TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definsi
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.3
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappopriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.4
2.3. Etiologi
Sebelum membahas mengenai etiologi dari skizofrenia tersebut, akan dibahas
terlebih dahulu berbagai teori mengenai terjadinya skizofrenia. Teori terjadinya
skiozfrenia dibagi menjadi dua yaitu teori somatogenik dan teori psikogenik. Teori
somatogenik yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan
badaniah. Termasuk dalam teori ini adalah teori endokrin dan teori metabolisme.
Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia dianggap sebagai
suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stres psikologis dan
3
hubungan antar manusia yang mengecewakan. Dalam klompok in termasuk teori
Adolf Meyer, teori Sigmund Freud, dan teori Eugen Bleuler.1
Teori Somatogenik
1. Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan
endokrin. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi
hal ini tidak dapat dibuktikan.
2. Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak
sehat. Ujung ekstremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat
badan menurun. Pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam
menurun. Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini
teori metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan
memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide
(LSD-25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan
gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan
oleh suatu inborn error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum
ditemukan.5
Teori Psikogenik
1. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, kata Meyer
(1906), sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat
menemukan kelainan patologis-anatomis atau fisiologis yang khas pada
susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang
inferior atau suatu penyakit badaniah dapat memengaruhi timbulnya
skizofrenia. Menurutnya skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah,
suatu maladaptasi. Oleh karena itu, timbul suatu disorganisasi kepribadian
dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan. Hipotesis
4
Meyer ini kemudian memperoleh banyak penganut di Amerika Serikat dan
mereka memakai istilah “reaksi skizofrenik”.
2. Teori Sigmund Freud
Bila menggunakan formula Freud, maka pada skizofrenia terdapat:
- Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun
somatis.
- Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi, ide yang
berkuasa dan terjadi suatu regresi ke fase narsisime.
- Kehilangan kapasitas untuk transferensi sehingga terapi psikoanalitik
tidak mungkin.
3. Eugen Bleuler (1857-1938)
Dalam tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai
istilah “skizofrenia”, karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala
utama penyakit ini, yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretekan atau
disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan (schizos = pecah-
belah atau bercabang, phren = jiwa).5
Bleuler mengemukakan bahwa demensia dalam istilah demensia prekox
tidak dapat disamakan dengan demensia pada gangguan otak organik atau
gangguan inteligensi pada retardasi mental. Ia berpendapat bahwa pada
skizofrenia tidak terdapat demensia (awalan “de” berarti kurang atau tidak
ada; mensia disini artinya kecerdasan), tetapi keinginan dan pikiran
berlawanan, terdapat suatu disharmoni. Bleuler membagi gejala-gejala
skizofrenia menjadi 2 kelompok, yaitu gejala primer (gangguan proses pikir,
gangguan emosi, gangguan kemauan, dan autisme) dan gejala sekunder
(waham, halusinasi, dan gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang
lain.1
Bleuler menganggap bahwa gejala-gejala primer merupakan manifestasi
penyakit badaniah (yang belum diketahui apa sebenarnya, yang masih
merupakan hipotesis), sedangkan gejala-gejala sekunder adalah manifestasi
dari usaha penderita untuk menyesuaikan diri terhadap gangguan primer tadi.
Jadi gejala-gejala sekunder ini secara psikologis dapat dimengerti.1
5
Sebagai ringkasan, hingga sekarang belum dapat diketahui dasar sebab-
musabab skizofrenia. Dapat diketahui bahwa faktor keturunan mempunyai
pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikannya manifes atau faktor
pencetus (precipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stres psikologis,
biasanya tidak menyebabkan skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap
skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.1
2.3.1. Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya
skiozfrenia. Hal ini telah dibuktikan degan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan
bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan
salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%, bila kedua orang tua
menderita skizofrenia 40-68%, bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%, bagi
kembar satu telur (monozigot) 61-86%.6
Tetapi pengaruh genetik tidak sederhana seperti hukum Mendel.
Diperkirakan bahwa yang diturunkann adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan
individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik
pada diabetes melitus).7
1. Konsanguintis
Insiden dalam keluarga lebih tinggi daripada populasi umum. Keselarasan
monozigotik lebih besar daripada digizotik.
2. Keselarasan
Proporsi kembar yang terkena dengan kembarnya terkena atau akan terkena.
3. Studi Adoptif
Risiko akibat orang tua biologiknya, bukan orang tua adoptif.
- Risiko bagi anak adopsi (sekitar 10-12%) sama jika anak itu dibesarkan
orang tua biologiknya sendiri.
6
- Lebih besar prevalensi skizofrenia pada orang tua biologiknya
dibanding anak adopsi akan menderita skizofrenia dibandingkan anak
yang dibesarkan oleh orang tua adoptif.
- Kembar monozigotik yang dibesarkan terpisah memiliki angka
keselarasan seperti kembar yang dibesarkan bersama.
- Anak yang lahir dari orang tua sehat dan dibesarkan oleh orang tua
skizofrenia tak memiliki kenaikan angka skizofrenia.
4. 9 dari 10 pasien skizofrenia tak memiliki saudara tingkat I dengan
skizofrenia6
Ciri-ciri sesuai dengan penurunan poligenik, jumlah gen terkena
menentukan risiko dan gambaran simtomatik individu.
Transmisi kelainan dimungkinkan dengan dua orang tua normal
Presentasi kelainan berkisar dari sangat berat sehingga kurang berat
Individu yang terkena lebih berat memiliki lebih banyak saudara yang
terkena daripada individu yang terkena ringan
Risiko menurun dengan jumlah gen yang tinggi
Kelainan ada pada sisi ibu maupun ayah dari keluarga7
7
2.3.2. Neurokimia
Hipotesis dopamin menyakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamin mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa
amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamin, dapat menginduksi
psikosis yang mirip skizofrenia, dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik
generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok
reseptor dopamin, terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti
serotonin, noradrenalin, GABA, dan glutamat, serta neuropeptida lain masih terus
diteliti oleh para ahli.8
1. Hipotesis Dopamin
Gejala yang ditimbulkan sebagai akibat hiperdopa-minergik yang disebabkan
oleh karena terjadi hipersensitifnya reseptor dopamin atau naiknya aktivitas
dopamin. Obat antipsikotik terikat kepada reseptor dopamin D2 dan
menyebabkan penurunan fungsional aktivitas dopamin. Obat yang
menambah kadar dopamin dalam memperburuk atau mencetuskan psikosis,
misalnya adalah amfetamin dan kokain. Dopamin penting dalam manifestasi
simtomatik dari skizofrenia. Namun belum dapat dijelaskan dengan
memuaskan.
2. Hipotesis Norepinefrin
Aktivitas norepinefrin naik pada skizofrenia, dan akan menyebabkan naiknya
sensitisasi terhadap input sensorik.
3. Hipotesis GABA
Turunnya aktivitas GABA akan menyebabkan naiknya aktivitas dopamin.
4. Hipotesis Serotonin
Metabolisme serotonin abnormal tampak pada sebagian pasien skizofrenia
kronik, yaitu terjadi hiper maupun hiposerotoninemia.
5. Peniletilamin (PEA)
Suatu amina endogen yang sangat mirip emfetamin. Bila jumlahnya naik
mungkin dapat menimbulkan kenaikan umum terhadap kerentanan endogen
terhadap psikosis.
8
6. Halusinogen
Amin endogen tertentu mungkin bertindak sebagai substrat bagi metilasi
abnormal yang menimbulkan halusinogen endogen.
7. Enzim
Turunnya kadar MAO trombosit berkolerasi dengan terjadinya psikopatologi
secara keseluruhan. Inhibitor DHB (dopamin beta hidroksilas) akan
menimbulkan psikosis (skizofrenia tertentu).
8. Gluten
Unsur protein gandum yang mungkin tak dapat ditolelir pasien skizofrenia
tertentu.1,8
9
diubah menjadi EE yang lebih rendah. Umumnya disfungsi keluarga merupakan
suatu konsekuensi, bukan merupakan sebab dari skizofrenia.1
10
mengembangkan minat baru di dalam gagasan abstrak, filosofi, ilmu gaib, atau
masalah keagamaan. Jangka waktu fase prodormal sangat bervariasi, sukar
ditentukan secara tepat, kapan saat mulai timbulnya.10
Prognosis sangat buruk apabila fase prodormal terjadi secara perlahan-lahan,
dan makin menurun dalam jangka waktu beberapa tahun. Skizofrenia secara klinis
mempunyai gejala khas pada semua fungsi psikologis, termasuk alam pikir, alam
perasaan, alam perbuatan, pembicaraan, persepsi, dan fungsi ego. Dalam perjalanan
penyakit, terdapat gejala tertentu, seperti waham dan halusinasi auditorik, yang
merupakan gejala patognomik pada skizofrenia.10
Beberapa kriteria untuk dapat mendiagnosis skizofrenia dibedakan menjadi
dua, yaitu menurut Bleuler dan menurut Schneider/First Rank Symtoms.
