Anda di halaman 1dari 63

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definsi
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.3
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappopriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.4

2.2. Faktor Predisposisi


Diagnosis skizofrenia banyak ditegakkan pada kelompok dari kalangan sosial
ekonomi rendah. Sebabnya masih belum jelas, namun dalam kenyataannya meliputi
faktor-faktor penurunan atau ketidakmampuan guna menaikkan tingkat derajat
sosialnya, dan atau bersebab pada stress yang tinggi. Beberapa interaksi keluarga
telah dihipotesiskan sebagai faktor predisposisi dan mempunyai pengaruh
dipandang dari perkembangan onset, kekambuhan atau kronisitas perjalanan
penyakit.1

2.3. Etiologi
Sebelum membahas mengenai etiologi dari skizofrenia tersebut, akan dibahas
terlebih dahulu berbagai teori mengenai terjadinya skizofrenia. Teori terjadinya
skiozfrenia dibagi menjadi dua yaitu teori somatogenik dan teori psikogenik. Teori
somatogenik yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan
badaniah. Termasuk dalam teori ini adalah teori endokrin dan teori metabolisme.
Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia dianggap sebagai
suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stres psikologis dan

3
hubungan antar manusia yang mengecewakan. Dalam klompok in termasuk teori
Adolf Meyer, teori Sigmund Freud, dan teori Eugen Bleuler.1

Teori Somatogenik
1. Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan
endokrin. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi
hal ini tidak dapat dibuktikan.
2. Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak
sehat. Ujung ekstremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat
badan menurun. Pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam
menurun. Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini
teori metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan
memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide
(LSD-25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan
gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan
oleh suatu inborn error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum
ditemukan.5

Teori Psikogenik
1. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, kata Meyer
(1906), sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat
menemukan kelainan patologis-anatomis atau fisiologis yang khas pada
susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang
inferior atau suatu penyakit badaniah dapat memengaruhi timbulnya
skizofrenia. Menurutnya skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah,
suatu maladaptasi. Oleh karena itu, timbul suatu disorganisasi kepribadian
dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan. Hipotesis

4
Meyer ini kemudian memperoleh banyak penganut di Amerika Serikat dan
mereka memakai istilah “reaksi skizofrenik”.
2. Teori Sigmund Freud
Bila menggunakan formula Freud, maka pada skizofrenia terdapat:
- Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun
somatis.
- Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi, ide yang
berkuasa dan terjadi suatu regresi ke fase narsisime.
- Kehilangan kapasitas untuk transferensi sehingga terapi psikoanalitik
tidak mungkin.
3. Eugen Bleuler (1857-1938)
Dalam tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai
istilah “skizofrenia”, karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala
utama penyakit ini, yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretekan atau
disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan (schizos = pecah-
belah atau bercabang, phren = jiwa).5
Bleuler mengemukakan bahwa demensia dalam istilah demensia prekox
tidak dapat disamakan dengan demensia pada gangguan otak organik atau
gangguan inteligensi pada retardasi mental. Ia berpendapat bahwa pada
skizofrenia tidak terdapat demensia (awalan “de” berarti kurang atau tidak
ada; mensia disini artinya kecerdasan), tetapi keinginan dan pikiran
berlawanan, terdapat suatu disharmoni. Bleuler membagi gejala-gejala
skizofrenia menjadi 2 kelompok, yaitu gejala primer (gangguan proses pikir,
gangguan emosi, gangguan kemauan, dan autisme) dan gejala sekunder
(waham, halusinasi, dan gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang
lain.1
Bleuler menganggap bahwa gejala-gejala primer merupakan manifestasi
penyakit badaniah (yang belum diketahui apa sebenarnya, yang masih
merupakan hipotesis), sedangkan gejala-gejala sekunder adalah manifestasi
dari usaha penderita untuk menyesuaikan diri terhadap gangguan primer tadi.
Jadi gejala-gejala sekunder ini secara psikologis dapat dimengerti.1

5
Sebagai ringkasan, hingga sekarang belum dapat diketahui dasar sebab-
musabab skizofrenia. Dapat diketahui bahwa faktor keturunan mempunyai
pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikannya manifes atau faktor
pencetus (precipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stres psikologis,
biasanya tidak menyebabkan skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap
skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.1

