Anda di halaman 1dari 49

CASE ANALYSE METHODE

Kasus Diabetes Melitus Tipe 2

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah KMB II

Disusun oleh :

Syaharani Fadlika (032016006) Nenda Nurfrenda (032016042)

Shavira Nurul Irwansyah (032016008) Hanifa Nur Afifah (032016045)

Siti Patimah (032016009) Asri Sartika Putri S. (032016046)

Farhan Fauzi (032016011) Utari Ayunda Oktariani (032016053)

Rismayadi (032016018) Lany Fauziah (032016067)

Alma Triana (032016038)

STIKes ‘AISYIYAH BANDUNG

PRODI S1 KEPERAWATAN

2017-2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya dan sebaik
mungkin. Tak lupa saya ucapkan kepada Dosen Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini kepada saya upaya untuk
menjadikan saya mahasiswa yang berilmu dan berpengetahuan.

Keberhasilan saya dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari


bantuan berbagai pihak. Untuk itu, saya ucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu,
saya mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini,
sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Bandung, 02 April 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB IPENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ANALISA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ................ 4
BAB III TINJAUAN TEORI .............................. Error! Bookmark not defined.
A. Definisi Diabetes Melitus Tipe 2 .................................................................. 13
B. Etiologi dan Faktor Resiko ........................................................................... 13
C. Pathway Patofisiologi ................................................................................... 14
D. Tanda dan Gejala .......................................................................................... 15
E. Komplikasi .................................................................................................... 16
F. Prosedur Diagnostik ...................................................................................... 16
G. Farmakoterapi dan Rasional Pemilihan obat ................................................ 17
BAB IV TINJAUAN KASUS ............................................................................. 20
A. Pengkajian .................................................................................................... 20
B. Analisa Data .................................................................................................. 29
C. Intervensi ...................................................................................................... 32
D. Implementasi ................................................................................................ 37
E. Evaluasi ......................................................................................................... 40
F. Telaah jurnal .................................................................................................. 41
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 45
A. Kesimpulan ................................................................................................... 45
B. Saran ............................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes berasal dari istilah yunani yaitu artinya pancuran atau
curahan sedangkan melitus atau mellitus artinya gula atau madu. Dengan
demikian secara bahasa, diabetes mellitus adalah curahan atau cairan dari
tubuh yang banyak dengan mengandung gula, yang di maksud dalam hal
ini adalah air kencing. Dengan demikian , definisi diabetes melitus secara
umum adalah suatu keadaan yakni tubuh tidak dapat menghasilkan insulin
sesuai kebutuhan atau tubuh tidak dapat menfaatkan secara optimal insulin
yang dihasilkan. Dalam hal ini terjadi lonjakan kadar gula dalam darah
yang melebihi normal. Dimana penyakit diabetes mellitus juga menjadi
fakor komplikasi dari beberapa penyakit lain.
Selain itu juga Diabetes Melitus memiliki dua tipe diantaranya ;
1). Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM) merupakan kondisi autoimun yang
menyebabkan kerusakan sel Beta pankreas sehingga timbul defisiensi
insulin absolut. Keadaan ini timbul pada anak dan dewasa muda. DM tipe
1 merupakan gangguan poligenik dengan peran faktor genetik sebesar 30
%. Seiring dengan kemajuan zaman sekarang terdapat terapi transplantasi
sel Beta manusia yang dimana transplantasi pulau Langerhans ke pasien
diabetes tipe 2. Teknik ini memberikan harapan kesembuhan, namun pada
saat ini, suplai jaringan sangat jarang dan pembentukan pulau dari sel
punca (stem cell) sedang diteliti. 2). Diabetes Melitus tipe 2 (NIDDM)
merupakan jenis diabetes yang paling sering terjadi, mencakup sekita 85%
pasien diabetes. Keadaan ini di tandai oleh resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relative. Mekanisme resistensi insulin pada diabetes tipe
2 masih belum jelas. Walaupun terdapat sejumlah abnormalitas genetik
dari reseptor insulin yang telah ditemukan, namun pada beberapa kasus
yang berhubungan dengan sindrom resistensi insulin yang jelas, hal ini
jarang terjadi pada sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2.
Konsekuensi hiperinsulinemia berkepanjangan adalah tejadinya defisiensi
insulin. Terdapat predisposisi genetik yang kuat bagi DM tipe 2 dengan
adanya kesesuaian yang tinggi antara kembar identik dan prevalensi tinggi
pada komunitas etnik tertentu, terutuma penduduk asia selatan dan afrika-
karibia. Namun faktor lingkungan juga berperan penting, misalnya orang
obesitas memiliki angka resistesi insulin dan DM tipe 2 yang jauh lebih
tinggi. Pasien dapat mengeluhkan gejala hiperglikemia seperti rasa haus
dan poliuria walaupun hiperglikemia lebih sering terdiagnosis melalui
pemeriksaan penunjang rutin atau pada pasien dengan penyakit

1
2

kardiovaskular dan infeksi saluran kemih atau kulit. Pemeriksaan


penunjang menunjukan peningkatan konsentrasi glukosa arah hemoglobin
terglikasi, biasanya berhubungan dengan diabetes tipe 2 tidak mengalami
ketoasidosis diabetik, walaupun orang tersebut dapat datang dengan
kegawatan yaitu dengan koma hiperosmolar non-ketotik (hyperosmolar
non-ketotic coma, HONK) yang diinduksi oleh hiperglikemia
berkepanjangan serta dehidrasi dan hipernatremia. Dulu diabetes tipe 2
lebih sering terjadi pada pasien berusia diatas 40 tahun. Namun, dengan
meningkatnya insidensi obesitas di Negara barat dan onsetnya yang
semakin dini saat in terjadi frekuensi diabetes tipe 2 pada dewasa muda
dan anak-anak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Diabetes Melitus Tipe 2?
2. Apa Etiologi dan Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2?
3. Bagaimana patofisiologi (WOC) dari Diabetes Melitus 2?
4. Apa Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tipe 2?
5. Apa Komplikasi dari penyakit Diabetes Melitus tipe 2?
6. Bagaimana Prosedur Diagnostic dari Diabetes Melitus Tipe 2?
7. Bagaimana Farmakoterapetik dan rasional pemilihan obat Diabetes
Melitus Tipe 2?
8. Bagaimana hasil pengkajian Diabetes Melitus Tipe 2?
9. Bagaimana diagnosa keperawatan prioritas berdasarkan NANDA?
10. Bagaimana intervensi dan rasional Diabetes Melitus Tipe 2?
11. Bagaimana implementasi dari Diabetes Melitus tipe 2?
12. Bagaimana evaluasi (SOAP) Diabetes Melitus Tipe 2?
13. Bagaimana telaah jurnal (EBP) yang berkaitan dengan intervensi
keperawatan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Diabetes Melitus Tipe 2.
2. Untuk mengetahui etiologic dan faktor resiko dari Diabetes Melitus
Tipe 2.
3. Untuk mengetahui patofisiologi (WOC) dari Diabetes Melitus Tipe 2.
3

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Diabetes Melitus Tipe 2.


