Oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Model pembangunan dewasa ini yang hangat dibicarakan di Indonesia dan mulai
masuk dalam tahap implementasi adalah pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Kawasan Ekonomi Khusus merupakan suatu kawasan dengan batas tertentu yang ditetapkan
untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fasilitas-
fasilitas tertentu ini terkait dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada investor
dalam melakukan kegiatan perdagangan dan investasi, dengan demikian akan mendorong
masuknya investasi dalam jumlah besar ke dalam kawasan tersebut.
dirinya untuk dijadikan lokasi KEK. Salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Bekasi
yang mengusulkan kepada Pemerintah untuk menjadikan Kawasan Industri Cikarang sebagai
KEK. Pengajuan Kawasan Industri Cikarang untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus
sebenarnya telah lama digulirkan. Pengajuan tersebut memang tidak terlepas dari
pembentukan KEK Batam, Bintan, dan Karimunjawa (BBK) oleh Pemerintah. Merasa lebih
kompeten dan potensial dibandingkan dengan BBK, maka sejak saat itu Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten Bekasi berupaya mengajukan Kawasan
Industri Cikarang agar dijadikan KEK pula. Hal ini dikarenakan 60% industri manufaktur di
Indonesia berada di Jawa Barat, terutama di Cikarang Bekasi. Akhirnya usulan tersebut
diterima oleh Pemerintah dan kemudian Kawasan Industri Cikarang diproyeksikan menjadi
KEK dan saat ini dalam tahap perencanaan.
Pembangunan KEK memang akan memiliki implikasi bagi sejumlah pihak, baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah, investor asing, investor domestik, para pekerja, UMKM
3
lokal, dan masyarakat setempat yang daerahnya menjadi lokasi KEK. Banyaknya pihak yang
akan menerima dampak dari pelaksanaan KEK tentunya memunculkan negosiasi-negosiasi
berbagai kepentingan yang berbeda. Riak-riak resistensi sudah mulai nampak sebagai wujud
ketakutan dan kehawatiran dari pihak-pihak yang mungkin akan “kalah” atau “dikalahkan”
dalam negosiasi tersebut. Untuk mencapai pembangunan KEK yang berhasil sebagaimana
yang diharapkan oleh pemerintah, maka perlu digagas inovasi sistemik dalam pembangunan
KEK dimana kepentingan sejumlah pihak yang berbeda harus dirangkul dan diakomodasi
sehingga KEK dapat berjalan sukses dan manfaatnya dapat dinikmati secara bersama-sama
oleh sejumlah pihak.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sistem inovasi.
2. Untuk mengetahui inisiator pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
3. Untuk mengetahui Resistensi dan potensi konflik Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
4. Untuk mengetahui Dampak dan Potensi Resiko konflik Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) ?
5. Untuk mngetahui peluang inovasi, peluang pembelajaran, dan aspek pembelajaran
pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ?
4
BAB II
PEMBAHASAN
Inovasi seringkali dikembangkan dalam sistem yang dibentuk oleh aktor-aktor dan
organisasi-organisasi, yang semuanya berkontribusi dalam cara-cara yang berbeda dan
interaktif. Hubungan antara aktor-aktor dan organisasi-organisasi dan institusi-institusi yang
mempengaruhi membentuk sistem inovasi. Lundvall menekankan bahwa pembelajaran
merupakan aktivitas sentral dalam sistem inovasi dimana pembelajaran merupakan sebuah
aktivitas sosial yang melibatkan interaksi antara orang-orang. Hal ini menunjukkan bahwa
sistem inovasi merupakan sebuah sistem sosial dan dinamis, yang dicirikan dengan umpan
balik positif dan reproduksi. Proses-proses pembelajaran dan inovasi dapat dipromosikan oleh
unsur-unsur sistem inovasi yang memperkuat satu sama lain, atau sebaliknya yang
menghalangi proses-proses semacam itu ketika unsur-unsur tersebut bergabung ke dalam
kumpulan yang kurang baik. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bahwa pengetahuan
individu-individu atau agen-agen kolektif dihasilkan dan dipertukarkan (Negro, 2007).
Definisi mengenai sistem inovasi sangat beragam. Terdapat berbagai sudut pandang
dalam memaknai sistem inovasi. Lundvall (1992) mendefinisikan sistem inovasi sebagai
unsur-unsur dan hubungan-hubungan yang berinteraksi dalam produksi, difusi, dan
penggunaan pengetahuan yang baru dan berguna secara ekonomis, dan seringkali berlokasi
atau berakar dalam batas-batas suatu negara. Freeman (1987) menyatakan sistem inovasi
sebagai jejaring kelembagaan dalam sektor publik dan swasta dimana kegiatan-kegiatan dan
interaksi-interaksinya memulai, mendatangkan, mengubah, dan mendifusikan teknologi-
teknologi baru. Sementara itu, definisi sistem inovasi menurut Hall dkk. (2003) adalah
kelompok organisasi dan individu yang terlibat dalam produksi, difusi dan adaptasi, dan
penggunaan pengetahuan signifikansi sosial ekonomi, dan konteks kelembagaan yang
mengatur cara dimana interaksi-interaksi dan proses-proses ini terjadi. Lebih lanjut Hall dkk.