Menurut Bleuler
Dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Gejala primer (4A)
- Autisme
Orang tersebut cenderung menarik diri dari dunia luar dan berdialog
dengan dunianya sendiri.
- Afek yang terganggu
Gangguan afek dan emosi berupa penumpulan, pendataran, dan
ketidakserasian.
- Asosiasi yang terganggu
Proses pikir yang terganggu pada umumnya meliputi pelonggaran asosiasi,
yaitu ide yang satu belum habis diutarakan sudah muncul ide lain,
sehingga pembicaraan tidak dapat diikuti atau dimengerti.
- Ambivalensi
Dua hal yang berlawanan dan timbul pada waktu yang bersamaan, dan
pada satu objek yang sama.
Selain gejala 4A di atas, beberapa ahli menambahkan adanya gejala A yang
lain yang dapat dijumpai pada psien skizofrenia kronis seperti abulia, menurunnya
atensi, apati, alienasi, anhedonia, automastisme, dan lain-lain.1
11
2. Gejala sekunder
- Waham
- Halusinasi
- Ilusi
- Depersonalisasi
- Negativisme
- Automatisasi
- Echolalia
- Achopraxia
- Mannerisme
- Stereotipi
- Fleksibilitas cerea
- Katalepsi1
12
Gambar 2.1. Gejala-Gejala Akibat Malfungsi Sirkuit Otak
13
(clang association) oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu,
misalnya piring-miring, atau “.... dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya
lari ....”. Semua ini menyebabkan bahwa jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau
tidak dapat diikuti dan dimengerti.1,9
Sedangkan mutisme biasanya sering ditemukan pada skizofrenia katatonik.
Kadang-kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul idea lagi. Keadaan ini
dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-
kadang sampai beberapa hari. Pembicaraan pada pasien skizofrenia seringkali
menarik, tapi aneh dan konkrit. Contoh daripada pembicaraan aneh dan konkrit
misalnya:
1. Echolalia
Merupakan repetisi kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan pengulangan
pertanyaan-pertanyaan yang diucapkan oleh orang lain (misalnya
pewawancara).
2. Neologisme
Keadaan di mana kadang-kadang pasien dengan skizofrenia membentuk
kata baru untuk menyatakan arti yang hanya dipahami oleh dirinya sendiri.
3. Mutisme
Merupakan inhibisi fungsi bicara. Pasien membisu, ia tidak mau berbicara
sama sekali. Pada mutisme, harus dipastikan bahwa pasien sebelumnya bisa
bicara (tidak ada gangguan biacara). Pada orang normal atau anxietas,
mutisme merupakan ungkapan perlawanan terhadap perintah. Sedangkan
pada skizofrenia bukan merupakan perasaan menentang.1,9
14
Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang
lama. Fleksibilitas serea bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama.1,9
Isi Pikir
Gangguan isi pikir (content of thought) dinilai secara kuantitatif dan
kualitatif. Secara kualitatif, yang dinilai adalah banyak/sedikitnya isi pikir. Pada
pasien skizofrenia isi pikirnya sedikit dan miskin (proverty of thought). Sedangkan
secara kualitatif, gangguan isi pikir dapat dibedakan menjadi waham dan bukan
waham. Gangguan utama isi pikir pada skizofrenia adalah waham yang berarti
suatu keyakinan yang patologis, tidak sesuai dengan realita, tidak dapat dikoreksi,
walaupun telah ditunjukkan bukti nyata dan di luar jangkauan sosio budayanya
(salah satu gejala sekunder dari kriteria menurut Bleuler). Waham dapat bervariasi
pada pasien skizofrenia berupa waham aneh (bizzare), yaitu jelas sekali tidak masuk
akal, misalnya waham yang isinya menyatakan bahwa otaknya sudah membusuk,
atau ususnya sebagian telah diganti dengan tabung besi. Waham kejar, keyakinan
bahwa orang lain bekerja sama untuk mencelakakan dan memata-matai pasien, hal
ini dapat disertai dengan waham kebesaran yaitu pasien yakin bahwa dirinya adalah
orang yang sangat penting. Di samping itu terdapat waham lain berupa waham
keagamaan, waham somatik, dan nihilstik. Yang juga sering terdapat adalah
gagasan mirip waham yang menyangkut dirinya (ideas of reference), yang
mempunyai makna bahwa peristiwa, objek, orang, diberi suatu arti khusus. Pasien
yakin bahwa orang-orang di dalam bus sedang membicarakan dirinya, atau ia
merasa bahwa seseorang pembawa acara televisi sedang mencemoohkan dirinya.
Beberapa waham lebih sering ditemukan pada pasien skizofrenia dibanding
15
penyakit psikosis lainnya. Hampir semua pasien skizofrenia mengalami waham
tentang pengontrolan pikiran dan tubuhnya oleh kekuatan misterius.1
Arus Pikir
Gangguan arus pikir secara objektif, terlihat dalam ucapan dan bahasa.
Pemeriksa juga dapat menilai arus pikir dengan cara mengamati perilaku pasien.
Gangguan arus pikir terdiri dari:
1. Gangguan Tempo
a. Flight of Ideas
Pikiran (ide) yang melompat-lompat dari satu pikiran ke pikiran
berikutnya, dan berjalan secara cepat. Hubungan antara pikiran-pikiran itu
biasanya masih dapat dipahami. Pembicaraan pasien mudah dibelokkan
oleh stimulasi dari luar maupun dari dalam. Kadang-kadang diikuti oleh
asosiasi bunyi (clang association).
b. Sirkumstansial (Circumstantiality)
Pada sirkumstansial, proses berpikir lambat, berputar-putar (tidak menuju
ke sasarannya) banyak hal-hal detail yang kurang penting diikutsertakan,
namun pada akhirnya mencapai tujuan.
2. Gangguan Kontinuitas
a. Perseverasi
Merupakan repetisi yang persisten dari kata-kata, ungkapan-ungkapan
atau ide-ide pasien dan sering mengulang jawaban yang sama terhadap
pertanyaan yang berbeda.
b. Verbigerasi
Pasien mengulang kata-kata yang artinya tidak diketahui orang lain. Hal
ini dapat dilakukan berhari-hari, dan jarang ditemukan (biasanya hanya
pada pasien dengan perjalanan penyakit yang kronis).
c. Asosiasi Longgar
Ide berpindah dari satu subjek ke subjek lain yang sama sekali tidak ada
hubungannya (gejala ini salah satu gejala primer dari kriteria Bleuler).
Pada asosiasi tangensialitas, ide-ide mempunyai hubungan tangensial
16
satu terhadap yang lain, tetapi tidak terarah. Walaupun kelonggaran
asosiasi pernah digambarkan sebagai gejala yang patognomik untuk
skizofrenia, gejala ini juga ditemukan pada gangguan mania.
d. Inkoherensi
Gangguan asosiasi adalah satu pikiran dengan pikiran yang lain tidak
ada hubungan dan asosiasi pikirannya menjadi tidak karuan dan tidak
dapat dimengerti. Dengan kata lain pada inkoherensi terjadi
penumpukan (saling tumpang tindih anak kalimat dengan induk
kalimat). Pada keadaan ini, pikiran yang satu sudah tidak ada
hubungannya dengan pikiran yang lain. Bahasanya sukar diikuti dan
dimengerti. Anak kalimat dan induk kalimat saling tumpang tindih.
e. Pada keadaan asosiasi longgar walaupun pikirannya yang satu dengan
yang lain kendor, namun masih bisa diikuti dan dimengerti. Apabila
gangguan asosiasi menjadi lebih berat akan terlihat adanya inkoherensi.
f. “Word Salad” adalah gangguan asosiasi yang sangat berat, dan
pembicaraan serta kata-kata saling bercampur baur.
g. Kemiskinan isi pembicaraan
Walaupun percakapannya masih cukup, tetapi isinya sedikit karena
sifatnya samar, sangat abstrak atau sangat konkret, berulang-ulang atau
stereotipik.
h. Blocking (hambat pikir)
Interupsi mendadak, yaitu pada saat sebelum sebuah pemikiran selesai
disampaikan pikirannya menjadi kosong dan timbul pikiran baru yang
sama sekali berbeda dengan pikiran semula. Pada blocking diagnostik
untuk skizofrenia, menunjukkan pikiran pasien kosong dan tidak
disertai/didahului oleh ansietas.1,9
2.4.5. Persepsi
Gangguan utama dalam bidang persepsi adalah pelbagai jenis halusinasi.
Halusinasi yang paling sering adalah halusinasi dengar, dan merupakan gangguan
yang sering ditemukan pada pasien skizofrenia.
