Anda di halaman 1dari 32

TUGAS LAPORAN BUKU

“FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, dan Aksiologis”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Oleh,
Linda Fitri Yeni
NIM 1309394

Dosen Pengampu,
Prof. Dr. Jamaris, M.Pd.
Dr. Argantos, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
LAPORAN BUKU

Identitas Buku
Judul Buku : FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis, dan Aksiologis
Karangan : Drs.A.Susanto,M.Pd
Tahun Terbit : 2011

A. RINGKASAN BUKU

1. BAB 1 PENGERTIAN FILSAFAT


Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), diartikan
dengan ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahassa Inggris kata filsafat
disebut dengan istilah ‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah
‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia
yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.
Dari beberapa pengertian yang telah disampaikan oleh beberapa orang ahli
dalam buku ini, dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah kegiatan
berfikir kritis untuk menghasilkan suatu pengetahuan yang mendalam.
Objek kajian dari filsafat meliputi objek materiil dan objek formal.
Filsafaat memikirkan apa-apa yang ada dan apa saja yang mungkin ada.
Sedangkan metode yang dipakai dalam ilmu filsafat sangat banyak, tergantung
para tokoh filsafat tersebut. Salah satu contoh yaitu Socrates dan Plato , mereka
menamainya dengan metode kritis. Metode ini merupakan cara kerja atau cara
bertindak yang bersifat analitis. Metode ini melalui percakapan-percakapan
(dialog).
Ciri-ciri filsafat yaitu filsafat sebagai ilmu, filsafat sebagai cara berfikir
dan filsafat sebagai pandangan hidup. Manfaat dari mempelajari ilmu filsafat ini
ada tiga. Pertama filsafat telah mengajarkan kita untuk lebih mengenal diri secara
totalitas. Kedua, filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Ketiga,
tentang hakikat Tuhan.
Berikut adalah cabang-cabang filsafat menurut Aristoteles.
a) Logika
b) Filsafat teoriris
c) Filsafat praktis
d) Filsafat poetika
Sedangkan Kattsoff (1996:73) menggolongkan bidang-bidang filsafat dengan
lebih rinci sebagai berikut.
a) Logika
b) Metodologi
c) Metafisika
d) Ontologi dan Kosmologi
e) Epistemologi
f) Biologi kefilsafatan
g) Psikologi kefilsafatan
h) Antropologi kefilsafatan
i) Sosiologi kefilsafatan
j) Etika
k) Estetika
l) Filsafat agama
Bidang kajian filsafat terdiri dari tiga kajian yaitu, a) Kosmologi, b)
Ontologi, c) Philosophy, d) Efistemologi, e) Aksiologi.
Selain beberapa hal di atas, tujuan mempelajari sejarah filsafat adalah
untuk mengetahui pemikiran filsafat para ahli pikir atau filosof tentang berbagai
ragam pemikiran dari dahulu hingga sekarang. Pada abad ke-6 sebelum masehi
(SM) bermunculan para pemikir yang kepercayaannya bersifat rasional. Ahli pikir
yang pertama muncul adalah Thales (±625-545 SM) yang berhasil
mengembangkan geometrik dan matematika. Socrates mengembangkan teori
moraal, Plato mengembangkan teori tentang ide, sedangkan Aristiteles
mengembangkan teori yang menyangkut dunia dan benda. Selanjutnya, awal abad
pertengahan merupakan lahirnya filsafat Eropa dan berkembanglah hingga masa
selanjutnya yaitu masa abad modern.
Aliran atau Mazhab dalam filsafat yaitu terdiri dari a) rasionalisme, b)
empirisme, c) kritisisme, d) materialisme, e) idealisme, f) positivisme, g)
pragmatisisme, h) sekularisme dan i) filsafat islam.

