Anda di halaman 1dari 13

Efek Perasan Daun dan Tangkai Semanggi Air (Marsilea crenata) Terhadap Kualitas

Urin Pada Hewan Model Urolithiasis Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Effect of Marsilea crenata Leaves and Stalks Juice on Urine Quality of Rats (Rattus
norvegicus) Urolithiasis Animal Model

Lelyta Damayanti, Pratiwi Trisunuwati, Sri Murwani


Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya
lelyta@rocketmail.com

ABSTRAK

Urolithiasis sering ditemukan pada hewan, terutama anjing dan kucing karena pola
makan yang terus menerus dengan dry food, keterbatasan pemeliharaan hewan dalam
ruangan, pengandangan, sedikit gerak, dan kurangnya asupan air. Semanggi air (Marsilea
crenata) memiliki kandungan kalium, flavonoid, alkaloid, dan polifenol, dimana kandungan
tersebut dapat berperan sebagai diuretik, antioksidan, dan antiinflamasi, sehingga dapat
digunakan untuk pencegahan urolithiasis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efek
perasan daun dan tangkai semanggi air dalam mencegah terjadinya urolithiasis pada hewan
model tikus putih ditinjau dari kualitas urin. Penelitian ini menggunakan RAL dengan metode
eksperimental murni dan post test only control design. Data yang diperoleh meliputi pH,
berat jenis, dan volume urin yang dianalisis dengan metode statistik oneway ANOVA,
sedangkan bilirubin dan sedimen kalsium oksalat urin dianalisis secara deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perasan daun dan tangkai semanggi air dapat meningkatkan
kualitas urin dengan cara meningkatkan volume urin 24 jam dan menurunkan jumlah sedimen
kalsium oksalat urin, tetapi tidak berpengaruh (p<0,05) terhadap pH, berat jenis, dan kadar
bilirubin urin. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perasan daun dan tangkai
semanggi air pada konsentrasi 40% dapat mencegah terjadinya urolithiasis pada hewan model
tikus putih, dibuktikan dengan peningkatan volume urin dan penurunan jumlah sedimen
kalsium oksalat.

Kata kunci : urolithiasis, semanggi air (Marsilea crenata), dan kualitas urin

ABSTRACT

Urolithiasis frequently found on canine and feline as an impact of dry food given
regularly, mismanagement of pet such as keeping animals in room or cage so that the
movement of the animal becomes restricted, and lack of water intake. Marsilea crenata
contains potassium, flavonoid, alkaloid and polyphenol which all of those compound acted as
diuretic, antioxidant, and anti-inflammatory so it can use to prevent urolithiasis. The purpose
of this research was to determine the effect of Marsilea crenata leaves and stalks juice on
urine quality as urolithiasis preventive of rats (Rattus norvegicus) animal model. This
research design was CRD true experimental and post test only control design. The data of pH,
specific gravity, and volume urine were analyzed by oneway ANOVA, bilirubin and calcium
oxalate sediment in urine were analyzed descriptively. Result of this research showed that
Marsilea crenata leaves and stalks juice could increase urine quality by increasing 24 hour
urine volume (as a diuretic) and decrease the amount of urine calcium oxalate sediment, but
had no significantly effect (p<0,05) on amount pH, specific gravity, and bilirubin urine
levels. This study revealed that 40% concentration of Marsilea crenata could be prevent the

1
occurrence of urolithiasis in rats animal model which proved by increasing 24 hour urine
volume and decrease the amount of urine calcium oxalate sediment.

Key words : urolithiasis, Marsilea crenata, and urine quality

PENDAHULUAN
Kasus urolithiasis merupakan kejadian dengan menggunakan obat (farmasetika) atau
yang sangat umum pada hewan kesayangan, dengan menggunakan kateter. Namun setelah
terutama anjing dan kucing. Sejak dibukanya dilakukan tindakan penanganan,
Canadian Veterinary Urolith Centre kekambuhan dari urolithiasis ini sering
(CVUC) Februari 1998 hingga Juni 2008, dilaporkan. Menurut Sparkes and Philippe
dilaporkan 40100 kasus urolithiasis pada (2008), angka kekambuhan urolithiasis pada
anjing (sebanyak 23700 dari anjing dengan anjing dan kucing yaitu 20-50% apabila
berat < 10 kg) dan 10200 kasus urolithiasis tidak dilakukan upaya pencegahan
pada kucing telah berhasil di analisis (Hesse (prevensi).
and Neiger, 2008). Upaya pencegahan dan pengobatan
Urolithiasis merupakan akibat dari kristal urolithiasis menggunakan bahan herbal
yang terbentuk karena mineral dalam urin sudah mulai dikembangkan, misalnya
mengendap. Urolitiasis adalah salah satu menggunakan tanaman kumis kucing
penyebab feline lower urinary tract disease (Orthosiphon aristatus), buah anggur biru
selain idiopathic cystitis. The Ohio State (Vitis vinifera L.), dan daun tempuyung
University Veterinary Hospital mengevaluasi (Sonchus arvensis). Semanggi air (Marsilea
109 ekor kucing dengan gejala klinis crenata) merupakan salah satu jenis
stranguria dan 15 ekor diantaranya tumbuhan air liar yang diduga memiliki
mengalami urolithiasis (Buffington, 2001). kandungan kimia aktif untuk menghancurkan
Selain itu, berdasarkan Waltham Centre for kristal. Tumbuhan yang termasuk ke dalam
Pet Nutrition tahun 1999, kejadian kasus paku-pakuan ini banyak ditemukan pada
baru feline lower urinary tract disease pematang sawah, kolam, danau, rawa, dan
dilaporkan mencapai 0,5-1% per tahun pada sungai (Afriastini, 2003). Tanaman semanggi
populasi kucing di Eropa dan Amerika air ini mudah sekali untuk dibudidayakan.
Selatan. Perasan daun dan tangkai semanggi air
Pembentukan kristal pada saluran urinaria diindikasikan mengandung senyawa-
anjing dan kucing bukan hal yang baru. Pada senyawa kimia aktif yang dapat mencegah
tahun 1891, Ashmont mengatakan adanya terjadinya urolithiasis, misalnya seperti ion
bahan kristal dalam vesika urinaria anjing. K+ yang berfungsi sebagai diuretik, senyawa
Kristal yang paling sering ditemukan adalah flavonoid yang berfungsi sebagai diuretik,
kalsium oksalat dengan presentase kejadian antioksidan, dan antiinflamasi, serta senyawa
46,3% dan magnesium amonium fosfat alkaloid dan polifenol yang berfungsi
sebanyak 42,4%. Kasus urolithiasis pada sebagai antioksidan.
hewan vertebrata merupakan hal yang sangat Pada penelitian ini menggunakan tikus
penting dan menjadi perhatian para dokter putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan
hewan praktisi saat ini. Penyakit ini juga model urolithiasis. Hewan model urolithiasis
dapat dikatakan sebagai beban ekonomi bagi diinduksi dengan kombinasi etilen glikol
masyarakat yang memiliki hewan ternak, 0,75% dan amonium klorida 2% karena
atau pada hewan kesayangan seperti anjing berdasarkan hasil penelitian selama sepuluh
dan kucing, dimana lama dan kualitas hidup hari akan membentuk kristal kalsium oksalat
mereka menjadi prioritas bagi pemilik. (Jagannath, 2012).
Penanganan urolithiasis dapat dilakukan