2.3.1. Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya
skiozfrenia. Hal ini telah dibuktikan degan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan
bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan
salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%, bila kedua orang tua
menderita skizofrenia 40-68%, bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%, bagi
kembar satu telur (monozigot) 61-86%.6
Tetapi pengaruh genetik tidak sederhana seperti hukum Mendel.
Diperkirakan bahwa yang diturunkann adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan
individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik
pada diabetes melitus).7
1. Konsanguintis
Insiden dalam keluarga lebih tinggi daripada populasi umum. Keselarasan
monozigotik lebih besar daripada digizotik.
2. Keselarasan
Proporsi kembar yang terkena dengan kembarnya terkena atau akan terkena.
3. Studi Adoptif
Risiko akibat orang tua biologiknya, bukan orang tua adoptif.
- Risiko bagi anak adopsi (sekitar 10-12%) sama jika anak itu dibesarkan
orang tua biologiknya sendiri.

6
- Lebih besar prevalensi skizofrenia pada orang tua biologiknya
dibanding anak adopsi akan menderita skizofrenia dibandingkan anak
yang dibesarkan oleh orang tua adoptif.
- Kembar monozigotik yang dibesarkan terpisah memiliki angka
keselarasan seperti kembar yang dibesarkan bersama.
- Anak yang lahir dari orang tua sehat dan dibesarkan oleh orang tua
skizofrenia tak memiliki kenaikan angka skizofrenia.
4. 9 dari 10 pasien skizofrenia tak memiliki saudara tingkat I dengan
skizofrenia6
Ciri-ciri sesuai dengan penurunan poligenik, jumlah gen terkena
menentukan risiko dan gambaran simtomatik individu.
 Transmisi kelainan dimungkinkan dengan dua orang tua normal
 Presentasi kelainan berkisar dari sangat berat sehingga kurang berat
 Individu yang terkena lebih berat memiliki lebih banyak saudara yang
terkena daripada individu yang terkena ringan
 Risiko menurun dengan jumlah gen yang tinggi
 Kelainan ada pada sisi ibu maupun ayah dari keluarga7

Tabel 2.1. Genetika Skizofrenia


Risiko
Populasi Umum 1%
Saudara tingkat I 10-12%
Saudara tingkat II 5-6%
Anak dari dua orang tua skizofrenia 40%
Kembar dizigotik 12-15%
Kembar monozigotik 45-50%

7
2.3.2. Neurokimia
Hipotesis dopamin menyakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamin mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa
amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamin, dapat menginduksi
psikosis yang mirip skizofrenia, dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik
generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok
reseptor dopamin, terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti
serotonin, noradrenalin, GABA, dan glutamat, serta neuropeptida lain masih terus
diteliti oleh para ahli.8
1. Hipotesis Dopamin
Gejala yang ditimbulkan sebagai akibat hiperdopa-minergik yang disebabkan
oleh karena terjadi hipersensitifnya reseptor dopamin atau naiknya aktivitas
dopamin. Obat antipsikotik terikat kepada reseptor dopamin D2 dan
menyebabkan penurunan fungsional aktivitas dopamin. Obat yang
menambah kadar dopamin dalam memperburuk atau mencetuskan psikosis,
misalnya adalah amfetamin dan kokain. Dopamin penting dalam manifestasi
simtomatik dari skizofrenia. Namun belum dapat dijelaskan dengan
memuaskan.
2. Hipotesis Norepinefrin
Aktivitas norepinefrin naik pada skizofrenia, dan akan menyebabkan naiknya
sensitisasi terhadap input sensorik.
3. Hipotesis GABA
Turunnya aktivitas GABA akan menyebabkan naiknya aktivitas dopamin.
4. Hipotesis Serotonin
Metabolisme serotonin abnormal tampak pada sebagian pasien skizofrenia
kronik, yaitu terjadi hiper maupun hiposerotoninemia.
5. Peniletilamin (PEA)
Suatu amina endogen yang sangat mirip emfetamin. Bila jumlahnya naik
mungkin dapat menimbulkan kenaikan umum terhadap kerentanan endogen
terhadap psikosis.