2. BAB 2 FILSAFAT ILMU


Defenisi filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu kata filsafat dan kata ilmu.
Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebijaksanaan (Sophia), prinsip-prinsip
mencari kebenaran atau berpikir rasional-logis, mendalam, dan tuntas (radikal)
dalam memperoleh kebenaran. Sedangkan kata ilmu (science) adalah pengetahuan
tentang sesuatu, atau bagian dari pengetahuan. Menurut Maufur (2008:32-34) ada
beberapa syarar yang harus dipenuhi oleh suatu pengetahuan agar dapat dikatakan
ilmu pengetahuan yaitu, sistematik, general, rasional, objektif, menggunakan
metode tertentu, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan defenisi para ahli yang telah diuraikan dalam buku ini, dapat
disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah sebuah analisis yang menggunakan
metode serta teknik-teknik yang dierasa tepat serta konsep yang dapat menelaah
tentang logika, teori ilmiah atau sebagainya. Tidak jauh berbeda dengan filsafat,
objek kajian dari filsafat ilmu adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Begitupun dengan pendekatan yang digunakan dalam filsafat ilmu dengan filsafat
tidak jauh berbeda, yaitu pendekatan received view, pendekatan menampilkan diri
dari sosok rasionality yang membuat kombinasi antara berpikir empiris dengan
berpikir struktural dalam matematika, pendekatan fenomenologik, pendekatan
metafisik, dan pendekatan pragmatisme.
Adapun fungsi dari filsafat ilmu adalah untuk mendalami pertanyaan-
pertanyaan tentang ilmu atau asasi manusia tentang makna realitas dan lingkup
tanggung jawabnya, secara sistematis dan historik. Sebagai kritik ideologi,
sebagai dasar metodis dan wawasan lebih mendalam dan kritis, merupakan dasar
paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan intelektual,
memberikan wawasan lebih luas dan kemampuan analitis lebih tajam untuk
bergulat melawan masalah-masalah. Sedangkan ruang lingkup filsafat ilmu dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu filsafat ilmu umum dan filsafat ilmu khusus.
Perkembangan filsafat ilmu sejalan dengan perkembangan zaman. Dimulai
dari zaman prasajarah. Di zaman tersebut telah mampu menciptakan konser
sebuah alat perkakas. Berlanjut pada zaman sejarah telah berkembang
kemampuan menulis, membaca, dan menghitung. Pada zaman logam,
perkembangan ilmu begitu pesat. Yaitu ditemukannya berbagai seni seperti
perhiasan-perhiasan. Pada zaman yunani dan romawi muncullah pemikira-
pemikiran tajam terhadap perkembangan ilmu melebihi dari zaman sebelumnya.
Filsafat ilmu dari india dan cina berlainan dengan filsafat modern yaitu lebih
menyerupai ngelmu dari ilmu, lebih mendekati kata philosophia yang semula
yang merupakan bentuk dari ajaran Hinddu sehingga filsafat bersifat vakum.
Filsafat ilmu pada masa islam merupakan pangkal dari lahirnya ilmu pengetahuan
dan teknologi modern, yaitu dengan menemukan metode ilmiah yang menjadi
konsep pembuka rahasia. Filsafat ilmu pada abad kegelapan berada pada bangsa
Roma yang saat itu hanya sibuk dengan kegiatan keagamaan mengenai dosa dan
mencari cara untuk penghapusan dosa.
Selanjutnya pada filsafat ilmu pada abad ke-16 dan 17 dihidupkan kembali
kebudayaan klasik (Yunani-Romawi) dengan meninggalkan kebudayaan
tradisional yang bernafas kristiani. Filsafat ilmu pada abad ke-18 dan 19
merupakan titik lanjutan dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada abad-abad
berikutnya. Ilmu pengetahuan empiris pada abad ini makin mendiminasi ilmu
pengetahuan. Filsafat ilmu pada abad ke-20 merupakan abad percobaan bagi
semua ilmu pengetahuan.

3. BAB 3 SUBSTANSI FILSAFAT ILMU


Substansi ilmu filsafat terdiri dari kenyataan atau fakta, konfirmasi, serta
konsep dan definisi. Pada subbab kenyataan atau fakta terdairi dari a) kesenjangan
antara kebenaran dan fakta, b) cara mencari kebenaran menurut ilmu, filsafat, dan
agama, c) sifat kebenaran menurut perspektif ilmu, agama, dan filsafat, d)
keterkaitan antara fakta dan kebenaran. Dari keseluruha sub-sub bab tersebut
dijelaskan mengenai kenyataan merupakan sesuatu hal yang benar-benar ada
secara objektif, dan bersifat logis serta empiris. Sedangkan fakta merupakan
kenyataan yang terjadi dapat diterima secara logika dan dapat diamati secara nyata
dengan panca indra. Konfirmasin adalah sebuah fungsi dari ilmu, yaitu berfungsi
menjelaskan, memprediksi, dan menghasilkan. Konsep dan defenisi merupakan
konstruk atau unsur-unsur yang membangun sesuatu atau berupa ciri dan memiliki
batasan mengenai suatu konsep.

4. BAB 4 FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN


`Ilmu pengetahuan diambil dari bahasa Arab, “alima, ya’lamu, ‘ilman”
yang berarti mengerti atau memahami benar-benar. Antara ilmu dan pengetahuan
memiliki keterkaitan antara satu sama lainnya. Ilmu merupakan hasil dari
pengetahuan, dan pengetahuan adalah hasil tahu (ilmu) manusia terhadap sesuatu
objek yang dihadapinya. Akan tetapi juga terdapat perbedaan di antara keduanya.
Pengetahuan adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang
diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman,
kesadaran, informasi dan sebagainya. Sedangkan ilmu di dalamnya terkandung
adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematis, metodis, ilmiah dan
mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis
(natural). Objek dari ilmu pengetahuan adalah objek materiil dan objek formal.
Kehadiran filsafat merupakan induk dari segala macam ilmu pengetahuan.
Sedangkan untuk menjadikan hal tersebut sebuah ilmu pengetahuan, ia harus
memenuhi persyaratan berikut. Pertama, pengakuan atas kenyataan bahwa setiap
manusia, terlepas dari kasta, kepercayaan, jenis kelamin atau usia, mempunyai
hak yang tidak dapat diganggu-gugat atau dipersoalkan lagi untuk mencari ilmu.
Kedua, metode ilmiah itu tidak hanya pengamatan atau eksperimentasi, tetapi juga
teori dan sistematis. Ketiga, semua orang harus mengakui bahwa ilmu
pengetahuan berguna dan berarti untuk individu maupun sosial.
Sebuah ilmu pengetahuan haruslah memiliki sistem, karena dengan sistem
itulah jalannya penelitian dapat terarah lebih baik dan konsisten dalam mencapai
tujuannya, yaitu kebenaran ilmiah. Adapun kebenaran ilmiah tersebut adalah
suatu pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma-norma
kailmuan. Kebenaran ilmia terdiri atas a) kebenaran koherensi, b) kebenaran
korespondensi, c) kebenaran pragmatis, d) kebenaran performatif, e) kebenaran
proposisi.