17
1. Halusinasi Auditorik (Halusinasi Dengar)
Halusinasi auditorik merupakan halusinasi tersering didengar oleh pasien
skizofrenia berupa suara-suara yang sering kali mengancam, menuduh atau
menghina. Suara tersebut dapat dikenali atau tidak dikenali dan biasanya
lebih dari satu suara. Dua atau lebih suara dapat berbicara satu sama lainnya
dan pasien merupakan orang ke tiga, atau sebuah suara mungkin berkomentar
tentang perilaku atau kehidupan pasien.
2. Halusinasi Visual
Halusinasi ini lebih jarang ditemukan pada pasien skizofrenia dan biasanya
berhubungan dengan halusinasi pancaindra yang lain. Halusinasi ini muncul
pada siang atau malam hari, sebaliknya pada gangguan mental organik atau
afektif, halusinasi visual lebih sering muncul pada malam hari.
3. Halusinasi Raba, Cium, dan Kecap (Mengecap)
Halusinasi ini sangat jarang terjadi, namun bila terjadi maka halusinasi ini
harus dipertimbangkan akan adanya gangguan mental organik.
4. Halusinasi Kinestik
Halusinasi kinestik (cinesthetic hallucination) meliputi persepsi bizar tentang
perubahan organ tubuh, contoh misalnya air menetes dari otak, atau rasa
terbakar pada tulang belakang.
5. Hipersensitivitas terhadap Sinar/Suara
Menyebabkan pasien skizofrenia memakai kacamata hitam atau mengeluh
pusing. Selain hipersensitivitas terhadap sinar/suara maka dapat pula terjadi
halusinasi penciuman dan pengecapan.
6. Ilusi
Suatu gangguan persepsi dari citra atau sensasi yang sesungguhnya. Ilusi
dapat terjadi pada pasien skizofrenia selama fase aktif gangguan, juga dapat
terjadi selama fase prodromal, dan selama periode remisi. Objek-objek
tampak lebih besar atau kecil, menjauh atau mendekat, yang berubah warna
atau bentuk dan objeknya dapat terpecah.
18
7. Depersonalisasi
Keadaan di mana seseorang merasakan dirinya berubah (tidak seperti
sebelumnya).
8. Derealisasi
Pada derealisasi, seseorang merasakan bahwa keadaan sekitarnya telah
berubah (menjadi seolah-olah asing baginya).1,9
2.4.6. Afek/Alam Perasaan
Dapat terganggu secara kualitatif atau kuantitatif dan gangguan ini dapat
berupa:
1. Afek mendatar atau tumpul
Merupakan penurunan terhadap intensitas ekspresi dan emosi. Pasien tampak
tak acuh atau hanya berespon superfisial. Suaranya monoton, wajahnya tidak
mempunyai ekspresi. Gejala ini dianggap khas pada skizofrenia kronis,
namun sulit dibedakan dari afek obat anti psikotik. Pasien mengeluh bahwa
dirinya tak lagi dapat beraksi secara normal dalam intensitas emosional, dan
tidak mempunyai perasaan.
2. Anhedonia
Keadaan ini dimana seseorang tidak dapat merasakan
kesenangan/kegembiraan. Pasien merasa tidak berdaya, merasa jauh dari
dirinya sendiri atau orang lain.
3. Emosi yang tidak seharusnya
Emosi-emosi yang jarang dialami dapat muncul, misalnya kekhawatiran yang
mencekam terutama akan pecahnya kepribadian atau tubuhnya. Pasien
merasa tubuhnya menyatu dengan alam semesta.
4. Afek inappropriate (tidak serasi)
Sangat khas, afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan atau ide pasien.
5. Ambivalensi
Dua perasaan yang berlawanan yang terjadi pada saat dan objek yang sama.
Misalnya pada saat yang sama seseorang merasa benci dan cinta pada ibunya.
Secara populer, ambivalensi sering digunakan untuk menunjukkan suatu
keragu-raguan dalam menentukan sikap/tindakan. Pada pasien skizofrenia,
19
ambivalensi yang dialami sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat
menentukan pilihan.1,9
Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar
(aneh). Penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya merupakan
fakta atau tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya
yang bertentangan, umpamanya seseorang penderita dengan waham kebesaran dan
mengaku bahwa dirinya adalah raja, tetapi ia main-main dengan air ludahnya dan
20
mau disuruh melakukan pekerjaan yang kasa sekalipun. Umumnya waham tersebut
muncul dalam bentuk waham kejar, waham kebesaran, atau waham menyangkut
diri sendiri. Karakteristik waham didominasi oleh hal-hal pokok di luar pengawasan
pikiran, perasaan, atau perilaku pasien. Pengalaman pasien meliputi, penyisipan,
penarikan dan pengawasan pikiran. Hal ini merupakan hal yang biasa pada
skizofrenia dan menjadi konsep yang bervariasi sebagai waham persepsi atau hasil
dari suatu batas dirinya yang hilang.
Pasien skizofrenia dapat mempunyai waham ilmiah atau pengetahuan politik
dan pasien percaya bahwa dirinya dapat mencegah atau menghalangi ancaman yang
sebentar lahi akan menimpa dirinya. Pasien sering mengulang-ulang dengan
menggunakan bahasa ilmiah dengan skema yang mungkin tampaknya hampir
masuk akal bila melihatnya pertama kali. Waham dapat terjadi pada penyakit
psikotik lainnya, sedangkan kesan klinis menunjukkan waham yang terdapat pada
skizofrenia umumnya bizar (aneh). Beberapa waham yang dapat ditemukan pada
pasien skizofrenia adalah sebagai berikut:
a. Kejar
b. Cemburu
c. Bersalah, dosa
d. Kebesaran
e. Keagamaan
f. Somatik
g. Waham menyangkut diri sendiri
h. Waham dikendalikan
i. Waham membaca pikiran
j. Siar pikiran
k. Sisip pikiran
l. Penarikan pikiran12
21
Perilaku Aneh
Perilaku aneh yang dikelompokkan pada gangguan skizofrenia, antara lain
mannerisme, ekhopraxia, (mengulang atau mengikuti suatu gerakan yang lain),
perilaku stereotipik (mengulang gerakan yang sama selama periode waktu yang
singkat atau diperpanjang). Terdapat pula, negativisme, kepatuhan yang otomatik,
katalepsi kaku atau lunak, dan sikap tubuh yang aneh. Perilaku aneh terdiri dari:
a. Perilaku Stereotipik
Perilaku stereotipik lebih mudah didapatkan pada pasien skizofrenia yang
kronik daripada pasien sizofrenia yang akut. Hal ini merupakan pola
pengulangan pergerakan atau cara berjalan. Contoh misalnya berjalan dengan
cara yang samas setiap hari, mengulang perbuatan dengan sikap yang aneh
atau mengulang kata-kata atau pertanyaan yang sama. Contoh: lebih dari lima
tahun seorang pasien laki-laki berusia 36 tahuun yang menderita skizofrenia
menyambut dokternya, kemanapun mereka bertemu, selalu dimulai dengan
pertanyaan yang sama.
b. Stupor
Sampai pertengahan tahun 1930-an, rumah-rumah sakit mendapatkan pasien
dengan katatonik stupor. Beberapa dari mereka tidur tidak bergerak selama
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Dalam tahun-tahun terakhir ini
keadaan stupor jarang ditemukan. Pasien yang stupor mengetahui akan
adanya ledakan episode katatonia atau kegelisahan. Sampai saat ini jarang
sekali terdapat katalepsi dibandingkan pada waktu lima puluh tahun yang
lalu.
c. Kelainan Makan
Kelainan makam (memakan sesuatu, tetapi biasanya tidak sampai habis),
termasuk kriteria anoreksia nervosa, bulimia nervosa atau pika yang sering
terdapat pada pasien skizofrenia. Obesitas merupakan hal biasa dalam klinik
terutama pada pasien wanita mengalami eksaserbasi dengan pengobatan
psikotropik. Kira-kira satu setengah kali daripada jumlah pasien skizofrenia
dihubungkan dengan kelainan makan merupakan respon terhadap
22
pengalaman psikotik. Sebagai contoh pasien-pasien percaya bahwa makanan
itu telah diracuni.
d. Echopraksia
Echopraksia adalah pergerakan yang analog dengan echolalia, terdiri dari
gerakan dan sikap yang palsu dari seorang pasien skizofrenia. Selain itu
pasien menirukan perbuatan yang dilakukan orang lain. Sedangkan echolalia
adalah secara spontan menirukan bunyi atau suara atau ucapan yang didengar
orang lain.
5. Negativisme
Penolakan oleh seorang pasien untuk bekerja sama dengan pemeriksa
merupakan negativisme. Kadang-kadang seorang pasien mungkin
mengerjakan bagian tersebut yang berlawanan dengan apa yang dikatakan.
6. Gejala-gejala Somatik
Kenyataan dan relatif tentang adanya gangguan somatik yang ringan
merupakan hal yang biasa selama fase prodormal dari skizofrenia.