8
6. Halusinogen
Amin endogen tertentu mungkin bertindak sebagai substrat bagi metilasi
abnormal yang menimbulkan halusinogen endogen.
7. Enzim
Turunnya kadar MAO trombosit berkolerasi dengan terjadinya psikopatologi
secara keseluruhan. Inhibitor DHB (dopamin beta hidroksilas) akan
menimbulkan psikosis (skizofrenia tertentu).
8. Gluten
Unsur protein gandum yang mungkin tak dapat ditolelir pasien skizofrenia
tertentu.1,8

2.3.3. Hipotesis Perkembangan Saraf (Neurodevelopmental hypothesis)


Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur
dan morfologi otak penderita skizofrenia, antara lain berupa berat otak yang rata-
rata lebih kecil 6% daripada otak normal dan ukuran anterior-posterior yang 4%
lebih pendek, pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik; gangguan metabolisme
di daerah frontal dan temporal, dan kelainan susunan seluler pada struktur saraf di
beberapa daerah kortex dan subkortex tanpa adanya gliosis yang menandakan
kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan. Studi neuropsikologis
mengungkapkan defisit di bidang atensi, pemilahan konseptual, fungsi eksekutif
dan memori pada penderita skizofrenia.6,9
Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang
menyatakan bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal kehidupan,
mungkin sekali akibat pengaruh genetik, dan keumdian dimodifikasi oleh faktor
maturasi dan lingkungan.9

2.3.4. Psiko Sosial


Pasien yang memiliki emosi ekspresi (EE) yang tinggi memiliki angka relaps
lebih tinggi daripada pasien yang berasal dari keluarga berekspresi emosi lebih
rendah. Emosi ekspresi didefinisikan sebagai perilaku yang intrusif, terlihat
berlebihan, kejam dan kritis. Angka relaps akan berkurang jika perilaku keluarga

9
diubah menjadi EE yang lebih rendah. Umumnya disfungsi keluarga merupakan
suatu konsekuensi, bukan merupakan sebab dari skizofrenia.1

2.4. Tanda dan Gejala


Gejala pramorbid (sebelum sakit) dimulai dengan tanda awal penyakit. Artinya
gejala hanya dikenali secara retrospektif (mellihat ke belakang). Secara
karakteristik, gejala skizofrenia dimulai pada masa remaja, diikuti dengan
perkembangan gejala prodormal (mendahului) pada fase akut, yang berlangsung
dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun. Riwayat
pramorbid yang tipikal pada pasien skizofrenia, pada umumnya mempunyai
kepribadian skizoid atau skizotipal. Kepribadian tersebut ditandai dengan tanda-
tanda pendiam, pasif, dan introvert (menarik diri). Akibatnya mereka hanya
memiliki sedikit teman. Seorang remaja pra skizofrenik, menghindari olahraga
dalam bentuk kelompok (team). Remaja tersebut memilih lebih senang nonton film
atau televisi atau mendengarkan musik agar mereka tidak harus ikut dalam aktivitas
sosial. Tanda dan gejala prodormal dikenali secara retrospektif, setelah diagnosis
skizofrenia ditegakkan. Gejala ini dimulai dengan beberapa macam keluhan, berupa
gejala somatik, misalnya nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, serta gangguan
pencernaan. Pada fase prodormal didapatkan tanda dan gejala yang khas yaitu:
 Tedapatnya deteriorasi (pengurangan) yang jelas dari taraf fungsi penyesuaian
sebelumnya.
 Penarikan diri dari kehidupan sosial
 Hendaya dalam fungsi peran
 Tingkah laku aneh
 Hendaya dalam higiene diri dan berpakaian
 Afek yang tumpul atau tak serasi
 Gangguan komunikasi
 Ide-ide yang mirip waham10
Keluarga dan teman-temannya memperhatikan yang bersangkutan telah
berubah, tidak berfungsi, sebagaimana biasanya, misalnya di dalam aktivitas
pekerjaan, sosial, dan pribadi. Selama stadium prodormal, pasien mulai

10
mengembangkan minat baru di dalam gagasan abstrak, filosofi, ilmu gaib, atau
masalah keagamaan. Jangka waktu fase prodormal sangat bervariasi, sukar
ditentukan secara tepat, kapan saat mulai timbulnya.10
Prognosis sangat buruk apabila fase prodormal terjadi secara perlahan-lahan,
dan makin menurun dalam jangka waktu beberapa tahun. Skizofrenia secara klinis
mempunyai gejala khas pada semua fungsi psikologis, termasuk alam pikir, alam
perasaan, alam perbuatan, pembicaraan, persepsi, dan fungsi ego. Dalam perjalanan
penyakit, terdapat gejala tertentu, seperti waham dan halusinasi auditorik, yang
merupakan gejala patognomik pada skizofrenia.10
Beberapa kriteria untuk dapat mendiagnosis skizofrenia dibedakan menjadi
dua, yaitu menurut Bleuler dan menurut Schneider/First Rank Symtoms.