5. Untuk mengetahui komplikasi dari Diabetes Melitus Tipe 2.
6. Untuk mengetahui Prosedur Diagnostic dari Diabetes Melitus Tipe 2.
7. Untuk mengetahui Farmakoterapetik dan rasional pemilihan obat
Diabetes Melitus 2.
8. Untuk mengetahui hasil pengkajian pada kasus Diabetes Melitustipe 2
secara tepat.
9. Untuk mengetahui diagnose keperawatan prioritas berdasarkan
NANDA.
10. Untuk mengetahui Intervensi dan Rasional pada kasus Diabetes
Melitus Tipe 2.
11. Untuk mengetahui Implementasi pada kasus Diabetes Melitus Tipe 2.
12. Untuk mengetahui Evaluasi (SOAP) pada kasus Diabetes Melitus Tipe
2.
13. Untuk mengetahui telah jurnal (EBP) yang berkaitan dengan intervensi
keperawatan.
BAB II
ANALISA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus 1

Ny. A usia 65 tahun, ibu rumah tangga, pendiddikan SD, agama Islam,
tinggal bersama suami di Jl. Cikajang Garut. Masuk Rumah Sakit Tanggal 11
Oktober 2017. Pasien telah menderita Diabetes Melitus semenjak 11 tahun yang
lalu, berobat di puskesmas tidak teratur temasuk minum obat dan senam diabetes
yang dianjurkan oleh tim kesehatan terdahulu dengan alasan lokasi puskesmas
cukup jauh dari rumah. Pada tahun 2010 klien berobat ke poliklinik diabetes
RSHS karena kaki sering kesemutan baal di kaki, sering kencing pada malam hari.
Klien pernah masuk RSUD dr.Slamet pada tahun 2012 karena luka di kaki dan
sembuh satu bulan kemudian.

Pasien masuk RSHS dengan riwayat 10 (sepuluh) hari sebelum masuk


rumah sakit kedua telapak kaki melepuh karena semalam sebelumnya klien
menginjal-injak botol yang berisi air panas untuk mengatasi dingin dan baal.
Kemudian klien dibawa keluarga ke RSHS dan dirawat di IRNA B lantai 5 kanan.

Pada saat pengkajian diperoleh data sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Mata :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mata klien sebelah kanan sudah
tidak dapat digunakkan untuk melihat semenjak 3 (tiga) minggu yang lalu.
Penglihata kabur dan tiba-tiba pandangan menjadi gelap dan tidak dapat
digunakan untuk melihat. Sedangkan mata kiri dapat digunakan untuk
meliat tetapi samar-samar. Tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri, tidak ada
riwayat trauma, tidak ada riwayat menggunakan kacamata.
2. Hasil pemeriksaan jantung

4
5

Pekusi dullness. Bunyi jangtug S1 dan S2 normal, gallop (-), CRT


2-3 detik, nyeri dada (-), TD 120/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit,
frekuensi nafas 20 x/menit.
3. Hasil pemeriksaan \ Laboratorium :

Hasil Pemeriksaan Normal Satuan


Kolesterol Total 143 120 – 200 mg/dl
Trigliserida 151 50 – 150 mg/dl
Kolesterol HDL 31 45 – 60 mg/dl
Kolesterol LDL 81.00 50 – 130 mg/dl
Kreatinin Darah 1.1 0.5 – 1.5 mg/dl

4. Pemeriksaan Paru :
Ronkhi -/-, bronkovesikuler paru kanan

Pemeriksaan Hasil
Ph 7.484
PCO2 27.4
PO2 74.0
SO2 94.1
HCO3 20.8
BE -2.8

5. Pengkajian Kaki :

Kaki Kanan Kaki Kiri


Ya Tidak Ya Tidak
Kallus √ √
Corsns √ √
Bunions √ √
Hammer Toes √ √
6

Amputasi
 Minor (jari/pedis) √ √
 Mayor (below knee/above knee) √ √
Kaki charchot √ √
Kuku
 Penebalan √ √
 Infeksi Jamur √ √
 Tumbuh ke dalam √ √
Kulit
 Perabaan kaki dingin √ √
 Kulit berkilap √ √
 Kulit Kering √ √
 Atrofi lemak subkutan √ √
 Rubor √ √
 Pucat pada elevasi √ √
 Rambut Kaki √ √
6. Pengkajian PEDIS :
a. PERFUSI = ABI : <0.6 (Grade 2 : Terdapat keluhan dan tanda PAD,
tekanan darah sistolik pada arteri dorsalis pedis > 50 mmHg.
b. EXTENT (Ukuran Luka)
- Kaki Kanan : 4 x 4 x 1 cm
- Kaki Kiri : 8 x 8 x 0.5 cm
c. DEPT (Kedalaman Luka)
- Dasar Luka kaki kiri : Tulang dan sendi (Grade 3)
- Dasar Luka kaki kanan : Luka menembus lapisan subkutan yang
meliputi fasia, otot atau tendo (Grade 2)
d. INFEKSI
- Osteomielitis pedis kiri, eritema 2-5 cm dari tepi luka, secret warna
kuning 5 cc, konsistensi kental, bau, maserasi.
7

- Grade 3 (Eritema > 2 cm disertai salah satu dari pembengkakan,


nyeri, hangat, pus, infeksi membentuk abses, osteomielitis).
- Hasil pemeriksaan kultur sensitifiras (tgl 24/10/2007) :
pseudomonas

e. SENSASI
- Rasa baal di kedua kaki
7. Hasil rontgen pedis (30 oktober 2007) :
a. Pedis kiri : Tampak destruksi os calcaneus kiri sisi posterior dan os
metatarsal V kiri, deformitas ujung proksimal phalang distl digiti I.
b. Pedis kanan : Densitas tuang menurun dengan trabekular kasar, tidak
tampak spur, tampak soft tissue swelling.
c. Kesan : Osteomielitis pedis kiri
8. Hasil pemeriksaan arteriografi ( 2 November 2007)
a. Vaskulariasasi pedis kir pada darah ganggren minimal/miskin (stenosis
100% arteri tibialis posterior dengan kolateral yang minimal)
b. Klien di sarankan untuk dilakukan PTA (Percutaneus Transluminal
Arteriografi)
9. Hasil Pemeriksaan Gula Darah dan pemberian RI dan NPH

Tanggal 16 18 22 25 29 Okt 1 Nov 5 Nov


Okt Okt Okt Okt
SGOT 19
SGPT 13
Pemberian
 RI 3 x 20 3 x 20 3 x 22 3 x 22 3 x 25 3 x 25 3 x 25
 NPH 1 x 15 1 x 15 1 x 15 1 x 15 1 x 15 1 x 15 1 x 15
GD jam 6 258 145 104 - 376 215 102
GD jam 11 323 159 272 160 >400 273 70
GD jam 16 225 399 - 229 300 191 332
8

10. Hasil Laboratorium

Jenis Pemeriksaan 26-10-2017 29-10-2017 Hasil Normal Satuan


Hematologi
DPL : LED 142.0 116.0 0.0 -20.0 mm
Hemoglobin 11.6 11.0 12.0 – 14.0 g/dl
Hematokrit 34.1 32.0 37.0 – 43.0 %
Eritrosit 3.99 4.74 4.00 – 5.00 Juta/ul
MCV/VER 85.5 67.5 82.0 – 92.0 FI
MCH/HER 29.1 23.2 27.0 – 31.0 Pg
MCHC/KHER 34.0 34.4 32.0 – 36.0 g/dl
Leukosit 9.8 10.3 5.0 – 10.0 Juta
Trombosit 399 310 150 – 400 Juta
Hitung Jenis :
Basofil 0.1 0.2 0.0 – 1.0 %
Eosinofil 0.7 0.5 1.0 – 3.0 %
Neutrofil 70 85 52 – 76 %
Limfosit 23.0 8.4 20.0 – 40.0 %
Monosit 6.1 6.3 2.0 - 8.0 %
PT 14.0 14.7 11. 0 – 14.0 %
PT Kontrol 12.5 12.4 Detik
APTT 42.1 41.0 27.3 – 37.6 Detik
APTT Kontrol 34.5 34.0 Detik
Kadar Fibrinogen 520.0 536.6 200.0 – 400.0 mg/dl
Kimia:
Protein Total 7.0 7.2 6.6 – 8.7 g/dl
Albumin 3.00 3.30 3.40 – 4.80 g/dl
Globulin 4.00 3.90 1.80 – 3.90 g/dl
Natrium Darah - 129 135 – 147 mEq/L
(Na)
9