2
MATERI DAN METODE
Persiapan Hewan Model Pemberian Perlakuan
Sebanyak 24 ekor hewan model dibagi Kelompok P1 (kontrol negatif), tikus diberi
dalam enam kelompok perlakuan secara pakan standar dan minum. Kelompok P2 (kontrol
acak. Hewan model diberi pakan standar positif), tikus diberi pakan standar, minum, dan
sebanyak 20 g (10% dari berat badan) dan induksi kombinasi etilen glikol 0,75% dan
minum secara ad libitum setiap hari selama amonium klorida 2%. Kelompok P3, tikus
tujuh hari (Lina, dkk., 2003). Pemberian diberi pakan standar, minum, 5% perasan
pakan dilakukan setiap pagi dan sore. daun dan tangkai semanggi air, dan induksi
Hewan model dikandangkan dalam kombinasi etilen glikol 0,75% dan amonium
kandang kelompok. Setiap kandang berisi klorida 2%. Kelompok P4, tikus diberi pakan
empat ekor tikus. Kandang tikus berlokasi standar, minum, 10% perasan daun dan
pada tempat yang bebas dari suara ribut dan tangkai semanggi air, dan induksi kombinasi
terjaga dari asap industri serta polutan etilen glikol 0,75% dan amonium klorida
lainnya. Lantai kandang mudah dibersihkan 2%. Kelompok P5, tikus diberi pakan
dan disanitasi. Suhu yang digunakan adalah standar, minum, 20% perasan daun dan
suhu ruang. tangkai semanggi air, dan induksi kombinasi
etilen glikol 0,75% dan amonium klorida
Pemilihan Daun dan Tangkai Semanggi Air 2%. Kelompok P6, tikus diberi pakan
Daun dan tangkai semanggi air diperoleh standar, minum, 40% perasan daun dan
dari UPT. Materia Medica Batu. Daun dan tangkai semanggi air, dan induksi kombinasi
tangkai semanggi air diambil dalam keadaan etilen glikol 0,75% dan amonium klorida
segar, berwarna hijau, dan berumur ± 3 2%. Pemberian perlakuan dilakukan selama
minggu. Daun dan tangkai semanggi air 10 hari. Perasan dan bahan induksi
ditimbang sebanyak ± 100 g. urolithiasis diberikan kepada hewan coba
secara per oral (PO) menggunakan sonde
Pembuatan Perasan Daun dan Tangkai lambung (oral gavage).
Semanggi Air
100 g daun dan tangkai semanggi air Pengambilan Sampel Urin
dimasukkan kedalam juicer sehingga Pengambilan sampel urin dilakukan pada
diperoleh ± 10 ml perasan dengan hari ke-11 (Purwono, 2009). Tikus
konsentrasi 100% (perasan murni) yang dimasukkan ke dalam kandang metabolik
dimasukkan ke dalam tabung reaksi I. untuk menampung urin selama 24 jam.
Kemudian pada tabung reaksi II diisi 4 ml Setiap tampungan urin yang diperoleh
perasan daun dan tangkai semanggi air dari dimasukkan ke dalam pot urin berukuran 5
tabung I dan 6 ml aquabidest sehingga ml dan disimpan kedalam ice box. Urin yang
diperoleh konsentrasi 40%. Lalu pada tabung diperlukan minimal 2 ml untuk dapat
reaksi III diisi 5 ml perasan daun tangkai dilakukan pengujian.
semanggi air dari tabung II dan 5 ml
aquabidest sehingga diperoleh konsentrasi Pemeriksaan volume, pH, berat jenis, dan
20%. Kemudian pada tabung reaksi IV diisi bilirubin urin
5 ml perasan daun tangkai semanggi air dari Masing-masing sampel urin yang
tabung III dan 5 ml aquabidest sehingga diperoleh dimasukkan ke dalam gelas beker
diperoleh konsentrasi 10%. Setelah itu, pada untuk melihat volume urin 24 jam. Untuk
tabung reaksi V diisi 5 ml perasan daun dan melakukan pengujian menggunakan urine
tangkai semanggi air dari tabung IV dan 5 ml analyzer, sebanyak ±1 ml urin segar
aquabidest sehingga diperoleh konsentrasi diteteskan pada strip uji. Strip uji
5%. ditempatkan pada baki geser dan ditunggu
selama 55-65 detik. Hasil pemeriksaan pH,
berat jenis, dan bilirubin urin tertera pada