Menurut Bleuler
Dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Gejala primer (4A)
- Autisme
Orang tersebut cenderung menarik diri dari dunia luar dan berdialog
dengan dunianya sendiri.
- Afek yang terganggu
Gangguan afek dan emosi berupa penumpulan, pendataran, dan
ketidakserasian.
- Asosiasi yang terganggu
Proses pikir yang terganggu pada umumnya meliputi pelonggaran asosiasi,
yaitu ide yang satu belum habis diutarakan sudah muncul ide lain,
sehingga pembicaraan tidak dapat diikuti atau dimengerti.
- Ambivalensi
Dua hal yang berlawanan dan timbul pada waktu yang bersamaan, dan
pada satu objek yang sama.
Selain gejala 4A di atas, beberapa ahli menambahkan adanya gejala A yang
lain yang dapat dijumpai pada psien skizofrenia kronis seperti abulia, menurunnya
atensi, apati, alienasi, anhedonia, automastisme, dan lain-lain.1

11
2. Gejala sekunder
- Waham
- Halusinasi
- Ilusi
- Depersonalisasi
- Negativisme
- Automatisasi
- Echolalia
- Achopraxia
- Mannerisme
- Stereotipi
- Fleksibilitas cerea
- Katalepsi1

Menurut Schenider/First Rank Syndrome


1. Halusinasi pendengaran (khas untuk skizofrenia)
- Pikiran yang dapat didengar sendiri
- Suara yang sedang bertengkar
- Suara yang mengomentari tingkah laku penderita
2. Gangguan batas ego (Ego boundary disturbances)
- Somatic passivity: tubuh dan gerakannya dipengaruhi oleh sesuatu
kekuatan dari luar.
- Thought withdrawal
- Thought insertion
- Thought broudcasting
- Made feeling: perasaanya1
Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk dan isi pikiran,
persepsi, dan emosi serta perilaku. Berikut ini beberapa gejala yang dapat diamati
pada skizofrenia dan lokasi gangguan pada otak yang dapat menimbulkan
dominansi gejala seperti pada gambar 2.1.8

12
Gambar 2.1. Gejala-Gejala Akibat Malfungsi Sirkuit Otak

2.4.1. Penampilan dan Perilaku Umum


Tidak ada penampilan atau perilaku yang khas skizofrenia. Beberapa bahkan
dapat berpenampilan dan berperilaku “normal”. Mungkin mereka tampak
berpreokupasi terhadap kesahatan, penampilan badan, agama atau minatnya. Pasien
dengan skizofrenia kronis cenderung menelantarkan penampilannya. Kerapian dan
higiene pribadi juga terabaikan. Mereka juga cenderung menarik diri secara sosial.
Penampilan umum pasien skizofrenia bermacam-macam, ada yang dengan sikap
yang acak-acakan, berteriak-teriak, teragitasi, berdandan secara obsesif, sangat
tenang, dan tidak bergerak.1,9

2.4.2. Gangguan Pembicaraan


Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama adalah asosisasi. Asosiasi longgar berarti tidak adanya
hubungan antar ide. Kalimat-kalimatnya tidak saling berhubungan. Kadang-kadang
satu ide belum selesai diutarakan, sudah dikemukakan idea lain. Atau terdapat
pemindahan maksud, misalnya maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”. Bentuk
yang lebih parah adalah inkoherensi. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik,
seperti dikatakan “merah” bila dimaksudkan “berani”. Atau terdapat asosiasi bunyi