5. BAB 5 DIMENSI KAJIAN FILSAFAT


Dimensi kajian filsafat terdiri dari dimensi ontologi, dimensi epistemologi
dan dimendi aksiologi. Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang
membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Pembicaraan tentang hakikat sangatlah
luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada yakni realitas. Objek kajian
dari ontologi ini adalah yang ada, atau sesuatu yang nyata, yaitu ada individu, ada
umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk
kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang
ada, yaitu Tuhan.
Epistemologi sering juga disebut dengan teori pengetahuan (theory of
knowledge). Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal-usul,
susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Epistemologi meliputi sumber,
sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan
(ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologi akan dengan sendirinya
mengakibatkan perbedaandalam menentukan sarana yang akan kita pilih.
Istilah aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai,
dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah ‘teori tentang nilai’.
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu kepada permasalahan etika dan estetika. Objek aksiologi adalah
adalah nilai-nilai seperti etika dan estetika.

6. BAB 6 JALINAN ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA


Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah dan
mencakup kebenaran umum mengenai objek studi. Sedangkan pengetahuan
adalah suatu yang menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara
biasa antau sehari-hari melalui pengalaman (empiris), kesadaran (intuitis),
informasi dan sebagainya. Menurut Endang Saifudin Anshari (1987:49-50), ilmu
pengetahuan atau ilmu adalah usaha pemahaman manusia mengenai kegiatan,
struktur, pembagian, hukum, tentang hal ikhwal yang diselidiki melalui
penginderaan dan dibuktikan kebenarannya melalui reset. Seorang ilmuwan
haruslah memiliki sikap objektifitas, sikap skeptis, sikap selalu ingin tahu, dan
sikap kejujuran ilmiah. Lebih umum, orang mengenal agama dari bahasa
sanskerta. A dan gama. A artinya tidak, gama artinya kacau. Jadi agama berarti
‘tidak kacau’. Pengertian agama menunjuk kepada jalan atau cara yang ditempuh
untuk mencari keridhaan tuham. Dalah agama ada sesuatu yang dianggap
berkuasa, yaitu tuhan.
Berikut jalinan filsafat dengan agama .
Agama Filsafat
a. Agama adalah unsur dan mutlak a. filsafata adalah salah satu unsur
sumber agama kebudayaan.
b. Agama adalah ciptaan Tuhan b. Filsafat adalah hasil spekulasi manusia
c. Agama adalah sumber-sumber asumsi c. Filsafat menguji asumsi-asumsi
dari filsafat dan ilmu pengetahuan science, dan science mulai dari asumsi
(science) tertentu
d. Agama mendahulukan kepercayaan d. Filsafat mempercayakan sepenuhnya
daripada pernikahan kegiatan daya pemikiran
e. Agama mempercayaan akan adanya e. Fiilsafat tidak mengekui dogma-dogma
kebenaran dan khayalan dogma- agama sebagai kenyataan tentang
dogma agama kebenaran
Dilihat dari bentuk jalinan filsafat dengan ilmu, Saifullah (1983:48)
memberikan simpulan umum bahwa pada dasarnya filsafat tiada lain adalah hasil
pemikiran manusia, hasil spekulasi manusia batapapun tidak sempurnanya daya
kemampuan pikiran manusia. Antara filsafat dengan ilmu memiliki kesamaaan ,
keduanya sama-sama merupakan hasil ciptaan kegiatan pikir manusia, yaitu
berfikir filosofis, spekulatif, dan empiris ilmiah. Sedangkan pada jalinan filsafat,
agama dan ilmu, tampat pada sejarah umat manusia yang selalu dari perbuatan
mencari Tuhan. Dengan dorongan sifat fitri keiman (religionitas), umat manusia
melakukan pemcarian demi pencarian Tuhan yang sebenarnya. Persamaan antara
ilmu, filsafat dan agama ini adalah sama-sama bertujuan untuk mencari
kebenaran. Ilmu pengetahuan melalui metode ilmiahnya berupaya mencari
kebenaran, filsafat dengan caranya sendirinmenemukan hakikat sesuatu baik
tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Sementara agaman, dengan
karakteristiknya tersendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi
perihal alam, manusia dan Tuhan.

7. BAB 7 EPISTEMOLOGI
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan mengenai
sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan. Epistemologi
sering disebut dengan teori pengetahuan atau filsafat pengetahuan, karena yang
dibicarakan dalam epistemologi ini berkenaan dengan hal-hal yang ada
sangkutnya dengan masalah pengetahuan. Proses dari terjasdinya pengetahuan
adalah bagian terpenting dari sebuah epistemologi, sebab hala ini akan
memberikan corak pemikiran kefilsafatan nantinya. Menurut Jan Hendrik Raper
(2005:38-39), pengetahuan dapat dibagi kedalam tiga jenis yaitu, pengetahuan
biasa, pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan filsafat.
Menurut Juhaya S. Pradja (2005:87-88) terdapat tiga persoalah dasar
dalam bidang epistemologi, yaitu: 1) apakah sumber-sumber pengetahuan itu ?
Dari mana pengetahuan yang benar itu datang, dan bagaimana kita dapat
mengetahuinya? Ini semua adalah problema asal (origin), 2) apakah watak dari
pengetahuan ? apakah dunia riil di luar akal dan kalau ada, dapatkah kita
mengetahuinya ? ini semua adalah problem penampilan (appearance) terhadap
realistis, dan 3)apakah pengetahuan kita ini benar (valid)? Bagaimana kita
membedakan antara kebenaran dan kekeliruan ? ini adalah problem mencoba
kebenaran (verification).
Secara umum, kebenaran diartikan sebagai kesesuaian antara pikiran dan
kenyataan. Ada beberapa teori kebenaran, yaitu kebenaran saling berhubungan,
kebenaran ssaling berkesesuaian, dan kebenaran inherensi. Dalam epistemologi
ini, aliran-aliran teori pengetahuan yang dipakai adalah, aliran empirisme, aliran
rasionalisme, aliran positivisme, dan aliran intusionisme.