3
print out urine analyzer (output berbentuk
semikuantitatif) (Sacher, et al., 2002). Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan
Pemeriksaan Sedimen Urin Acak Lengkap (RAL). Data pH, berat jenis
Sebanyak 0,5-1,0 ml sampel urin diambil dan volume urin yang diperoleh dianalisis
menggunakan pipet tetes, kemudian menggunakan one way ANOVA (Analysis
diletakkan di atas gelas obyek dan ditutup Of Variance) menggunakan program SPSS
dengan kaca penutup. Pengamatan sedimen 16 for windows dan dilanjutkan dengan uji
kalsium oksalat menggunakan mikroskop lanjutan (Post Hoc Test) menggunakan uji
dengan lensa obyektif kecil (10x) dilanjutkan BNJ (Beda Nyata Jujur) atau disebut tukey
dengan lensa obyektif besar (40x) dengan taraf kepercayaan sebesar 95% (α=
(Gandasoebrata, 1992). Pengamatan atau 0,05). Data bilirubin dan sedimen urin
determinasi sedimen urin berdasarkan dianalisis secara deskriptif (Kusriningrum,
gambar yang mengacu pada textbook Small 2008).
Animal Clinical Nutrition 5th ed.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengaruh Pemberian Perasan Daun dan hasil perhitungan statistika (p<0,05) sebagai
Tangkai Semanggi Air Terhadap pH Urin berikut (Tabel 1).
Berdasarkan pengujian pH urin
menggunakan urine analyzer, didapatkan

Tabel 1. Hasil Pengujian pH Urin


Ph Urin
Kelompok Perlakuan Ulangan
Rata-rata±SD
P1 4 7,1250±0,25000 a
P2 4 7,5000±0,40825 ab
P3 4 7,6250±0,25000 ab
P4 4 7,6250±0,25000 ab
P5 4 7,7500±0,28868 ab
P6 4 7,8750±0,25000 b
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan, p = nilai signifikansi

Berdasarkan Tabel 1 kelompok P1 kelompok P1, terlihat bahwa nilai pH urin


memiliki nilai pH urin sebesar mengalami kenaikan, namun masih dalam
7,1250±0,25000. Menurut Gandasoebrata kisaran normal. Hal ini sesuai dengan yang
(1992), pH urin normal tikus putih adalah dikatakan Huang, et al. (2006) yang
4,6-8,5, sehingga dapat dikatakan bahwa pH menyatakan bahwa kombinasi etilen glikol
urin kelompok P1 adalah normal. Pada 0,75% dan amonium klorida 2% dapat
kelompok P3, P4, P5, dan P6, memiliki nilai menyebabkan hiperoxaluric yang bersifat
pH urin yang meningkat secara tidak kronis sehingga pH urin menjadi basa. pH
signifikan. Hal ini dikarenakan perasan daun urin basa dapat meningkatkan munculnya
dan tangkai semanggi air memiliki promotor terbentunya kristal seperti kalsium
kandungan ion K+. Semakin tinggi oksalat sehingga terjadi proses kristalisasi
konsentrasi semanggi air yang diberikan, pada urin. Parmar, et al. (2012) juga
maka akan memiliki konsentrasi ion K+ yang menyatakan bahwa urolithiasis yang
tinggi juga, sehingga kelompok P6 yang disebabkan kristal kalsium oksalat terjadi
diberikan perasan semanggi air dengan pada pH urin normal sampai basa. Berbeda
konsentrasi 40% memiliki nilai pH urin yang apabila dibandingkan dengan urolithiasis
paling tinggi, yaitu sebesar 7,8750±0,25000. yang disebabkan oleh kristal asam urat.
Kelompok P2 apabila dibandingkan dengan Urolithiasis yang disebabkan oleh kristal

4
asam urat terjadi pada pH urin yang asam salah satu mekanisme penting yang
(McCann and Schilling, 2005). digunakan oleh tubuh untuk menjaga pH
Dibandingkan dengan P3, P4, P5 dan P6, tubuh yang konstan. Ginjal mengontrol
kelompok P2 memiliki nilai pH urin yang keseimbangan asam basa. dengan
paling rendah. Hal ini disebabkan karena pengeluaran urin asam atau basa, sehingga
pada kelompok P3, P4, P5, dan P6 diberikan pH urin yang dihasilkan tergantung pada
asupan ion K+ yang berasal dari perasan status asam basa cairan ekstraseluler.
daun dan tangkai semanggi air dengan dosis Pengaturan ginjal terhadap keseimbangan pH
bertingkat. Kelebihan ion K+ yang terdapat cairan ekstraseluler melalui mekanisme
di dalam tubuh akan dikeluarkan melalui sekresi ion-ion hidrogen, reabsorbsi ion-ion
urin serta keringat (Irawan, 2007). Ion K+ bikarbonat dan produksi ion-ion bikarbonat
bersifat basa sehingga akan menaikkan pH baru. Faktor yang mempengaruhi sekresi
urin hewan model. Hal ini sesuai yang asam oleh ginjal adalah perubahan kadar ion
dikatakan oleh Tanagho, et al. (2000) bahwa K+, tekanan CO2 intraseluler, kadar
ion K+ dapat digunakan untuk meningkatkan anhidrase karbonat dan beberapa hormon
pH urin. seperti aldosteron, steroid adrenokorteks, dan
Peningkatan pH urin secara tidak angiotensin II (Ganong, 2003).
signifikan pada kelompok P3, P4, P5, dan P6
memberikan gambaran bahwa perasan daun Pengaruh Pemberian Perasan Daun dan
dan tangkai semanggi air tidak mampu Tangkai Semanggi Air Terhadap Berat Jenis
mempengaruhi kerja ginjal dalam mengatur Urin
konsentrasi H+ dan HCO3- dalam cairan Berdasarkan pengujian berat jenis urin
tubuh hewan model urolithiasis. menggunakan urine analyzer, didapatkan
Menurut Guyton and Hall (1997) hasil perhitungan statistika (p<0,05) sebagai
pengaturan asam basa oleh ginjal merupakan berikut (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil Pengujian Berat Jenis Urin