13
(clang association) oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu,
misalnya piring-miring, atau “.... dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya
lari ....”. Semua ini menyebabkan bahwa jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau
tidak dapat diikuti dan dimengerti.1,9
Sedangkan mutisme biasanya sering ditemukan pada skizofrenia katatonik.
Kadang-kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul idea lagi. Keadaan ini
dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-
kadang sampai beberapa hari. Pembicaraan pada pasien skizofrenia seringkali
menarik, tapi aneh dan konkrit. Contoh daripada pembicaraan aneh dan konkrit
misalnya:
1. Echolalia
Merupakan repetisi kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan pengulangan
pertanyaan-pertanyaan yang diucapkan oleh orang lain (misalnya
pewawancara).
2. Neologisme
Keadaan di mana kadang-kadang pasien dengan skizofrenia membentuk
kata baru untuk menyatakan arti yang hanya dipahami oleh dirinya sendiri.
3. Mutisme
Merupakan inhibisi fungsi bicara. Pasien membisu, ia tidak mau berbicara
sama sekali. Pada mutisme, harus dipastikan bahwa pasien sebelumnya bisa
bicara (tidak ada gangguan biacara). Pada orang normal atau anxietas,
mutisme merupakan ungkapan perlawanan terhadap perintah. Sedangkan
pada skizofrenia bukan merupakan perasaan menentang.1,9

2.4.3. Gangguan Perilaku


Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala
katatonik yang dapat serupa stupor atau gaduh gelisah (excitement). Pasien dengan
stupor tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia
sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan
aktivitas motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi
bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan katalepsi.

14
Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang
lama. Fleksibilitas serea bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama.1,9

2.4.4. Alam Pikiran


Gangguan berpikir merupakan gejala yang sulit untuk dimengerti oleh para
klinisi. Gangguan berpikir merupakan gejala inti dari skizofrenia. Untuk
memperjelas adanya gangguan berpikir, yaitu dengan cara membaginya menjadi isi
pikir dan arus pikir.1

Isi Pikir
Gangguan isi pikir (content of thought) dinilai secara kuantitatif dan
kualitatif. Secara kualitatif, yang dinilai adalah banyak/sedikitnya isi pikir. Pada
pasien skizofrenia isi pikirnya sedikit dan miskin (proverty of thought). Sedangkan
secara kualitatif, gangguan isi pikir dapat dibedakan menjadi waham dan bukan
waham. Gangguan utama isi pikir pada skizofrenia adalah waham yang berarti
suatu keyakinan yang patologis, tidak sesuai dengan realita, tidak dapat dikoreksi,
walaupun telah ditunjukkan bukti nyata dan di luar jangkauan sosio budayanya
(salah satu gejala sekunder dari kriteria menurut Bleuler). Waham dapat bervariasi
pada pasien skizofrenia berupa waham aneh (bizzare), yaitu jelas sekali tidak masuk
akal, misalnya waham yang isinya menyatakan bahwa otaknya sudah membusuk,
atau ususnya sebagian telah diganti dengan tabung besi. Waham kejar, keyakinan
bahwa orang lain bekerja sama untuk mencelakakan dan memata-matai pasien, hal
ini dapat disertai dengan waham kebesaran yaitu pasien yakin bahwa dirinya adalah
orang yang sangat penting. Di samping itu terdapat waham lain berupa waham
keagamaan, waham somatik, dan nihilstik. Yang juga sering terdapat adalah
gagasan mirip waham yang menyangkut dirinya (ideas of reference), yang
mempunyai makna bahwa peristiwa, objek, orang, diberi suatu arti khusus. Pasien
yakin bahwa orang-orang di dalam bus sedang membicarakan dirinya, atau ia
merasa bahwa seseorang pembawa acara televisi sedang mencemoohkan dirinya.
Beberapa waham lebih sering ditemukan pada pasien skizofrenia dibanding

15
penyakit psikosis lainnya. Hampir semua pasien skizofrenia mengalami waham
tentang pengontrolan pikiran dan tubuhnya oleh kekuatan misterius.1