8. BAB 8 LOGIKA
Logika merupakan bidang pengetahuan yang mempelajari tentang asa,
aturan, dan prosedur penalaran yang benar. Dengan islitah lain lagika sebagai
jalan atau cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Dalam sejarah
perkembangannya, ilmu logika mengenal dua istilah, yaitu logika tradisional dan
logika modern. Logika tradisional adalah logika yang menekankan pada analisis
bahasa, bercorak deduktif, d an secara historis memang temuan filoso klasik.
Sedangkan logika modern merupakan modifikasi dan revisi oleh filosof modern,
bercorak induktif dan diperkaya dengan simbol-simbol, termasuk matematis.
Ada tiga aspek penting dalam memahami logika, yaitu, pengertian,
proposisi, dan penalaran. Pengertian adalah tanggapan atau gambaran yang
dibentuk oleh akal budi tentang kenyataan yang dipahami, atau merupakan hasil
pengetahuan manusia mengenai realita. Pengertian dapat dikelompokan
berdasarkan isinya, yaitu kolektif dan distributif, konkret dan abstrak, menyindir
dan terus terang.
Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari pengertian-pengertian
yang dibentuk oleh akal budi atau merupakan pernyataan mengenai hubungan
yang terdapat antara dua buah term. Kedua term tersebut terdiri dari subjek dan
predikat. Subjek adalah term pokok dalam proposisi, dan predikat adalah term
yang menyebut sesuatu mengenai subjek. Menurut Poespoprodjo (1999:178),
proposisi dapat dibedakan ke dalam dua bentuk atau golongan, proposisi kategoris
dan proposisi hipoteris. Sedangkan penalaran merupakan suatu proses berpikir
yang menghasilkan pengetahuan. Agar buah pengetahuan yang berdasarkan
penalaran itu mempunyai bobot kebenaran, maka proses berpikir perlu dan harus
dilakukan dengan suatu cara atau metode tertentu. Dalam penalaran proposisi-
proposisi yang menjadi dasar penyimpulan disebut premis, sedangkan
kesimpulannya disebut konklusi.
Silogisme merupakan suatu bentuk pemikiran kesimpulan secara dedukatif
dan tidak langsung yang mana kesimpulannya ditarik dari dua premis yang
tersedia sekaligus. Dengan kata lain, silogisme adalah setiap penyimpulan, di
mana dari dua premis disimpulkan suatu keputusan (konklusing). Dua premis
yang dimaksud adalah premis mayor dan premis minor.
Teori dalam KBBI (1996) diartikan sebagai pendapat yang dikemukakan
sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa, asas-asas hukum umum yang
menjadi dasar suatu keseenian atau ilmu pengetahuan, aturan, cara dan pendapat
untuk melakukan sesuatu. Denganmelakukan kegiatan berteori manusia dapat
menemukan ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan baru. Melalui perkembangan
ilmulah sebua teori mampu berkembang dan berevolusi. George J. Mouly
mengelompokkan perkembangan ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu
animisme, ilmu empiris, dan ilmu teoritis.
Dilihat dari sisi epistemologi, unsur dasar teori adalah defenisi, deskripsi,
dan penjelasan. Seluruh banguna teori tidak lain adalah abstrak dari sejumlah
konsep yang disepakatkan dalam defenisi-defenisi. Dengan defenisisesuatu
struktur konsep menjadi jelas isinya, cakupan dan internalnya. Konstruksi suatu
teori dapat dibangun dengan jalan abstraksi atau dengan abstraksi generatif, tetapi
dapat pula dengan secara deduktif probabilistik. Ada beberapa konstruksi dalam
konstruksi teori, yaitu konstruksi teori model korespondensi, konstruksi teori
model koherensi, konstruksi teori model pradigmatis.
Terdapat tiga aliran konstruk teori, yaitu reduksionisme, instrumentalisme,
dan realisme. Unsur konstruk yang paling elementer dalam struktur teori adalah
defenisi atau batasan atau penjelasan suatu konsep. Berikut empat syarat yang
harus dimiliki oleh defenisi.
a) Sifat-sifat yang dilukis tidak boleh berlebihan atau terlalu sempit
b) Tidak ada pengulangan kata yang bermakna
c) Tidak memakai penjelasan yang justru menginkari
d) Tidak memakai kata dalam bentuk negatif.
Jika ditiinjau dari segi maknanya, maka defenisi dapat memiliki berbagai macam
defenisi, yaitu defenisi demonstratif, yaitu defenisi yang menerangkan sesuatu
secara demonstratif saja. Defenisi persamaan, defenisi lukisan dan defenisi uraian
Analogi adalah persesuaian dari dua jenis pengertian yang mana pada satu
sisi sama, tetapi lain berbeda pengertian. Analog juga sering diartikan sebagai
proses penalaran dari suatu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis
kemudian disimpulkan bahwan apa yang terjadi pada fenomena yang pertama
juga akan terjadi juga pada fenomena yang lain.