Berat Jenis Urin
Kelompok Perlakuan Ulangan
Rata-rata±SD
P1 4 1,01875±0,002500 a
P2 4 1,01125±0,002500 b
P3 4 1,01250±0,002887 ab
P4 4 1,01500±0,004082 ab
P5 4 1,01500±0,004082 ab
P6 4 1,01625±0,002500 ab
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan, p = nilai signifikansi

Berdasarkan Tabel 2 kelompok P1 DePass, et al. (1986) dan Cruzan, et al.


memiliki nilai berat jenis urin sebesar (2004) yang menyatakan bahwa induksi
1,01875±0,002500. Menurut Gandasoebrata etilen glikol dan amonium klorida dapat
(1992), berat jenis urin normal 24 jam tikus menurunkan nilai berat jenis urin tikus putih
putih sebesar 1,016-1,022, sehingga dapat jantan. Doenges (1999) menyatakan bahwa
dikatakan bahwa berat jenis urin kelompok berat jenis urin manusia dan hewan kurang
P1 adalah normal. dari 1,015 (sekitar 1,010) menunjukkan
Nilai rata-rata berat jenis urin pada kerusakan ginjal berat. Kelompok P3, P4,
kelompok P2 lebih rendah dibandingkan dan P6 mengalami kenaikan secara tidak
kelompok P3, P4, P5, dan P6. Hal ini terjadi signifikan pada berat jenis urin hewan model
karena terjadi kerusakan pada ginjal akibat urolithiasis. Kenaikan ini dimungkinkan
pemberian kombinasi etilen glikol 0,75% karena disamping terjadi peningkatan
dan amonium klorida 2%. Hal ini sesuai konsentrasi semanggi air juga terjadi
dengan hasil penelitian yang dilakukan peningkatan jumlah zat terlarut pada
5
semanggi air yang tidak direabsorpsi oleh rendah dibandingkan ulangan lainnya. Hal
tubulus ginjal. Zat-zat yang tidak diinginkan ini dimungkinkan hewan model tersebut
tidak direabsorbsi sehingga konsentrasinya mengalami gangguan regulasi reabsorbsi di
di urin meningkat. Misalnya saja pada daun tubulus sehingga terjadi peningkatan
tempuyung yang analog dengan semanggi air reabsorbsi zat-zat tertentu pada tubulus
ditemukan kandungan manitol dan sukrosa proksimal, lengkung henle, tubulus distal,
(Sulaksana, dkk., 2004). Guyton and Hall atau tubulus kolektivus, yang menyebabkan
(1997) menyatakan bahwa permeabilitas zat-zat yang dieksresikan akan berkurang
membran tubulus ginjal untuk reabsorpsi dan berat jenis urin menjadi lebih rendah.
manitol dan sukrosa adalah nol yang berarti Berat jenis tinggi menunjukkan pekatnya
apabila zat-zat ini telah difiltrasi ke dalam urin. Berat jenis sangat erat berhubungan
glomerulus, seratus persen jumlah yang dengan diuresis, makin besar diuresis makin
memasuki glomerulus akan keluar bersama rendah berat jenis dan begitu sebaliknya. Hal
urin. Hal yang sama juga terjadi pada ini terjadi karena berat jenis sangat
glukosa. Apabila jumlah glukosa melebihi tergantung pada kandungan benda-benda
kapasitas tubulus ginjal untuk padat dan besar volume urin.
mereabsorpsinya maka sebagian glukosa
juga akan ikut terlarut dan diekskresikan Pengaruh Pemberian Perasan Daun dan
bersama urin. Pada kelompok P5 berat jenis Tangkai Semanggi Air Terhadap Volume
urin mengalami penurunan dibandingkan Urin
kelompok P4. Penurunan berat jenis ini Berdasarkan pengukuran volume urin 24
dikarenakan salah satu ulangan pada jam, didapatkan hasil perhitungan statistika
kelompok P5 memiliki berat jenis yang (p<0,05) sebagai berikut (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Pengujian Volume Urin


Berat Jenis Urin
Kelompok Perlakuan Ulangan
Rata-rata±SD
P1 4 4,0750±0,09574 a
P2 4 4,2750±0,22174 a
P3 4 4,8250±0,23629 b
P4 4 5,1250±0,09574 b
P5 4 5,7000±0,14142 c
P6 4 5,9750±0,15000 c
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan, p = nilai signifikansi