7. Mannerisme
Melakukan pengulangan perbuatan tertentu secara eksesif. Biasanya
dilakukan secara ritual seperti melakukan seremonial.1,9
23
neologisme, perseverasi, asosiasi suara (clanging), dan hambat pikir (blocking).
Beberapa contoh gangguan pikiran formal positif yang dapat ditemukan pada
pasien skizofrenia:
a. Penyimpangan
b. Tangensialitas
c. Inkoherensi
d. Ilogikalitas (tidak logis)
e. Sirkumstansialitas
f. Tekanan bicara
g. Bicara mudah dialihkan1,9
24
Pasien tipe I cenderung memiliki sebagian besar gejala positif, dan ternyaa
struktur otak yang normal pada pemeriksaan CT (Computer Tomography) serta
respon yang relatif baik terhadap pengobatan. Pasien tipe II cenderung memiliki
sebagian besar gejala negatif, kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan
respon yang buruk terhadap pengobatan. Telah disepakati bahwa skizofrenia
merupakan penyakit tunggal, namun kriteria diagnostiknya mencakup banyak
gangguan, walaupun gejala-gejala tingkah laku yang sama.1,9
Pendataran Afektif
Afektif (ekspresi afektif/hidup emosi) merupakan ekspresi perasaan yang
tampail sesaat dari perasaan seseorang pada waktu pemeriksaan dan merupakan
penyelarasan yang langsung daripada hidup mental dan instingual. Bila seseorang
mempunyai hidup afektif terganggu, dan merupakan salah satu hal penting bagi
diagnostik skizofrenia, hal ini menunjukkan penghayatan afeknya yang bersifat
mendatar yang dikombinasikan dengan kedangkalan serta penyempitan secara
mencolok.1,9
Dalam observasi didapatkan keadaan sensitivitas afektif yang berlebih, untuk
kemudian disusul dengan labilitas emosi yang meninggi dan amarah yang meluap-
luap, sebelum timbulnya kedangkalan dan mendatarnya hidup afektif yang amat
khas bagi gangguan skizofrenia. Pada individu normal dapat terjadi pendataran
afektif yang diartikan sebagai suatu kekurangan adaptasi atau modifikasi afektif.
Untuk membedakannya bisa dilihat dari mimik ekspresi dan intelektualitasnya.
Afek yang datar atau tumpul juga dapat ditimbulkan akibat Parkinsonisme karena
efek samping terapi anti psikotik.1,9
Pada penderita skizofrenia anak-anak, afek yang mendatar bisa dilihat seperti
misalnya tertawa terkekeh-kekeh atau menangis tanpa dapat dijelaskan.
a. Ekspresi Wajah yang Tidak Berubah
Gejala-gejala mutisme (hambatan abnormal/kesukaran bersuara) kepatuhan
secara otomatis dan fleksibilitas seperti lilin. Dulu fleksibilitas seperti lilin
sering ditemukan pada tipe katatonia. Pada masa sekarang ini jarang
dijumpai.
25
b. Penurunan Spontanitas Gerak
Banyak penderita skizofrenia menarik diri dari kehidupan sosial dan bersikap
egosentris, dengan berkurangnya pembicaraan spontan atau gerakan dan tidak
adanya tingkah laku yang bertujuan, termasuk gerakan-gerakan yang luwes
atau kaku, merupakan tanda penurunan spontanitas gerak. Pada beberapa
kasus bahkan terdapat stereotipik atau mannerisme dan ekhopraxia, atau
seperti TIC yang aneh.
c. Hilangnya Gerakan Ekspresif
Pendataran afektif menimbulkan gambaran yang khas pada penderita
skizofrenia, dalam bentuk tampak seolah-olah kekakuan (kurang mobilitas).
d. Kontak Mata yang Minim
Pada penderita skizofrenia terutama pada tipe hebefrenik seringai-seringai
wajah yang sangat khas disertai dengan kontak mata yang minim ditemukan
pada tipe ini. Perilaku tersebut digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau
bodoh.
e. Non-responsivitas Afektif
Penderita skizofrenia dengan pendataran afektif tampak kaku dalam
penggambaran respon wajahnya, yang terlihat dalam bentuk kurangnya
respon gerakan, seperti misalnya, sukar tersenyum.
f. Afek yang Tidak Sesuai
Ekspresi afektif dikatakan sesuai apabila ekspresi afektifnya sesuai dengan
pikirannya yang dipikirkan, muncul sesuai dengan suara hati yang sedang
disandangnya. Sedangkan afek yang tidak sesuai dapat digambarkan sebagai
berikut, seorang ibu yang sedang menderita skizofrenia menceritakan
kematian anaknya yang dicintai dengan tertawa terbahak-bahak. Atau
penderita skizofrenia tersenyum ketika menceritakan bahwa dirinya sedang
diobati dengan kejutan listrik. Hal ini menunjukkan afek yang tidak sesuai.
g. Tidak Adanya Lagu Suara
Pada saat pembicaraan, intonasi tampak menonton. Lagu suara dikatakan
tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan hati yang sedang
disandangnya.1,9
26
Alogia
a. Kemiskinan bicara
Penderita skizofrenia yang terganggu realitanya mempunyai gangguan dalam
proses pikirnya. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya pengolahan atau
perumusan ide-ide dan miskinnya pengetahuan yang akan menyebabkan
gangguan dalam bahasa. Pada anak-anak, penderita ini lebih sedikit bicara
dibandingkan anak lain dengan kecerdasan yang sama.
b. Kemiskinan isi bicara
Pikiran yang tidak logis dan kemiskinan pikiran membuat isi bicara penderita
skizofrenia menjadi kacau dan sukar dimengerti. Dapat pual terjadi
kemiskinan pembicaraan, walaupun percakapan masih cukup tetapi isinya
sedikit karena sifatnya samar, sangat abstrak atau sangat konkret, berulang-
ulang atau stereotipik. Yang mendengarkannya dapat mengenal kemiskinan
bicara karena sedikit atau sama sekali tidak adanya informasi yang
disampaikan meskipun banyak yang telah diucapkan.
c. Penghambatan
Penghambatan (blocking) adalah keadaan di mana pikiran mendadak
berhenti, seolah-olah berhadapan dengan sebuah tembok. Pikirannya menjadi
kosong dan timbul pikiran baru yang sama sekali berbeda dengan pikiran
semula. Blocking yang diagnostik untuk skizofrenia adalah pikiran
penderitaan kosong dan tidak disertai didahului anxietas atau kelelahan yang
teramat sangat
d. Peningkatan Latensi Respon (Respon yang Tersembunyi)
Penderita skizofrenia mungkin banyak bicara dan menampilkan perilaku
yang aneh. Dalam pembicaraan penuh dengan kata-kata yang kacau atau
kasar, yang merupakan respon terhadap halusinasi.1,9
27
Tidak Ada Kemauan (Apatis)
a. Berdandan dan Higinis
Terdapat hendaya dallam fungsi rutin sehari-hari seperti mandi, menyisir
rambut, gosok gigi dan tidak memperdulikan kerapian diri atau
berpakaian/berdandan secara eksentrik.
b. Tidak Tetap dalam Pekerjaan atau Sekolah
Penderita skizofrenia yang mengalami gangguan pada penilaian realitasnya
akan mengakibatkan hendaya dalam fungsi personal dan sosialnya. Biasanya
pasien tidak mampu melakukan pekerjaan dengan baik. Walaupun ada jenis
pekerjaan tertentu yang bisa dilakukannya, pasien hampir selalu terlambat
dalam aksi pekerjaannya dan mengalami penolakan sosial dan lingkungan
sekitarnya yang membuat penderita tidak tetap dalam pekerjannya. Pada anak
dan remaja yang menderita skizofrenia ditandai dengan defisit atensi atau
hiperaktivitas, gangguan belajar, hendaya hubungan sosial dan prestasi
akademiknya di sekolah.
c. Anergi Fisik
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak bertindak dalam suatu
keadaan, kadang-kadang terdapat ketidakwajaran aktivitas psikomotor seperti
berdiam diri (immobilitias) secara apatik yang bisa juga disebabkan karena
penumpulan afektifnya seolah-olah tampak seperti ketidakberdayaan.
d. Anhedonia-Asosialitas
Keadaan di mana seseorang tidak dapat merasakan kesenangan atau
kegimbaraan dan terjadi penurunan emosional terhadap lingkungan
sekitarnya.
e. Minat dan Aktivitas Rekreasional dan Seksual
Dorongan kehendak dianggap suatu dasar manusia. Setiap manusia yang
normal dan sehat, memiliki atau dapat timbul pada dirinya dorongan
semacam itu, dan dapat membawa individu itu pada suatu kegiatan yang
kreatif. Sebaliknya, pada seseorang individu yang menderita skizofrenia
keinginan atau dorongan untuk itu sudah tidak ada lagi. Hal ini nampak pada
28
sikap formalnya yang menyatakan tetap mau atau ingin, sebaliknya kenyataan
dinilai realistiknya membuktikan bahwa ia tidak mampu membawakan
dirinya kepada perbuatan-perbuatan yang kreatif dan orisinil.1,9
Individu nampak malas dan masa bodoh terhadap hal-hal yang menurut
logika dan norma namun seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Ia apatik
dan inaktif sampai taraf yang ekstrem. Pada waktu-waktu tertentu seolah-olah
timbul aktivitasnya lagi, tetapi sifatnya tidak terkoordinasi, bercampur
dengan kegelisahan yang mencolok serta tujuan usaha yang tak nyata.