9. BAB 9 ETIKA
Etika atau ethics (bahasa Inggris) memiliki banyak arti, secara etimologi
istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos atau ethikos, yang
mempunyai arti jjtempat tinggal yang biasa, padang rumput, kadang, kebiasaan,
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Ta-etha menjadi latar
belakang hterbentuknya istilah ‘etika’ yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles
(384-322) sudah dipakai untuk menuju filsafat moral. Dalam KBBI (1988), etika
dirumuskan dalam tiga arti sebagai berikut.
a) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak)
b) Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
c) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari beberapa defenisi etika menurut para ahli yang telah diuraikan dalam buku
ini, etika pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi tiga macam.
a) Etika sebagai ilmu. Merupakan kumpulan tentang kabajikan, penilaian dari
perbuatan seseorang.
b) Etika dalam arti perbuatan. Yaitu perbuatan kebajikan
c) Etika sebagai filsafat. Merupakan pandangan-pandangan, persoalan-
persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.
Berikut objek kajian dari etika.
a) Tindakan manusia
b) Kehendak bebas
c) Determinisme
d) Ada kehendak bebas
e) Gejala-gejala tindakan
f) Penentua istimewa
Ada beberapa aliran dalam etika, yaitu aliran naturalsme, aliran
hedonisme, aliran utilitarisme, dan aliran idealisme. Aliran naturalisme
menganggap bahwa kebahagian manusia bisa didapatkan sesuai dengan kodrat
kejadian manusia itu sendiri, aliran hedonisme adalah aliran yang mengajarkan
bahwa sesuatu dianggap baik apabila mengandung kenikmatan bagi manusia.
Aliran utilitarisme menilai baik dan buruknya suuatu perbuatan derdasarkan besar
kecilnya manfaat bagi kehidupan manusia. Aliran idealisme adalah dokrin etis
yang memandang bahwa cita-ccita adalah sasaran yang harus dikejar dalam
tindakan.

10. BAB 10 TANGGNG JAWAB MORAL KEILMUAN


Melihat fungsi ilmu pengetahuan yang sangat berguana bagi kehidupan
manusia tersebut, maka pengembangan ilmu pengetahuan atau ilmuwan harus
mempunyai etika serta sikap ilmiah tertentu dalam memajukan setiap ilmu
pengetahuan. Bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan yang
menggambarkan suatu etika atau sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap
yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuan dalam melakukan tugasnya
mempelajari, mengkaji, dan mengembangkan ilmu. Ada beberapa komponen
dalam mengembangkan ilmu, yakni meliputi fakta, teori, fenomena, dan konsep.
Sumber ilmu pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu
pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Menurut
Sumarna (2006:101) sumber ilmu pengetahuan terdapat perbedaan antara
pandangan filosof dan ilmuan barat dengan filosof dan ilmuan muslim. Menurut
pandangan filosof dan ilmuan muslim, sumber utama ilmu pengetahuan adalah
wahyu yang termanifestasikan dalam alkuran dan As-sunnah, selain sumber
empiris dan sumber rasional, sedangkan menurut filosof dan ilmuan barat sumber
ilmu pengetahuan hanya dibatasi pada dua sumber utama yaitu pengetahuan yang
lahir dari pertimbangan yang rasio (akal atau deduksi) dan pengetahuan yang
dihasilkan melalui pengalaman (empiris dan induksi).
Etikaa mempunyai sifat yang sangat mendasar, yaitu sifat kritis, sedangkan
ilmu mempunyai sifat analitis. Menurut Suriasumantri (1995:233) antara ilmu dan
etika mempunyai hubungan yang sangat erat. Ada yang mengatakan bahwa ilmu
bebas nilai, karena sesuangguhnya ilmu itu memiliki nilai dalam dirinya sendiri.
Dengan begitu timbullah rasa yang mampu menyegarkan jiwa dan rasa mencintai
serta menghormati ilmu itu sendiri.
Selain itu, juga timbul yang namanya problem etika ilmu, yaitu membahas
tantang permasalahan-permasalahan etika dalam ilmu. Misalkan dalam bidang
teknologi yang terkadang melanggar bebrapa prinsip etika. K. Bertnes (2004:15-
22) mengungkapkan bahwa kajian etika dapat dibagi dua, yaitu etiaka deskriptif
dan etika moral. Selain itu, dalam kehidupan masyarakat kita juga mengenal
dengan yang namanya etika pribadi dan etika sosial.
Istilah moral berasal dari bahasa Latin, mos (jamak mores), yang berarti
adab atau cara hidup. Etika dan moral mempunyai makna yang sama tetapi dalam
pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang
sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.
Moral juga dibedakan menjadi dua macam, yaitui sebagai berikut.
a) Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusian, sebagai
suatu pegejawantahan dari pancaran ilahi. Moral murni disebut juga
hati nurani.
b) Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran
filosofis, agama, adat yang menguasai pemutaran manusia.
Alat ukur yang digunakan untuk moral dan etika ini adalah norma-norma
yang ada dalam masyarakat. Norma umum ada tiga, yaitu norma sopan santun,
norma norma hukum dan norma moral. Seorang ilmuan haruslah bersifat baik
guna menyelesaikan krisis moral yang diakibatkan oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi itu sendiri. Berikut sikap yang harus dimiliki ilmuwan.
a) Harus selektif terhadap informasi dan realita
b) Memiliki rasa menghargai yang sangat tinggi
c) Selain sikap positif, juga harus memiliki sikap tidak puas dengan
penelitian yang sudah dilakukan
d) Harus memiliki akhlak dan sikap etiks
Menurut Franz Magnis Suseno, unsur dalam kesadaran moral, yaitu
sebagai berikut.
a) Mengungkaapkan kesadaran bahwa kewajiban moral itu bersifat mutlak.
b) Mengungkapkan rasionalitas kesadaran moral
c) Meningkatkan segi tanggung jawab subyektif
Kewajiban moral adalah kewajiban yang mengikat batin seseorang lepas dari
pendapat masyarakat, teman, maupun atasan.

