Anda di halaman 1dari 10

INDEKS DAN PERKEMBANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

Para ekonom membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan. Kedua


ukuran tersebut adalah distribusi ukuran, yakni besar atau kecilnya bagian
pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi Fungsional atau
distribusi kepemilikan factor-faktor produksi. Dari dua jenis distribusi pendapatan
ini kemudian dihitung indicator untuk menunjukan distribusi pendapatan
masyarakat.
Distribusi Pendapatan Ukuran
Distribusi pendapatan pendapatan perorangan atau distribusi ukuran
pendapatan. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendpatan yang
diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Cara mendapatan pendapatan itu
tidak dimasalahkan. Yang perlu diperhatikan disini adalah banyaknya pendapatan
yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbenya, etah itu berasal dari gaji
atau berasal dari sumber lain seperti bunga tabungan, laba, hasil sewa, hadiah
ataupun warisan. Lokasi sumber pendapatan (desa atau kota) maupun sektor atau
bidang pendapatan yang menjadi sumber pendapatan ( pertanian , manufaktur ,
perdagangan, jasa) juga diabaikan.
Biasanya, populasi dibagi menjadi lima kelompok atau kuintil (quintiles)atau
sepuluh kelompok yang disebut desil ( decile) sesuai dengan tingkat pendapatan
yang diperoleh, kemudian menetapkan beberapan proporsi yang diterima oleh
maing-masing kelompok dari pendapatan nasional total. Contoh, perhatikan tabel
5.1 tabel ini memperlihatkan distribusi pendapatan yang walaupunn datanya
hipotesis, namun bisa ditemui dinegara berkembang. Tabel 5.1 : Distribusi Ukuran
Pendapatan Perorangan di Satu Negara Berdasarkan Pangsa Pendapatan- Kuintil
dan Desil
pendapatan / orang
Individu Pangsa (%) kuintil Pangsa (%) Desil
(unit uang)
1 0,8
2 1,0 1,8
3 1,4
4 1,8 5 3,2
5 1,9
6 2,0 3,9
7 2,4
8 2,7 9 5,1
9 2,8
10 3,0 5,8
11 3,4
12 3,8 13 7,2
13 4,2
14 4,8 9,0
15 5,9
16 7,1 22 13,0
17 10,5
18 12,0 22,5
19 13,5
20 15,0 51 28,5
Total pendapatan nasional 100 100 100
Catatan: Ukuran ketimpangan = jumlah pendapatan dari 40 persen rumah tangga
termiskin dibagi dengan jumlah pendapatan dari 20 persen rumah tangga terkaya =
14/51 = 0,28.

Dalam tabel tersebut, semua penduduk negara tersebut diwakili oleh 20


individu (atau lebih tepatnya rumah tangga). Kedua puluh rumah tangga tersebut
kemudian diurutkan berdasarkan jumlah pendapatannya per tahun dari yang
terendah (0,8 unit), hingga yang tertinggi (15 unit). Adapun pendapatan total atau
pendapatan nasional yang merupakan penjumlahan dari pendapatan semua individu
adalah 100 unit, seperti tampak pada kolom 2 dalam tabel tersebut. Dalam kolom
3, segenap rumah tangga digolong-golongkan menjadi 5 kelompok yang masing-
masing terdiri dari 4 individu atau rumah tangga. Kuintil pertama menunjukkan 20
persen populasi terbawah pada skala pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5
persen (dalam hal ini adalah 5 unit uang) dari pendapatan nasional total. Kelompok
kedua (individu 5-8) menerima 9 persen dari pendapatan total. Dengan kata lain, 40
persen populasi terendah (kuintil 1 dan 2) hanya menerima 14 persen dari
pendapatan total, sedangkan 20 persen teratas (kuintil ke lima) dari populasi
menerima 51 persen dari pendapatan total.
Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi
ukuran , yakni : 1). Rasio Ukuran, 2). Kurva Lorenz dan 3). Kefisien Gini
1. Rasio Ukuran
Rasio Kutnezs yang sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan Antara
dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangan miskin dan kelompok yang
sangat kaya di suatu Negara . ukuran umum yang memperlihatkan tingkat
ketimpangan pendapatan dapat ditemukan dalam kolom ke3, yaitu perbandingan
Antara pendapatan yang diterima oleh 20% anggota kelompok teratas dan 40%
anggota kelompok terbawah. Rasio ketimpangan dalam contoh ini adalah 14 dibagi
dengan 51 hasilnya sekitar 0,28.
2. Kurva Lorenz
Pada peraga 1 , garis horizontal menunjukan presentasi kumulatif penerimaan
pendapatan, sedangkan sumbu vertical menyatakan bagian dari pendapatan total
yang diterima oleh masing-masing presentase kelompok penduduk. Masing-masing
sumbu berakhir pada titik 100%, sehingga dia membentuk bujur sangkar. Satu garis
diagonal ditarik dari titik nol pada sudut kiri bawah menuju ke sudut kanan atas.
Pada setiap titik yang terdapat pada garis diagonal itu, presentase pendapatan yang
diterima persis sama dengan presentase jumlah penerimanya.
Pada peraga 1, memakai data tabel desil yakni sumbu vertical dan
horizontalnya dibagi menjadi sepuluh bagian yang sama, sesuai dengan sepuluh
kelompok desil.pada titik a, 40% penduduk termisikin menerima hanya 14% dari
jumlah pendapatan, pada titik b, 50% penduduk menerima 19,1% dari jumlah
pendapatan pada titik c, 80% menerima pendapatan hanya menerima 49% dari total
pendapatan. Menghubungkan titik a,b,c, dan titik lainnya akan membentuk kurva
Lorenz seperti peraga 1 : semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal (garis
pemerataan sempurna), maka makin timpang atau tidak merata distribusi
pendapatannya semakin parah ketidak merataannya atau ketimpangan
distribusi pendapatan di satu negara, maka bentuk kurva Lorennya pun akansemak
in melengkung mendekati sumbu horizontal bagian bawah
3. Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
Pada peraga 2, rasio ini adalah rasiodaerah A yang diberi warna agak gelap
dengan luas segitiga BCD. Koefisien gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang
angkanya berkisar antar 0 ( pemerataan sempurnal) hingga satu ( ketimpangan
sempurna) . pada prakteknya, koefisien gini untuk Negara-negara yang detrajat
ketimpangannya tinggi berkisar antar 0,50 hingga 0,70, sedangkan sedangkan untuk
Negara-negara yang distribusi pendapatannya relative merata, angkanya berkisar
antar 0,20 hingga 0,35. Koefisien Gini untuk distribusi pendapatan hipotesis kita
pada tabel 10.1 diatas mendekati 0,61 ( menunjukan distribusi pendapatannya yang
angat timpang )

DISTRIBUSI FUNGSIONAL

Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per


faktor produksi (functional or factor share distribution of income)berfokus pada
bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor
produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan fungsional
ini pada dasarnya mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara
keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah
secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total
yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan
perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik). Walaupun individu-individu
tertentu mungkin saja menerima seluruh hasil dari segenap sumber daya tersebut,
tetapi hal itu bukanlah merupakan perhatian dari analisis pendekatan fungsional ini.
Kurva permintaan dan penawaran diasumsikan sebagai sesuatu yang
menentukan harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor produksi. Apabila
harga-harga unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor
produksi yang digunakan bersumber dari asumsi utilitas (pendayagunaan) faktor
produksi secara efisien (sehingga biayanya berada pada taraf minimum), maka kita
bisa menghitung total pembayaran atau pendapatan yang diterima oleh setiap faktor
produksi tersebut. Sebagai contoh, penawaran dan permintaan terhadap tenaga
kerja diasumsikan akan menentukan tingkat upah. Lalu, bila upah ini dikalikan
dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di pasar, maka akan didapat jumlah
keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang disebut dengan istilah tersendiri,
yakni total pengeluaran upah (total wage bill).

KEBIJAKAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan
yaitu distribusi ukuran, yakni besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima
masing-masing orang; dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-
faktor produksi.

1. Distribusi Pendapatan Ukuran atau Distribusi Perorangan


Yang diperhatikan disini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima
oleh seorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu berasal dari
gajinya karena bekerja, atau berasal dari sumber yang lain seperti bunga
tabungan, laba, hasil sewa, hadiah, ataupun warisan. Oleh karena itu, para
ekonom dan ahli statistik cenderung mengurungkan semua individu tersebut
semata-mata berdasarkan pendapatan yang diterimanya, lantas membagi
total populasi dibagi menjadi lima kelompok atau ukuran. Terdapat tiga alat
ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran,
yakni :
 Rasio Kutnezs
Ukuran umum yang memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan.
 Kurva Lorenz
Kurva lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara
presentase penerima pendapatan dengan presentase pendapatan total
yang benar-benar mereka terima selama misalkan selama satu tahun.
Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, maka semakin
timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Semakin parah
ketidakmerataaanya atau ketimpangan distribusi pendapatan di satu
negara, maka bentuk kurva Lorenznya pun akan semakin melengkung
mendekati sumbu horizontal bagian bawah.
 Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
Perangkat yang terakhir dan sangat mudah digunakan untuk mengukur
derajat ketimpangan pendapatan relatif di satu negara, adalah dengan
menghitung rasio bidang yang terletak di antara garis diagonal. Rasio
ini dikenal dengan nama rasio konsentrasi Gini (Gini concetration
ratio) atau sederhananya disebut koefisien Gini ( Gini coefficient ).
Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya
berkisar antara nol ( pemerataan sempurna ) hingga satu ( ketimpangan
sempurna ).

2. Distribusi Fungsional
Ukuran distribusi pendapatan kedua yang lazim digunakan oleh kalangan
ekonom adalah distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi
pendapatan per faktor produksi. Ukuran ini berfokus pada bagian dari
pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor
produksi. Teori distribusi pendapatan fngsional ini pada dasarnya
mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan,
bukan sebagian unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara
individual, dan membandingkannya dengan presentase pendapatan total
yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba merupakan perolehan
dari tanah, modal uang, dan modal fisik.
3. Perkembangan Indeks Ketimpangan
Kalau kita bergerak dari periode 1970an ke periode 2000an maka dapat kita
katakan bahwa tidak terjadi perubahan yang berarti mengenai ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia masih tetap secara umum berada pada
ketimpangan yang sedang baik ditunjukkan oleh koefisien Kutnesz maupun
koefisien Gini. Hal ini juga ditunjukkan oleh koefisien Gini yang
menunjukkan distribusi pendapatan menjadi lebih timpang. Memburuknya
distribusi pendapatan dari tahun 2006 ke 2007 mungkin dapat dijelaskan
karena adanya kenaikan harga-harga sebagai akibat naiknya harga harga
bensin ketika itu, kenaikan harga-harga rupannya lebih menguntungkan
kelompok kaya dibandingkan dengan kelompok miskin, sebagaimana
diperjuangkan oleh para demonstran yang menentang kenaikan harga
premium waktu itu.

KEMISKINAN DALAM ASPEK DATAN DAN KEBIJAKAN

Yang dimaksud dengan kemiskinan adalah penduduk miskin, yaitu penduduk yang
tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar.