(2003) menyatakan bahwa pendekatan sistem inovasi memandang inovasi dalam cara yang
lebih sistemik, interaktif, dan evolusioner, dimana produk-produk dan proses-proses baru
dibawa ke dalam penggunaan ekonomi dan sosial melalui kegiatan-kegiatan jejaring
organisasi yang dimediasi oleh berbagai kelembagaan dan kebijakan.
5
Meskipun terdapat berbagai definisi mengenai sistem inovasi, berbagai definisi
tersebut menunjukkan empat hal yang sama. Pertama, ada penekanan bahwa inovasi adalah
proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa perubahan teknologi tidak banyak
dipertimbangkan sebagai pengembangan material, tetapi lebih sebagai suatu rekombinasi dari
pengetahuan (yang seringkali sudah ada) atau penciptaan kombinasi-kombinasi baru. Proses
pembelajaran ini bergantung pada keterlibatan banyak aktor yang mempertukarkan
pengetahuan, aktor-aktor ini terdiri dari berbagai organisasi, meliputi perusahaan, pemerintah,
dan lembaga penelitian. Kedua, ada penekanan pada peranan lembaga. Lembaga dapat
dianggap sebagai ketentuan, regulasi, dan rutinitas yang membentuk ruang kemungkinan bagi
aktor-aktor. Dengan ini, lembaga merupakan penggerak maupun hambatan penting bagi
inovasi (Suurs, 2009).
Ketiga, sistem inovasi menekankan hubungan antara aktor dan lembaga atau adanya
gagasan tentang suatu sistem. Perspektif sistem menunjukkan adanya pendekatan holistik.
Holistik dalam sistem inovasi berarti bahwa kinerja suatu sistem inovasi tidak dapat dianggap
sebagai fungsi linear dari unsur-unsurnya. Sebaliknya, hal tersebut merupakan hasil dari
banyak hubungan di antara unsur-unsurnya. Keempat, sistem inovasi menekankan pentingnya
interaksi yang berkelanjutan di antara banyak proses dimana semua proses ini berjalan paralel
dan memperkuat satu sama lain melalui mekanisme umpan balik positif. Jika umpan balik
semacam ini diabaikan, apakah oleh pembuat kebijakan ataupun oleh pengusaha, maka hal ini
kemungkinan besar menyebabkan kegagalan dalam proses inovasi di seluruh sistem (Suurs,
2009).
Fungsi sistem yang paling mendasar sebagaimana yang disebutkan dalam banyak
kajian tentang sistem inovasi adalah kegiatan “pembelajaran” atau “pembelajaran interaktif”.
6
Kegiatan ini berada pada inti pendekatan sistem inovasi (Lundvall, 1992 dalam Negro, 2007).
Sementara itu, Edquist dan Johnson (1997) dalam Negro (2007) mengungkapkan tiga fungsi
kelembagaan dalam sistem inovasi, yaitu kelembagaan mengurangi ketidakpastian dengan
menyediakan informasi, mengelola konflik dan kerja sama, dan menyediakan insentif-insentif
untuk inovasi. McKelvey (1997) dalam Negro (2008) melihat tiga fungsi berbeda dari sistem
inovasi sebagaimana dia mendefinisikan sistem inovasi berdasarkan teori evolusioner, yaitu
(i) penyimpanan dan penyebaran informasi, (ii) menghasilkan kebaruan yang mengarah pada
keberagaman, dan (iii) pemilihan di antara alternatif-alternatif. Pentingnya jejaring sangat
ditekankan.
Johnsons (1998) dalam Negro (2008) mengidentifikasi delapan fungsi sistem, yaitu :
1. menyediakan insentif bagi perusahaan untuk terlibat dalam pekerjaan inovatif;
2. menyediakan sumber-sumber daya (modal dan kompetensi);
3. memandu arah pencarian (mempengaruhi arah aktor-aktor dalam menggunakan sumber
daya);
4. mengenal potensi pertumbuhan (mengidentifikasi kemungkinan teknologi dan
keberlangsungan ekonomi);
5. memfasilitasi pertukaran informasi dan pengetahuan;
6. menstimulasi/menciptakan pasar;
7. mengurangi ketidakpastian sosial (misalnya ketidakpastian tentang bagaimana yang lain
akan beraksi dan bereaksi);
8. menangkal resistensi terhadap perubahan yang mungkin timbul dalam masyarakat ketika
suatu inovasi diperkenalkan (memberikan legitimasi bagi inovasi).