B. PEMBAHASAN
Dalam bagian ini, penulis akan memfokuskan pembahasan hanya pada
Bab 5 saja yaitu dimensi kajian filsafat ilmu. Ketika kita membicarakan tahap-
tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula telaahan filsafat yang
menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis,
yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak
awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang
mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh
pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat
diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi,
diverifikasi, dan ditarik kesimpulan.
Telaah yang kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek
normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping
aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu
lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya,
termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana
berpikir ilmiah yang digunakannya.
Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait dengan kaidah moral
pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh. Berikut ini digambarkan
batasan ruang lingkup atau bidang garapan tahapan Ontologi, Epistimologi, dan
Aksiologi

A. ONTOLOGI
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis yang
terkenal diantaranya Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan
orang belum mampu membedakan antara penampakan dengan kenyataan.
1. Pengertian Ontologi
a. Menurut Bahasa :
Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on / ontos = being atau ada, dan
logos = logic atau ilmu.
Jadi, ontologi bisa diartikan :
The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan),
atau Ilmu tentang yang ada.
b. Pengertian menurut istilah :
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani / kongkret maupun rohani
/ abstrak (Bakhtiar, 2004).
2. Term ontologi
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada
tahun1636 M untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat
metafisis. Dalam perkembangan selanjutnya Christian Wolf (1679 – 1754 M)
membagi Metafisika menjadi 2 yaitu :
a. Metafisika Umum : Ontologi
Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Jadi
metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
b. Metafisika Khusus : Kosmologi, Psikologi, Teologi (Bakker, 1992).
3. Paham–paham dalam Ontologi
Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan
pokok/aliran-aliran pemikiran antara lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme,
Nihilisme, dan Agnotisisme.
a. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun
rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran :
1) Materialisme
Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena
pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang
ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri. Tokoh aliran
ini adalah Anaximander (585-525 SM). Dia berpendapat bahwa unsur asal itu
adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala
kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori
Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut
unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang
terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Tokoh aliran ini adalah
Demokritos (460-370 SM). Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan
atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-
atom inilah yang merupkan asal kejadian alam.
2) Idealisme
Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Idelisme sebagai lawan materialisme, dinamakan juga spiritualisme. Idealisme
berarti serbacita, spiritualisme berarti serba ruh. Aliran idealisme beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma)
atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Tokoh aliran ini diantaranya :
a) Plato (428 -348 SM) dengan teori ide-nya. Menurutnya, tiap-tiap yang
ada dialam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu.
b) Aristoteles (384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan
ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang
berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari
dalam benda itu.
c) Pada Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George
Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-
ide.
d) Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel
(1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam hakikat sebagai
asal sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan
spirit. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai
bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia
kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Tokoh yang lain : Benedictus De
spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M).
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern
aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang
psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth, James
mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita
anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi/diubah oleh pengalaman berikutnya.
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya
yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu:
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak
dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya:
Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia
dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
e. Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa
Greek yaitu Agnostos yang berarti unknown A artinya not Gno artinya know.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya
seperti: Soren Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai
Bapak Filsafat Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) seorang
filosof Jerman, serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan
sastrawan Prancis yang atheis (Bagus, 1996).

B. EPISTIMOLOGI
Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang
pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem
dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang
bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.
Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya
keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa
sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-
tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme
pemikiran. Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang
menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk
mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan yang cukup
signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas
yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan
aksiologi.

a. Pengertian Epistemologi
Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang
dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme
berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan
sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode
dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan
mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber
pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan?
Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia
(William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun
S.Suriasumantri, 2005).
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang
sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada
suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa
epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan
kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-
pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai
penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas diungkapkan
Dagobert D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat
yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai
“ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas
ilmu pengetahuan”..

b. Ruang Lingkup Epistemologi


M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber
dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M
Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua
masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih
banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan
secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak
membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara
itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau
setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Kecenderungan sepihak ini menimbulkan kesan seolah-olah cakupan
pembahasan epistemologi itu hanya terbatas pada sumber dan metode
pengetahuan, bahkan epistemologi sering hanya diidentikkan dengan metode
pengetahuan. Terlebih lagi ketika dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi secara
sistemik, seserorang cenderung menyederhanakan pemahaman, sehingga
memaknai epistemologi sebagai metode pemikiran, ontologi sebagai objek
pemikiran, sedangkan aksiologi sebagai hasil pemikiran, sehingga senantiasa
berkaitan dengan nilai, baik yang bercorak positif maupun negatif. Padahal
sebenarnya metode pengetahuan itu hanya salah satu bagian dari cakupan wilayah
epistemologi.
c. Objek Dan Tujuan Epistemologi
Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material
adalah sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat
alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari
keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek
material filsafat (sarwa-yang-ada).
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap
proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses
untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan
dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan.
Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan,
maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan
epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya
dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat
tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi
pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin
memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

d. Landasan Epistemologi
Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa
(ordinary knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan
ilmiah (scientific knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping
istilah pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-
hari, atau pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain, disamping disebut ilmu
pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering disebut ilmu dan sains. Sebutan-
sebutan tersebut hanyalah pengayaan istilah, sedangkan substansisnya relatif
sama, kendatipun ada juga yang menajamkan perbedaan, misalnya antar sains
dengan ilmu melalui pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-
sumbernya, batas-batasanya, dan sebagainya.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud
pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi
standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu
fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu
pengetahuan, melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode
ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara
integratif.

e. Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi


Lebih jauh lagi Peter R.Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis”. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan,
bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari
prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur
atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang mengkerangkai secara
konseptual prosedur tersebut. Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan
upaya membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan metode.
Metodologi membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan
dan kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang
digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-
metode yang digunakan dalam penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa
memahami metode logisnya mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat ilmu
yang dianutnya. Banyak peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma
penelitian ketika dia mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal
mestinya dia harus benar-benar memahami, bahwa penelitian kuantitatif
menggunakan paradigma positivisme, sehingga ditentukan oleh sebab akibat
(mengikuti paham determinsime, sesuatu yang ditentukan oleh yang lain),
sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma naturalisme
(fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga menyentuh bahasan tantang
aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis
yang menjadi pijakan metode tersebut terdapat dalam wilayah epistemologi.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis
antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi,
dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode
atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode
sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan
epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi
itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari
metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup
dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat.

f. Hakikat Epsitemologi
Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan
cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan
menetapkan batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita
mengetahui” adalah masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi masalah-
masalah ini bukanlah semata-mata masalah-masalah filsafat. Pandangan yang
lebih ekstrim lagi menurut Kelompok Wina, bidang epistemologi bukanlah
lapangan filsafat, melainkan termasuk dalam kajian psikologi. Sebab epistemologi
itu berkenaan dengan pekerjaan pikiran manusia, the workings of human mind.
Tampaknya Kelompok Wina melihat sepintas terhadap cara kerja ilmiah dalam
epistemologi yang memang berkaitan dengan pekerjaan pikiran manusia. Cara
pandang demikian akan berimplikasi secara luas dalam menghilangkan
spesifikasi-spesifikasi keilmuan. Tidak ada satu pun aspek filsafat yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan pikiran manusia, karena filsafat mengedepankan
upaya pendayagunaan pikiran. Kemudian jika diingat, bahwa filsafat adalah
landasan dalam menumbuhkan disiplin ilmu, maka seluruh disiplin ilmu selalu
berhubungan dengan pekerjaan pikiran manusia, terutama pada saat proses
aplikasi metode deduktif yang penuh penjelasan dari hasil pemikiran yang dapat
diterima akal sehat. Ini berarti tidak ada disiplin ilmu lain, kecuali psikologi,
padahal realitasnya banyak sekali.
Oleh karena itu, epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun
objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, justru karena epistemologi menjadi
ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat
upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya.
Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui perenungan-perenungan secara filosofis
dan analitis.
Perbedaaan padangan tentang eksistensi epistemologi ini agaknya bisa
dijadikan pertimbangan untuk membenarkan Stanley M. Honer dan Thomas
C.Hunt yang menilai, epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi.
Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik
yang paling sulit, sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan
yang membentang seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga tidak ada sesuatu
pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain itu, pengetahaun merupakan hal yang
sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan
sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja, maka minat untuk
membicarakan dasar-dasar pertanggungjawaban terhadap pengetahuan dirasakan
sebagai upaya untuk melebihi takaran minat kita.
Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral
setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang
mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang
mungkin diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih
baik tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui.
Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter
terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh
pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan
madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan
untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga
tidak mungkin bisa diketahui.
Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia.
Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari
teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan
pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala
yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan
pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke
masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan
jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang berpikir dengan
kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang telah dilalui. Pola-
pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang
menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan
berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam
melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang
amat pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu
justru merugikan.
Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya
merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris.
Kedua cara berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk
menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua
kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh
sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan
bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan
adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah
aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan
berkaitan dengan deduksi, sedangkan usaha membuktikan berkaitan dengan
induksi. Gabungan kedua macaram cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah.
Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan
pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari
epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme
dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat
epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi
dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa
epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-
kajian yang dilakukan secara berkesinambungan dan serius.

g. Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu
sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi
pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil
pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan
sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan
teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung
oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang
pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa
didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan
alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam
menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian
halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains,
tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari
pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan
berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk
teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis,
yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara
mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk
mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.
C. AKSIOLOGI
1. Pengertian Aksiologi
Menurut Kamus Filsafat, Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios
(layak, pantas) dan Logos (Ilmu). Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang
mempelajari nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Aksiologi berkaitan dengan kegunaan dari suatu ilmu, hakekat ilmu
sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang didapat dan berguna untuk kita dalam
menjelaskan, meramalkan dan menganalisa gejala-gejala alam. (Cece Rakhmat,
2010). Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa Aksiologi merupakan ilmu
yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan.