Penderita skizofrenia mengalami keraguan identitas seks mereka. Walaupun
demikian, gejala ini dapat dibedakan dari transvertisme, transeksualitas atau
homoseksualitas, karena pada dasarnya skizofrenia mempunyai gejala utama
psikotik.
f. Keintiman dan Keakraban
Penderita skizofrenia khususnya tipe paranoid mempunyai sifat tipikal yaitu
tegang, pencuriga, berhati-hati dan tidak ramah. Mereka dapat bersifat
bermusuhan atau agresif yang dapat mengganggu keintiman dan keakraban
dalam pergaulan. Penderita skizofrenia paranoid kadang-kadang masih dapat
menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial.
g. Hubungan dengan Teman Sebaya
Anak-anak dan remaja dengan skizofrenia cenderung memiliki riwayat
pramorbid tentang adanya penolakan sosial, hubungan dengan teman sebaya
yang buruk, perilaku menarik diri dan gangguan akademik dibanding mereka
dengan skizofrenia onset dewasa.
h. Atensi
Atensi merupakan ikhtia manusia yang dikerjakannya dalam keadaan sadar,
guna mencurahkan tenaga/energi ke suatu objek tertentu dan hal ini disadari
oleh individu itu sendiri. Pada penderita skizofrenia mereka kehilangan
atensi.
29
i. Tidak Memiliki Atensi Sosial
Selalu terdapat hendaya dalam pelbagai fungsi rutin sehari-hari seperti dalam
bidang pekerjaan dan hubungan sosial. Pada penderita skizofrenia terdapat
penurunan sensibilitas sosial.
j. Tidak Ada Perhatian Selama Tes
Jika individu menderita gangguan skizofrenia, maka ia nampak tidak mampu
mencurahkan tenaga atensi sadar yang ia sendiri menyadarinya sehingga
membuat penderita terlihat tidak peduli terhadap hal atau peristiwa yang
terjadi di lingkungan sekitarnya. Pasien skizofrenia tampak sekonyong-
konyong dapat mencurahkan perhatian sehingga gangguan atensi nampak
menghilang. Hal itu terutama sekali terjadi apabila secara kebetulan kehendak
masih ada pada penderita dan cocok dengan ajakan pihak luar terhadapnya.
Keadaan di mana atensinya baik, pada umumnya berlangsung dalam waktu
yang singkat.1,9
Beberapa gejala-gejala negatif yang dapat ditemukan pada pasien skizofrenia,
antara lain:
a. Pendataran afektif
b. Ekspresi wajah yang tidka berubah
c. Penurunan spontanitas gerak
d. Hilangnya gerakan eskpresif
e. Kontak mata yang buruk
f. Nonresponsivitas afektif
g. Afek yang tidak sesuai
h. Tidak ada lagu suara
1. Alogia
Kemiskinan bicara
Kemiskinan isi bicara
Penghambatan
Peningkatan latensi respon
Tidak ada kemauan (apati)
30
Berdandan dan higinis jelek
Tidak tetap dalam pekerjaan atau sekolah
Anergi fisik
2. Anhedonia-asosialitas
Minat dan aktivitas kurang
Rekreasional kurang
Minat dan aktivitasi seksual berkurang
Keintiman, keakraban sangat sedikit
Hubungan dengan teman dan sebaya hampir tidak ada
3. Atensi
Tidak memiliki atensi sosial
Tidak ada perhatian selama wawancara1
Selain itu, terdapat juga prodormal atau residual antara lain:
Penarikan diri atau isolasi dari hubungan sosial
Hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai pencari
nafkah, siswa/mahasiswa, atau pengatur rumah tangga.
Tingkah laku aneh yang nyata (seperti mengumpulkan sampah,
berbicara sendiri di tempat umum, menimbun makanan).
Hendaya yang nyata dalam higinis diri dan berpakaian
Afek yang tumpul, mendatar atau tidak serasi (inappropriate)
Pembicaraan yang melantur (disgressive), kabur, berbelit,
sirkumstantsial atau metaforik (perumpamaan)
Ide (gagasan) yang aneh atau tidak lazim, atau pikiran magik, seperti
takhyul, telepati indera ke enam, orang lain dapat merasakan
perasaannya, ide-ide yang berlebihan, gagasan mirip waham yang
menyangkut diri sendiri.
Penghayalan persepsi yang tidak lazim, seperti ilusi yang selalu
berulang merasa hadirnya suatu kekuatan atau seseorang yang
sebenarnya tidak ada.1,9
31
2.5. Patofisiologi
Dopamin (bahasa Inggris: dopamine, prolactin-inhibiting factor, prolactin-
inhibiting hormon, prolactostatin, PIF, PIH) adalah salah satu sel kimia dalam otak
pelbagai jenis hewan vertebrata dan invertebrata, sejenis neurotransmitter (zat yang
menyampaikan pesan dari satu saraf ke saraf yang lain) dan merupakan perantara
bagi biosintesis hormon adrenalin dan noradrenalin. Dopamin juga adalah satu
hormon yang dihasilkan di Hipotalamus. Fungsi utamanya sebagai hormon adalah
menghambat pelepasan prolaktin dari kelenjar hipofisis.8,13
Lima sistem atau alur penting dopaminergik telah diketahui pada otak, yaitu:
1. Jalur mesolimbik memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel di daerah
ventral tegmental batang otak terminal akson daerah limbik seperti nucleus
acumben. Jalur ini diduga sangat berperan terhadap perilaku emosional,
khususnya halusinasi auditorik dan delusi. Hiperaktivitas dari jalur ini secara
hipotesis diduga berperan penting terhadap timbulnya gejala positif psikosis.
2. Jalur mesokortikal memproyeksikan jalur dopamine dari jalur badan sel ke
daerah ventral tegmental batang otak (berdekatan dengan badan sel
mesolimbic) ke daerah korteks cerebri. Gangguan pada jalur ini diduga
berperan terhadap timbulnya gangguan kognitif dan timbulnya gangguan
gejala negatif psikosis.
3. Jalur nigrostriatal memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel substansia
nigra batang otak yang menuju ke ganglia basal atau striatum. Jalur ini
merupakan bagian dari ekstrapiramidal yang berfungsi mengontrol gerakan
motorik. Gangguan ini menyebabkan pergerakan seperti penyakit Parkinson.
4. Jalur taberoinfindibular menghubungkan nucleus arkuatus dan neuron
preifentikuler ke hipotalamus dan hipofisis posterior. Dopamin yang dirilis
oleh neuron-neuron ini secara fisiologis menghambat sekresi prolaktin.
5. Sistem kelima, alur insertohipotalamus, membentuk hubungan di dalam
hipotalamus dan dengan nukleus septum lateralis. Fungsinya belum
diketahui.8,13
32
Gambar 2.3. Jalur-Jalur Dopamin
33
mesolimbik akan meningkatkan simptom positif, sementara penurunan
dopamine di jalur mesokortikal akan meningkatkan simptom negatif dan
kognitif.
6. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian obat antipsikotik atipikal
(antipsikotik generasi kedua) pada penderita skizofrenia. Antipsikotik jalur
kedua menyebabkan dopamine di jalur mesolimbik menurun tetapi dopamin
yang berada di jalur mesokorteks meningkat.13,14
34
Pada kasus penyalahgunaan zat dapat menimbulkan ketergantungan karena
terjadi aksi di jalur ini.13,14
35
9. Terjadinya blockade yang lama pada reseptor D2 di nigrostriatal dopamine
pathways menyebabkan timbulnya gangguan pergerakan seperti tardive
dyskinesia.13,14
36
gejala negatif, dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A (misalnya
keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
4. Penyingkiran gangguan skizofrenia dan gangguan alam perasaan
Gangguan skizoafektif dan gangguan suasana perasaan dengan ciri psikotik
telah disingkirkan karena:
- Tidak terdapat episode depresi berat, manik atau campuran yang terjadi
bersama-sama dalam fase aktif, atau
- Jika episode suasana perasaan terjadi selama gejala fase aktif, durasi
totalnya relatif lebih singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
5. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
Gangguan tidak disebabkan oleh afek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya obat yang disalahgunakan, atau suatu medikasi) dan karena suatu
kondisi medis umum.
6. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif
Jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan
pervasif lainnya, maka diagnosis tambahan skizofrenia dibuat jika waham atau
halusinasi yang menonjol, ditemukan untuk waktu sekurang-kurangnya satu
bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).1
Berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, didapatkan kriteria diagnosis
skizofrenia adalah sebagai berikut:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
(a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
37
(b) - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat;
(c) halusinasi auditorik :
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
(d) waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
(e) halusinasi yang menetap diri panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
38
(f) arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
(g) perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau flesibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
(h) gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.15
39
hal kemampuan mental, respon emosional dan perilakunya dibandingkan
skizofrenia tipe lainnya. Pasien skizofrenia paranoid mempunyai sikap tegang,
pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka dapat bersikap bermusuhan atau
agresif. Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri
mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tetap utuh
dan tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka.1,9
Skizofrenia tipe paranoid merupakan suatu gambaran klinisnya didominasi
oleh satu atau lebih hal berikut ini, yaitu:
1. Waham kejar
2. Waham kebesaran
3. Waham cemburu
4. Halusinasi yang berisi kejaran atau kekerasan
Kadangkala disertai dengan kecemasan yang tak berfokus, suka
berteriak/berdebat, dan tindak kekerasan. Terdapat kebingungan tentang identitas
jenis. Hendaya dalam fungsi tidak menonjol apabila isi wahamnya tidak disentuh.
Kekacauan perilakunya jarang terjadi. Demikian pula respon afektifnya seringkali
tetap baik. Kadang-kadang ditemukan hubungan interpersonal yang kaku, formal
atau sangat mendalam. Onset skizofrenia tipe paranoid pada umumnya terjadi
dalam usia lebih lanjut dibanding tipe lainnya.1,9
Pedoman diagnostik untuk skizofrenia paranoid berdasarkan PPDGJ III adalah
sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
2. Sebagai tambahan :
- halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
(a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
(b) halusinasi pembauan atau pengencapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
40
(c) waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
- gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
Diagnosis banding untuk skizofrenia paranoid adalah epilepsi dan psikosis
yang diinduksi oleh obat-obatan, keadaan paranoid involusional, dan paranoia.15
41
antara 15-25 tahun) dan berlangsung perlahan-lahan, serta perjalanan penyakit yang
kronik tanpa remisi (penyembuhan) yang berarti.1,9
Pedoman diagnosis untuk skizofrenia hebefrenik berdasarkan PPDGJ III,
adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
2. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai15-25 tahun).
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
4. Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
- perilaku yang tidak bertanggun jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary),
dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
- afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inapropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
- proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
5. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta
sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas,
yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
42
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.15
43
Pedoman diagnostik untuk skizofrenia katatonik berdasarkan PPDGJ III adalah
sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
2. Suatu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);
(b) gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan ke
arah yang berlawanan);
(e) rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
(f) fleksibilitas cerea/”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak
dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.
3. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh
penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta
dapat juga terjadi pada gangguan afektif.15
44
Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) (F20.3)
Pedoman diagnosik untuk skizofrenia tak terinci berdasarkan PPDGJ III,
adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
2. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
3. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.15
45
1. Untuk suatu diagnostik yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuh semua :
(a) gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
(b) sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
(c) sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun di mana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari
skizofrenia;
(d) tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disalibitas
negatif tersebut.15
46
2. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
Selain itu, berdasarkan PPDGJ III terdapat beberapa-beberapa jenis skizofrenia
lainnya, yaitu skizofrenia lainnya (F20.8) dan skizofrenia YTT (F20.9).15
47
Prognosis gangguan ini lebih baik daripada yang diharapkan untuk
skizofrenia lainnya dan lebih buruk dari gangguan mood (alam perasaan).
f. Gangguan Delusional
Delusi yang sistematis, kepribadiannya utuh dan relatif berfungsi baik,
tanpa halusinasi mencolok ataupun gejala skizofrenia lain. Timbul di usia
dewasa pertengahan sampai pada usia lanjut.
g. Gangguan Kepribadian
Umumnya tanpa gejala psikotik dan jika ada, cenderung berlangsung
transien (sementara) dan tak mencolok. Gangguan kepribadian yang sering
membingungkan untuk deferensial ini adalah gangguan kepribadian
skizotipal, skizoid, dan paranoid.
h. Gangguan Perkembangan Pervasif
Diagnosis ini dibuat jika muncul di antara usia 30 bulan dan 12 tahun. Meski
perilaku mungkin sangat aneh dan deteriorasi, tak dijumpai waham,
halusinasi atau gangguan bentuk pikiran yang jelas, misalnya longgarnya
asosiasi.
i. Retardasi Mental
Menunjukkan gangguan intelek, perilaku dan suasana perasaan yang mirip
skizofrenia. Tidak ditemukan tanda psikotik yang mencolok dan terdapat
fungsi bertingkat rendah dan konstan yang tidak bersifat deteriorasi. Jika
terdapat skizofrenia, maka diagnosis dapat dibuat serempak.
j. Gangguan Obsesif Kompulsif Hipokondriasis-Fobia
Hipokondriasis lebih jarang lagi gangguan fobik sering mempunyai ide
berlebihan sehingga gejalanya sukar dibedakan dengan waham. Akan tetapi,
pasien obsesif kompulsif menyadari, paling tidak sampai pada derajat
tertent, gejala dan pikirannya tidak rasional, meskipun gejala dan pikiran itu
tetap mendominasi mereka.
k. Kepercayaan atau Penghayatan dari Kelompok Agama atau Tradisi atau
Kebudayaan Tertentu
48
Sulit dibedakan dari halusinasi atau waham. Bila hal ini berlaku atau
diterima di kalangan tersebut, hendaknya keadaan itu tidak dinyatakan
sebagai bukti terdapatnya gangguan psikosis.1
2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Terapi Farmakologi
Pemberian psikofarmaka pada pasien skizofrenia dapat segera diberikan
begitu diagnosis ditegakkan untuk mengontrol gejala-gejala pasien. Psikofarmaka
antiskizofrenia dibagi menjadi antipsikotik generasi I (tipikal) dan antipsikotik
generasi II (atipikal). Antipsikotik generasi I dapat diberikan untuk mengontrol
gejala positif, sedangkan generasi II dapat mengatasi gejala positif maupun negatif.
Saat ini, obat lini pertama yang disarankan adalah antipsikotik generasi II. Di bawah
ini terdapat tabel mengenai berbagai jenis antipsikotik.16
49
Govotil Tab. 2-5 mg 5-10 mg (i.m)
Lodomer Tab. 2-5 mg setiap 4-6 jam
Amp. 5 mg / cc
Haldol Amp. 50 mg / cc 50 mg (i.m) setiap
Decanoas 2-4 minggu
3. Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg 12 – 24 mg / hr
Trilafon Tab. 2-4-8 mg
4. Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 -5 mg 10-15 mg / hr
Fluphenazine Modecate Vial 25 mg / cc 25 mg (i.m) setiap
decanoate 2-4 minggu
5. Trifluoperazine Stelazine Tab. 1-5 mg 10-15 mg/hr
6. Thloridazine Melleril Tab. 50-100 mg 150-300 mg /hr
7. Sulpiride Dogmatil Forte Amp. 100 mg/ 2 cc 3-6 amp/hr (im)
300-600 mg / hr
8. Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2-4 mg/ hr
9. Risperidone Risperidone Tab. 1-2-3 mg 2-6 mg / hr
Risperdal Tab. 1-2-3 mg
Risperdal Vial 25 mg / cc 25-50 mg (im)
Consta Vial 50 mg/cc setiap 2 minggu
Tab. 1-2-3 mg
Neripros Tab. 1-2-3 mg
Persidal Tab. 1-2-3 mg
Rizodal Tab. 1-2-3 mg
Zofredal
10. Clozapine Clozaril Tab. 25-100 mg 25-100 mg / hr
Sizoril Tab. 25-100 mg
11. Quetiapine Seroquel Tab. 25-100 mg 50-400 mg / hr
Tab. 200 mg
12. Olanzapine Zyprexa Tab. 5-10 mg 10-20 mg / hr
13. Zotepine Lodorin Tab. 25-50 mg 75 – 100 mg / hr
14. Aripiprazole Abilify Tab. 10-15 mg 10- 15 mg / hr
50
2.8.1.1. Obat Antipsikosis Tipikal
Phenothiazine
1. Rantai Aliphatic
a. Chlorpromazine
Memiliki potensi yang lemah, dan merupakan obat pembanding bagi
obat lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet untuk oral dan larutan
suntik.
b. Levomepromazine/Methotrimeprazine
Senyawa dimetilaminopropil yang mempunyai potensi rendah dengan
efek samping sedasi lebih besar dibanding Chlorpromazine. Pada
pasien berumur lebih dari 50 tahun harus diperhatikan tekanan
darahnya.