Kalium Darah (K) - 3.20 3.50 – 5.50 mEq/L


Klorida Darah (CI) - 93.0 100.0 – 106.0 mEq/L

11. Terapi
a. Diit DM 1900 kkal + ekstra putih telur
b. Insulin 25 – 25 – 25
c. NPH 1 x 15 iu
d. Omeprazole 2 x 20 gr
e. Vometa 3 x 1 sdm
f. KSR 3x 1 tab
g. Ceftriaxone 1 x 2 gr

B. Analisa
1. Mengapa kaki pasien kesemutan baal ?
Karena glukosa dalam darah meningkat atau hiperglikemia maka akan
terjadi visikositas darah sehingga menyebabkan suplai O2 pada kaki
berkurang
2. Mengapa pasien sering kencing pada malam hari ?
3. Mengapa menyebabkan penglihatan kabur dan tiba-tiba pandangan
menjadi gelap dan tidak dapat digunakan untuk melihat ?
4. Mengapa Trigliserida meningkat?
5. Mengapa Kolesterol HDLnya menurun?
6. Mengapa pasien diberi RI dan NPH
7. Mengapa gula darahnya tinggi padahal sudah mendapat terapi RI dan
NPH?
8. Kapan RI dan NPH di berikan kepada pasien?
9. Mengapa hemoglobinya kurang?
10. Mengapa hematokritnya kurang?
10

11. Mengapa NCV bisa kurang padahal sebelumnya normal?


12. Mengapa leukositnya tinggi?
13. Mengapa neutrofilnya lebih?
14. Mengapa neutrofilnya tinggi padahal sebelumnya normal?
15. Mengapa limfositnya kurang padahal awalnya normal?
16. Mengapa PTnya lebih padahal awalnya normal?
17. Mengapa albuminya menurun?
18. Mengapa natriumnya berkurang?
Karena natrium berikatan dengan air dan klorida sehingga membuat
natrium keluar pada saat BAK
19. Mengapa kaliumnya rendah?
Dimmana kalium berikatan dengan hydrogen sehinngga keluar pada
saat BAK
20. Mengapa kloridanya berkurang?
11
BAB III
TINJAUAN TEORI

A. Sistem Endokrin
Sistem endokrin terdiri atas kelenjar yang sangat berbeda
satu sama lain. Kelenjar endokrin terdiri atas kelompok sel
sekretorik yang di kelilingi oleh jaringan kapiler luas yang
membant difusi hormon dari sel sekretorik ke aliran darah.
B. Pankreas
Sel yang menyusun pulau pankreas (Langerhans) ditemukan dalam
kelompok yang tersebar tidak beraturan pada substansi pankreas.
Tidak seperti pankreas eksokrin, yang menghasilkan getah
pankreatik, tidak ada duktus yang berasal dari kumpulan sel
langerhans. Hormon pankreas di sekresi secara langsung ke aliran
darah dan beredar ke seluruh tubuh. Ada tiga jenis sel di pulau
langerhans. Hormon pankreas disekresi secara langsung ke aliran
darah dan beredar ke seluruh tubuh. Ada tiga jenis sel pulau
langerhans yaitu:
1. Sel alfa yang menyekresi glucagon
2. Sel beta yang menyekresi insulin
3. Sel gama yang menyekresi somatotatin

Kadar glukosa darah normal adalah 3,5-8 mmol/liter (63-144


mg/100 ml). Kadar glukosa darah dikendalikan oleh hormon
insulin (menurunkan kadar glukosa darah) dan glukagon
(meningkatkan kadar glukosa darah).

C. Insulin
Adalah polipeptida yang mengandung 50 asam amino. Fungsi
utama insulin adalah menurunkan kadar nutrienn darah, khusunya
glukosa, tetapi juga asam amino dan asam lemak. Sekresi insulin
ditingkatkan dengan cara :
1. Bekerja pada membrane sel, merangsang ambilan dan
penggunaan glukosa oleh sel otot serta jaringan ikat
2. Meningkatkan pengubahan glukosa menjadi glikogen
(glikogenesis), khususnya di hati dan otot rangka
3. Mempercepat ambilan asam amino oleh sel dan sintesis protein

12
13

4. Meningkatkan sintesis asam lemak dan penyimpanan lemak di


jaringan adiposa (lipogenesis)
5. Mengurangi gikogenesis (pemecahan glikogen mejadi glukosa)
6. Mencegah pemecahan protein dan lemak serta glukoneogenesis
( pembentukan gula dari sumber selain karbohidrat selain
protein)

Sekresi insulin di stimulasi oleh peningkatan kadar glukosa


darah dan sedikit stimulasi parasimpatik, peningkatan pada
asam amino dan asam lemak, serta hormone gastrointestinal,
misal gastrin, sekretin dan kolesistokinin.
c. Glukagon meningkatkan kadar glukosa darah dengan menstimulasi:
1. Pengubahan glikogen menjadi glukosa di hati dan otot rangka
(glikogenolisis)
2. Glukoneogenesis.
Sekresi glukagon di stimulai oleh kadar glukosa darah dan latihan
fisik serta diturunkan oleh somastotatin dan insulin
d. Somastotatin
Dihasilkan oleh hipotalamus yaitu menghambat sekresi hormon insulin
dan glukagon selain menghambat sekresi hormone pertumbuhan (gh
dari hipofisis interior)

D. Definisi Diabetes Melitus Tipe 2


Adalah penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sel beta
prankreas untuk menghasilkan insulin sehingga glukosa banyak terkumpul
di dalam darah.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes
Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTII) disebabkan kegagalan relative
sel beta resistensi insulin adalah turunya kemampuan insulin untuk
merangkum pengambilan glukosa oleh gangguan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh gangguan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu
mengimbangi resistansi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relative insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
14

bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pancreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Faktor resikonya ialah :
1. Kelainan Genetik (Keturunan)
2. Usia
Umunya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas untuk menghasilkan insulin
3. Gaya hidup dan stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang cepat saji kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini
berpengaruh metabolisme dan membangkitkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas.
Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga
berdampak pada penurunan insulin.
4. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama
meningkatkan risiko terkena diabetes.
5. Obesitas (Terutama pada abdomen)
Obesitas mengakibatkan sel – sel Beta pankreas mengalami
hipertrofi sehingga akan berpengaruh terhadap penurun
produksi insulin. Peningkatan BB 10 Kg pada pria dan 8 Kg
pada wanita dari batas normal IMT (Indeks Massa Tubuh) akan
meningkatkan risiko DM tipe 2 (Camacho, P.M., dkk., 2007).
6. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat
rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada
penurunan fungsi pankres.