2. Penilaian Aksiologi
Bramel (Jalaluddin dan Abdullah,1997) membagi aksiologi dalam tiga
bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan
disiplin khusus yakni etika. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan
dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah
laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri
sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.
Bagian kedua dari aksiologi adalah esthetic expression, yaitu ekspresi
keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan
dan fenomena disekelilingnya.
Mengutip pendapatnya Risieri Frondiz (Bakhtiar Amsal, 2004), nilai itu
objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangannya yang
muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan
dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau
eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang
melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun
fisik. Dengan demikian nilai subjekif akan selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia seperti perasaan, intelektualitas dan
hasil nilai subjektif akan selalu mengarah pada suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang.
Selanjutnya nilai itu akan objektif, jika tidak tergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam
filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-
benar ada (Bakhtiar Amsal, 2004).
Bagian ketiga dari Aksiologi adalah , sosio-political life, yaitu kehidupan
social politik yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik. Manfaat dari ilmu adalah
sudah tidak terhitung banyaknya manfaat dari ilmu bagi manusia dan makhluk
hidup secara keseluruhan. Mulai dari zamannya Copernicus sampai Mark Elliot
Zuckerberg , ilmu terus berkembang dan memberikan banyak manfaat bagi
manusia. Dengan ilmu manusia bisa sampai ke bulan, dengan ilmu manusia dapat
mengetahui bagian-bagian tersembunyi dan terkecil dari sel tubuh manusia. Ilmu
telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban manusia, tapi
dengan ilmu juga manusia dapat menghancurkan peradaban manusia yang lain.
Mengutip pendapatnya Francis Bacon dalam Suriasumantri (1999) yang
mengatakan bahwa “Pengetahuan adalah kekuasaan”. Apakah kekuasaan itu akan
merupakan berkat atau malapetaka bagi umat manusia, semua itu terletak pada
system nilai dari orang yang menggunakan kekuasaan tersebut. Ilmu itu bersifat
netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan
itulah yang harus mempunyai sikap.
Selanjutnya Suriasumantri juga mengatakan bahwa kekuasaan ilmu yang
besar ini mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat.
Untuk merumuskan aksiologi dari ilmu, Jujun S Sumantri merumuskan kedalam
4 tahapan yaitu:
a) Untuk apa ilmu tersebut digunakan?
b) Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah
moral?
c) Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral?
d) Bagaimana kaitan antara teknik procedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / professional.
Dari apa yang dirumuskan diatas dapat dikatakan bahwa apapun jenis ilmu
yang ada, kesemuanya harus disesuaikan dengan nilai-nilai moral yang ada di
masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan
sebaliknya malahan menimbulkan bencana. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan
norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu apakah ia sudah menjadi
ilmuwan yang baik atau belum.

C. TANGGAPAN
Pada buku FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis, dan Aksiologis karya Susanto ini sudah cukup bagus dan rinci.
Penjabaran dan uraian mengenai filsafat ilmu yang disajikan terasa lebih mudah
dipahami. Apalagi setelah dirangkum dengan beberapa sumber lainnya. Susanto
menjabarkan materi mengenai dimensi filsafat dengan cukup jelas. Dalam
bukunya ia menjelaskan ada tiga dimensi filsafat ilmu. Yang pertama yaitu
Ontologi. Menurur susanto (2011:90), Ontologi merupakan cabang teori hakikat
yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Ontologi ini mempunyai paham-
paham, diantaranya paham monoisme, dualisme, pluralisme, nihilinse,
agnotisisme.
. Dimensi kedua yaitu epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang
filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya
(validitasnya) pengetahuan. Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan
itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Sedangkan aksiologi merupakan
cabang filsafat yang mempelajari nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh.
Dimensi ketiga yaitu aksiologi. Aksiologi berkaitan dengan kegunaan dari
suatu ilmu, hakekat ilmu sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang didapat dan
berguna untuk kita dalam menjelaskan, meramalkan dan menganalisa gejala-
gejala alam. Ketika buku FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi
Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis karya Susanto ini di rangkum dengan
cara menggabungkannya dengan beberapa sumber lainnya menjadikan sajian
materi juh lebih baik.

D. SIMPULAN
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia
yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran. Objek kajian dari filsafat
meliputi objek materiil dan objek formal. Ciri-ciri filsafat yaitu, filsafat sebagai
ilmu, filsafat sebagai cara berfikir dan filsafat sebagai pandangan hidup. Manfaat
dari mempelajari ilmu filsafat ini ada tiga. Pertama filsafat telah mengajarkan
kita untuk lebih mengenal diri secara totalitas. Kedua, filsafat mengajarkan
tentang hakikat alam semesta. Ketiga, tentang hakikat Tuhan. Adapun fungsi dari
filsafat ilmu adalah untuk mendalami pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu atau
asasi manusia tentang makna realitas dan lingkup tanggung jawabnya, secara
sistematis dan historik.
Substansi ilmu filsafat terdiri dari kenyataan atau fakta, konfirmasi, serta
konsep dan definisi. Pada subbab kenyataan atau fakta terdairi dari a) kesenjangan
antara kebenaran dan fakta, b) cara mencari kebenaran menurut ilmu, filsafat, dan
agama, c) sifat kebenaran menurut perspektif ilmu, agama, dan filsafat, d)
keterkaitan antara fakta dan kebenaran. Dimensi kajian filsafat terdiri dari dimensi
ontologi, dimensi epistemologi dan dimendi aksiologi. Ilmu adalah pengetahuan
yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai
objek studi. Sedangkan pengetahuan adalah suatu yang menjelaskan tentang
adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa antau sehari-hari melalui
pengalaman (empiris), kesadaran (intuitis), informasi dan sebagainya. Logika
merupakan bidang pengetahuan yang mempelajari tentang asa, aturan, dan
prosedur penalaran yang benar. Etika pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi
tiga macam yaitu, etika sebagai ilmu, etika dalam arti perbuatan, etika sebagai
filsafat. Bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan yang menggambarkan
suatu etika atau sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah sikap-sikap yang seharusnya
dimiliki oleh setiap ilmuan dalam melakukan tugasnya mempelajari, mengkaji,
dan mengembangkan ilmu

Daftar Rujukan

Endraswara, Suwardi. 2012. FILSAFAT ILMU: Konsep, Sejarah, dan


Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta: CAPS.

Gie, The Liang. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Soyumukti, Nurani. 2011.Pengantar Filsafat Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Suruasumantri, S Jujun. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Susanto. 2011. FILSAFAT ILMU: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai