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa,
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya Sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ Bentuk atau Bangun Daun” ini dengan baik..
Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak yang mendorong
atau memotivasi pembuatan makalah ini supaya lebih baik dan lebih efisien.
Makalah ini disajikan secara sistematis dan kami sebagai penulis berusaha untuk
menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya . Selain itu,untuk mempermudah dalam
memahami makalah ini disusun atas beberapa info tambahan dari berbagai buku dan internet.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak,demikian pula dengan makalah ini,masih jauh
dari sempurna. Oleh karena Itu kami sebagai penulis Mohon maaf jika ada kesalahan dalam
penulisan laporan ini.Saran dan kritik dari ibu/bapak sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Lahan adalah tempat berpijak, tempat beraktifitas dan hidup sebagai tempat
penyediaan makanan bagi manusia dan hewan . Lahan umumnya bervariasi dan pada
prinsipnya semua tipe lahan dapat menjadi tempat usaha tanaman dan tergantung pada
jenis tanaman yang diusahakan. Namun idealnya lahan sebaiknya memiliki kesuburan
tanah yang cukup dan memiliki sumber air yang cukup. UAntuk kondisi daerah tropis
kering seperti NTT umumnya lahan yang tersedia dengan tingkat kesuburan yang
rendah.
Lahan kering yang ada di NTT, banyak dibiarkan begitu saja, tanpa ada yang
mengelolanya. Lahan yang dibiarkan begitu saja akan berpengaruh terhadap
menurunya unsur-unsur hara pada tanah tersebut. Hal demikian disebabkan karena
rendahnya inisiatif dan tingkat kemalasan manusia untuk mengelolanya menjadi lahan
yang berdaya guna. Dan juga banyak masyarakat NTT yang selalu berharap bahwa
segala kebutuhan ternak terutama pakan disediakan oleh alam tanpa berpikir untuk
mengelolanya sendiri. Apabila lahan kering yang ada digunakan sebagai lahan
pertanian, maka lahan tersebut dapat membawa keuntungan bagi petani secara
maksimal. Dengan adanya pemanfaatan lahan kering secara optimal, tidak hanya
membawa keuntungan bagi petani namun dapat juga mengembalikan unsur-unsur
hara pada tanah tersebut.
Selain itu kondisi iklim suatu daerah sangat berpengaruh terhadap suatu lahan atau
areal tertentu serta produksi, baik produksi pertanian maupun pertanian. Wilayah NTT
beriklim kering yang dipengaruhi oleh angin musim. Periode musim kemarau lebih
panjang, yaitu 7 bulan (Mei sampai dengan Nopember) sedangkan musim hujan
hanya 5 bulan (Desember sampai dengan April). Curah hujan propinsi Nusa Tenggara
Timur berkisar antara 697 – 2.737 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata tiap
tahun antara 44 sampai 61 hari. Suhu udara rata-rata 27,6ºC, maksimum rata-rata 29º
C dan suhu minimum rata-rata 26,1ºC (Sumber : Buku Prov. NTT Dalam Angka,
Tahun 2007 BPS Prov. NTT). Kelembaban nisbi terendah terjadi pada musim Timur
Tenggara (63-76%) yaitu bulan Juni sampai Nopember dan kelembaban tertinggi pada
musim Barat Daya (82-88%) yaitu Desember sampai bulan Mei.
Kondisi NTT yang musim kemaraunya lebih panjang ini menyebabkan rendahnya
produksi pertanian. Produksi pertanian sangat di pengaruhi oleh musim kemarau.
Selain itu air sangat penting dalam proses pembentukkan zat pengurai unsur hara di
dalam tanah, khususnya pada lahan kering.
Adapula hal-hal lain yang terkait dengan lahan kering di NTT antara lain topografi
dan keadaan tanah (lihat gambar pada lampiran). Apabila dilihat dari topografinya,
maka wilayah NTT dapat dibagi atas 5 bagian besar, yaitu :
• Agak berombak dengan kemiringan 3-16 %.
• Agak bergelombang dengan kemiringan 17-26 %.
• Bergelombang dengan kemiringan 27-50 %.
• Berbukuti-bukit bergunung dengan kemiringan lebih besar dari 50 %.
• Dataran banjir dengan kemiringan 0-30 %.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Makalah yang dibuat ini berguna bagi si penulis untuk memenuhi tugas
mata kuliah budaya lahan kering.Dan juga bagi si pembaca untuk memperluas
pengetahuan pembaca dan juga sebagai acuan untuk menulis karya ilmiah lain yang
berhubungan dengan lahan kering di pulau sumba.
BAB II
PEMBAHASAN
Sumba
Geografi
Lokasi Asia Tenggara
Koordinat 9°40′LU 120°00′BT
Kepulauan Kepulauan Sunda Kecil
Luas 11,153 km2 (4,306.2 sq mi)
Peringkat luas 73
Negara
Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kota terbesar Waingapu (pop. 10,700)
Demografi
Populasi 685,186 (per 2010)
Kepadatan 61.4
Peta Pulau Sumba tahun 1925
Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Luas
wilayahnya 10.710 km², dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba
berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan
Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur
terletak Laut Sawu serta Samudra Hindia terletak di sebelah selatan dan barat.
Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini
sendiri terdiri dari empat kabupaten : Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat
Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota terbesarnya adalah
Waingapu, ibukota Kabupaten Sumba Timur. Kota tersebut juga terdapat bandar udara dan
pelabuhan laut yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia
seperti Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Timor.
Sebelum dikunjungi bangsa Eropa pada 1522, Sumba tidak pernah dikuasai oleh bangsa
manapun. Sejak 1866, pulau ini dikuasai oleh Hindia Belanda dan selanjutnya menjadi bagian
dari Indonesia.
Lahan kering di Kabupaten ST masuk dalam golongan lahan kering iklim kering, sebab
mendapat curah hujan 2000mm/Tahun. Keadaan ini terjadi akibat adanya pergeseran musim
penghujan di daerah tersebut. Sedangkan berdasakan ketinggian tempatnya, lahan kering di
kab ST tergolong dalam lahan kering dataran rendah dengan ketinggian 20 s/d 700 m dari
permukaan laut.
Dari perspektif kebudayaan dan pertanian, masyarakat ST juga masih tertinggal dalam dua
hal ini. Masyarakat beranggapan bahwa apa yang hidup dalam masyarakat sedapat mungkin
di pertahankan dan jangan mudah untuk mengadakan perubahan. Apa sedang dijalani
sekarang merupakan tradisi (kebudayaan berasal dari tradisi masyarakat yang kemudian
menjadi kebudayaan) yang perlu untuk dilestarikan sekalipun ekonomi dan masa depan
adalah taruhannya.
Sama halnya dalam bidang pertanian, Sumba masih tertinggal jauh dengan daerah lain dalam
pengolahan lahan pertanian. Petani Sumba masih setia dengan menggunakan sistem pertanian
tradisional untuk mengolah lahan pertanian mereka. Akibatnya biaya untuk pengolahan
dengan sistem seperti itu menjadi semakin mahal karena membutuhkan waktu yang cukup
lama. Padahal cara-cara modern yang telah praktekan pada daerah lain telah mampu
mengangkat derajat petani untuk sama dengan profesi-profesi yang lain dalam hal
pendapatan. Untuk itu mengadopsi sistem pertanian modern seperti pemupukan, pemasaran
dan pengolahan menjadi hal yang sangat penting untuk segera dilaksanakan.
Persoalan-persoalan inilah yang kemudian harus direspon dan dicari solusinya untuk
mendapatkan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik di ST.
Dengan menjadikan beberapa hal diatas sebagai skala prioritas oleh semua pihak terkait maka
tanpa disadari kita telah selangkah menuju ST yang lebih sejahtera.
Kesesuaian lahan pertanian di Kabupaten Sumba Timur terdiri atas lahan basah dan lahan
kering. Pada tahun 2013, luas lahan basah dan lahan kering tidak mengalami perubahan dari
tahun sebelumnya yaitu 26.486 Ha dan 673.564. Demikianpun halnya dengan jenis-jenis
irigasi sawah yang luasnya tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Irigasi Sawah
Teknis sebesar 3.122 Ha, Irigasi Sawah Setengah Teknis sebesar 8.590 Ha, Irigasi Sawah
Sederhana 4.839 Ha, Irigasi Sawah Pengairan Desa/Non PU sebesar 4.178 Ha, Irigasi sawah
Tadah Hujan sebesar 5.523 Ha dan Irigasi sawah Lebak/Polder sebesar 234 Ha.
Pembangunan sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, pertanian, perkebunan,
serta pertambangan dan energi di Kabupaten Sumba Timur merupakan sector yang
memegang peranan penting dalam strukrur ekonomi di sumba timur
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling vital, oleh karena itu kecukupan pangan
bagi kebutuhan penduduk harus senantiasa tersedia terkait dengan jumlah penduduk yang
terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga mengakibatkan semakin tingginya permintaan
akan bahan makanan. Jenis tanaman pangan yang di usahakan di Sumba Timur adalah padi,
jagung, kedelai, singkong dan hasil umbi-umbian.
Organik kini menjadi satu pilihan yang menarik dalam usaha tani. Apalagi permintaan
terhadap produk pertanian organik kian meningkat, seiring makin banyaknya konsumen yang
konsen terhadap kesehatan.
Bertani organik ternyata tidak hanya dilakukan di lahan yang subur. Di daerah kering juga
bisa dilakukan. Contohnya di daerah Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang
tergolong wilayah kering. Di wilayah tersebut sayuran organik bisa tumbuh baik, khususnya
di Waingapu, Sumba Timur.
Bahkan pertanian organik menjadi penyelamat masyarakat dari kemiskinan. Buah dan
sayuran kini menjadi komoditas andalan penghasil devisa keluarga. Dengan potensi sinar
matahari yang lebih dari cukup menjadikan Waingapu sangat cocok untuk bertani sayur dan
buah organik.
Pendamping petani asal Pangalengan, Bandung yang telah lama tinggal di Sumba, Rahmat
Adinata menceritakan, warga Waingapu sebelumnya memperoleh sayur dan buah dari luar
wilayah Sumba seperti Bali dan Flores. Tapi pasokan sayur dan buah kerap terhambat karena
transportasi.
Saat musim barat, kapal-kapal pengangkut sayur dan buah tidak bisa merapat ke Sumba
Timur. Akhirnya masyarakat mendapatkan buah dan sayur dengan harga tinggi namun mutu
rendah,.
Ternyata iklim Sumba Timur yang kering an halangan masyarakat bertani organik. Mereka
berusaha memanfaatkan sumberdaya air Sungai Payeti. Ada juga yang memanfaatkan sumber
air ledeng yang terbuang.
Bahkan kelompok tani yang terbentuk mencapai 15 kelompok tersebar di Kota Waingapu dan
sekitarnya. Di wilayah Hunga, desa yang harus ditempuh selama dua jam perjalanan arah
utara Waingapu dan terkenal sering mengalami kekeringan terbentuk satu kelompok.
Petani membudidayakan tanaman tomat, cabai, pakcoy, semangka, pare hingga kangkung
darat.
1. Padi
Salah satu komoditi pangan yang paling pokok serta bernilai tinggi adalah padi /beras
karena komoditi ini merupakan bahan pangan pokok penduduk Sumba Timur pada
umumnya. Selain itu beras juga memegang peranan penting dalam perekonomian
masyarakat karena setiap perubahan yang di alami komoditi ini, baik jumlah yang di
hasilkan maupun yang tersedia, harga serta kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi
aspek-aspek kehidupan yang luas di dalam masyarakat . Dengan demikian tersedianya
beras dalam jumlah yang cukup sangat di dambakan guna memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat.
Pada tahun 2013, luas tanam padi sawah dan padi ladang mengalami peningkatan dari
12.394 Ha dan 3.983 Ha di tahun 2012 meningkat menjadi 16.513 Ha dan 6.054 Ha
ditahun 2013. Hal ini disebabkan karena peningkatan luas panen menjadi 12.629 Ha untuk
padi sawah dan 4.382 untuk padi ladang dengan jumlah produksi gabah dan produksi
beras yang juga ikut meningkat. Akan tetapi produktivitas padi sawah mengalami sedikit
penurunan dari 38,61 Kw/Ha di tahun 2012, menurun menjadi 38,37 di tahun 2013,
sedangkan jumlah konsumsi padi sawah dan padi ladang dan produktivitas padi ladang
tidak mengalami perkembangan dari tahun sebelumnya.
2. Jagung
Jagung memiliki peranan penting dan strategis dalam menunjang ketahanan pangan dan
perbaikan perekonomian penduduk karena jagung merupakan salah satu bahan makanan
pokok sebagian besar masyarakat Sumba Timur selain sebagai pakan ternak dan unggas.
Iklim dan kondisi di Kabupaten Sumba Timur sangat mendukung dalam usaha pertanian
jagung. Tanaman jagung di tahun 2013 luas tanamnya lebih besar daripada tahun
sebelumnya yaitu 14.773 Ha ditahun 2012, meningkat menjadi 17.149 Ha ditahun 2013,
namun tidak demikian dengan luas panen yang mengalami sedikit penurunan dari 13.430
Ha di tahun 2012 menjadi 13.131 Ha di tahun 2013. Demikianpun halnya dengan jumlah
produksi dan produktivitas jagung yang menurun menjadi 34.446 ton dan 31,18 Kw/Ha
ditahun 2013. Hal ini terjadi karena tingkat curah hujan yang rendah atau karena saluran
irigasi yang tidak berfungsi secara optimal baik karena rusak maupun karena debit air
yang berkurang akibat sendimen dan degradasi lingkungan. Untuk itu perlu ditempuh
kebijakan untuk mengoptimalkan lahan yang ada.
3. Kedelai
Kacang Kedelai merupakan salah satu komoditi sumber protein nabati yang
mempunyai peranan penting dalam peningkatan konsumsi protein masyarakat. Di
Kabupaten Sumba Timur, kacang kedelai merupakan salah satu tanaman pangan yang
kurang berkembang baik. Disamping itu juga tanaman ini belum banyak diusahakan, dan
hal ini terlihat dari luas tanam dan produksi tanaman kedelai. Pada tahun 2013
perkembangan tanaman kedelai semakin menurun dimana luas tanam yang semula di
tahun 2012 sebesar 63 ha menurun menjadi 34 Ha dengan luas panen yang juga menurun
dari 57 Ha pada tahun 2012 menjadi 22 Ha pada tahun 2013. Hal ini juga menjadi
penyebab menurunnya jumlah produksi tanaman kedelai pada tahun 2013 yaitu sebesar 17
ton dari 48 ton pada tahun 2012. Jumlah produktivitas dan konsumsi juga tidak mengalami
perkembangan dari tahun semula. Upaya untuk meningkatkan produksi tanaman kedelai
yang optimal perlu diperhatikan faktor lingkungan yang ada di lahan dan teknik bercocok
tanam yang benar.