C. Pathway Patofisiologi
Predisposisi : Usia, Obesitas, Gaya hidup, Infeksi
15

Insulin tidak cukup / Resistensi


Insulin

Metabolisme Protein Metabolisme Karbohidrat

Glikogenesis menurun dan


Penurunan sintesis Ketidakseimbangan
Glikolisis meningkat
protein gula darah

Penurunan 02 Glukosa darah meningkat

Ketidakpatuha
Luka sulit sembuh Hiperglikemia
n b.d Intensitas
pengobatan Menurunnya filtrasi
ginjal dan diuresik
Ulcus Gangguan suplai
osmotik
darah ke mata
Meningkatnya volume
Gangren urine
Retinopati
Polidipsi, poliurine
Kerusakan
integritas kulit b.d Risiko mata kering
gangguan sensasi Kehilangan b.d kebutaan
elektrolit

Dehidrasi

Risiko kekurangan volume


caian b.d kehilangan volume

D. Tanda dan Gejala


1. Banyak Kencing (poliuria)
16

Oleh karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan


menyebabkan banyak kencing.
2. Banyak minum (polidipsi)
Oleh karena sering kencing memungkinkan sering haus dan banyak
minum.
3. Banyak Makan ( Poliphagi)
Penderita diabetes mellitus mengalami keseimbangan kalori
negative, sehimgga timbul rasa lapar yang sangat besar.
4. Penurunan berat badan
Hal ini di sebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke
dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan
tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil
dari cadangan lain, yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita
kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
5. Kesemutan
6. Kram Kelelahan
7. Penglihatan Kabur

E. Komplikasi
1. Mata : Retinopati diabetic dan Katarak
2. Ginjal : Glomerulosklerosis intrakapiler dan Infeksi
3. Saraf : Neuropati perifer, Neuropati Kranial dan Neuropati Otonom
4. Kulit : Dermopati diabetik, Nekrobiosis lipoidika diabetikorum,
Kandidas, Tukak kaki dan Tungkai
5. Sistem Kardiovaskular : Penyakit Jantung dan Ganngren pada kaki
6. Infeksi tidak lazim : Fasilitis dan Miositiis nekrotikans, Meningitis
mucor, Kolesistitis emfisematosa, Otitis eksterna maligna

F. Prosedur Diagnostik
1. Gejala klasik DM disertai dengan hasil kadar glukosa darah sewaktu ≥
200 mg/dl (11.1 mmol/L).
17

Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada


suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM disertai dengan hasil kadar glukosa darah puasa ≥
126 mg/dl (7.0 mmol/L).
Glukosa darah puasa adalah hasil pemeriksaan glukosa pada pasien
yang tidak mendapat kalori sedikitnya delapan jam
3. Kadar glukosa darah dua jam PP ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)
a. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa anhidrat yang dilarutkan ke dalam air.
b. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa Terganggu
(GDPT) bergantung pada hasil yang diperoleh, sebagai berikut :
1) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
Menunjukan hasil glukosa darah plasma dua jam setelah
beban antara 140 – 199 mg/dl (7.8 – 11.0 mmol/L)
2) Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT)
Menunjukan hasil glukosa darah puasa antara rentang 100-
125 mg/dl (5.6 – 6.9 mmol/L)

G. Farmakoterapi dan Rasional Pemilihan obat


1. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara:
a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b. Menurunkan ambang sekresi insulin
c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan
berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang
beratnya sedikit lebih.
18

Klorpropamid kurang di anjurkan pada keadaan infusiensi


renal dan orang tua karena risiko hipoglikemia yang
berkepangjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua
di anjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid,
glikuidon). Glukuidon juga di berikan pada pasien DM dengan
gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
2. Biguanid
Biguanid merupakan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di
bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat
ini dianjurkan untuk pasien gemuk (Indeks Massa Tubuh/ IMT > 30)
sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30),
dapat di kombinasi dengan obat golongan sulfonilurea.
3. Inhibitor 𝛼 glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim 𝛼
glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
4. Insulin Sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai
efek farmakologi meningkatka sensitivitas insulin, sehingga bisa
mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini belum
beredar di Indonesia.
19
BAB IV
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. A
Usia : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Cikajang Garut
Tanggal Masuk RS : 11 Oktober 2017
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No. RekamMedis : Tidak terkaji
Diagnosis Medis : Diabetes Melitus Tipe 2

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tidak terkaji
Alamat : Jl. Cikajang Garut
Hubungan dengan Pasien : Tidak terkaji

2. Riwayat penyakit
a. Keluhanutama
Klien mengatakan kakinya melepuh
b. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
Klien masuk RSHS pada tanggal 11 Oktober 2017 dengan
riwayat 10 (sepuluh) hari sebelum masuk rumah sakit kedua
telapak kaki melepuh karena semalam sebelunya klien
menginjak-injak botol yang berisi air panas untuk mengatasi

20
21

dingin baal. Kemudian klien di bawa keluarga ke RSHS dan


dirawat di IRNA B lantai 5 kanan.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan bahwa telah menderita diabetes mellitus
semenjak 11 tahun yang lalu, berobat di puskesmas tetap tidak
teratur termasuk minum obat dan senam diabetes yang
dianjurkan oleh tim kesehatan terdahulu dengan alas an lokasi
puskesmas cukup jauh dari rumah. Pada tahun 2010 klien
berobat di poliklinik diabetes RSHS karena kaki sering
kesemutann, baal di kaki sering kencing manis pada malam
hari. Klien pernah asuk RSUD dr. Slamet pada tahun 2012
karena luka di kaki dan sembuhh satu bulan kemudian.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terkaji
3. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Tidak terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Tidak terkaji
2) Tingkat kesadaran : Tidak terkaji
3) Tinggi Badan : Tidak terkaji
4) Berat Badan : Tidak terkaji
5) Tanda-tanda Vital
a. TD : 120/70 mmHg
b. Nadi : 80 x /menit
c. Respirasi : 20 x/menit
d. Suhu : Tidak terkaji
6) PemeriksaanFisik
a. Sistem Pernafasan
Nyeri dada (-), Ronkhi -/-, bronkovesikuler paru
kanan, respirasi 20x/menit.
b. Sistem Kardiovaskuler
22

Bunyi jantu S1 & S2 normal, Gallop (-), CRT 2 – 3


detik, Tekanan Darah 120/70 mmHg.
c. Sistem Pencernaan
Tidak Terkaji.
d. Sistem Indra
Mata klien sebelah kanan sudah tidak dapat di
gunakan untuk melihat semenjak 3 (tiga) minggu yang lalu.
Penglihatan kabur dan tiba-tiba pandangan menjadi gelap
dan tidak dapat di gunakan untuk melihat. Sedangkkan
mata kiri dapat digunakan untuk melihat tetapi samar –
samar. Tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri, tidak ada
riwayat trauma, tidak menggunakan kacamata.
e. Sistem Saraf
Tidak terkaji
f. Sistem Muskuloskeletal
Tidak terkaji
g. Sistem Integumen
Kedua telapak kaki melepuh
h. Sistem Endokrin
Tidak terkaji
i. Sistem Perkemihan
Tidak terkaji
j. Sistem Reproduksi
Tidak terkaji
k. Sistem Imun
Tidak terkaji
5. Aktivitas sehari-hari (ADL)
No Pola Sehari – hari Sebelum Sakit Setelah Sakit

