Anda di halaman 1dari 36

TUGAS

OSTEOMYELITIS

OLEH :

Maygitha Wahyuningtyas G99172111

Agumilar Bagus Bagaskara G99162075

Hega Fitri Nuraga G99162086

Pembimbing :

Amelia Tjandra I, dr.,MKes.,Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi adalah salah satu penyakit yang masih sering terjadi di
dunia. Salah satu penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah osteomielitis.
Osteomielitis merupakan suatu proses peradangan pada tulang yang disebabkan
oleh invasi mikroorganisme (bakteri dan jamur).

Di negara-negara berkembang osteomielitis masih merupakan masalah


dalam bidang orthopedi. Di Indonesia osteomielitis masih merupakan masalah
karena tingkat higienis yang masih rendah, diagnosis yang terlambat, angka
kejadian tuberkulosis yang masih tinggi, pengobatan osteomielitis memerlukan
waktu lama dan biaya yang tinggi, serta banyak pasien dengan fraktur terbuka yang
datang terlambat dan sudah menjadi osteomielitis.

Osteomielitis dapat mengenai tulang-tulang panjang, vertebra ,tulang


pelvis, tulang tengkorak dan mandibula. Mikroorganisme bisa mencapai tulang dan
sendi baik melalui trauma langsung pada kulit misalnya akibat tusukan kecil, luka
bacok, laserasi, fraktur terbuka atau karena operasi atau secara tidak langsung
melalui aliran darah dari bagian lain misalnya hidung atau mulut, traktus
respiratorius, usus atau traktus genitourinarius.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada


tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Dalam
kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang
disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat
menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang,
melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum. (Randall, 2011).

Osteomielitis dapat bersifat akut atau kronis, Infeksi yang berlangsung


kurang dari 3 bulan dinamakan infeksi akut, sedangkan lebih dari 3 bulan
dinamakan infeksi kronik. Beberapa penulis, kadang memasukkan kategori ketiga
yaitu sub akut untuk pasien yang mengalami gejala lebih dari 3 bulan tetapi tidak
terjadi nekrosis tulang yang ekstensif.

2. Epidemiologi

Secara umum prevalensi osteomielitis lebih tinggi pada negara berkembang.


Di Amerika Serikat insidensi osteomielitis adalah 1 dari tiap 5000 orang, dan 1 dari
tiap 1000 usia bayi. insidensi pertahun pada pasien sickle cell berkisar 0,36%.
Prevalensi osteomielitis setelah adanya trauma pada kaki bisa meningkat yaitu 16%
terdapat dalam 30-40% pasien diabetes, dan jika dibandingkan antara laki-laki dan
perempuan kira-kira 2:1. Angka kematian akibat osteomielitis rendah, biasanya
disebabkan sepsis atau kondisi medis serius yang menyertai.

Di Indonesia osteomielitis masih merupakan masalah karena tingkat


higienis yang masih rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik,
diagnosis yang terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis,
angka kejadian tuberkulosis masih tinggi, pengobatan osteomielitis memerlukan
waktu lama dan biaya tinggi, serta banyak pasien dengan fraktur terbuka yang
datang terlambat dan sudah terjadi osteomielitis.

Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras.


Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa kanak-
kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang dewasa.

Berdasarkan usia, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal.


Osteomielitis akut hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada
anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis berdekatan lebih sering terjadi
pada orang dewasa dan remaja dari pada anak. Osteomielitis vertebral lebih
sering pada orang tua dari 45 tahun.

Osteomielitis hematogenik akut merupakan penyakit yang terutama terjadi


pada anak-anak. Osteomielitis karena trauma langsung dan osteomielitis
perkontinuitatum umum sering terjadi pada usia dewasa dan remaja dibandingkan
usia anak-anak. Tulang vertebra dan pelvis paling sering terkena pada kasus
dewasa, sedangkan osteomielitis pada anak-anak biasanya mengenai tulang
panjang. Tibia merupakan tulang yang paling sering terjadi osteomielitis post
traumatika, karena merupakan tulang yang peka, dengan asupan darah yang kurang
kuat.

Insidensi osteomielitis setelah fraktur terbuka dilaporkan sekitar 2% sampai


16%, tergantung pada derajat trauma dan terapi yang didapat. Pengobatan yang
cepat dan tepat dapat mengurangi resiko infeksi, menurunkan kemungkinan
berkembangnya osteomielitis, terutama pada pasien-pasien dengan faktor resiko
seperti diabetes, gangguan imunitas dan yang baru mengalami trauma.

3. Etiologi

a. Berdasarkan Usia pasien


Mikroorganisme tertentu yang diisolasi dari pasien dengan osteomielitis
yang dikarenakan bakteri sering dikaitkan dengan usia pasien.
Tabel 1. 1 Tabel etiologi osteomielitis berdasarkan usia

Neonatal (<1 tahun) Anak (1-16 tahun) Dewasa (>16 tahun)


Group B Streptococci S. aureus Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus Streptococcus S. aureus
aureus pyogenes Pseudomonas aeruginosa
Escherichia coli Haemophilus Serratia marcescens
influenzae E. coli

b. Berdasarkan angka kejadian


1) S. Aureus dan Staphylococci koagulase-negatif yang paling utama
menyebabkan osteomielitis, kira-kira sebanyak 50% kasus.
2) Sekitar >25% termasuk Streptococci, Enterococci, Pseudomonas spp.,
Enterobacter spp., Proteus spp., E.coli, Serratia spp., anaerob.
3) Kasus jarang (<5%) termasuk M.tuberkulosis, M. Avium complex,
dimorphic fungi, Candida spp., Aspergillus spp., Mycoplasma spp.,
Tropheryma whipplei, Brucella spp., Salmonella spp., dan Actinomyces
spp.
4) Pada osteomielitis hematogen, infeksi biasanya monomikrobial, sedangkan
infeksi contiguous seringnya polimikrobial.

4. Patogenesis

Tulang normal sangat resisten terhadap infeksi; Osteomielitis hanya


terjadi setelah inokulasi dari inokula yang besar sebagai hasil dari trauma atau
adanya material asing. Ketika dicerna oleh osteoklas, S. Aureus dapat bertahan di
tempat dorman untuk waktu yang lama, sehingga menyulitkan untuk diobati oleh
antimikrobial.
Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara
dibawah ini :

 Melalui aliran darah.

Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi
saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah
di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di
daerah yang lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua
ujung tulang panjang pada lengan dan kaki.

 Dari infeksi di dekatnya.

Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika
luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.

 Kontaminasi langsung

Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung
tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi
kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk
mengganti sendi atau memperbaiki fraktur.

Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang
sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi
di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan
terbentuk abses tulang.

Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih
sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk
dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses
pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan
mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang
terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan
mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan,
namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses
kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

Gambar 1.2 Patofisiologi osteomielitis

5. Klasifikasi

Pembagian osteomielitis yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

a. Osteomielitis primer (hematogenik) yang disebabkan oleh penyebaran


secara hematogen dari fokus lain. Osteomielitis hematogen merupakan
osteomielitis primer pada anak-anak dan dapat dibagi menjadi akut dan
kronik.
 Osteomielitis hematogen akut merupakan suatu infeksi pada tulang
yang sedang tumbuh.Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang
seperti femur,tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Bagian tulang
yang diserang adalah bagian metafisis.
 Osteomielitis hematogen kronik merupakan lanjutan dari osteomielitis
hematogen akut. Dapat terjadi oleh karena terapi yang tidak adekuat,
adanya strain kuman yang resisten, menggunakan obat-obat
imunosupresif serta kurang baiknya status gizi.
b. Osteomielitis sekunder (Perkontinuitatum) yang disebabkan oleh
penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
 Osteomielitis akibat fraktur terbuka, merupakan osteomielitis
tersering pada orang dewasa. Pada fraktur ditemukan kerusakan
jaringan, kerusakan pembuluh darah dan edema, hematoma dan
hubungan antara fraktur dengan dunia luar sehingga pada umumnya
penyebabnya adalah infeksi.
 Osteomielitis akibat Paska Operasi, Osteomielitis ini terjadi setelah
suatu operasi tulang yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri pada
pembedahan.
6. Diagnosis osteomielitis

Secara umum, osteomielitis dibagi dalam 3 stadium: akut, subakut, kronis.


Walaupun gejala yang ditimbulkan sering tumpang tindih. Rute penyebaran
bervariasi. Pada anak, penyebaran perhematogen dominan. Pada dewasa
penyebaran langsung (contiguous) atau infeksi pos operasi mendominasi. Gejala
pada anak dan dewasa berbeda. Pada bayi manifestasi klinis yang menonjol berupa
pembengkakan lokal, nyeri, bayi kurang aktif atau menolak bergerak, yang
biasanya menunjukan fase akut. Tulang tibia dan femur lebih banyak terlibat pada
anak sementara pada dewasa banyak melibatkan tulang- tulang aksial
(Desimpel,2017).
Diagnosis osteomielitis dapat ditegakkan apabila terdapat salah satu hal
berikut:
1. isolasi bakteri pada sampel biopsi tulang secara aseptik disertai gambaran
histologi inflamasi dan nekrosis
2. temuan radiologis (+) disertai ulkus kaki
3. temuan radiologi (+) disertai kultur darah (+)
4. probing pada ulkus diabet
5. ulkus diabet lebih dari 2x2 cm

A. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang


1. Osteomielitis hematogenik akut
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut.
Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh
lain di dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri
lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis.
Penderita biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang
terkena infeksi.
Kebanyakan pasien memiliki simptom < 2 minggu, walaupun ada
beberapa yang mengalami demam subfebris dan nyeri tulang untuk
beberapa minggu. Manifestasi umum: demam, nyeri pada fokus infeksi,
dan enggan untuk menggunakan ekstremitas yang terkena. Sebagian
kecil mengalami anoreksia, malaise, dan muntah. Pemeriksaan fisik yang
dapat ditemukan antara lain pembengkakan lokal, nyeri, hangat pada
perabaan, kemerahan (biasanya di atas metafisis tulang panjang). Jarang
ditemukan drainase fistula yang timbul pada tulang yang terkena.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari
CRP, LED, dan leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan
organisme penyebab infeksi. Pada pemeriksaan foto polos pada awal
gejala didapatkan hasil yang negatif. Seminggu setelah itu dapat
ditemukan adanya lesi radiolusen dan elevasi periosteal. Sklerosis reaktif
tidak ditemukan karena hanya terjadi pada infeksi kronis. Presentasi
radiologi dari Osteomielitis hematogen akut mirip dengan gambaran
neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewing’s sarkoma, dan
histiositosis Langerhans’. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk
menentukan diagnosis pasti (Gutiezzers, 2011).