2. Rantai Piperazine
a. Fluphenazine
Fluphenazine memiliki efek samping yang lebih ringan dari
Chlorpromazine dalam hal sedasi dan efek muskariniknya, tetapi efek
samping kejang otot dan sulit istirahat lebih berat. Hal ini dapat
menyebabkan depresi. Tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg dan 5 mg.
b. Prochlorperazine
Merupakan derivat Fenotiazin yang bekerja dengan cara memblok
reseptor Dopamin di otak. Penyakit kejiwaan terutama Skizoprenia
menurut penelitian disebabkan oleh overaktivitas dari Dopamin di otak.
Prochlorperazine digunakan untuk jangka panjang pada gangguan jiwa
seperti Skizoprenia. Obat ini juga dapat untuk jangka pendek untuk
mengatasi rasa cemas dan mania yang akut.
c. Trifluoperazine (Stelazine)
Turunan Fenotiazine, tersedia dalam bentuk tablet 1 mg dan 5 mg.
51
3. Rantai Piperidine
a. Thioridazine
Turunan dari Fenotiazin yang dapat menyebabkan detak jantung tak
menentu sehingga perlu pengawasan dokter dalam pemakainnya.
Penderita harus menjalankan ECG dan tes darah sebelum menggunakan
obat ini. Obat ini digunakan bila penderita Skizoprenia tidak merespon
dengan obat lainnya. Ikuti cara pemakaian seperti yang diresepkan
dokter, tanyakan ke dokter atau farmasis segala hal yang anda perlu
tahu. Minum obat sesuai dengan resep tidak lebih tidak kurang.16
Butyrophenone
Haloperidol Obat Skizoprenia ini berguna untuk menenangkan keadaan
mania pada penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi
Fenotiazin. Pemakaian bersamaan dengan Litium dan Fluoxetine dapat
meningkatkan kadar obat Haloperidol dalam darah.16
Diphenyl butyl-piperidine
Pimozide adalah turunan Diphenylbutylpiperidine dengan kegunaan
neuroleptiknya untuk menangani skizoprenia kronis. Obat Pimozide tidak
memberikan efek sedasi dan dapat diberikan dalam satu kali pemakaian sehari.
Mekanisme kerja dari Pimozide berhubungan dengan aksi kerjanya pada reseptor
aminergik pusat. Obat ini mempunyai kemampuan secara selektif untuk
memblokade reseptor Dompaminergik pusat, meskipun pada dosisi tinggi
mempengaruhi perubahan Norepineprin.16
52
2. Olanzapine
Efektif dalam menjaga kesehatan penderita Skizoprenia dan kejiwaan
lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi.
3. Quetiapine
Digunakan terutama untuk penderita dengan gejala parkinson yang tak
bisa ditolerir, atau gejala-gejala yang disebabkan meningkatnya prolactin
oleh obat lain. Cara kerja mirip dengan Clozapine.16
Benzisoxazole
Risperidone dapat mengurangi gejala positif dan negatif dari skizoprenia.
Efeknya mirip dengan Chlorpromazine, tetapi mempunyai efek neuromuskular
yang tidak kentara.16
53
mencakup pimozide, molindone, loxapine, clozapine, olanzapine, quetiapine,
sertindole, dan zaiprasidone.17
Metabolisme
Kebanyakan antipsikosis dimetabolisme hampir lengkap melalui
serangkaian proses. Meskipun beberapa metabolit tetap aktif, misalnya 7-
hydroxichlorpromazine dan haloperidol yang tereduksi, mereka kurang dianggap
penting tehadap daya kerja obat-obat ini. Satu-satunya pengecualian adalah
mesoridazine, metabolite thioridazine yang utama, yang lebih poten dari komponen
aslinya dan lebih banyak menimbulkan efek. Komponen ini telah banyak dijual
sebagi unsur terpisah.16
54
Eksresi
Sedikit sekali dari obat ini yang dieksresikan tanpa ada perubahan, karena
obat-obat tersebut hampir sepenuhnya dimetabolisme menjadi substansi yang lebih
polar. Waktu eliminasinya beragam, dari 10 sampai 24 jam.16
55
Quetiapine 100 2 -9 + + +
Olanzapine 10 50 – 400 + + +
Aripiprazole 10 10- 20 + + +
10 -20
Efek samping ini ada yang dapat ditolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan
ada yang sampai membutuhkan obat simtomatis untuk meringankan penderitaan
pasien. Dalam penggunaan obat anti psikosis yang ingin dicapai adalah optimal
response with minimal side effects. Efek samping dapat juga irreversible yaitu
tardive dyskinesia yaitu gerakan involunter pada lidah, wajah, mulut/rahang, dan
anggota gerak, di mana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang. Biasanya
terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia
lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat antipsikosis (non dose
related). Bila terjadi gejala tersebut yang dilakukan adalah obat anti psikosis
perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h,
dopamine depleting agent, pemberian obat antiparkinson atau I-dopa dapat
memperburuk keadaan. Obat pengganti antipsikosis yang paling baik adalah
Clozapine 50-100 mg/h.16
Efek-Efek Psikologis
Kebanyakan obat-obat antipsikosis mengakibatkan efek subyektif dan tidak
menyenangkan pada pasien non-psikosis; kombinasi rasa kantuk, lelah, dan efek
otonom yang menimbulkan pengalaman tidak seperti yang dikaitkan dengan
sedativa atau hipnotika yang lebih dikenal. Pasien non-psikosis juga akan
mengalami gangguan performa sebagaimana ditunjukkan oleh tes-tes psikomotor
dan psikometrik. Akan tetapi, pasien psikosis kemungkinan menunjukkan tingkatan
dalam hal performa saat tingkat psikosisnya diturunkan.16
Efek-Efek Neurofisiologis
Obat-obat antipsikosis mengakibatkan pergeseran pola frekuensi
elektroensefalografi, biasanya menurunkan frekuensi dan meningkatkan
sinkronisasinya. Penurunan (hipersinkronisasi) tersebut fokal atau unilateral, yang
56
dapat mengarah kepada interpretasi diagnosis yang salah. Perubahan perubahan
amplitudo dan frekuensi yang diakibatkan oleh obat-obat psikotropika sudah jelas
tampak dan dapat dihitung dengan teknik elektrofisiologis yang canggih.16
Perubahan ensefalografi yang berkaitan dengan obat-obat antipsikosis
pertama kali tampak pada elektroda suportikal, dan mendukung asumsi kalau obat-
obat tersebut bekerja lebih banyak pada daerah subkortikal. Hipersinkronisasi yang
ditimbulkan oleh obat-obat ini dapat berakibat pada pengaktifan EEG pada pasien
epilepsi, dan juga mengakibatkan kelumpuhan diwaktu-waktu tertentu pada pasien
yang tidak pernah mengalami kelumpuhan sebelumnya.16
Efek-Efek Endokrin
Obat-obat antipsikosis menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan pada
sistem reproduksi. Amenore –galaktore, tes kehamilan yang salah (false positif),
dan peningkatan libido dilaporkan telah terjadi. Pada wanita, sedangkan pada pria
penurunan libido dan ginekomasti. Beberapa dampak bersifat sekunder dala
menyakat penghambatan tonik dopamine pada sekresi prolaktin; yang lainnya
mungkin berhubungan kepada konfersi perifer androgen ke estrogen. Sedikit atau
tidak ada peningkatan sama sekali pada produksi prolaktin sesudah pemberian
sejumlah antipsikosis terbaru seperti : olanzapine, quetiapine, dan sertindole, bisa
menjadi tanda berkurangnya antagonisme D2 wsehingga mengurangi resiko
disfungsi sistem ekstrapiramidal dan diskinesia tardiff, serta disfungsi endokrin.16
Efek-efek kardiovaskuler
Hipotensi orthostatik dan denyut nadi tinggi seringkli ditimbulkan oleh
peggunaan phenothiazine(potensi rendah)kemudian ” dosis tinggi”. Tekanan arteri
rata-rata, resistensi perifer, dan volume sekuncup menurun, dan denyut nadi
meningkat. Efek-efek ii dapat diprediksi dari daya kerja otonom obat-obat ini. ECG
yang abnormal telah dicatat, khususnya dengan Thioridazine. Perubahan perubahan
tersebut mencakup perpanjangan interval QT dan konfigurasi abnormal dari unsur
ST dan gelombang T. Gelombang tersebut melingkar, mendatar, atau tidak rata.
Perubahan ini dapat dibalik dengan hanya menghentikan obat-obat terebut.16
57
Diantara obat-obat antipsikosis terbaru, perpanjangan interval QT atau
QTC- dengan peningkatan resiko aritmia yang berbahaya- sudah begitu
mengkhawatirkan sen=hingga ssertindole merupakan obat pertama yang ditarik
dari pasaran menunggu evaluasi selanjutnya. Sedangkan ziprasidone masih
dipelajari lebih lanjut sebelum diambil keputusan yang final. Untuk
mengesampingkan bermakna klinis QTc.16
58
eksresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai efek
antipsikosis.16
Pada umumnya pemberian antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 3 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk
“psikosis reaktif singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya dalam
gejala kurun waktu 2 minggu sampai 2 bulan. Obat antipsikosis tidak meimbulkan
gejala lepas obatyang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama,
sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.16
Pada penghentian yang mendadak yang dapat timbul “ kolinergik rebound”:
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dll. Keadaan ini akan
mereda dengan pemberian “ antikolinergic agent” (injeksi sulfas atropin 0,25mg
IM), tablet trihexylphenidil (3x2mg/hari) oleh karena itu pada penggunaan bersama
obat antipsikosis plus antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat
antipsikosis dihentikan lebih dahulu, baru meyusul obat antiparkinson.16
Sindrom neuroleptik maligna (SNM) merupakan kondisi yang mengancam
kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat antipsikosis (khususnya pada
long acting) dimana resiko ini lebih besar ). Semua pasien yang diberikan obat
antipsikosis mempunyai resiko untuk terjadinya SNM tetapi dengan kondisi
dehidrasi, kelelahan, atau malnutrisi, resiko ini akan menjadi lebih tinggi. Butir-
butir diagnostik SNM :
a. Suhu badan >380C (hiperpireksia)
b. Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)
c. Terdapat gejala disfungsi otonomik (incontinensia urine)
d. Perubahan status mental
e. Perubahan tingkat kesadaran
f. Gejala tersebut timbul dan berkembang dengan cepat.16
Pengobatan untuk SNM adalah
a. Hentikan segera obat antipsikosis
b. Perawatan supportif
c. Obat dopamin agonis ( bromokriptin 7,5 – 60 mg/hari 3dd1, L-dopa 2 x 100
mg/hari atau amantadine 200 mg/hari).16
59
Pada pasien usia lanjut atau dengan sindrom psikosis organik, obat
antipsikosis diberikan dalam dosis kecil dan minimal efek samping otonomik
(hipotensi orthostatik) dan sedasinya yaitu golongan ”high potency neuroleptic”,
misalnya haloperidol, trifluoperazine, flufenazine, antipsikosis atipikal.
Penggunaan pada wanita hamil, beresiko tinggi anak yang dilahirkan penderita
gangguan saraf ekstrapiramidal.16
Obat yang digunakan untuk pengobatan pasien psikosis, dengan tanda
utama hendaya yang berat dalam kemampuan menilai realita. Syarat neuroleptika
yang ideal (terutama untuk pasien skizofrenia):
1. Menghilangkan semua gejala psikotik
2. Tidak toksis
3. Efek samping ringan
4. Cara pemberian mudah
5. Menyembuhkan gejala dalam waktu singkat16
Mekanisme kerja obat antipsikosis tipikal adalah memblokade Dopamine
pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala
positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal disamping berafinitas terhadap
dopamine D2 receptors juga terhadap serotonin 5 HT2 receptors sehingga efektif
juga untuk gejala negatif.16
Pada penggunaan obat antipsikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin, urine lengkap, fungsi hati,
fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat
antipsikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis
atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang
menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama
dimakan.16
Beberapa interaksi obat antipsikosis dengan obat lain adalah sebagai
berikut:
a. Antipsikosis + antipsikosis lain dapat menyebabkan efek samping obat dan
tidak ada bukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat
60
antipsikosis). Misalnya Chlorpromazine + Reserpine dapat menyebabkan
potensiasi efek hipotensif.
b. Antipsikosis + antidepresan trisiklik menyebabkan efek samping
antikolinergik meningkat (hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat,
glaukoma, ileus, dan penyakit jantung).
c. Antipsikosis + antianxietas menyebabkan efek sedasi meningkat,
bermanfaat untuk kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat
(acute adjunctive therapy).
d. Antipsikosis + ECT dianjurkan tidak memberikan obat antipsikosis pada
pagi hari sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Theraphy) oleh
karena angka mortalitas yang tinggi.
e. Antipsikosis + antikonvulsan menyebabkan ambang konvulsi menurun,
kemungkinan serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis
antikonvulsan harus lebih besar (dose related). Yang paling minimal
menurunkan ambang kejang adalah obat antipsikosis haloperidol.s
f. Antipsikosis + antasida menyebabkan efek obat antipsikosis menurun
disebabkan gangguan absorpsi.16
Pemilihan jenis obat antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat antipsikosi lain (sebaliknya dari golongan yang tidak sama), dengan
dosis ekivalennya, di mana profil efek samping belum tentu sama.16
Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya, jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali unutk pemakaian sekarang. Dalam pengaturan
dosis perlu dipertimbangkan yaitu onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4
minggu, onset efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 jam, dan waktu paruh 12-
14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari). Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk
mengurangi dampak dari efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar)
sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien. Mulai dengan dosis awal
61
sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3 hari hingga mencapai dosis
efektif (mulai timbul peredaran sindrom psikosis), kemudian dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan hingga dosis optimal yang dipertahakan sekitar 8-
12 minggu (stabilisasi). Dosis diturunkan setiap 2 minggu hingga mencapai dosis
maintenance yang dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun kemudian tapering off
(dosis diturunkan tiap 2-4 minggu), dan hentikan.16
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multiepisode terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian
yang cukup lama ini dapat menurunkan deraja kekambuhan 2,5-5 kali. Efek obat
antipsikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa efek setelah dosis
terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan
kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala
sindrom psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan metabolisme dan
ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan
antipsikosis.16
Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya
gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan
gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama,
sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang
mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound seperti gangguan lambung,
mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda
dengan pemberian antikolinergik agent (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet
Trihexylphenidil 32 mg/h). Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat
antipsikosis dan antiparkinson secara bersamaan, apabila sudah tiba waktu
pengehentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru
menyusul obat antiparkinson.16
Obat antipsikosis long acting seperti Fluphenazine Decanoate 25mg/cc atau
haloperidol decanoas 50mg/cc, im, setiap 2-4 minggu, sangat berguna untuk pasien
yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap
62
medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan per oral labih
dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat antipsikosis long acting
hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap
kasus skizofrenia. 15-25% kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek
samping ekstrapiramidal.18,19
63
2.9. Indikasi Rawat Inap
Indikasi rawat inap bagi pasien-pasien skizofrenia, adalah sebagai berikut:
1. Pasien mengancam keselamtan lingkungan sekitar
2. Adanya ide/percobaan bunuh diri
3. Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun
lingkungan
4. Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa2
2.10. Prognosis
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala.
Indikasi prognosis baik pada pasien skizofrenia yaitu:
1. Gejala psikotik timbul secara mendadak (akut)
2. Awitan gejala timbul setelah usia 30 tahun
3. Pasien dengan gejala positif
4. Adanya penyebab skizofrenia yang jelas (tidak terkait dengan gangguan
sistem saraf pusat), salah satu pencetusnya adalah gangguan suasana
perasaan (khususnya gangguan depresi).
5. Aktivitas sosial dan pekerjaan berlangsung baik sebelum timbul gejala
6. Tidak ada keluarga yang menderita skizofrenia
7. Pasien yang menikah dan telah berkeluarga
8. Dukungan penuh keluarga untuk kesembuhan pasien
9. Subtipe paranoid
10. Kemungkinan subtipe katatonik
Bukti tertentu bahwa skizofrenia katatonik mungkin berkaitan dengan
gangguan alam perasaan dan ternyata pasien ini bereaksi lebih baik
terhadap ECT.
11. Riwayat keluarga dengan gangguan alam perasaaan
12. Konfusi (bingung), tegang, cemas, dan hostilitas.
Prognosis buruk dalam kesembuhan pasien umumnya terkait dengan:
1. Riwayat trauma perinatal atau persalinan sulit pada waktu kelahiran
64
2. Tidak ada remisi dalam waktu 3 tahun
3. Sering timbul relaps
4. Riwayat kekerasan
5. Riwayat penyalahgunaan zat
6. Tidak adanya dukungan keluarga untuk kesembuhan pasien
7. Riwayat keluarga yang memiliki skizofrenia
8. Ada tanda dan gejala neurologik
Ini termasuk fungsi kognitif buruk pada uji neuropsikiatrik-formal dan
gangguan pada CT Scan dan PET (Positron Emission Tomography)
9. Predominan gejala negatif
10. Kemunculan bertahap (onset insidious) tanpa faktor pencetus
11. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang buruk (termasuk
munculnya penyakit pada usia lebih dini)
12. Perilaku menyendiri (autistik)
13. Subtipe disorganisasi dan nondiferensiasi
14. Tidak menikah2
65