1. Pola Nutrisi
Makan
23

Frekuensi Tidak terkaji Tidak terkaji


Jenis makanan Tidak terkaji Tidak terkai
Pantangan Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
Minum
Jenis minum Tidak terkaji Tidak terkaji
Frekuensi Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
2. Eliminasi
BAK
Frekuensi Tidak terkaji Tidak ada
Warna Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
BAB
Frekuensi Tidak terkaji Tidak terkaji
Konsistensi, warna Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji

3. Mobilisasi Tidak terkaji Tidak terkaji

4. Pola istirahat dan tidur


Siang Tidak terkaji Tidak terkaji
Malam Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji

5. Personal hygiene
Mandi Tidak terkaji Tidak terkaji
Gosok gigi Tidak terkaji Tidak terkaji
Keramas Tidak terkaji Tidak terkaji
Gunting kuku Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
24

6. Data Psikoslogis
1. Status Ekonomi
Tidak terkaji
2. Konsep Diri
a. Gambaran diri
Tidak terkaji
b. Harga Diri
Tidak terkaji
c. Peran diri
Tidak terkaji
d. Identitas diri
Tidak terkaji
e. Ideal diri
Tidak terkaji
3. Pola Koping
Tidak terkaji
4. Gaya Komunikasi
Tidak terkaji

7. Data Sosial
1. Pendidikan dan Pekerjaan
Klien adalah seorang Ibu Rumah Tangga
2. Gaya Hidup
Tidak terkaji
3. Hubungan social
Tidak terkaji

8. Data Spiritual
1. Konsep ketuhanan
Tidak terkaji
25

2. Ibadah dan Praktik


Tidak terkaji
3. Makna Sehat – sakit spiritual
Tidak terkaji
4. Support Spiritual
Tidak terkaji

9. Data Penunjang
a. Hasil pemeriksaan Laboratorium :

Hasil Pemeriksaan Normal Satuan


Kolesterol Total 143 120 - 200 mg/dl
Trigliserida 151 50 - 150 mg/dl
Kolesterol HDL 31 45 - 60 mg/dl
Kolesterol LDL 81.00 50 - 130 mg/dl
Kreatinin Darah 1.1 0.5 – 1.5 mg/dl

b. Pemeriksaan Paru :
Ronkhi -/-, bronkovesikuler paru kanan

Pemeriksaan Hasil
pH 7.484
PCO2 27.4
PO2 74.0
SO2 94.1
HCO3 20.8
BE -2.8
26

c. Pengkajian Kaki :

Kaki Kanan Kaki Kiri


Ya Tidak Ya Tidak
Kallus √ √
Corsns √ √
Bunions √ √
Hammer Toes √ √
Amputasi
 Minor (jari/pedis) √ √
 Mayor (below knee/above knee) √ √
Kaki charchot √ √
Kuku
 Penebalan √ √
 Infeksi Jamur √ √
 Tumbuh ke dalam √ √
Kulit
 Perabaan kaki dingin √ √
 Kulit berkilap √ √
 Kulit Kering √ √
 Atrofi lemak subkutan √ √
 Rubor √ √
 Pucat pada elevasi √ √
 Rambut Kaki √ √

d. Pengkajian PEDIS :
1. PERFUSI = ABI : <0.6 (Grade 2 :Terdapat keluhan dan
tanda PAD, tekanan darah sistolik pada arteri dorsalis pedis
> 50 mmHg.
2. EXTENT (Ukuran Luka)
27

a) Kaki Kanan : 4 x 4 x 1 cm
b) Kaki Kiri : 8 x 8 x 0.5 cm
3. DEPT (Kedalaman Luka)
a) Dasar Luka kaki kiri : Tulang dan sendi (Grade 3)
b) Dasar Luka kaki kanan : Luka menembus lapisan
subkutan yang meliputi fasia, otot atau tendo (Grade 2)
4. INFEKSI
a) Osteomielitis pedis kiri, eritema 2-5 cm dari tepi luka,
secret warna kuning 5 cc, konsistensi kental, bau,
maserasi.
b) Grade 3 (Eritema > 2 cm disertai salah satu dari
pembengkakan, nyeri, hangat, pus, infeksi membentuk
abses, osteomielitis).
c) Hasil pemeriksaan kultur sensitifiras (tgl 24/10/2007) :
pseudomonas
5. SENSASI
a) Rasa baal di kedua kaki

e. Hasil rontgen pedis (30 oktober 2007) :


1. Pedis kiri : Tampak destruksi os calcaneus kiri sisi posterior
dan os metatarsal V kiri, deformitas ujung proksimal phalang
distal digiti I.
2. Pedis kanan : Densitas tuang menurun dengan trabekular
kasar, tidak tampak spur, tampak soft tissue swelling.
3. Kesan : Osteomielitis pedis kiri

f. Hasil pemeriksaan arteriografi ( 2 November 2007)


a) Vaskulariasasi pedis kir pada darah ganggren
minimal/miskin (stenosis 100% arteri tibialis posterior
dengan kolateral yang minimal)
28

b) Klien di sarankan untuk dilakukan PTA (Percutaneus


Transluminal Arteriografi)
g. Hasil Pemeriksaan Gula Darah dan pemberian RI dan NPH

Tanggal 16 Okt 18 22 Okt 25 29 1 Nov 5 Nov


Okt Okt Okt
SGOT 19
SGPT 13
Pemberian
 RI 3 x 20 3 x 20 3 x 22 3 x 22 3 x 25 3 x 25 3 x 25
 NPH 1 x 15 1 x 15 1 x 15 1 x 15 1 x 15 1 x 15 1 x 15
GD jam 6 258 145 104 - 376 215 102
GD jam 11 323 159 272 160 >400 273 70
GD jam 16 225 399 - 229 300 191 332
h. Hasil Laboratorium

Jenis Pemeriksaan 26-10-2017 29-10-2017 Hasil Normal Satuan


Hematologi
DPL : LED 142.0 116.0 0.0 -20.0 mm
Hemoglobin 11.6 11.0 12.0 – 14.0 g/dl
Hematokrit 34.1 32.0 37.0 – 43.0 %
Eritrosit 3.99 4.74 4.00 – 5.00 Juta/ul
MCV/VER 85.5 67.5 82.0 – 92.0 FI
MCH/HER 29.1 23.2 27.0 – 31.0 Pg
MCHC/KHER 34.0 34.4 32.0 – 36.0 g/dl
Leukosit 9.8 10.3 5.0 – 10.0 Juta
Trombosit 399 310 150 – 400 Juta
Hitung Jenis :
Basofil 0.1 0.2 0.0 – 1.0 %
Eosinofil 0.7 0.5 1.0 – 3.0 %
Neutrofil 70 85 52 – 76 %
29