2. Osteomielitis Subakut
Osteomielitis sub akut berlangsung lebih dari 3 minggu tetapi
pasien akan menunjukkan simptom satu sampai beberapa bulan
sebelumnya. Osteomielitis subakut lebih jarang daripada osteomelitis
akut hematogen. Biasanya melibatkan pasien usia lebih tua daripada
AHO, yakni 2-16 tahun. Pasien menunjukkan gejala minimal tetapi
kadang mengeluhkan demam subfebris 3-4 minggu.
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah
dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran
radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis.
Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi
periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona
sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut
mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit membedakannya
dengan Histiositosis Langerhans atau Ewing’s Sarcoma (Gutiezzers,
2011).

3. Osteomielitis Kronik
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan
subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen,
iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali
berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk
mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat
perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari
leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang
mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi.
Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya
drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue (Boeck, 2005).

7. Diagnosis Banding

Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan


tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian, seringkali
osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang lain. Khususnya
dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti pada histiocytosis sel
Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan pada setiap masing-masing kondisi
dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan lunak terjadi pembengkakan yang
difus. Sedangkan pada sel langerhan histiocytosis tidak terlihat secara signifikan
pembengkakan jaringan lunak atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada
jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala pada pasien juga memainkan
peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6 bulan
untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan histiocytosis
sel langerhans hanya 7-10 hari (Desimpel. 2017).

8. Peran Radiologi pada Osteomielitis

A. FOTO POLOS

Evaluasi biasanya dimulai dengan radiografi polos di semua pasien


yang diduga menderita osteomielitis; foto polos radiografi dapat
menyarankan diagnosis yang benar, kecualikan kemungkinan diagnostik
lainnya, atau memberikan petunjuk untuk mendasari kondisi patologis.
Foto polos awalnya menunjukkan perubahan jaringan lunak,
pembengkakan otot, dan mengaburkan jaringan lunak. Pada infeksi
piogenik, yang pertama perubahan dalam tulang menunjukkan bahwa
proses infeksi terjadi telah hadir selama 2 hingga 3 minggu atau lebih.
Temuan awal mungkin halus, dan perubahan mungkin tidak jelas hingga
5 sampai 7 hari pada anak-anak dan 10 hingga 14 hari pada orang dewasa.

Perubahan tulang awal meliputi: penebalan periosteal, lesi litik,


endosteal scalloping, oseopenia, kehilangan trabecular arsitektur, dan
aposisi tulang baru. Spesifisitas radiografi polos untuk mendeteksi
osteomielitis lebih tinggi dari sensitivitasnya, dan karena ini, penggunaan
metode pencitraan alternatif seperti modalitas scintigraphic dan MRI
banyak digunakan. Abses radiolusen tunggal atau ganda bisa menjadi
bukti selama tahap subakut atau kronis osteomielitis.

Abses ini disebut brodie abses, mereka secara khas ditemukan pada
osteomielitis piogenik subakut, biasanya karena staphylococcal. Abses
Brodie sangat umum pada anak-anak, lebih sering anak laki-laki. Dalam
kelompok usia ini, abses muncul dalam metafisis, terutama dari bagian
distal atau proksimal dari tibia. Ciri yang membedakan dari osteomyelitis
kronis adalah tulang nekrotik, yang terbentuk dalam rata-rata 10 hari,
namun radiografi polos tidak bisa
mendeteksi sequestra atau tulang sklerotik selama beberapa minggu.
Periostitis, pembentukan involucrum, dan saluran sinus karena abses
subperiosteal dengan mengangkat periosteum, pembentukan tulang baru,
dan fistula jaringan lunak. Semua temuan ini menunjukkan sifat
berkepanjangan proses infeksi (Lee, 2016).
Gambar 1. - a) Radiografi lateral lengan bawah seorang anak laki-laki berusia 6
minggu. Perhatikan pembengkakan jaringan lunak dalam, bintik-bintik tulang di
radius distal dan perforasi korteks; b) Pemindaian tulang menunjukkan peningkatan
serapan di seluruh jari-jari dan di bagian proksimal ulna; c) Radiografi lateral yang
dibuat 1 minggu setelah trepanasi menunjukkan sequestrum dan involucrum; d) 4
minggu kemudian ada resorpsi dari sequestrum; e) Radiografi lateral yang dibuat
setelah 3 tahun menunjukkan remodelling tulang. Ada fungsi normal. (Boeck,
2005)
Gambar 2. a) bentuk- bentuk subacute osteomyelitis : I Punched-out lesion ; II
Metaphyseal lesion with sclerosis ; III Metaphyseal erosion ; IV Periosteal reaction
; V Epiphyseal lesion ; b) Punched-out lesion ; c) Metaphyseal lesion with sclerosis
(Boeck, 2005)

B. SINOGRAPHY

Pembengkakan saluran sinus dapat menghasilkan hal yang penting dan


mempengaruhi pilihan terapi. Di dalam teknik ini, kateter fleksibel kecil
ditempatkan dalam pembukaan kulit. Injeksi kontras retrograd bahan menentukan
arah dan luasnya saluran sinus dan kemungkinan komunikasinya dengan struktur
yang berdekatan. Sinografi dapat dikombinasikan dengan CT untuk menjadi lebih
baik menggambarkan saluran sinus (Pineda, 2009).