4. Singkong
Tanaman singkong dan hasil umbi-umbian lainnya sebagai komoditi tanaman bahan
pangan mempunyai peranan dan prospek baik sebagai makanan alternative pengganti
beras, juga sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Tanaman singkong dan umbi-
umbian lainnya mengalami penurunan produksi dari tahun ke tahun, yang tentu saja
dipengaruhi oleh luas tanam dan luas panen yang semakin berkurang. Luas tanam di tahun
2013 menurun menjadi 2.856 Ha dari 3.069 di tahun 2012, begitu juga dengan luas panen
yang menurun menjadi 2.369 ha dari 2.790 di tahun 2012 dengan produktivitas sebesar
110,64 Kw/Ha. Jumlah konsumsi tidak berubah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 4.454
ton.
Dalam Proyek Pengetahuan Hijau, BaKTI berperan sebagai pengelola pengetahuan dari
kegiatan-kegiatan Proyek Pengetahuan Hijau dan penerima hibah Proyek Kemakmuran
Hijau dengan wilayah kerja 4 provinsi : Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur dan Jambi. Proses pengumpulan, dokumentasi, dan penyebaran
pengetahuan hijau yang dilakukan BaKTI akan melibatkan penerima beragam hibah
Proyek Kemakmuran Hijau, jejaringnya yang luas, media dan acara yang dapat
menjangkau banyak pemangku kepentingan dan penerima manfaat dengan cara agar
informasi mudah diadopsi di tingkat nasional dan lokal.
Terkait peran sebagai pengelola pengetahuan dalam proyek ini, BaKTI memfasilitasi
Diskusi Praktik Cerdas Hijau sebagai media untuk curah ide dan praktik cerdas serta
tular pengalaman dalam menerapkan upaya-upaya pelestarian daerah pesisir dengan
mengangkat topik Potensi dan Tantangan Pertanian Organik Lahan Kering di
Sumba.Kegiatan Diskusi Praktik Cerdas Hijau tentang Potensid an Tantangan Pertanian
Organik Lahan Kering di Sumba, diadakan di Tambolaka pada 7 Desember 2015. Acara
ini adalah bagian dari kerjasama Kegiatan Pengetahuan Hijau, bagian dari Proyek
Kemakmuran Hijau MCA-Indonesia
Diskusi Praktik Cerdas Hijau dibuka oleh Asisten 2 Bidang Perekonomian dan
Pembangunan Kabupaten Sumba Barat Daya, Bapak Marthinus Bulu, dan menghadirkan
narasumber Bapak Rahmat Adinata. Beliau adalah seorang praktisi pertanian organik
lahan kering yang aktif membina petani dan kelompok ibu-ibu untuk bercocok tanam
sayuran dan tanaman komoditas lahan kering lainnya di Sumba.
p. Sumba tidak hanya memiliki banyak potensi sumber daya alam seperti sungai, danau,
mata air, energi angin dan energi matahari. Namun juga potensi lain seperti areal lahan
yang belum terkontaminasi bahan kimia, material untuk pengembangan organik tersedia
di alam seperti kotoran ternak dan daun-daun, serta sumberdaya manusia petani yang
mau bekerja keras.
Semua potensi ini belum dapat dikelola dengan baik karena beberapa tantangan/kendala
yang dihadapi:
Petani di Sumba perlu belajar untuk beradaptasi dengan iklim melalui sekolah lapang
iklim, petani perlu dikenalkan dengan pola rotasi/pergiliran tanaman dan praktek pola
pertanian konservasi. Yang terpenting juga adalah petani perlu pendampingan langsung
secara intens dan bimbingan cara-cara penyimpanan bibit sebagai lumbung benih. kepada
masyarakat agar tidak membakar lahan untuk menanam dan petani perlu menggunakan
pestisida organik yang aman bagi tanah. Di Sumba Barat Daya, mereka telah menerapkan
pertanian konservasi, contohnya di daerah Kodi Utara, konservasi lahan dilakukan dengan
cara menutup lahan dengan mulsa dari batang padi dan jagung, sehingga rumput
penganggu bisa mati dan air bisa tertahan untuk tanaman. Bibit lokal perlu dilestarikan
dan budaya sangat penting terhadap sistem pengelolaan lahan di Sumba.
BAB III
KESIMPULAN