Limfosit 23.0 8.4 20.0 – 40.0 %


Monosit 6.1 6.3 2.0 - 8.0 %
PT 14.0 14.7 11. 0 – 14.0 %
PT Kontrol 12.5 12.4 Detik
APTT 42.1 41.0 27.3 – 37.6 Detik
APTT Kontrol 34.5 34.0 Detik
Kadar Fibrinogen 520.0 536.6 200.0 – 400.0 mg/dl
Kimia:
Protein Total 7.0 7.2 6.6 – 8.7 g/dl
Albumin 3.00 3.30 3.40 – 4.80 g/dl
Globulin 4.00 3.90 1.80 – 3.90 g/dl
Natrium Darah - 129 135 – 147 mEq/L
(Na)
Kalium Darah (K) - 3.20 3.50 – 5.50 mEq/L
Klorida Darah (CI) - 93.0 100.0 – 106.0 mEq/L
i. Terapi
No Nama Obat Jumlah Indikasi
1. Diit + 1900 kkal Untuk menambahkan jumlah protein
ekstra putih
telur
2. Insulin 25 – 25 – 25 Untuk mengendalikan glukosa darah
3. NPH 1x15 iu
4. Omeprazole 2 x20 gr Menurunkan kadar asam yang di
produksi di lambung
5. Vometa 3 x1 sdm Untuk meredakan rasa mual, muntah
dan gangguan perut
6 KSR 3x1 dm Untuk mengobati atau mencegah jumlah
kalium yang rendah dalam darah
7. Cefriaxone 2x2 gr Untuk mengatasi infeksi bakteri

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DO : Kakinya melepuh Metabolisme Protein Kerusakan
karena menginjak – integritas kulit b.d
injak botol yang berisi gangguan sensasi
air panas Penurunan sintesis protein
DS : Terdapat rontgen
Pedis kiri dan Pedis
Penurunan O2
kanan

Luka sulit sembuh


30

Ulcus

Gangren

Kerusakan integritas kulit

2. DS : Metabolisme karbohidrat Ketidakseimbangan


DO : Gula darah gula darah b.d
terakhir pasien pada 5 Menurunnya glikogenesis
november gula darah dan meningkatnya glikolisis
jam 16 ialah 332

Meningkatnya glukosa darah

Hipreglikemia

Ketidakseimbangan glukosa
darah

3. DS : Sering pipis di Menurunya filtrasi ginjal dan Kekurangan


malam hari diuresik osmotik volume cairan b.d
DO : kehilangan volume
Meningkatnya volume urine cairan aktif

Polidipsi, poliurine

Kehilangan elektrolit

Dehidrasi

Kekurangan volume cairan


DS : Mata4.kanan tidak Hiperglikemia Risiko mata kering
bisa di gunakan setelah b.d kebutaan
3 minggu yang lalu, Gangguan suplai darah ke
Penglihatan kabur, mata
mata kiri samar-samar
DO : Retnopati

Risiko mata kering


5. DS : Tidak teratur Metabolisme protein Ketidakpatuhan b.d
minum obat dan senam intensitas
31

diabetes Penurunan sistesis protein pengobatan


DO :
Penurunan O2

Luka sulit sembuh

Ketidakpatuhan
32

Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas :


1. Kerusakan Integritas kulit b.d gangguan sensasi
2. Ketidakseimbangan glukosa darah b.d
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif
4. Risiko mata kering b.d kebutaan
5. Ketidakpatuhan b.d intesitas pengobatan

C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor karakteristik luka, termasuk 1. Untuk mengetahui
integritas kulit keperawatan selama 3x24 drainase, warna, ukuran dan bau karakteristik dari
b.d gangguan jam dengan keutuhan 2. Ukur luas luka yang sesuai luka tersebut
sensasi struktur dan fungs fisiologis 3. Berikan balutan yang sesuai dengan 2. Untuk mengetahui
kulit dan selaput lender jenis luka luas luka tersebut
secara normal kriteria hasil : 4. Ganti balutan sesuai dengan jumlah 3. Untuk memberikan
1. Perfusi jaringan 2  eksudat dan drainase balutan sesuai
5 (Banyak terganggu 5. Periksa luka setiap kali perubahan dengan jenis luka
 Tidak terganggu) balutan 4. Untuk mengurangi
2. Integritas kulit 1  5 6. Rujuk pada ahli diet, dengan tepat pemborosan dari
(Sangat terganggu  7. Anjurkan pasien atau anggota jumlah balutan
tidak terganggu) keluarga pada prosedur perawatan 5. Untuk mengetahui
3. Lesi pada kulit 1  luka perubahan luka
5 (Sangat terganggu 8. Anjurkan pasien dan keluarga untuk 6. Untuk bisa mengatur
 tidak terganggu) mengenal tanda dan gejala infeksi diet yang baik bagi
pasien
33

4. Lesi mukosa 7. Agar keluarga


membrane 1  5 mengetahui prosedur
(sangat terganggu  dari perawatan luka
tidak terganggu) 8. Agar kelurga
mengetahui tanda
5. Nekrosis 2  5 dan gejala apabila
(Banyak terganggu terjadi infeksi
 tidak tergganggu)
2. Ketidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kadar glukosa darah, 1. Untuk mengetahui
seimbangan keparawatan 3x24 jam sesuai indikasi indikasi yang
glukosa darah dengan keparahan tandan 2. Monitor tanda dan gejala menyebabkan kadar
dan gejala karena hiperglikemi glukosa naik
peningkatan kadar glukosa 3. Berikan insulin sesuai resep 2. Untuk mengetahui
darah dengan kriteria hasil 4. Monitor status cairan sesuai tanda dan gejala
1. Peningkatan haus 1 kebutuhan hiperglikemia
 5 (berat  tidak 5. Konsultasikan dengan dokter 3. Untuk memenuhi
ada) tanda dan gejala hiperglikemia kebutuhan insulin
2. Kelelahan 2 5 yang menetap dan memburuk pasien
(besar  tidak ada) 6. Dorong pemantauan sendiri 4. Unntuk mengethui
3. Pandangan kabur 2 kadar glukosa darah stauts cairan yang
 5 (besar  tidak 7. Instrusikan pada pasien dan dibutuhhkan pasien
ada) keluarga mengenai manajemen 5. Untuk mengetahui
4. Peningkatan Glukosa diabetes apakah hiperglikemi
darah 2 5 (besar 8. Tes kadar glukosa darah anggota pasien membaik atau
 tidak ada) keluarga sebaliknya
6. Untuk mengetahui
kadar glukosa pasien
7. Supaya pasien dan
34

keluarga
mengetahui
manajemen
kesehatan
8. Untuk mengetahui
kadar glukosa darah
dari anggota
Keurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Jaga intake asupan yang akurat 1. Supaya cairan intake
volume cairan keperawatan selama 3x24 dan catat output pasien dan output pasien
b. d volume jam dengan Keseimbangan 2. Monitor hasil laboratorium yang tetap stabil
cairan aktif cairan di dalam ruang relevan dengan resistensi cairan 2. Untuk mengetahui
intraselular dan ekstra 3. Monitor makanan / cairan yang hasil laboratorium
selular tubuh dengan kritera dikonsumsi dan hitung asupan pasien secara berkala
hasil : kalori harian 3. Untuk mengetaui
1. Keseimbangan intake 4. Berikan cairan dengan tepat makanan apa saja di
dan output dalam 24 konsumsi pasien
jam 2  5 (banyak sesuai dengan kalori
terganggu  tidak yang di butuhkan
terganggu) 4. Untuk memberikan
2. Berat badan stabil asupan cairan yang
3  5 (cukup tepat untuk pasien
terganggu  tidak
terganggu)
3. Kehausan
2  5 (banyak
terganggu  tidak
terganggu)
35