Gambar 3 Chronic osteomyelitis: role of sinography (A) Anteroposterior view dari


femur dextra terdapat area lusen berbatas tegas menggambarkan sekuestrum. (B)
Oblique view menunjukkan opasitas retrograde dari sinus, terdapat fistula dan
mengkonfirmasi adanya hubungan suatu abses

C. CT SCAN

CT menyediakan rekonstruksi multiplanar yang sangat baik,


memungkinkan penggambaran paling banyak jika terjadi perubahan tulang yang
minimal. Pada osteomielitis kronis, CT menunjukkan penebalan abnormal dari
korteks tulang yang terkena, dengan perubahan sklerotik, perambahan dari rongga
meduler, dan sinus yang menguras kronis. Meskipun CT dapat menunjukkan
perubahan ini lebih awal daripada melakukan hal biasa radiografi, CT kurang
diinginkan daripada MRI karena penurunan kontras jaringan lunak serta paparan
radiasi pengion. Peran utama teknik ini pada osteomielitis adalah deteksi sequestra
pada kasus-kasus osteomielitis kronis, karena potongan tulang nekrotik ini dapat
disamarkan oleh kelainan osseous sekitarnya pada konvensional radiografi.
Kehadiran potongan-potongan asing tulang menunjukkan aktivitas proses infeksi,
dan deteksi ini sangat membantu untuk memandu opsi terapeutik. CT lebih bagus
dari MRI untuk mendeteksi sequestra, kloaka, involucra, atau gas intraoseous dan
dapat membantu dalam bimbingan biopsi jarum dan aspirasi sendi; selanjutnya, hal
ini berharga dalam kasus osteomyelitis vertebral. Dalam tinjauan sistematis dan
penilaian meta analisis keakuratan teknik pencitraan yang berbeda untuk evaluasi
osteomyelitis kronis, CT menghasilkan sensitivitas 0,67 dengan interval
kepercayaan 95% (0,24 sampai 0,94), dan spesifisitas 0,50 (0,03-0,97) (Desimpel,
2017).

D. ULTRASOUND

Ultrasound (US) memiliki banyak keuntungan: mudah, dapat diakses


dengan cepat tanpa penundaan dan dengan sedikit ketidaknyamanan kepada pasien,
berguna dalam daerah yang rumit oleh instrumentasi ortopedi atau kasus yang
mungkin tidak terlihat dengan baik dengan MRI atau CT, berguna pada pasien yang
merupakan kontraindikasi MRI, memiliki biaya lebih rendah, tidak menggunakan
radiasi pengion, dan menawarkan pencitraan real-time. Untuk alasan ini, US adalah
alat yang berguna dalam evaluasi infeksi muskuloskeletal, sangat membantu dalam
membedakan akut atau kronis infeksi dari tumor atau kondisi noninfeksi. Ini juga
dapat melokalisasi fokus dan tingkat infeksi, mengidentifikasi faktor pencetus
seperti benda asing atau fistula, dan memberikan panduan untuk diagnostik atau
terapeutik atau biopsi. US dapat mendeteksi fitur osteomielitis beberapa hari lebih
awal daripada yang radiografi konvensional (terutama pada anak-anak).
Osteomielitis akut ditandai oleh elevasi periosteum oleh lapisan hypoechoic dari
bahan purulen. Pada osteomielitis kronis, US juga dapat digunakan untuk menilai
keterlibatan jaringan lunak yang berdekatan. Abses jaringan lunak terkait
osteomyelitis kronis diidentifikasi sebagai hypoechoic atau koleksi cairan anechoic,
yang dapat memperpanjang sekitar kontur tulang. Pada pasien pediatrik, US mampu
mengidentifikasi sendi efusi atau cairan subperiosteal yang berhubungan dengan
septik arthritis atau osteomyelitis bahkan sebelum ada temuan yang nyata pada foto
polos dan tidak membutuhkan sedasi anak kecil. Sonografi Power Doppler adalah
berguna untuk menyoroti hiperemia di sekitar periosteum dan abses jaringan lunak
sekitarnya. (Desimpel, 2017).

Gambar 4. Akut osteomielitis pada anak. US Proksimal humerus. Transverse (a)


dan longitudinal (b) Penebalan fokal pada korteks humerus (panah putih ramping),
menandakan infeksi korteks sampai penumpukan pus pada subperiosteum (tanda
bintang). Peningkatan sinyal pada dopler (kepala panah) pada sinovium tulang
panjang dari tendon muskulus bisep (anak panah tebal) (Desimpel, 2017)

E. MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)

Memungkinkan deteksi dini osteomielitis dan penilaian sejauh mana


keterlibatan dan aktivitas dari penyakit dalam kasus-kasus infeksi tulang kronis.
MRI dianggap teknik pencitraan yang paling berguna untuk mengevaluasi kasus
yang dicurigai osteomielitis karena kemampuannya untuk menunjukkan perubahan
dalam kandungan air sumsum tulang dengan sangat baik, menggambarkan
struktural dan resolusi spasial. MRI sangat sensitif untuk mendeteksi osteomielitis
3 hingga 5 hari setelah onset infeksi dan membantu dokter bedah untuk
merencanakan manajemen bedah optimal, menilai luasnya jaringan mati, yang
berkontribusi pada definisi struktur berdekatan yang penting yang terlibat.
Temuan MRI berbeda tergantung pada urutan pulsa yang digunakan (T1-
weighted atau T2- w) dan pada tahap penyakit. Pemeriksaan MRI awal biasanya
termasuk T1-weighted dan T2-weighted putaran pulsa spin-echo. Urutan nadi yang
berbeda dan protokol pencitraan dapat digunakan dalam evaluasi sistem
muskuloskeletal. Tergantung pada denyut nadi urutan digunakan, perbedaan utama
dapat dicatat pada intensitas sinyal dan penampilan normal dan abnormal jaringan.
Kombinasi pemulihan inversi tau pendek (STIR) dan T1 spin echo sequences
menunjukkan tinggi sensitivitas dan spesifisitas untuk mendeteksi osteomielitis,
sehingga meniadakan kebutuhan pemeriksaan tambahan apa pun. Penemuan paling
dini dari osteomyelitis akut pada MRI adalah perubahan dari intensitas sinyal
sumsum normal, yang dapat muncul 1 hingga 2 hari setelah onset infeksi; edema
dan eksudat dalam ruang meduler menghasilkan intensitas sinyal rendah yang tidak
jelas pada gambar T1-weighted dan sinyal tinggi pada T2-w dan STIR atau urutan
yang ditekan lemak. Pada MRI, sequestrum dilihat sebagai struktur hipointens pada
urutan T1-w dan STIR, sedangkan jaringan granulasi sekitarnya bersifat
intermediet sampai intensitas sinyal rendah pada gambar T1-w dan intensitas sinyal
tinggi (hiperintens) dengan urutan STIR atau T2-w. Dengan menggunakan kontras
intravena (gadolinium), jaringan granulasi ditingkatkan, sedangkan sequestrum
tetap intensitas sinyal rendah (hipointens). Kulit periosteal yang keras dan tulang
kortikal tubular yang mati dari sebuah involucrum intensitas sinyal rendah pada
semua urutan pulsa; periosteal reaksi dan tulang kortikal dipisahkan oleh perantara
linier untuk intensitas sinyal tinggi pada T2-weighted atau Gambar STIR. Kloaka:
hipointens linier, intensitas periosteum yang meningkat dari kortikal tulang atau
korteks menebal. Intensitas sinyal dapat dilihat meluas ke jaringan lunak dari
kloaka dan dapat membentuk saluran sinus atau abscess. Demonstrasi intensitas
sinyal meningkat dari sumsum tulang pada gambar T2-weighted dapat mewakili
jaringan granulasi pasca pembedahan atau pascainfeksi dan tidak tentu infeksi
persisten. Namun, magnet seri studi resonansi menunjukkan perkembangan ini
merupakan proses di sumsum menunjukkan adanya aktif osteomielitis. Kekurangan
MRI adalah ketidakmampuan untuk membedakan infeksi dari peradangan reaktif
dan terganggu jika terdapat benda logam implan, seperti prostesis sendi atau
perangkat fiksasi (Pineda, 2009, Desimpel, 2017)

F. KEDOKTERAN NUKLIR

Kedokteran nuklir:

bone scan 3 fase dengan marker Technetium- 99

 Fase flow: segera setelah injeksi, menggambarkan kenaikan aliran darah,


misal inflamasi
 Pooling fase: 15 menit setelah injeksi, menunjukkan permeabilitas vaskular
 Delayed fase: 4 jam setelah injeksi, paling spesifik menunjukkan
osteomielitis.

Sensitivitas/ spesifisitas

Jika positif pada 3 fase: sensitivitas 73-100%

Meta analisis: sensitivitas 61%, spesifisitas 25%

Sensitifitas berkurang dengan kondisi: trauma, bedah, benda- benda ortopedi,


diabetes.
Contoh Kasus osteomielitis dan temuannya pada radiologi

Gambar 5. Osteomielitis di kaki kanan pria berusia 63 tahun. (A) Radiografi


dorso-plantar menunjukkan reaksi periosteal sekitar metafisis MTP1 (panah putih);
(B) citra pemulihan inversi korona pendek-tau pendek (STIR) dari pasien yang
sama yang menunjukkan edema jaringan lunak di sekitar metatarsal 1. Para
periosteum (panah putih) dipisahkan dari korteks (panah putih)
oleh area hiperdens yang mewakili nanah. Defek pada korteks (panah hitam), yang
dikenal sebagai kloaka, yang memungkinkan nanah mengalir dari
rongga meduler ke dalam ruang subperiosteal. Dibandingkan dengan metatarsal
lainnya, medulla (M) dari metatarsal 1 memiliki sinyal yang tinggi,
konsisten dengan edema sumsum tulang. (Lee, 2016)
Gambar 6. Seorang anak perempuan berusia 6 tahun tanpa riwayat trauma datang
dengan rasa sakit dan bengkak di lutut kanannya. (A) Radiografi anteroposterior
menunjukkan lesi lucent yang berbatas tegas dengan tepi sklerotik pada metafisis
femur distal kanan, mencurigakan adanya abses intraoseus;
(B) gambar STIR koronal femur kanan menunjukkan bahwa lesi berada dalam
rongga meduler dan memiliki sinyal tinggi (panah hitam). Sumsum tulang diafisis
distal dan metafisis memiliki sinyal tinggi difus (panah putih) dibandingkan dengan
mid diafisis menunjukkan edema sumsusm tulang. (C) T1-w menunjukkan bahwa
lesi intraoseus perhematogen memiliki intensitas rendah (panah hitam). Sumsusm
tulang diafisis distal dan metafisis memiliki sinyal difuse hipointens dengan edema
(panah putih). Tidak ada batas jelas antara tulang normal dengan sumsum abnormal,
lebih memungkinkan suatu edema sumsum tulang pada osteomielitis daripada
osteitis reaktif (D) coronal fat suppressed T1W setelah pemberian kontras
intravena menunjukkan bahwa lesi memiliki pusat sinyal rendah (panah hitam) dan
perifer perangkat tambahan (anak panah putih). Pusat sinyal rendah mewakili nanah
dan daerah peningkatan periferal mewakili hypervascular jaringan granulasi. Ini
mengkonfirmasi abses intraosseous. Lokasi pada metafisis adalah karakteristik
untuk osteomielitis hematogen (Lee, 2016).
Gambar 7. Osteomielitis kronis pada anak laki-laki berusia 9 tahun dengan fraktur
humerus non-union distal kiri. (A) Radiografi lateral menunjukkan tanda
penebalan periosteal (mata panah hitam) dan lesi sklerotik sentral dengan lingkaran
yang berkilau (panah hitam); (B) CT koronal dengan jendela tulang
menunjukkan fragmen sklerotik tulang yang terpisah dari sisa humerus (panah
hitam) dengan sequestrum. Penebalan kortikal(panah hitam); merupakan
involucrum yang merupakan hasil dari pembentukan tulang baru periosteal.
Penemuan-penemuan ini tidak ada pada gambar awal yang diambil pada saat
fraktur; (C) gambar STIR koronal menunjukkan sequestrum sinyal rendah (panah
hitam) dikelilingi oleh nanah sinyal tinggi dan jaringan granulasi (panah putih). Ada
saluran sinus yang mengalirkan nanah ke permukaan kulit (putih panah); (D)
gambar T2 yang ditekan lemak aksial menunjukkan bahwa nanah yang
mengelilingi sequestrum (panah hitam) berhubungan dengan sinus tract (panah
putih) melalui cloaca (panah putih). Terdapat kumpulan cairan jaringan lunak
anteromedial ke humerus (panah hitam). (Gambar milik Dr Asif Saifuddin, Royal

National Orthopedic Hospital, Stanmore).

Gambar 8 Osteomielitis pada tibia kanan pria 44 tahun. (A) Gambar STIR aksial
dari kedua kaki. Area hiperintens di meduler rongga tibia kanan (M) dibandingkan
dengan medula tibia kiri. Ini bisa mewakili edema sumsum tulang atau abses
intramedulla. Terdapat peningkatan periosteal sirkumferensial hiperintens (panah
hitam), menunjukkan periosteal reaksi dengan kemungkinan abses subperiosteal.
Di dalam tibial cortex (C), ada area fokus hiperintens (panah putih), curiga abses
intraosseous; (B) gambar T1W aksial lemak ditekan setelah kontras intravena. Lesi
kortikal (panah hitam) memiliki pusat hipointens dan peningkatan perifer,
membenarkan kecurigaan abses kortikal. Ada peningkatan seragam dari
sumsum tulang (M) dan periosteum (panah putih), konsisten dengan edema
sumsum tulang dan reaksi periosteal. Tidak adanya pusat hipointens di daerah ini
tidak termasuk abses intramedulla dan subperiosteal (Lee, 2016).
Gambar 9: Osteomielitis masa kanak-kanak, epiphyseal pada lutut kanan. Foto
polos (a) dari femur distal menunjukkan area lesi radiolusen dengan tepi sklerotik
perifer (panah putih) di epiphysis dari femur distal. Setelah gadolinium kontras
(koronal T1-Fat-Sat WI, (b) bagian tengah lesi tidak meningkat dengan
peningkatan moderat dari edema sumsum tulang sekitarnya (Lee, 2016).
A B

Gambar 10: A) Ekstensif involucrum pada radiografi polos. Radiografi polos


anteroposterior dan lateral menunjukkan involucrum luas (panah) pada diaphysis
tibialis (panah hitam) (Lee, 2016).

B) Osteomielitis kronis pada foto polos tulang paha. Foto polos menunjukkan
gambaran inhomogen difus osteosklerosis femur kanan dengan area fokus opasitas
meningkat merupakan gambaran nekrotik tulang atau sequestrum (panah hitam).
Film polos sering sulit ditafsirkan karena superposisi yang layak dan tulang
nekrotik masing-masing dengan radiopacity yang berbeda (Desimpel, 2017).

9. PENATALAKSANAAN

A. Osteomielitis akut
Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena
diistirahatkan (bila perlu menggunakan bidai atau traksi) dan segera berikan
antibiotik. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun
gram negatif diberikan langsung sambil menunggu hasil biakan kuman.
Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju
endap darah penderita. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati
perbaikan, dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena / drainase bedah
(chirurgis) (Rasjad C, 2008)
Bila ada cairan yang keluar perlu dibor di beberapa tempat untuk
mengurangi tekanan intraosteal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk
menentukan jenis kuman dan resistensinya. Drainase dilakukan selama beberapa
hari dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% dan dengan antibiotik. Bila terdapat
perbaikan, antibiotik parenteral diteruskan sampai 2 minggu, kemudian
diteruskan secara oral paling sedikit 4 minggu (Rasjad C, 2008).

Gambar skematis drainase bedah.


Sebuah kateter dimasukkan kedalam
tabung pengisap ( suction ) yang lebih
besar. Antibiotik dimasukkan melalui
kateter dan diisap melalui suction.1

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa


dekstruksi sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis,
dan osteomielitis kronik.
Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah : (Rasjad C, 2008)
a. Adanya abses.
b. Rasa sakit yang hebat.
c. Adanya sekuester.
d. Bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma
epidermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila
involukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca
pembedahan (Rasjad C, 2008)
B. Osteomielitos subakut
Pengobatan osteomyelitis subakut tergantung dari diagnosis. Kebanyakan
1/3 kasus tidak dapat dibedakan dari keganasan primer dari tumor tulang. Biopsi
dan kuretase diperlukan untuk penegakan diagnosis pada kasus-kasus ini. Pada saat
diagnosis ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai dengan kelompok gram,
kultur, dan sensitivitas harus sudah dimulai secara intravena selama 2-7 hari, diikuti
dengan antibiotik oral selama 6 minggu (Elsevier, 2013)
Kegagalan gejala untuk timbulnya perbaikan setelah 6 minggu pengobatan
dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan harus dipikirkan
untuk mengevaluasi ulang dan mendiagnosis secara bakteriologis, diikuti
penatalaksanaan operasi dan antibiotik yang sesuai. Indikasi lain untuk operasi
adalah perubahan bentuk sinus yang selanjutnya dan drainase ke dalam sendi
sinovial. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis mengindikasikan
bahwa infeksi subakut telah berubah menjadi komponen akut, dan ini harus
dilakukan drainase secara bedah (Elsevier, 2013).
Indikasi tindakan bedah :
a. Kegagalan gejala untuk memperbaiki setelah lebih dari 6 bulan dilakukan
pengobatan dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama
pengobatan.
b. Lesi yang cepat berkembang (tidak dapat dibedakan dari keganasan
tulang).
c. Perubahan bentuk sinus atau drainase ke dalam sendi sinovial.
d. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis.
Literatur yang ada tidak dapat mendukung pengobatan pada orang dewasa,
dikarenakan penyakit ini paling banyak menyerang kelompok usia anak. Operasi
diindikasikan dalam pengobatan pada orang dewasa. 8

C. Osteomielitis kronik
Pengobatan Osteomielitis Kronik : (Rasjad C, 2008)
1. Pemberian antibiotik
Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata
Pemberian antibiotik ditujukan untuk:
 Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat
lainnya
 Mengontrol eksaserbasi
2. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah
pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat.

Operasi yang dilakukan bertujuan :


 Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun
jaringan tulang(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinu selama
beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di
dalam bagian tulang yang infeksi
 Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai
sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut

Kegagalan pemberian antibiotik dapat disebabkan oleh : (Rasjad C, 2008)


a. Pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan mikroorganisme
penyebab
b. Dosis tidak adekuat
c. Lama pemberian tidak cukup
d. Timbulnya resistensi
e. Kesalahan hasil biakan (laboratorium)
f. Antibiotik antagonis
g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
h. Kesalahan diagnostik
Initial Antibiotic Regimens for Patients with Osteomyelitis

Antibiotic(s) of first Alternative


Organism choice antibiotics

Staphylococcus Nafcillin (Unipen), 2 First-generation


aureus or coagulase- g IV every 6 hours, cephalosporin or
negative or clindamycin vancomycin
(methicillin- phosphate (Cleocin (Vancocin)
sensitive) Phosphate), 900 mg
staphylococci IV every 8 hours

S. aureus or Vancomycin, 1 g IV Teicoplanin


coagulase-negative every 12 hours (Targocid),*
(methicillin- trimethoprim-
resistant) sulfamethoxazole
staphylococci (Bactrim, Septra) or
minocycline
(Minocin) plus
rifampin (Rifadin)

Various streptococci Penicillin G, 4 Clindamycin,


(groups A and B b- million units IV erythromycin,
hemolytic organisms every 6 hours vancomycin or
or penicillin- ceftriaxone
sensitive (Rocephin)
Streptococcus
pneumoniae)
Intermediate Cefotaxime Erythromycin or
penicillin-resistant S. (Claforan), 1 g IV clindamycin
pneumoniae every 6 hours, or
ceftriaxone, 2 g IV
once daily

Penicillin-resistant S. Vancomycin, 1 g IV Levofloxacin


pneumoniae every 12 hours (Levaquin)

Enterococcus species Ampicillin, 1 g IV Ampicillin-sulbactam


every 6 hours, (Unasyn)
orvancomycin, 1 g
IV every 12 hours

Enteric gram- Fluoroquinolone Third-generation


negative rods (e.g., ciprofloxacin cephalosporin
[Cipro], 750 mg
orally every 12
hours)

Serratia species or Ceftazidime (Fortaz), Imipenem (Primaxin


Pseudomonas 2 g IV every 8 hours I.V.), piperacillin-
aeruginosa (with an tazobactam (Zosyn)
aminoglycoside or cefepime
given IV once daily (Maxipime; given
or in multiple doses with an
for at least the first 2 aminoglycoside)
weeks)

Anaerobes Clindamycin, 600 mg For gram-negative


IV or orally every 6 anaerobes:
hours amoxicillin-
clavulanate
(Augmentin) or
metronidazole
(Flagyl)

Mixed aerobic and Amoxicillin- Imipenem


anaerobic organisms clavulanate, 875 mg
and 125 mg,
respectively, orally
every 12 hours

IV = intravenous.
*--Currently available only in Europe.
Adapted with permission from Lew DP, Waldvogel FA. Osteomyelitis. N
Engl J Med 1997;336:999-1007, and Mader JT, Shirtliff ME, Bergquist
SC, Calhoun J. Antimicrobial treatment of chronic osteomyelitis. Clin
Orthop 1999;(360):46-65.

10. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomielitis hematogen akut adalah : (King
RW, 2013)
 Septikemia
Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai, kematian
akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.
 Infeksi yang bersifat metastatik
Infeksi dapat bermetastatik ke tulang / sendi lainnya, otak, dan paru-paru,
dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita dengan status
gizi yang jelek.
 Artritis Supuratif
Artritis Supuratif dapat terjadai pada bayi muda karena lempeng epifisis
bayi (yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik.
Komplikasi terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah
metafisis yang bersifat intra-kapsuler (misalnya pada sendi panggul) atau
melalui infeksi metastatik.
 Gangguan Pertumbuhan
Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan kerusakan
lempeng epifsisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga
tulang yang terkena akan menjadi lebih pendek. Pada anak yang lebih besar
akan terjadi hiperemi pada daerah metafisis yang merupakan stimulasi
bagi tulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih
cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.
 Osteomielitis Kronik
Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka osteomielitis
akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronik
 Fraktur Patologis
 Ankilosis

11. PROGNOSIS

Angka mortalitas pada osteomielitis akut yang diobati adalah kira-kira 1 %,


tetapi morbiditas tetap tinggi. Bila terapi efektif dimulai dalam waktu 48 jam setelah
timbulnya gejala, kesembuhan yang cepat dapat diharapkan pada kira-kira 2/3
kasus. Kronisitas dan kambuhnya infeksi mungkin terjadi bila terapinya terlambat
(Rasjad C, 2008).
Empat faktor penting yang menentukan keefektifan terapi antimikroba
dalam terapi osteomielitis hematogenous akut, sehingga akan mempengaruhi
prognosis adalah : (King RW, 2013)
1. Interval waktu diantara onset penyakit dan permulaan terapi.
Terapi yang dimulai dalam 3 hari pertama adalah yang paling ideal karena
pada tahap ini area lokal dari osteomielitis masih belum menjadi iskemi.
Dengan pengobatan dini, organisme penyebab akan lebih sensitif terhadap
obat yang dipilih dan dapat mengontrol infeksi sehingga osteolisis, nekrosis
tulang dan pembentukan tulang baru akan dihambat. Dengan keadaan seperti
ini maka perubahan gambaran radiologik tidak akan muncul kemudian
pengobatan dalam tiga sampai tujuh hari akan mengurangi infeksi baik
sistemik maupun lokal, namun terlalu lambat untuk mencegah kerusakan
tulang. Pengobatan yang dimulai setelah satu minggu infeksi hanya dapat
mengontrol septikemia dan menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki efek yang
kecil dalam mencegah kerusakan tulang lebih lanjut.
2. Keefektifan obat antimikroba dalam melawan kuman penyebab
Hal ini bergantung pada jenis kuman penyebab yang bersangkutan apakah
kuman tersebut resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang digunakan.
3. Dosis dari obat antimikroba
Faktor lokal dari vaskularisasi tulang yang terganggu memerlukan dosis
antibiotik yang lebih besar untuk osteomielitis daripada infeksi jaringan
lunak.
4. Durasi terapi antimikroba
Penghentian terapi yang terlalu awal terutama bila kurang dari empat minggu
akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan rekuren dari osteomielitis.
BAB III
KESIMPULAN
Osteomielitis merupakan infeksi tulang ataupun sum-sum tulang, biasanya
disebabkan oleh bakteri piogenik atau mikobakteri. Osteomielitis bisa mengenai
semua usia tetapi umumnya mengenai anak-anak dan orang tua. Osteomielitis
umumnya disebabkan oleh bakteri, diantaranya dari species staphylococcus dan
stertococcus. Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat menginfeksi langsung
melalui fraktur terbuka. tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus , radius
dan ulna bagian proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan
tulang yang paling beresiko untuk terkena osteomielitis karena merupakan tulang
yang banyak vaskularisasinya.
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu osteomielitis
akut, sub akut dan kronis. Gambaran klinis terlihat daerah diatas tulang bisa
mengalami luka dan membengkak, dan pergerakan akan menimbulkan nyeri.
Osteomielitis menahun sering menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak
diatas tulang yang berulang dan pengeluaran nanah yang menetap atau hilang
timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi jika nanah dari tulang yang terinfeksi
menembus permukaan kulit dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk dari tulang
menuju kulit.
Osteomielitis didiagnosis banding dengan osteosarkoma dan ewing sarkoma
sebab memiliki gambaran radiologik yang mirip. Gambaran
radiologik osteomielitis baru terlihat setelah 5-12 hari setelah infeksi, yang akan
memperlihatkan reaksi periosteal, sklerosis, sekuestrum dan involukrum.
Osteomielitis dapat diobati dengan terapi antibiotik selama 2 minggu atau
dengan debridement. Prognosis osteomielitis bergantung pada lama
perjalanan penyakitnya, untuk yang akut prognosisnya umumnya baik, tetapi yang
kronis umumnya buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Boeck. 2005. Osteomyelitis and septic arthritis in children. Acta Orthopædica


Belgica, Vol. 71 – 5

Carlos Pineda, M.D.,1 Rolando Espinosa, M.D.,1 and Angelica Pena,


M.D.1.2009.Radiographic Imaging in Osteomyelitis: The Role of Plain
Radiography, Computed Tomography, Ultrasonography, Magnetic
Resonance Imaging, and Scintigraphy Thieme Medical Publishers, Inc.,
Semin Plast Surg 23:80–89.

Desimpel, J et al 2017 The Many Faces of Osteomyelitis: A Pictorial Review.


Journal of the Belgian Society of Radiology, 101(1): 24, pp. 1–10,

Elsevier. Osteomyelitis in Adult. Updated: 2012. Available at:


https://www.clinicalkey.com/topics/orthopedic-surgery/osteomyelitis-in-
adults.html. Accessed: 3 Oktober 2018
Gutiezzers, Kathleen. 2011. Clinical Syndromes and Cardinal Features of
Infectious Diseases: Approach to Diagnosis and Initial Management. pp: 470-
478

King RW, Kulkarni R. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Updated: 25 July


2013. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/785020-
overview#showall. Accessed: 3 Oktober 2018
Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi, Edisi ke-3.
Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 132-41.
The imaging of osteomyelitis. Quantitative Imaging in Medicine and Surgery.
Vol6(2) pp:184-198

Yu Jin Lee1, Sufi Sadigh1, Kshitij Mankad1,2, Nikhil Kapse1, Gajan Rajeswaran.
2016

Anda mungkin juga menyukai