Berdasarkan hasil analisis statistika dapat Cruzan, et al. (2004) dan DePass, et al.
diketahui bahwa peningkatan dosis perasan (1986), hewan model yang diinduksi dengan
daun dan tangkai semanggi air diikuti etilen glikol dan ammonium klorida akan
peningkatan volume ekskresi urin hewan mengalami kenaikan volume urin 24 jam.
model. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya Menurut Cruzan, et al. (2004), adanya kristal
kandungan ion K+ dan flavonoid pada kalsium oksalat pada lumen tubulus ginjal
semanggi air mempengaruhi reabsorpsi air menyebabkan sel-sel ginjal menjadi rusak
dan zat-zat terlarut, sehingga semakin besar dan mengalami kematian. Hal ini
dosis konsentrasi yang diberikan, semakin menyebabkan fungsi ginjal menjadi
besar pula kandungan zat-zat dalam terganggu, sehingga regulasi air juga
semanggi air yang mempengaruhi diuresis. terganggu. Ginjal mengkompensasi kondisi
Zat-zat yang diduga berperan dalam tersebut dengan meningkatkan volume urin
mempengaruhi diuresis adalah ion K+ dan yang dieksresikan yang diikuti dengan
flavonoid. Volume urin kelompok P2 menurunnya berat jenis urin, serta
mengalami kenaikan dibandingkan dengan menyebabkan peningkatan konsumsi air.
kelompok P1. Berdasarkan penelitian Pengukuran volume urin bermanfaat untuk
6
menentukan adanya gangguan faal ginjal dan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah,
kelainan dalam keseimbangan cairan tubuh sehingga meningkatkan aliran darah ginjal
(Gandasoebrata, 1992). Volume urin dan GFR (Glomerular Filtration Rate) yang
berkaitan erat dengan penggunaan diuretik kemudian terjadi peningkatan ekskresi air.
karena dapat menyebabkan terjadinya Pada keadaan normal, sekitar 65 persen
diuresis. Menurut Siswandono dan Soekardjo dari ion K+ yang disaring glomerulus akan
(1995), diuretik merupakan senyawa atau diabsorbsi tubulus proksimalis dan sekitar 25
obat yang dapat meningkatkan ekskresi urin. sampai 30 persen sisanya direabsorbsi ansa
Istilah diuresis sendiri mempunyai dua henle. Bila terjadi peningkatan kadar ion K+
pengertian, pertama menunjukkan adanya di plasma maka tempat yang paling penting
penambahan volume urin yang diproduksi untuk pengaturan ekskresi ion K+ adalah
dan yang kedua menunjukkan jumlah tubulus distal dan tubulus koligentes
pengeluaran zat-zat terlarut dalam urin. kortikalis. Sekresi ion K+ terjadi melalui
Efek diuretik pada perasan daun dan pompa natrium-kalium ATPase.
tangkai semanggi air diduga terjadi karena Selain mekanisme kandungan-kandungan
tanaman ini mengandung banyak air, karena semanggi air dalam meningkatkan volume
hidupnya di wilayah perairan. Mengonsumsi ekskresi urin yang telah disebutkan di atas,
semanggi air secara tidak langsung juga kemungkinan masih terdapat mekanisme lain
mengonsumsi air yang terkandung di yang menunjang peningkatan volume
dalamnya. Ditinjau berdasarkan prinsip ekskresi urin akibat pemberian perasan daun
homeostasis tubuh, penambahan volume dan tangkai semanggi air. Salah satu bahan
tubuh akibat mengkonsumsi air akan diikuti aktif dari semanggi air yang diduga ikut
dengan peningkatan jumlah ekskresi urin. berperan sebagai diuretik adalah flavonoid.
Selain kandungan airnya yang tinggi, Aktivitas diuretik dari flavonoid dapat
semanggi air juga memiliki kandungan ion membantu pengeluaran kristal dari dalam
K+ yang cukup tinggi sehingga dapat ginjal yaitu dikeluarkan bersama urin,
menguatkan efek diuresis yang dimiliki. sementara ion K+ akan berkompetisi dan
Chairul (2000) menyatakan bahwa unsur memisahkan ikatan kalsium dengan oksalat
makro seperti ion K+ memiliki efek diuretik. sehingga kristal kalsium menjadi terlarut
Konsumsi tinggi kalium akan menyebabkan (Suharjo dan Cahyono, 2009).
tingginya kadar ion K+ didalam cairan
intraselular. Tubuh menurunkan kadar Pengaruh Pemberian Perasan Daun dan
kalium yang meningkat dengan Tangkai Semanggi Air Terhadap Bilirubin
meningkatkan eksresi ion Na+ dan menekan Urin
pelepasan renin, sehingga pembentukan Berdasarkan pengujian bilirubin urin
angiotensin I berkurang. Berkurangnya menggunakan urine analyzer, didapatkan
angiotensin I menyebabkan angiotensin II hasil sebagai berikut (Tabel 4).
yang dibentuk juga menurun. Hal ini akan

Tabel 4. Hasil pemeriksaan bilirubin urin


Kelompok
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4
Perlakuan
P1 negatif negatif negatif negatif
P2 +1 +1 +1 negatif
P3 +1 +1 negatif negatif
P4 +1 negatif negatif negatif
P5 negatif negatif negatif +1
P6 negatif negatif negatif negatif
Keterangan : negatif = 0 umol/L
+1 = 0-17 umol/L.

7
Berdasarkan Tabel 4, pemeriksaan bilirubin direk. Bilirubin direk larut dalam
bilirubin urin kelompok P1 menunjukkan air sehingga dapat difiltrasi oleh ginjal dan
hasil negatif pada semua ulangan. Pada dapat ditemukan di urin. Setelah terbentuk,
kelompok P2, sebanyak tiga ekor memiliki bilirubin direk akan diekskresi secara
hasil positif dan satu ekor memiliki hasil transport aktif menuju kanakuli biliaris, lalu
negatif. Setelah diberikan perasan daun dan dikeluarkan bersama cairan empedu menuju
tangkai semanggi air, terlihat adanya ke usus halus (Martin and Friedman, 2004).
perbaikan pada hasil pemeriksaan bilirubin. Bilirubin tidak terdapat pada urin hewan
Pada kelompok P6 hasil pemeriksaan yang sehat. Adanya bilirubin dalam urin
bilirubin menunjukkan negatif pada keempat hewan pada umumnya berkaitan dengan
ulangan. penyakit di sistem perkemihan dan hepar,
Bilirubin merupakan produk degradasi sehingga bilirubin dalam urin dapat sebagai
dari hemoglobin di dalam sistem petunjuk adanya penyakit pada sistem
retikuloendotel oleh kerja enzim Heme perkemihan sendiri atau yang berkaitan
Oksigenase yang terdapat pada retikulum dengan sistem lain (Stockhom and Scot,
endoplasma. Terdapat dua jenis bilirubin, 2002). Berdasarkan hasil yang diperoleh,
yaitu bilirubin unkonjugasi dan bilirubin dapat dikatakan bahwa perasan daun dan
konjugasi. Bilirubin unkonjugasi disebut tangkai semanggi air dapat memperbaiki
juga bilirubin indirek. Bilirubin indirek akan adanya kerusakan pada sistem perkemihan
diambil (uptake) oleh hati oleh suatu carrier, atau sistem lain yang berkaitan dalam
lalu menempel pada protein simpanan di memproduksi bilirubin.
intrasel dan mengalami konjugasi dengan
gugus glukuronida oleh enzim UDP- Pengaruh Pemberian Perasan Daun dan
Glukuronil Transferase menjadi bilirubin Tangkai Semanggi Air Terhadap Sedimen
monogukuronida dan bilirubin Kalsium Oksalat Urin
diglukuronida. Kedua bilirubin yang terakhir Berdasarkan pemeriksaan sedimen
inilah yang disebut dengan bilirubin kalsium oksalat urin dibawah mikroskop,
konjugasi. Bilirubin konjugasi disebut juga didapatkan hasil sebagai berikut (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil pemeriksaan sedimen kalsium oksalat urin (pembesaran 400x)


Kelompok
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4
Perlakuan
P1 negatif negatif negatif +1
P2 +1 +2 +1 +1
P3 +1 +1 +1 +1
P4 +1 +1 +1 +1
P5 +1 +1 +1 Negatif
P6 +1 negatif negatif Negatif
Keterangan : +1 : 1-5 kristal kalsium oksalat
+2 : 6-20 kristal kalsium oksalat
+3 : > 20 kristal kalsium oksalat
negatif : tidak ditemukan kristal kalsium oksalat (Fan, et al., 1999).

Berdasarkan Tabel 5, pemeriksaan menunjukkan tingginya jumlah kalsium


sedimen kalsium oksalat dalam urin pada oksalat yang terbentuk akibat induksi
kelompok P1 menunjukkan hasil negatif kombinasi etilen glikol 0,75% dan amonium
pada ketiga ulangan dan menunjukkan +1 klorida 2%. Setelah diberikan perasan daun
pada ulangan 4. Pada kelompok P2, dan tangkai semanggi air, terlihat adanya
sebanyak tiga ekor memiliki hasil +1 dan perbaikan pada jumlah sedimen kalsium
satu ekor memiliki hasil +2. Hal ini oksalat dalam urin. Pada kelompok P3

8
terlihat adanya penurunan jumlah kalsium disebabkan perasan daun dan tangkai
oksalat dibandingkan dengan kelompok P2. semanggi air dapat menimbulkan diuresis.
Kelompok P3 tidak terlihat adanya Perasan daun dan tangkai semanggi air
perbedaan jumlah sedimen kalsium oksalat mengandung ion K+ dan Na+ yang cukup
dalam urin dengan kelompok P4. Pada tinggi, sehingga dapat menjaga
kelompok P5 terlihat adanya perbaikan pada keseimbangan elektrolit pada ginjal. Ion K+
tikus ulangan ke-4 dibandingkan kelompok dari perasan daun dan tangkai semanggi air
P4. Kelompok P6 menunjukkan hasil yang inilah yang membuat kristal berupa kalsium
cukup bagus, yaitu menunjukkan hasil oksalat terurai, ion K+ akan bergabung
negatif pada tiga ekor dan +1 pada satu ekor dengan senyawa asam oksalat, atau asam
tikus ulangan. Data ini menunjukkan bahwa urat yang merupakan pembentuk kristal
perasan daun dan tangkai semanggi air dapat dengan membentuk senyawa garam yang
mengurangi terbentuknya kristal kalsium mudah larut dalam air, sehingga kristal itu
oksalat dalam urin. Selain ditemukan kristal akan terlarut secara perlahan-lahan dan ikut
kalsium oksalat, tampak ditemukan kristal keluar bersama urin dengan reaksi kimia
struvit pada setiap kelompok perlakuan. sebagai berikut (Hidayati., dkk, 2009):
Kristal struvit dengan jumlah tertentu akan
ditemukan pada setiap urin hewan karena 2K+ + CaC2O4  K2C2O4 + Ca2+
merupakan hasil metabolisme normal zat-zat
sampah didalam tubuh (Susilawati, dkk., Daya melarutkan ion K+ terhadap kristal
2003). Kristal asam urat dan sistin tidak kalsium oksalat disebabkan oleh letak ion K+
ditemukan dalam pemeriksaan sedimen urin. di dalam deret Volta sebelum letak ion Ca2+,
Hal ini dikarenakan kristal asam urat hanya sehingga ion K+ akan menyingkirkan ion
ditemukan pada urin yang memiliki pH asam Ca2+ untuk bergabung dengan senyawa
(Becker, 2007), dan kristal sistin hanya karbonat, oksalat, atau urat dan ion Ca2+
terbentuk pada hewan yang memiliki menjadi larut (Hidayati., dkk, 2009).
kelainan resesif autosomal (Orson, 2006). Ion K+ bergerak didalam tubuh secara
Kristal kalsium oksalat dapat ditemukan difusi, absorbsi, dan sekresi. Ion K+
dalam jumlah yang sedikit (< 5) bahkan tidak memasuki tubuh dari saluran usus dengan
ditemukan pada urin hewan sehat. Kristal cara difusi melalui dinding kapiler dan
kalsium oksalat dalam urin dengan jumlah absorbsi aktif. Ion K+ masuk ke dalam sel-sel
<5 belum memiliki pertalian khusus dengan juga dengan cara difusi dan membutuhkan
penyakit urolithiasis, tetapi merupakan zat- proses metabolisme yang aktif. Ion K+
zat sampah metabolisme yang normal dibuang melalui urin dengan cara sekresi
(Gandasoebrata, 1992). (Hidayati., dkk, 2009).
Pemeriksaan sedimen urin merupakan Selain ion K+, kandungan flavonoid pada
salah satu pemeriksaan laboratorium yang semanggi air juga dapat menurunkan jumlah
sangat diperlukan untuk melengkapi kristal kalsium oksalat dalam urin. Kristal
pemeriksaan fisik urin yang dapat membantu kalsium oksalat diduga dapat membentuk
untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit. senyawa kompleks dengan gugus –OH dari
Pemeriksaan sedimen dapat memberikan flavonoid sehingga membentuk Ca-
data mengenai saluran urin mulai dari ginjal flavonoid. Senyawa kompleks ini diduga
sampai pada ujung uretra (Suratman, dkk., lebih mudah larut dalam air, sehingga air
2003). yang ada dalam urin akan membantu
Pemberian perasan daun dan tangkai kelarutan kristal tersebut. Aktifitas diuretik
semanggi air dapat menurunkan secara dari flavonoid juga dapat membantu
signifikan jumlah kristal kalsium oksalat pengeluaran kristal kalsium oksalat dari
yang dikeluarkan bersama urin. Hal ini dalam ginjal, yaitu dikeluarkan bersama urin
(Suharjo dan Cahyono, 2009).

9
Gambar 5.4. Contoh hasil pengamatan sedimen kalsium oksalat urin (A) kelompok P1 (B)
kelompok P2, (C) kelompok P3, (D) kelompok P5, (E) kelompok P6. Kristal kalsium oksalat
ditunjukkan oleh huruf a dan kristal struvit ditunjukkan oleh huruf b.

Kandungan flavonoid dalam perasan daun gabungan dari bahan anorganik dan organik.
dan tangkai semanggi air memiliki fungsi Pada proses inflamasi, sistem imun tubuh
sebagai antiinflamasi dan antioksidan. akan merespon, sehingga pada urin akan
Antiinflamasi dan antioksidan ini akan ditemukan bahan-bahan organik seperti
bekerja memperbaiki inflamasi yang timbul eritrosit, neutrofil, limfosit, dan eosinofil,
akibat akumulasi kristal pada saluran dimana bahan-bahan tersebut berkontribusi
urinaria. Akumulasi kristal akan dalam menyusun kristal. Adanya kandungan
menyebabkan luka pada saluran urinaria. flavonoid diharapkan dapat menurunkan
Luka akan menyebabkan sel mengalami stres inflamasi, sehingga jumlah bahan organik
oksidatif sehingga jaringan akan mengalami dalam urin dapat diminimalisir.
inflamasi. Kristal yang terbentuk merupakan
10
Pengaruh perasan daun dan tangkai kisaran normal. Manfaat yang lain adalah
semanggi air terhadap kualitas urin dapat menurunkan nilai bilirubin urin.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, Kandungan ion K+ dan flavonoid yang
perasan daun dan tangkai semanggi air terdapat dalam perasan daun dan tangkai
memberikan efek diuresis dan dapat semanggi air ini dapat bergabung dengan
mencegah terbentuknya kristal kalsium senyawa oksalat yang merupakan pembentuk
oksalat, demikian pula memiliki kristal kalsium oksalat dengan membentuk
kecenderungan meningkatkan pH dan berat senyawa garam yang mudah larut dalam air,
jenis urin (p<0,05). Secara konseptual, sehingga proses nukleasi atau kristalisasi
peningkatan volume urin akan diikuti kalsium oksalat dapat dihambat. Efek
menurunnya berat jenis urin. Akan tetapi, diuretik dari ion K+ dan flavonoid akan
hasil penelitian menunjukkan berat jenis urin membantu kelarutan kristal tersebut. Kristal
meningkat secara tidak signifikan. Hal ini akan terlarut secara perlahan-lahan dan ikut
dimungkinkan adanya zat-zat tertentu dalam keluar bersama urin. Selain itu efek diuretik
semanggi air yang tidak dapat direabsorbsi di ini juga akan mencegah terjadinya proses
tubulus ginjal sehingga akan menaikkan nilai supersaturasi urin, sehingga proses nukleasi
berat jenis urin meskipun masih dalam dan kristalisasi dapat dihambat.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat model tikus putih, dibuktikan dengan
disimpulkan bahwa perasan daun dan tangkai peningkatan volume urin dan penurunan
semanggi air pada konsentrasi 40% dapat jumlah sedimen kalsium oksalat.
mencegah terjadinya urolithiasis pada hewan

UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih penelitian payung ini dan kepada Prof. Dr.
kepada Dr. Sri Murwani, drh., MP yang Pratiwi Trisunuwati, drh., MS sebagai dosen
telah mengijinkan penulis mengikuti pembimbing pertama.

DAFTAR PUSTAKA
Afriastini, J.J. 2003. Cryptograms: Ferns putih jantan. Berita Biologi 5 (2): 247-
and fern allies. LIPI. Bogor. 254.

Ashmont, C. 1891. Dogs: Their management Cruzan, G., Corley, R.A., Hard, G.C.,
and treatment in disease. Journal Loring Mertens, J.J.W.M., McMartin, K.E.,
Thayer. Boston. Snellings, W.M., Gingell, R., and Deyo,
J.A. 2004. Subchronic Toxicity of
Becker, G. 2007. Uric acid stones. Ethylene Glycol in Wistar and F-344 Rats
Nephrology 12: S21–S23. Related to Metabolism and Clearance of
Metabolites. Toxicological Sciences 81:
Buffington, C.A.T. 2001. Managing common 502-511.
chronic lower urinary tract disorders of
cats. Proceedings of the North American DePass, L.R., Garman, R.H., Woodside,
Veterinary Conference. Orlando pages M.D., Giddens, W.E., Maronpot, R.R.,
282-285. and Weil, C. S. 1986. Chronic Toxicity
and Oncogenicity Studies of Ethylen
Chairul. 2000. Pengaruh pemberian ekstrak Glycol in Rats and Mice. Fundamental
alkohol akar ilalang (Imperata cylindrica Applied Toxicology 7(4): 547-65.
L.) terhadap penurunan suhu tubuh tikus

11
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Lina, H.S., Listyawati, S., dan Sutarno. 2003.
Keperawatan Untuk Perencanaan dan Analisis Kimia-Fisik Urin Tikus Putih
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Rattus norvegicus) Setelah Pemberian
Edisi ke 3. EGC. Jakarta. Ekstrak Daun Seledri (Apium graveolens
linn.). Biosmart 5 (1): 43-46.
Fan, J., Glass, M.A., Chandhoke, P.S. 1999.
Impact of ammonium chloride Martin, P and Friedman, L.S. 2004.
administration on a rat ethylene glycol Assessment of Liver Function and
urolithiasis model. Scanning Microscopic Diagnose Studies. In: Friedman, L.S.,
13: 299-306. Keefe, E.R., and Schiff, E.R. Handbook of
Liver Disease. Ed 2. Churchill
Gandasoebrata. 1992. Penuntun Livingstone. New York. Pages 1-8.
Laboratorium Klinik. PT Dian Rakyat.
Jakarta. McCann, J. A. and Schilling, R. N. 2005.
Professional guide to diseases. 8th ed.
Ganong, W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Lippincott Williams and Wilkins
Kedokteran, Edisi ke-7. ECG. Jakarta. Publishers. London.

Guyton, A. C and Hall, J. E. 1997. Fisiologi Orson, D.M. 2006. Kidney stones:
Manusia dan Mekanisme Penyakit III. pathophysiology and medical
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. management. Lancet 367: 333–44.

Hidayati, A. M., Yusrin dan Herlisa, A. Parmar, R. K., Kachchi, N. R., Tirgar, P. R.,
2009. Pengaruh Frekuensi Penggunaan Desai, T. R., and Bhalodiya, P. N. 2012.
Teh Daun Tempuyung Kering (Sonchus Preclinical Evaluation of Antiurolithiatic
arvensis) Terhadap Daya Larut Kalsium Activity of Swertia Chirata Stems.
Oksalat (CaC2O4). Jurnal Kesehatan 2(2). International Research Journal of
Pharmacy 3(8).
Hesse, A and Neiger, R. 2008. Harnsteine
bei Kleintieren. Enke Verlag. Germany. Purwono, R, M. 2009. Pengaruh Infusum
Daun Alpukat (Persea americana Mill)
Huang, H.S., Chen, J., Chen, C.F., and Ma, dalam Menghambat Pembentukan Kristal
M.C. 2006. Vitamin E Attenuates Crystal pada Ginjal Tikus. Institut Pertanian
Formation in Rat Kidneys: Roles of Renal Bogor.
Tubular Cell Death and Crystallization
Inhibitors. Kidney Int 70(4): 699-710. Sacher, R.A., Mc Pherson., dan Richard, A.
2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Irawan, M, A. 2007. Cairan Tubuh, Elektrolit Laboratorium. Penerbit Buku Kedokteran
dan Mineral. Sports Science Brief 01: 1. EGC. Jakarta.

Jagannath, N., Somashekara, S.C., Siswandono dan Soekardjo. 1995. Kimia


Damodaram, G., and Golla, D. 2012. Medisinal. Penerbit Airlangga University
Study of antiurolithiatic activity of Press. Surabaya.
Asparagus racemosus on albino rats.
Indian Journal of Pharmacology 44: 576- Sparkes, A.H. dan Philippe, C.J. 2008.
579. Urolithiasis in Cats: Managing The Risks.
Nestle Purina Pet Care. 1-7.
Kusriningrum. 2008. Rancangan percobaan.
Airlangga Universitas Press. Surabaya.

12
Stockhom, S.L. and Scot, M.A. 2002.
Fundamental of Veterinary Clinical
Pathology. Iowa State Press.

Suharjo, J.B., dan Cahyono. 2009. Batu


Ginjal. Kanisius. Yogyakarta. Hal: 27, 30-
31, 48-49, 82.

Sulaksana, J., Budi, S., dan Dadang, I. 2004.


Tempuyung Budi Daya dan Pemanfaatan
untuk Obat, Cetakan Pertama. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Suratman, Listyawati, S., dan Sutarno. 2003.


Sifat Fisik dan Kandungan NaCl Urin
Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan
setelah Pemberian Ekstrak Rimpang
Alangalang (Imperata cylindrica L.)
secara Oral. Biofarmasi 1 (1): 7-12.

Susilawati, H.L., Shanty L., dan Sutarno.


2003. Analisis Kimia-Fisik Urin Tikus
Putih (Rattus norvegicus) setelah
Pemberian Ekstrak Daun Seledri (Apium
graveolens Linn.). Jurnal Biosmart 5 : 43-
46.

Tanagho, E.A., McAninch, and Smith, J.W.


2000. General Urology, 15 edition. Mc
Graw-Hill Companie. New York.

13

Anda mungkin juga menyukai