4. Risiko mata Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda- tanda dan gejala mata 1. Untuk mengetahui
kering b.d keperawatan selama 3x24 kering tanda dan gejala dari
kebutaan jam dengan tindakan 2. Berikan perawatan mata setidaknya mata kering
individu untuk mengerti, dua kali sehari dengan tepat 2. Untuk mengurangi
mencegah, mengeliminasi 3. Laporkan tanda abnormal dan gejala terjadinya infeksi
atau mengurangi ancaman mata kering ke dokter 3. Untuk mengetahui
kesehatan berkaitan dengan tindakan apa yang
fungsi penglihatan dengan harus dilakukan
kriteria hasil : apabila mata kering
1. Mencari informasi sudah parah
terakit kerusakan
fungsi penglihatan 4
 1 (sedang
menunjukan  tidak
pernah menujukan)
2. Mengientifikasi
faktor risiko
kerusakan fungsi
penglihatan 4  1 (
sedang menunjukan
 tidak pernah
menujukan)
3. Memonitor gejala
gangguan
penglihatan 4  1
(sedang menunjukan
 tidak pernah
menunjukan)
36

4. Melakukan
pemeriksaan mata 3
 1 (kadang
menunjukan  tidak
pernah menunjukan)
5. Ketidakpatuhan Setelah dilakukaan tindakan 1. Tentukan obat apa yang diperlukan 1. Untuk mengetahui
b.d pengobatan keperawatan selama 2x24 dan kelola menurut resep obat apa yang tepat
jam dengsn tindakan 2. Kaji ulang pasien dan keluarga menurut resep
personal untuk mengelola secara berkala mengenai jenis dan 2. Untuk mengetahui
keamanan obat yang jumlah obat yang di konsumsi jenis dan jumlah
memenuhi efek terapeutik 3. Pertimbangkan pengetahuan pasien obat yang di
pada kondisi tertentu yang mengenai obat-obatan konsumsi
direkomendasikan oleh 4. Pertimbangkan faktor – faktor yang 3. Supaya pasien
perofessioanl kesehatan dapat menghalangi untuk mengetahui
dengan kriteria hasil : mengkonsumsi obat yang diresepken pengetahuan tentang
1. Membuat daftar 5. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mata kering
semua obat-obatan mengenai tindakan dan efek samping 4. Supaya pasien dapat
dengan dosis dan yang di harapkan dari obat sembuh dengan cara
frekuensi pemberian 6. Dapatkan resep dari dokter bagi meminum obat
1  5 (tidak pasien yang melakukan pengobatan sesuai dengan yang
menunjukan  sendiri dengan tepat diresepkan
sering menunjukan) 5. Supaya anggota dan
2. Minum obat sesuai keluarga pasien
dosis 2  5 (jarang mengetahui tentang
menunjukan  efek samping dari
sering menunjukan) obat tersebut
3. Mengelola obat 6. Supaya pasien
topical dengan benar mengetahui obat apa
37

2  5 (jarang saja yang harus di


menunjukan  minum sesuai
sering menunjukan) dengan resep dokter
4. Mendapatkan tes
laboratorium yang
diperlukan 2  5
(jarang menunukan
 sering
menunjukan)

D. Implementasi
N Tanggal dan waktu Implementasi Respon Paraf
o
D
x
1. 12 Oktober 2017 (09:00) 1. Memonitor karakteristik luka, 1. Pasien mampu di ajak kerjasama
termasuk drainase, warna, dengan perawat
ukuran dan bau 2. Pasien merasa kesakitan saat
2. Mengukur luas luka yang sesuai balutannya di buka
3. Memberikan balutan yang sesuai 3. Keluarga mampu diajak
dengan jenis luka kerjasama
4. Mengganti balutan sesuai
dengan jumlah eksudat dan
drainase
5. Meriksa luka setiap kali
perubahan balutan
6. Merujuk pada ahli diet, dengan
38

tepat
7. Menganjurkan pasien atau
anggota keluarga pada prosedur
perawatan luka
8. Menganjurkan pasien dan
keluarga untuk mengenal tanda
dan gejala infeksi
2. 12 Oktober 2017 (10:00) 1. Memonitor kadar glukosa 1. Pasien mampu di ajak kerjasama
darah, sesuai indikasi dengan perawat
2. Memonitor tanda dan gejala 2. Pasien mau belajar bagaimana
hiperglikemi cara mengetes kadar glukosa
3. Memberikan insulin sesuai darahnya sendiri
resep 3. Keluarga mampu di ajak
4. Memonitor status cairan kerjasama mengenai manajemen
sesuai kebutuhan diabetes
5. Mengkonsultasikan dengan
dokter tanda dan gejala
hiperglikemia yang menetap
dan memburuk
6. Mendorong pemantauan
sendiri kadar glukosa darah
7. Meninstrusikan pada pasien
dan keluarga mengenai
manajemen diabetes
8. Tes kadar glukosa darah
anggota keluarga
39

3. 1. Menjaga
12 k intake asupan yang 1. Pasien mampu di ajak kerjasama
akurattdan catat output dengan perawat
pasieno 2. Pasien mau untuk makan dengan
2. Memonitor
b hasil porsi yang sedikit
laboratorium
e yang relevan
denganr resistensi cairan
3. Memonitor makanan / cairan
yang dikonsumsi
( dan hitung
asupan1 kalori harian
4. Memberikan
3 cairan dengan
tepat :
0
0
)
4. 12 Oktober (14:00) 1. Memonitor tanda- tanda dan 1. Pasien mampu di ajak kerjasama
gejala mata kering dengan perawat
2. Memberikan perawatan mata
setidaknya dua kali sehari
dengan tepat
3. Melaporkan tanda abnormal dan
gejala mata kering ke dokter

5. 14 Oktober 2017 (09:00) 1. Menentukan obat apa yang 1. Pasien dan keluarga mampu di
diperlukan dan kelola menurut ajak kerjasama dengan perawat
resep 2. Pasien mengerti bahwa
2. Mengkaji ulang pasien dan pengobatan itu penting untuknya
keluarga secara berkala
mengenai jenis dan jumlah obat
40

yang di konsumsi
3. Mempertimbangkan
pengetahuan pasien mengenai
obat-obatan
4. Mempertimbangkan faktor –
faktor yang dapat menghalangi
untuk mengkonsumsi obat yang
diresepken
5. Mengajarkan pasien dan anggota
keluarga mengenai tindakan dan
efek samping yang di harapkan
dari obat
6. Mendapatkan resep dari dokter
bagi pasien yang melakukan
pengobatan sendiri dengan tepat

E. Evaluasi
No. Dx Tanggal / jam SOAP
1. 19 Oktober 2017 (13:00) S : Pasien mengatakan luka pada kakinya sudah lumayan sembuh
O : Terlihat ukuran luka pasien berkurang
A : Kerusakan Integritas kuli b.d gangguan sensasi
P : Lanjutkan intervensi
- Pantau terus karakteristik luka dari warna, bau dan kelebaran dari
luka
- Hindari makanan yang memperburuk luka tersebut
41