 Mengukur Kemiskinan Absolut


Kemiskinan absolut dapat diukur dengan angka, atau hitungan
per kepala. Oleh karena itu beberapa ekonom mencoba mengalkulasikan
indikator jurang kemiskinan yang mengukur pendapatan total yang
diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih dibawah garis
kemiskinan ke atas garis itu. Jika dihitung atas dasar perkapita =,
kekurangan pendapatan rata-rata, atau jurang kemiskinan rata-ratanya
adalah APG = TPG/H. Ada beberapa kriteria ukuran kemiskinan yang
diinginkan, yang diterima secara luas oleh para ekonom, yaitu prinsip-
prinsip anonimitas, independensi, populasi, monotonisitas, dan
sensitivitas distribusional.
 Cakupan Kemiskinan Absolut
Dapat dikatakan bahwa persentase yang cukup tinggi dari seluruh
penduduk Indonesia masih berada dibawah garis kemiskinan dan
merupakan tugas yang berat bagi pemerintah sekarang kalau kita
memperhatikan bahwa urusan yang belum terselesaikan pada abad 21
adalah pemberantasan kemiskinan atau masalah kemiskinan menjadi
tujuan pembangunan milenium dewasa ini di Indonesia.
 Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin
Pada tingkaat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi
pendapatan per kapita yang ada, maka akan semakin rendah jumlah
kemiskinan absolut. Akan tetapi sebagaimana telah diungkapkan,
tingginya tingkat pendapatan per kapita tidak menjadi lebih rendahnya
tingkat kemiskinan absolut. Pemahaman terhadap hakikat distribusi
ukuran pendapatan merupakan landasan dasar bagi setiap analisis
masalah kemiskinan satu negara yang berpendapatan rendah.
Kemiskinan di Pedesaan dan daerah pantai. Mereka pada
umumnya bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan dan pantai,
dengan mata pencaharian pokok dibidang pertanian, perikanan, dan
kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi
tradisional. Kaum wanita dan kemiskinan. Mayoritas penduduk miskin
di dunia dan di Indonesia adalah kaum wanita. Sebab-sebab pokok atas
terjadinya fenomena yang amat memprihatinkan adalah karena
banyaknnya wanita yang menjadi kepala rumah tangga, rendahnya
kesempatan dan kapasitas mereka dalam memiliki pendapatan sendiri,
serta terbatasnya kontrol mereka terhadap penghasilan suami. Etnik
Minoritas, Penduduk Pribumi, dan Kemiskinan. Di hampir semua
negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia, kemiskinan banyak
diderita oleh etnik minoritas dan penduduk pribumi. Mereka sering kali
mengalami berbagai bentuk diskriminasi sosial, politik, maupun
ekonomi yang serius.
 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Jumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, langsung maupun tidak
langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, yaitu tingkat pertumbuhan
output, tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja,
tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber
daya alam, ketersediaan fasilitas umum, penggunaan teknologi, tingkat
dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di satu wilayah, etos kerja
dan motivasi kerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana
alam, dan peperangan.
 Pertumbuhan dan Kemiskinan
Banyak yanng berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat
buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tegilas dan
terpinggirkan oleh perubahan struktual pertumbuhan modern. Terdapat
lima alasan mengapa kebijaksanaan yang ditujukan untuk megurangi
kemiskinan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan, yaitu :
1.) Kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum
miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak
mampu membiayai pendidikan anaknya, dan dengan ketiadaan
peluang investasi fisik maupun moneter.
2.) Akal sehat. Kaum kaya dinegara-negara miskin sekarang tidak
dikenal karena hematnya atau hasrat mereka untuk menabung atau
menginvestasikan bagian yang besar dari pendapatan mereka di
dalam perekonomian negara mereka sendiri.
3.) Pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami
oleh golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi, dan
pendidikan yang rendah, dapat menurunkan produktivitas ekonomi
mereka dan akibatnya secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan perekonomian tumbuh lambat.
4.) Peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong
kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal,
seperti makanan dan pakaian, secara menyeluruh, sementara
golongan kaya cenderung membelanjakan sebagian besar
pendapatannya untuk barang-barang mewah impor.
5.) Penurunan kemiskinan secara massal dapat menstimulasi ekspansi
ekonomi yang lebih sehat karena merupakan insentif materi dan
psikologis yang kuat bagi meluasnya partisipasi publik dalam proses
pembangunan.
 Pilihan Kebijakan
Pilihan kebijakan berikut ini berlaku untuk mengubah/memperbaiki
distribusi pendapatan dan sekaligus memerangi kemiskinan, ada
beberapa pilihan, yakni :
1.) Perbaikan distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian
kebijakan yang khusus dirancang untuk mengubah harga-harga
relatif faktor produksi, berupa upah buruh dan bunga modal.
2.) Perbaikan distribusi ukuran melalui redistribusi progresif
kepemilikan aset.
3.) Pengurangan distribusi ukuran golongan atas melalui pajak yang
progesif.
4.) Pembayaran transfer secara langsung dan penyediaan berbagai
barang dan jasa publik.

Anda mungkin juga menyukai