Bruijn dkk. (2004) mengungkapkan bahwa hakikat sistem inovasi adalah komprehensif
dan radikal. Inovasi bersifat komprehensif karena seluruh sistem harus berubah, bukan hanya
sebuah komponen dari sistem. Hal ini secara otomatis membuat perubahan menjadi radikal
dimana sistem secara keseluruhan harus berubah, tidak hanya satu komponen atau beberapa
komponen, di samping itu institusi, nilai, dan norma yang mendasari juga harus berubah.
Terdapat beberapa karakteristik penting dari sebuah inovasi yang bersifat sistemik, yaitu :
7
beberapa pihak untuk mewujudkan inovasi sistem.
d. Inovasi sistem merupakan perubahan paradigma, untuk mencapai hal ini diperlukan
inisiator perubahan yang memimpin untuk mencapai tujuan perubahan yang disepakati
bersama.
Menurut Bruijn dkk. (2004) terdapat beberapa pola inovasi yang mungkin terjadi, yang
dapat digolongkan ke dalam tiga pola sebagai berikut.
Pola I Pola II Pola III
Inisiator inovasi Pemerintah dan Akademisi/periset Pemerintah dan
pelaku pasar dan pelaku pasar akademisi/periset
Tipe perubahan Radikal, komprehensif, Organik; Kombinasi antara
perencanaan unilateral perubahan emergent terencana dan
emergent
Pendekatan Top down, bermula dari Bottom up, seluruh Berjejaring,
situasi akhir yang elemen berubah kombinasi dari
dikehendaki sebagai aksi bottom kepentingan-
up kepentingan,
interdependensi
Bruijn dkk. (2004) mengungkapkan tiga faktor penting yang membatasi peluang untuk
mengelola sistem inovasi yaitu :
1. Kekurangan pengetahuan
Sifat mendasar dari perubahan adalah adanya sejumlah besar ketidakpastian.
Ketidakpastian tersebut meliputi :
- keterkaitan antara permasalahan yang ada dengan institusi, struktur, dan norma yang ada;
- institusi, struktur, dan norma yang membutuhkan perubahan;
- dampak perubahan terhadap situasi baru;
- biaya finansial dan sosial dari proses perubahan;
- permasalahan yang mungkin timbul pada situasi yang baru;
- biaya dan dampak dari munculnya permasalahan baru.
Seringkali tidak ada pengetahuan sama sekali mengenai hal-hal di atas. Pihak-pihak yang
berbeda dapat memiliki pandangan yang berbeda. Hal ini menyebabkan inovasi sistem
memiliki resiko.
2. Konsensus berlangsung secara linear
Sistem inovasi mempengaruhi kepentingan banyak pihak. Dalam masyarakat modern,
pihak tersebut cenderung untuk bekerja dalam jaringan: mereka saling bergantung, tidak
8
ada pihak manapun yang memiliki kekuasaan untuk memaksakan pandangannya pada
pihak yang lain. Pihak-pihak yang terlibat cenderung untuk mengambil pandangan yang
berbeda mengenai keinginan suatu sistem inovasi. Beberapa pihak akan mendukungnya,
beberapa pihak akan bersikap netral, beberapa pihak yang lain lagi akan berusaha untuk
menghalangi inovasi.
3. Pertentangan antara nilai publik dan nilai individu
Banyak perubahan sistem terjadi pada irisan antara sektor publik dan sektor individu.
Akibatnya sistem inovasi memiliki potensi tinggi untuk menimbulkan konflik.
9
2.3 Inisiator KEK
Program KEK merupakan perpaduan antara kebijakan top down dari pemerintah pusat
dan kebijakan bottom up dari pemerintah kabupaten/kota. Dalam era otonomi daerah saat ini,
maka pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam membangun
wilayahnya sehingga pembentukan KEK di wilayah tertentu haruslah mendapatkan
persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota setempat. Hal ini ditegaskan dalam Bab III Pasal
5 dalam UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus yang intinya bahwa
pembentukan KEK dapat diusulkan kepada Dewan Nasional oleh Badan Usaha, pemerintah
provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota. Pengusulan pembentukan KEK oleh Badan Usaha
atau pemerintah provinsi harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota.
Dengan demikian, dalam pembentukan KEK persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota
menjadi persyaratan mutlak sehingga pengusulan pembentukan KEK memang harus
10
dilakukan secara bottom up. Apabila suatu kabupaten/kota telah disetujui oleh Dewan
Nasional sebagai lokasi KEK, maka segala aturan main yang telah digariskan oleh Dewan
Nasional menjadi pedoman dalam pelaksanaan KEK sehingga kebijakan pengembangan KEK
bersifat top down.
Pemilik modal yang saat ini telah berinvestasi dalam Kawasan Industri Cikarang
maupun calon pemilik modal yang akan berinvestasi setelah KEK berjalan, memiliki
kepentingan dalam KEK berupa kemudahan-kemudahan dalam berinvestasi dengan segala
fasilitas dan insentif yang diberikan. Insentif fiskal yang diberikan oleh pemerintah dapat
menghindari terjadinya ekonomi biaya tinggi yang kerapkali dikeluhkan oleh pemilik modal.
Ekonomi biaya tinggi menjadi salah satu faktor yang menjadi hambatan untuk dapat bersaing
di perdagangan global. Insentif non fiskal berupa kemudahan perijinan, keamanan, dan ijin
mempekerjakan tenaga asing sebagai direksi atau komisaris menjadi faktor tambahan yang
memberikan dorongan bagi pemilik modal untuk berinvestasi dalam KEK. Perijinan yang
memakan waktu lama dan berbelit-belit serta ketidakstabilan keamanan seringkali menjadi
faktor yang menjadi pertimbangan bagi pemilik modal untuk memutuskan berinvestasi.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan perijinan investasi yang panjang dan rumit sehingga
menjadi disinsentif bagi pemilik modal, sehingga dengan kehadiran KEK mekanisme
perijinan dibenahi dan tidak lagi menjadi kendala bagi pemilik modal. Biaya ekonomi tinggi
dan perijinan yang berbelit-belit sebagai faktor disinsentif bagi pemilik modal, ditegaskan
12
oleh Menteri Perdagangan Mari’e Elka Pangestu dalam ungkapannya sebagai berikut :
“Mengapa dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus? Di dalam Kawasan Ekonomi
Khusus itu, ciri-ciri khasnya adalah keberadaan otoritas khusus atau otoritas kawasan
yang bisa menciptakan iklim investasi yang baik, yang selama ini banyak dikeluhkan oleh
investor seperti biaya transaksi ekonomi yang tinggi dan peraturan-peraturan yang
berlebihan”.
UMKM lokal memiliki kepentingan terhadap KEK agar keberadaaan KEK dapat
memberikan dampak pada peningkatan usaha industri kecil menengah, usaha perdagangan,
maupun usaha jasa setempat. UMKM lokal berharap agar industri-industri dalam KEK dapat
bersinergi dengan UMKM lokal dimana UMKM lokal diberikan peluang untuk menyediakan
bahan baku, jasa-jasa, maupun aspek-aspek lain yang dibutuhkan industri KEK.
Upaya menggali pendapatan asli daerah (PAD) yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Bekasi melalui pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap industri
KEK berpotensi bertentangan dengan kehendak pemilik modal. UU Nomor 39 Tahun 2009
memang mengatur bahwa pemerintah dapat memberikan insentif bagi setiap wajib pajak yang
13
melakukan usaha di KEK berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi
Kepentingan masyarakat lokal untuk dapat diserap dalam lapangan kerja di KEK juga
dapat berseberangan dengan kepentingan pemilik modal. Atas nama daya saing, pemilik
modal berkeinginan mempekerjakan tenaga kerja yang handal dan terampil karena harus
menjalankan alat-alat industri yang berteknologi tinggi dan produk yang dihasilkan juga
berorientasi ekspor. Sementara itu, rupanya tidak mudah untuk menyediakan tenaga kerja
lokal yang benar-benar terlatih dan berpengalaman. Hal tersebut merupakan kelemahan
mendasar dari masyarakat Kabupaten Bekasi. Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki oleh masyarakat lokal Kabupaten Bekasi diungkapkan oleh pegawai Dinas Tenaga
Kerja setempat :
“Mereka kebanyakan kerja di sektor-sektor yang tidak perlu skill karena terus terang saja
SDM mereka rendah. Yang kerja di kawasan paling cuma 10% saja”.
Pernyataan pegawai Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi senada dengan apa yang
diungkapkan oleh perwakilan Kawasan Industri Cikarang :
“Ini rekan-rekan cerita, suatu ketika perusahaan Jepang saya lupa nama perusahaannya,
dia bikin rekrutmen itu sebenarnya dialokasikan pada beberapa jumlah untuk warga
Karangasri (Bekasi) tanpa melihat skill, karena kalau ditanyai skill pasti gak punya, pasti
gak pas buat mereka”.
14
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Bekasi menyuarakan
aspirasi pekerja kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi mengenai penolakan pembangunan
KEK di Kabupaten Bekasi. Dengan adanya rencana pembangunan KEK di Kabupaten Bekasi,
terjadi hubungan yang disharmonis antara serikat pekerja dengan Pemerintah Kabupaten
Bekasi dimana serikat pekerja menganggap Pemerintah Kabupaten Bekasi tidak pro buruh.
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua FSPMI Bekasi, Obon Tabrani :
“Kami rasakan selama ini Pemkab Bekasi yang seharusnya menjadi fasilitator dan
membela hak-hak kami yang kadang diperlakukan tidak adil oleh pengusaha tidak
dilaksanakan dengan baik. Pemkab justru cenderung tidak pernah mendengar apa yang
menjadi keluhan kami”.
Tenaga kerja tetap, upah, dan hak berserikat bagi pekerja merupakan persoalan sensitif
yang selalu diperjuangkan oleh para pekerja. Potensi masih diterapkannya outsourcing,
pemberian upah yang kurang layak di KEK, dan pemangkasan hak berserikat bagi pekerja
menjadi tiga hal yang memicu resistensi dari serikat pekerja. Hal ini terungkap dari
pernyataan Obon Tabrani :
“Saya berpendapat kebijakan ini akan memangkas hak-hak pekerja. Dalam UU KEK, ada
sejumlah poin yang melegalkan outsourcing, padahal bertentangan dengan UU Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. KEK hanya akal-akalan para pengusaha untuk bisa
membayar murah tenaga kerja dan pajak”.
Pemangkasan hak berserikat bagi pekerja terlihat dari UU No. 39 Tahun 2009 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus dimana Pasal 46 yang menyatakan bahwa untuk perusahaan yang
memiliki lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, dapat dibentuk satu forum serikat
pekerja/serikat buruh pada setiap perusahaan. Dengan hanya dibentuk satu forum serikat
pekerja, maka serikat pekerja memaknai hal tersebut sebagai upaya kooptasi pengusaha
terhadap kepentingan serikat pekerja.
15
“Sejauh ini Pemkab Bekasi tidak menunjukkan ikhtikad itu”.
Ketua FSPMI pusat, Jefri Helian menyatakan bahwa kebijakan pembentukan KEK di
Kawasan Industri Kabupaten Bekasi yang menjadi kawasan industri terbesar di Indonesia
seharusnya dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan buruh.
“Oleh karena itu, kami berharap Bupati Bekasi berani menekan pengusaha nakal dan
tidak perlu takut kehilangan investor asing”.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa serikat pekerja menuntut ketegasan Pemerintah
Kabupaten Bekasi untuk menegakkan hubungan industrial yang adil antara pekerja dan
pengusaha.
UMKM lokal merupakan aktor lain yang akan menerima dampak langsung dari
pembangunan KEK. Kehadiran KEK dengan berbagai insentif yang diberikan berpotensi
mematikan UMKM lokal yang ada di sekitarnya jika tidak ada integrasi antara KEK dan
UMKM lokal dalam hubungan hulu-hilir. Kondisi tersebut akan menimbulkan resistensi
UMKM lokal terhadap KEK.
16
Manajer produksi dari salah satu perusahaan mainan berskala internasional yang berada
di Kawasan Industri Cikarang mengungkapkan betapa sulitnya mendapatkan UMKM yang
dapat membantu mereka dalam pengadaan suatu bahan baku. Dengan demikian, perusahaan
tersebut harus mengimpor bahan baku dari luar negeri. Berikut ini ungkapan manajer
produksi tersebut menunjukkan kondisi UMKM lokal yang ada :
“Sebetulnya mainan-mainan yang ada di sini, spare partnya kita dapetin dari luar,
Cina sih kebanyakan. Habis selain produknya dah bagus, murah lagi. Belum dapet
masyarakat sini yang bisa ngasih plastik kayak gitu. Kalau packaging-nya sih di pabrik
sebelah. Gimana ya...daripada dilempar keluar, mending kesempatan ini diambil ama
kongsinya, jadi uangnya juga gak kemana-mana. Lagian memang gak ada yang bisa
diajak kerja sama. Kalau mau jujur sih, kalaupun ada, suka kurang cocok. Ada yang
bisa, mahal. Ada yang sesuai dengan spec yang kita targetin, eh kurang bagus”.
Antara perusahaan di Kawasan Industri Cikarang dan UMKM ternyata terdapat gap
kepentingan. Perusahaan menghendaki UMKM lokal dapat berkontribusi dalam kegiatan
perusahaan berupa penyediaan bahan baku yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan, tetapi
hal tersebut seringkali tidak dapat dipenuhi oleh UMKM lokal. Kalaupun UMKM dapat
memberikan barang dengan spesifikasi yang dikehendaki perusahaan, biasanya dengan harga
yang lebih mahal dibandingkan dengan barang serupa yang dapat diimpor dengan harga lebih
murah dari luar negeri. Jika gap kepentingan tersebut masih saja terjadi ketika KEK sudah
berjalan, maka UMKM lokal tidak dapat memperoleh manfaat dari adanya KEK di
wilayahnya dan harapan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk memajukan UMKM lokal akan
menjadi pupus. Hal tersebut berpotensi menimbulkan resistensi dari UMKM lokal jika
kemudian keberadaan KEK justru akan mematikan usaha mereka.
17
pengangguran di Kabupaten Bekasi karena angkatan kerja yang ada tidak dapat diserap oleh
kesempatan kerja.
Resistensi dan potensi konflik yang muncul rentan menimbulkan konflik yang
sesungguhnya jika resistensi dan potensi konflik ini tidak mampu dikelola secara baik. Jika
resistensi dari beberapa aktor terus berlanjut dan potensi konflik terus berkembang, maka hal
tersebut berdampak pada pembatalan terhadap realisasi pembangunan KEK. Pembangunan
KEK tidak dapat bersandar pada peran satu atau beberapa aktor, tetapi harus melibatkan kerja
sama seluruh aktor. KEK tidak dapat berjalan tanpa dukungan pekerja karena pekerja
memegang peranan penting dalam menggerakkan aktivitas industri. KEK juga tidak dapat
bergerak tanpa dukungan masyarakat lokal.
Apabila resistensi dari beberapa aktor diabaikan dan pembangunan KEK terus
dipaksakan untuk dilanjutkan, maka hal ini dapat memicu timbulnya resiko yang tidak
diharapkan, seperti demonstrasi pekerja, pemogokan pekerja, aksi anarkis masyarakat lokal,
dan sebagainya yang kesemuanya menyebabkan terciptanya kondisi ketidakstabilan sosial.
Ketidakstabilan merupakan hal yang sangat dihindari oleh investor sehingga sangat mungkin
terjadi investor akan mengurungkan niatnya menanamkan modalnya dalam KEK atau
menarik modalnya dari KEK, sementara itu berbagai infrastruktur telah dibangun oleh
pemerintah. Pemerintah maupun Pemerintah Kabupaten Bekasi akan mengalami kerugian
finansial jika hal ini terjadi karena pembangunan KEK memakan biaya investasi yang sangat
besar. Di samping itu, Pemerintah maupun Pemerintah Kabupaten Bekasi akan semakin sulit
meredam gejolak sosial jika resistensi dan potensi konflik tidak diantisipasi sejak dini.
Pembangunan KEK merupakan hal yang baru bagi sebagian aktor atau mungkin bagi
seluruh aktor. Dengan demikian, pembangunan KEK membawa pengetahuan-pengetahuan
baru yang perlu dikomunikasikan kepada aktor-aktor yang terlibat dan membuka peluang
terjadinya pertukaran pengetahuan antar aktor. Resistensi dan potensi konflik yang muncul
dapat menjadi wahana pembelajaran untuk memunculkan peluang-peluang inovasi dalam
pembangunan KEK. Inovasi pada dasarnya terkait dengan pemecahan persoalan (problem
solving). Diperlukan upaya-upaya inovasi yang mampu mengelola resistensi dan potensi
konflik yang muncul, sehingga pembangunan KEK dapat memberikan manfaat bagi seluruh
aktor.
18
Perbedaan nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing aktor memberikan peluang
untuk masing-masing aktor untuk mengenal dan memahami nilai-nilai antar aktor. Setiap
aktor harus mengetahui dan memahami nilai-nilai aktor yang lain. Hal ini akan menjadi
proses pembelajaran antar aktor. Aktor yang satu hendaknya tidak memaksakan nilainya
kepada aktor yang lain karena hal ini akan menyebabkan berhentinya proses pembelajaran
dan akan memperuncing resistensi dan potensi konflik.
KEK sesungguhnya memberikan peluang pembelajaran yang begitu besar bagi aktor-
aktor yang terlibat. UMKM lokal yang selama ini berkutat dalam skala lokal atau mungkin
paling luas nasional, dengan adanya KEK memperoleh peluang untuk dapat terlibat dalam
aktivitas perindustrian yang berskala internasional. Jika UMKM lokal ingin berkontribusi
secara nyata dalam KEK dan tidak hanya ingin menjadi penonton, maka dituntut untuk
mengenal dan mempelajari standar-standar internasional, untuk kemudian diimplementasikan
dalam aktivitas usahanya. Permasalahan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas menjadi tiga hal
penting. KEK sebagai suatu kawasan ekonomi yang berstandar internasional menuntut
UMKM lokal untuk memperhatikan permasalahan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas untuk
dapat terlibat dalam KEK. Selama ini UMKM lokal diidentikkan sebagai usaha yang
menghasilkan produk berkualitas rendah, dengan kuantitas kecil dan tidak adanya kestabilan
kontinuitas produksi. Dengan adanya KEK, UMKM lokal memiliki peluang untuk
menyediakan bahan baku atau bahan mentah yang dibutuhkan oleh industri-industri dalam
KEK, tetapi dengan kualitas yang tinggi, kuantitas yang besar, dan adanya kontinuitas karena
industri dalam KEK berskala besar dan produksinya berorientasi ekspor. UMKM lokal yang
bersifat penyediaan jasa juga harus terpacu untuk memberikan jasa yang memenuhi
kualifikasi industri KEK.
Masyarakat lokal yang selama ini belum memperoleh manfaat dari keberadaan
Kawasan Industri Cikarang, maka dengan dibentuknya KEK terbuka kesempatan bagi
masyarakat lokal untuk dapat terlibat sebagai tenaga kerja. Mengingat tuntutan akan SDM
19
yang terlatih dan terampil, maka momentum pembentukan KEK dapat memberikan ruang
pembelajaran bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan kapasitasnya sehingga memenuhi
kualifikasi tenaga kerja yang dikehendaki oleh perusahaan-perusahaan KEK. Instituti-institusi
pendidikan di Kabupaten Bekasi dapat berbenah diri untuk menghasilkan lulusan yang dapat
memenuhi kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan dalam KEK. Balai latihan kerja yang
dimiliki Pemerintah Kabupaten Bekasi juga memiliki peranan sentral dalam menyiapkan
tenaga kerja lokal yang handal dengan memberikan beberapa pelatihan kerja yang sesuai
dengan kebutuhan industri KEK. Untuk itu, perlunya dijalin informasi antara balai latihan
kerja dan perusahaan-perusahaan KEK mengenai kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan,
sehingga hal ini bisa menjadi landasan bagi balai latihan kerja dalam memberikan jenis
pelatihan yang sesuai. Tidak menutup kemungkinan, perusahaan-perusahaan KEK membuka
balai pelatihan kerja sendiri dimana para peserta pelatihan kerja nantinya dapat direkrut
menjadi tenaga kerja di perusahaan tersebut.
KEK juga membuka ruang pembelajaran bagi Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk
mampu membenahi birokrasi sehingga menjadi tertib dan nyaman bagi investor. Birokrasi
yang rumit dan berbelit-belit dapat ditata menjadi birokrasi yang sederhana tetapi tertib.
Melalui KEK, mekanisme perijinan yang panjang dan melalui banyak pintu dapat dipangkas
menjadi mekanisme perijinan satu pintu (one stop service) yang memudahkan bagi investor.
Dalam membangun sistem birokrasi dan perijinan semacam itu, maka diperlukan
pembangunan technoware (teknologi), humanware (manusia), maupun orgaware (organisasi).
Dengan demikian, pembangunan sistem birokrasi dan perijinan yang handal menuntut
pengembangan dan penguasaan teknologi, peningkatan kualitas SDM pegawai negeri sipil
yang bertugas menangani perijinan, dan pembentukan kelembagaan perijinan yang efektif.
Tuntutan dari Serikat Pekerja untuk lebih diperhatikan nasibnya dalam KEK,
memberikan ruang pembelajaran bagi Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk
mengevaluasi sistem ketenagakerjaan yang berlaku maupun pelaksanaan sistem
ketenagakerjaan tersebut di lapangan. Adanya Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus yang
terdiri dari unsur Pemerintah, unsur Pemerintah Daerah, unsur serikat pekerja, dan unsur
asosiasi pengusaha dapat dimanfaatkan secara baik sebagai wahana komunikasi berkaitan
dengan permasalahan ketenagakerjaan dalam KEK. Di samping itu, pada KEK dibentuk
Dewan Pengupahan yang bertugas memberikan masukan dan saran untuk penetapan
pengupahan.
20
2.8 Insentif
bagi aktor-aktor yang terlibat dalam KEK. Namun, bisa saja ruang pembelajaran tersebut
tidak dimanfaatkan oleh aktor-aktor KEK sehingga akan menutup peluang inovasi yang dapat
dikembangkan. Untuk itu, perlu dirancang beberapa insentif yang dapat mendorong beberapa
aktor untuk mau menselaraskan kepentingannya dengan aktor-aktor yang lain sehingga tujuan
yang lebih besar dapat dicapai, yaitu keberhasilan pengembangan KEK yang dapat
memberikan manfaat bagi seluruh aktor.
Dengan bersinerginya UMKM dan perusahaan KEK, maka UMKM dapat berkembang
sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih luas. Lapangan kerja yang terbuka ini
dapat diisi oleh tenaga kerja lokal yang kualitasnya tidak memenuhi kualifikasi dalam KEK.
Dengan demikian, pelibatan UMKM dalam KEK dapat mendorong pertumbuhan
perekonomian lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Sinergitas antara
UMKM dan perusahaan KEK tidak membuat KEK menjadi suatu kawasan yang terisolasi
dari lingkungan setempat. Pemerintah Kabupaten Bekasi dapat bertindak sebagai fasilitator
yang menghubungkan UMKM dengan perusahaan KEK agar dapat tercipta sinergitas
tersebut.
Berkaitan dengan hal ketenagakerjaan, maka perusahaan KEK yang menjalankan aturan
ketenagakerjaan sebagaimana yang telah ditetapkan bersama, baik dalam Lembaga Kerja
Sama Tripartit Khusus maupun Dewan Pengupahan, dapat diberikan insentif tambahan
sehingga perusahaan KEK tersebut terdorong untuk terus menciptakan hubungan yang
harmonis dengan para pekerjanya. Kebijakan yang berbeda dapat diterapkan bagi perusahaan
KEK yang melalaikan aturan ketenagakerjaan, sehingga perlu diberikan disinsentif berupa
pengurangan atau pencabutan sebagian insentif yang diberikan.
22
Permasalahan yang dihadapi dari sisi pemerintah adalah turunnya penerimaan negara
dari sektor pajak sebagai stimulus maupun insentif fiskal. Pemerintah sering mengalami
dilema mengenai potential loss penerimaan negara dari sektor pajak apabila memberikan
pembebasan pabean maupun keringanan perpajakan. Atau, malah ada sedikit rasa enggan
memberikan fasilitas ini sepenuhnya, padahal manfaat yang hilang biasanya bersifat jangka
pendek. Sedangkan dalam jangka panjang, manfaatnya jauh lebih besar karena penyerapan
tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi kawasan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta
peningkatan potensi penerimaan pajak. Hal ini perlu disadari oleh pemerintah sehingga tidak
setengah-setengah dalam menerapkan KEK karena penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan
ekonomi kawasan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta peningkatan potensi
penerimaan pajak di masa mendatang merupakan insentif “tertunda” yang nantinya dapat
diperoleh dalam jangka panjang.
Keberhasilan pembangunan KEK akan sangat bergantung pada seluruh aktor yang
terlibat. KEK belum menjadi sebuah inovasi dalam memajukan perekonomian apabila celah-
celah kekurangan KEK tidak mampu ditutupi oleh peran dari aktor-aktor di dalamnya. Kerja
sama antar aktor sangat penting dalam membenahi kekurangan maupun hambatan dalam
KEK sehingga KEK dapat berjalan sukses dan dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh aktor.
Berikut ini peran-peran spesifik yang dapat dilakukan oleh aktor-aktor dalam KEK.
23
No. Aktor Peran
3. Administrator KEK - Memberikan pelayanan perijinan kepada investor
4. Institusi pendidikan dan - Menghasilkan lulusan yang memenuhi
lembaga riset kompetensi yang dipersyaratkan dalam KEK
- Menciptakan teknologi dan melakukan alih
teknologi kepada UMKM lokal untuk
meningkatkan kualitas produk UMKM
5. UMKM lokal - Menerapkan praktik usaha berstandar
internasional
- Menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi
perusahaan KEK
6. Tenaga kerja lokal - Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh
balai latihan kerja yang dimiliki oleh Pemerintah
Kabupaten Bekasi maupun perusahaan KEK
- Berpartisipasi dalam aktivitas KEK
7. Masyarakat lokal - Mengikuti pendidikan di institusi pendidikan
untuk memperoleh kompetensi yang
dipersyaratkan dalam KEK
8. Investor - Menanamkan modal
9. Perusahaan - Mempekerjakan tenaga kerja lokal
- Memanfatkan produk UMKM lokal sebagai
bahan baku dalam industri KEK
- Memberikan pelatihan dan transfer teknologi
kepada UMKM lokal
- Membangun balai latihan kerja dan memberikan
pelatihan bagi calon tenaga kerja
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan program
baru yang digulirkan oleh pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang
kondusif bagi investor sehingga mampu menarik investasi sebesar-besarnya ke
Indonesia. Arus investasi yang besar tersebut digunakan untuk membangun
industri di kawasan “bebas hambatan berinvestasi” sehingga industri yang
terbangun dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Perekonomian
lokal diharapkan dapat ikut tumbuh seiring dengan geliat aktivitas industri di
KEK.
24
KEK dapat memberikan manfaat bagi seluruh aktor. Agar pembangunan KEK
dapat berhasil dan bermanfaat bagi semua aktor, maka diperlukan kerja sama
dari semua aktor yang terlibat dalam KEK. Sedapat mungkin kepentingan-
kepentingan seluruh aktor dapat terakomodasi dalam KEK sehingga seluruh
aktor dapat mendukung dan berkontribusi dalam KEK. Sistem inovasi
menekankan hubungan antar aktor atau adanya gagasan tentang suatu sistem.
Perspektif sistem di sini menunjukkan adanya pendekatan holistik. Holistik
dalam sistem inovasi berarti bahwa kinerja suatu sistem inovasi merupakan
hasil dari banyak hubungan di antara unsur-unsurnya. Dengan demikian,
keberhasilan KEK akan sangat bergantung pada hubungan yang harmonis di
antara aktor- aktor yang terlibat. Agar aktor-aktor mau terlibat dan mendukung
KEK, maka diperlukan sejumlah insentif yang relevan bagi aktor-aktor
tersebut.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bruijn, Hans de, Haiko van der Voort, Willemijn Dicke, Martin de Jong, dan Wijnand
Veeneman. 2004. Creating System Innovation. A.A. Balkema Publisher. Leiden.
Suurs, Roald A.A. 2009. Motors of Sustainable Innovation : Towards a Theory on the
Dynamics of Technological Innovation Systems. Utrecht University. Utrecht.
http://igitur-archive.library.uu.nl/dissertations/2009-0318-201903/suurs.pdf.