F. Telaah jurnal
I = Introduction
Berdasarkan Peta prevalensi diabetes WHO pada tahun 2003 menempati
urutan keempat terbesar dalam jumlah penderita DM di dunia setelah India,
China dan Amerika Serikat. Diprediksikan terjadi peningkatan jumlah
penderita DM dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030. Menurut International Diabetes Federation diperkirakan pada
tahun 2020 akan ada 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun, dengan
asumsi prevalensi diabetes melitus sebesar 4,6% maka diperkirakan akan ada
8,2 juta penderita diabetes melitus di Indonesia (WHO, 2011). Berdasarkan
Diabetes Prevention Program Research Group Faktor (2002) risiko penyebab
terjadinya DM tipe 2 dikelompokkan menjadi tiga , yaitu faktor sosio
demografi (seperti : umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat
pendidikan dan pekerjaan), faktor perilaku dan gaya hidup ( seperti :
konsumsi sayur dan buah, kebiasaan merokok,konsumsi alkoho dan aktivitas
fisik), dan faktor keadaan klinis atau mental indeks (seperti : kegemukan,
obesitas sentral dan stres).
M = Methode
Penelitian ini menggunakan rancang bangun cross sectional. Lokasi
penelitian di RSUD Dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh pasien di instalasi rawat jalan (Poli Penyakit Dalam)
RSUD Dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Jumlah Populasi sebesar 75 orang.
Jumlah sampel sebesar 75 orang (total populasi).Variabel penelitian dibagi
menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas
penelitian adalah faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian Diabetes
Melitus pada usia produktif, yaitu obesitas, pola makan, olahraga, aktivitas
fisik, merokok dan konsumsi alkohol. Faktor melekat dan mungkin sulit tidak
dapat dirubah yaitu : jenis kelamin, riwayat penyakit DM dalam keluarga,
pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Faktor terikat dalam penelitian ini
adalah penyakit Diabetes Melitus tipe 2.
R = Result
42

a. Hasil uji bivariate Karakteristik responden dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di


RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi tahun 2016.
Dari karakteristik responden didapatkan hasil jenis kelamin memiliki p value
0,785 ,jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian diabetes melitus tipe 2. Dari hasil tersebut berarti jenis kelamin
bukan merupakan faktor resiko yang berhubungan dengan diabetes melitus
tipe 2 pada usia produktif..
b. Hasil uji bivariate Obesitas, pola makan, olah raga, aktivitas fisik, merokok
dan konsumsi alkohol dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr.
Soeroto Kabupaten Ngawi tahun 2016.
Obesitas merupakan faktor yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2
pada usia produktif. Pola makan memiliki hubungan yang bermakna dengan
diabetes melitu tipe (p value < 0,05) yaitu sebesar 0,000.Olah raga memiliki
hubungan yang bermakna dengan diabetes melitu tipe (p value < 0,05) yaitu
sebesar 0,046. Yang berarti olah raga merupakan faktor yang berhubungan
dengan diabetes melitus tipe 2 pada usia produktif. Aktivitas fisik tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan diabetes melitus (p value > 0,05)
yaitu sebesar 0,0710 yang berarti aktivitas fisik bukan merupakan faktro
resiko yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2 pada usia produktif.
Merokok tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan diabetes melitus
(p value > 0,05) yaitu sebesar 0,0720 yang berarti merokok bukan merupakan
faktro resiko yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2 pada usia
produktif. Konsumsi alkohol memiliki hubungan yang bermakna dengan
diabetes melitu tipe (p value < 0,05) yaitu sebesar 0,000. Yang Konsumsi
alkohol merupakan faktor yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2
pada usia produktif.
R = Result
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan kejadian diabetes tipe 2 pada usia
produktif. Jenis kelamin bukan merupakan faktor resiko yag berhubungan
dengan diabetes melitus tipe 2 di RSUD dr Soeroto Kab. Ngawi. Penyakit
diabetes melitus dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis
43

kelamin, umur. Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian diabetes tipe 2


pada usia produktif. Pekerjaan bukan merupakan faktor resiko yag
berhubungan dengan diabetes meltus tipe 2 di RSUD dr Soeroto Kab. Ngawi.
Responden peneltian ini sebanyak 38 responden tidak bekerja sedangkan 37
responden mempunyai pekerjaan. Pekerjaan bukan faktor resiko utama
terjadinya diabetes melitus tipe 2 pada usia produktif. Hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes tipe 2 pada usia produktif.
Tingkat pendidikan merupakan faktor resiko yang berhubungan dengan
diabetes meltus tipe 2 di RSUD dr Soeroto Kab. Ngawi.Menurut Skiner,
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
rangsangan dari luar. Perilaku masyarakat merupakan hal penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan. Kebiasaan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan sekitar akan melindungi diri dari berbagai jenis penyakit.
Hubungan antara pendapatan dengan kejadian diabetes tipe 2 pada usia
produktif. Dari hasil penelitian didapatkan responden yang mempunyai
pendapatan < UMR adalah sebanyak 52 orang sedangkan sebanyak 23
responden mempunyai pendapatan > UMR. Hubungan antara Obesitas, pola
makan, olah raga, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol dengan
kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada usia produktif Hasil penelitian pada
tabel 2 menunujukkan bahwa obesitas, pola makan, olahraga dan konsumsi
alkohol mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian diabetes
melitus tipe 2 pada usia produktif. Sedangkan aktivitas fisik dan merokok
tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian diabetes melitus
tipe 2 pada usia produktif.
A = Analisys
Analisis data menggunakan uji chi square dan Multiple Logistic
Regresion
D = Diskusi
Dimana pada jurnal ini menjelaskan bahwa terjadinya DM tipe 2
dikelompokkan menjadi tiga , yaitu faktor sosio demografi (seperti : umur,
jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan pekerjaan), faktor
44

perilaku dan gaya hidup ( seperti : konsumsi sayur dan buah, kebiasaan
merokok,konsumsi alkoho dan aktivitas fisik), dan faktor keadaan klinis atau
mental indeks (seperti : kegemukan, obesitas sentral dan stres).Diabetes
Melitus Tipe 2 di RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi tahun 2016.
Obesitas merupakan faktor yang berhubungan dengan diabetes melitus
tipe 2 pada usia produktif. Pola makan, olahraga, aktivitas fisik, merokok dan
konsumsi alkohol memiliki hubungan yang bermakna dengan diabetes
mellitus tipe 2 pada usia produktif.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan yakni tubuh
tidak dapat menghasilkan insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak dapat
menfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan.

Selain itu juga Diabetes Melitus memiliki dua tipe diantaranya ;


1). Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM) merupakan kondisi autoimun yang
menyebabkan kerusakan sel Beta pancreas sehingga timbul defisiensi
insulin absolute. 2). Diabetes Melitus tipe 2 (NIDDM) disebabkan
kegagalan relative sel beta resistensi insulin adalah turunya kemampuan
insulin untuk merangkum pengambilan glukosa oleh gangguan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh gangguan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati.

B. Saran
Berhati-hatilah dalam menjaga pola hidup seperti makan, olahraga dan
istirahat yang cukup. Jaga pola makan dengan mengkonsumsi makanan
dan minuman yang terlalu manis karena dapat menyebabkan kadar glukosa
darah meningkat.

45
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,Arif dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta

Maghfur, Ali.2016.Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Melitus.Jakarta :


Salemba Medika

Aini Nur, Ledy Martha Aridiana. 2016. Asuhan Keperawatan pada sistem
endokrin.Jakarta : Salemba Medika

Greenstein Ben, Diana Wood. 2007. At a Glance Sistem Endokrin edisi kedua.
Jakarta:Erlangga

Surya Diyah Kusumawati.Diabetes Melitus (tipe 2) pada usia produktif dan


faktor-faktor resiko yang mempengaruhi (studi kasus di RSUS Dr. Soeroto
kabupaten Ngawi).

file:///C:/Users/user/Downloads/8-34-1-PB.pdf

46

Anda mungkin juga menyukai