Arus Pikir
Gangguan arus pikir secara objektif, terlihat dalam ucapan dan bahasa.
Pemeriksa juga dapat menilai arus pikir dengan cara mengamati perilaku pasien.
Gangguan arus pikir terdiri dari:
1. Gangguan Tempo
a. Flight of Ideas
Pikiran (ide) yang melompat-lompat dari satu pikiran ke pikiran
berikutnya, dan berjalan secara cepat. Hubungan antara pikiran-pikiran itu
biasanya masih dapat dipahami. Pembicaraan pasien mudah dibelokkan
oleh stimulasi dari luar maupun dari dalam. Kadang-kadang diikuti oleh
asosiasi bunyi (clang association).
b. Sirkumstansial (Circumstantiality)
Pada sirkumstansial, proses berpikir lambat, berputar-putar (tidak menuju
ke sasarannya) banyak hal-hal detail yang kurang penting diikutsertakan,
namun pada akhirnya mencapai tujuan.
2. Gangguan Kontinuitas
a. Perseverasi
Merupakan repetisi yang persisten dari kata-kata, ungkapan-ungkapan
atau ide-ide pasien dan sering mengulang jawaban yang sama terhadap
pertanyaan yang berbeda.
b. Verbigerasi
Pasien mengulang kata-kata yang artinya tidak diketahui orang lain. Hal
ini dapat dilakukan berhari-hari, dan jarang ditemukan (biasanya hanya
pada pasien dengan perjalanan penyakit yang kronis).
c. Asosiasi Longgar
Ide berpindah dari satu subjek ke subjek lain yang sama sekali tidak ada
hubungannya (gejala ini salah satu gejala primer dari kriteria Bleuler).
Pada asosiasi tangensialitas, ide-ide mempunyai hubungan tangensial

16
satu terhadap yang lain, tetapi tidak terarah. Walaupun kelonggaran
asosiasi pernah digambarkan sebagai gejala yang patognomik untuk
skizofrenia, gejala ini juga ditemukan pada gangguan mania.
d. Inkoherensi
Gangguan asosiasi adalah satu pikiran dengan pikiran yang lain tidak
ada hubungan dan asosiasi pikirannya menjadi tidak karuan dan tidak
dapat dimengerti. Dengan kata lain pada inkoherensi terjadi
penumpukan (saling tumpang tindih anak kalimat dengan induk
kalimat). Pada keadaan ini, pikiran yang satu sudah tidak ada
hubungannya dengan pikiran yang lain. Bahasanya sukar diikuti dan
dimengerti. Anak kalimat dan induk kalimat saling tumpang tindih.
e. Pada keadaan asosiasi longgar walaupun pikirannya yang satu dengan
yang lain kendor, namun masih bisa diikuti dan dimengerti. Apabila
gangguan asosiasi menjadi lebih berat akan terlihat adanya inkoherensi.
f. “Word Salad” adalah gangguan asosiasi yang sangat berat, dan
pembicaraan serta kata-kata saling bercampur baur.
g. Kemiskinan isi pembicaraan
Walaupun percakapannya masih cukup, tetapi isinya sedikit karena
sifatnya samar, sangat abstrak atau sangat konkret, berulang-ulang atau
stereotipik.
h. Blocking (hambat pikir)
Interupsi mendadak, yaitu pada saat sebelum sebuah pemikiran selesai
disampaikan pikirannya menjadi kosong dan timbul pikiran baru yang
sama sekali berbeda dengan pikiran semula. Pada blocking diagnostik
untuk skizofrenia, menunjukkan pikiran pasien kosong dan tidak
disertai/didahului oleh ansietas.1,9

2.4.5. Persepsi
Gangguan utama dalam bidang persepsi adalah pelbagai jenis halusinasi.
Halusinasi yang paling sering adalah halusinasi dengar, dan merupakan gangguan
yang sering ditemukan pada pasien skizofrenia.

17
1. Halusinasi Auditorik (Halusinasi Dengar)
Halusinasi auditorik merupakan halusinasi tersering didengar oleh pasien
skizofrenia berupa suara-suara yang sering kali mengancam, menuduh atau
menghina. Suara tersebut dapat dikenali atau tidak dikenali dan biasanya
lebih dari satu suara. Dua atau lebih suara dapat berbicara satu sama lainnya
dan pasien merupakan orang ke tiga, atau sebuah suara mungkin berkomentar
tentang perilaku atau kehidupan pasien.
2. Halusinasi Visual
Halusinasi ini lebih jarang ditemukan pada pasien skizofrenia dan biasanya
berhubungan dengan halusinasi pancaindra yang lain. Halusinasi ini muncul
pada siang atau malam hari, sebaliknya pada gangguan mental organik atau
afektif, halusinasi visual lebih sering muncul pada malam hari.
3. Halusinasi Raba, Cium, dan Kecap (Mengecap)
Halusinasi ini sangat jarang terjadi, namun bila terjadi maka halusinasi ini
harus dipertimbangkan akan adanya gangguan mental organik.
4. Halusinasi Kinestik
Halusinasi kinestik (cinesthetic hallucination) meliputi persepsi bizar tentang
perubahan organ tubuh, contoh misalnya air menetes dari otak, atau rasa
terbakar pada tulang belakang.
5. Hipersensitivitas terhadap Sinar/Suara
Menyebabkan pasien skizofrenia memakai kacamata hitam atau mengeluh
pusing. Selain hipersensitivitas terhadap sinar/suara maka dapat pula terjadi
halusinasi penciuman dan pengecapan.
6. Ilusi
Suatu gangguan persepsi dari citra atau sensasi yang sesungguhnya. Ilusi
dapat terjadi pada pasien skizofrenia selama fase aktif gangguan, juga dapat
terjadi selama fase prodromal, dan selama periode remisi. Objek-objek
tampak lebih besar atau kecil, menjauh atau mendekat, yang berubah warna
atau bentuk dan objeknya dapat terpecah.

18
7. Depersonalisasi
Keadaan di mana seseorang merasakan dirinya berubah (tidak seperti
sebelumnya).
8. Derealisasi
Pada derealisasi, seseorang merasakan bahwa keadaan sekitarnya telah
berubah (menjadi seolah-olah asing baginya).1,9
2.4.6. Afek/Alam Perasaan
Dapat terganggu secara kualitatif atau kuantitatif dan gangguan ini dapat
berupa:
1. Afek mendatar atau tumpul
Merupakan penurunan terhadap intensitas ekspresi dan emosi. Pasien tampak
tak acuh atau hanya berespon superfisial. Suaranya monoton, wajahnya tidak
mempunyai ekspresi. Gejala ini dianggap khas pada skizofrenia kronis,
namun sulit dibedakan dari afek obat anti psikotik. Pasien mengeluh bahwa
dirinya tak lagi dapat beraksi secara normal dalam intensitas emosional, dan
tidak mempunyai perasaan.
2. Anhedonia
Keadaan ini dimana seseorang tidak dapat merasakan
kesenangan/kegembiraan. Pasien merasa tidak berdaya, merasa jauh dari
dirinya sendiri atau orang lain.
3. Emosi yang tidak seharusnya
Emosi-emosi yang jarang dialami dapat muncul, misalnya kekhawatiran yang
mencekam terutama akan pecahnya kepribadian atau tubuhnya. Pasien
merasa tubuhnya menyatu dengan alam semesta.
4. Afek inappropriate (tidak serasi)
Sangat khas, afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan atau ide pasien.
5. Ambivalensi
Dua perasaan yang berlawanan yang terjadi pada saat dan objek yang sama.
Misalnya pada saat yang sama seseorang merasa benci dan cinta pada ibunya.
Secara populer, ambivalensi sering digunakan untuk menunjukkan suatu
keragu-raguan dalam menentukan sikap/tindakan. Pada pasien skizofrenia,

19
ambivalensi yang dialami sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat
menentukan pilihan.1,9

2.4.7. Gejala Positif


Halusinasi
Pada skizofrenia halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan keadaan
yang sedemikian ini merupakan gejala yang hampir-hampir tidak dijumpai pada
kedaan atau penyakit yang lain. Halusinasi paling sering terdapat pada skizofrenia
ialah halusinasi pendengaran, dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang
atau siulan.11
Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman, halusinasi citarasa, atau
halusinasi singgungan. Penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada
orang yang menyinarinya dengan alat rahasia, bahkan ia dapat merasakan ada racun
di dalam makanannya. Diagnostik yang berarti dalam halusinasi auditorik, apabila
terdapat suara-suara yang mengomentari perilaku pasien atau pikiran pasien, atau
dua atau lebih suara yang bertentangan satu sama lain. Meskipun setiap bentuk
halusinasi yang skizofrenia telah dilaporkan, maka diperlukan sebuah diagnosis
diferensial yang kuat, terutama akan adanya toksisitas atau kelainan pada otak.
Beberapa halusinasi yang sering terjadi pasien skizofrenia adalah sebagai berikut:
 Dengar
 Suara yang mengomentari
 Suara yang bercakap-cakap
 Halusinasi taktil
 Halusinasi cium
 Halusinasi lihat11

Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar
(aneh). Penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya merupakan
fakta atau tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya
yang bertentangan, umpamanya seseorang penderita dengan waham kebesaran dan
mengaku bahwa dirinya adalah raja, tetapi ia main-main dengan air ludahnya dan

20
mau disuruh melakukan pekerjaan yang kasa sekalipun. Umumnya waham tersebut
muncul dalam bentuk waham kejar, waham kebesaran, atau waham menyangkut
diri sendiri. Karakteristik waham didominasi oleh hal-hal pokok di luar pengawasan
pikiran, perasaan, atau perilaku pasien. Pengalaman pasien meliputi, penyisipan,
penarikan dan pengawasan pikiran. Hal ini merupakan hal yang biasa pada
skizofrenia dan menjadi konsep yang bervariasi sebagai waham persepsi atau hasil
dari suatu batas dirinya yang hilang.
Pasien skizofrenia dapat mempunyai waham ilmiah atau pengetahuan politik
dan pasien percaya bahwa dirinya dapat mencegah atau menghalangi ancaman yang
sebentar lahi akan menimpa dirinya. Pasien sering mengulang-ulang dengan
menggunakan bahasa ilmiah dengan skema yang mungkin tampaknya hampir
masuk akal bila melihatnya pertama kali. Waham dapat terjadi pada penyakit
psikotik lainnya, sedangkan kesan klinis menunjukkan waham yang terdapat pada
skizofrenia umumnya bizar (aneh). Beberapa waham yang dapat ditemukan pada
pasien skizofrenia adalah sebagai berikut:
a. Kejar
b. Cemburu
c. Bersalah, dosa
d. Kebesaran
e. Keagamaan
f. Somatik
g. Waham menyangkut diri sendiri
h. Waham dikendalikan
i. Waham membaca pikiran
j. Siar pikiran
k. Sisip pikiran
l. Penarikan pikiran12

21
Perilaku Aneh
Perilaku aneh yang dikelompokkan pada gangguan skizofrenia, antara lain
mannerisme, ekhopraxia, (mengulang atau mengikuti suatu gerakan yang lain),
perilaku stereotipik (mengulang gerakan yang sama selama periode waktu yang
singkat atau diperpanjang). Terdapat pula, negativisme, kepatuhan yang otomatik,
katalepsi kaku atau lunak, dan sikap tubuh yang aneh. Perilaku aneh terdiri dari:
a. Perilaku Stereotipik
Perilaku stereotipik lebih mudah didapatkan pada pasien skizofrenia yang
kronik daripada pasien sizofrenia yang akut. Hal ini merupakan pola
pengulangan pergerakan atau cara berjalan. Contoh misalnya berjalan dengan
cara yang samas setiap hari, mengulang perbuatan dengan sikap yang aneh
atau mengulang kata-kata atau pertanyaan yang sama. Contoh: lebih dari lima
tahun seorang pasien laki-laki berusia 36 tahuun yang menderita skizofrenia
menyambut dokternya, kemanapun mereka bertemu, selalu dimulai dengan
pertanyaan yang sama.
b. Stupor
Sampai pertengahan tahun 1930-an, rumah-rumah sakit mendapatkan pasien
dengan katatonik stupor. Beberapa dari mereka tidur tidak bergerak selama
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Dalam tahun-tahun terakhir ini
keadaan stupor jarang ditemukan. Pasien yang stupor mengetahui akan
adanya ledakan episode katatonia atau kegelisahan. Sampai saat ini jarang
sekali terdapat katalepsi dibandingkan pada waktu lima puluh tahun yang
lalu.
c. Kelainan Makan
Kelainan makam (memakan sesuatu, tetapi biasanya tidak sampai habis),
termasuk kriteria anoreksia nervosa, bulimia nervosa atau pika yang sering
terdapat pada pasien skizofrenia. Obesitas merupakan hal biasa dalam klinik
terutama pada pasien wanita mengalami eksaserbasi dengan pengobatan
psikotropik. Kira-kira satu setengah kali daripada jumlah pasien skizofrenia
dihubungkan dengan kelainan makan merupakan respon terhadap

22
pengalaman psikotik. Sebagai contoh pasien-pasien percaya bahwa makanan
itu telah diracuni.
d. Echopraksia
Echopraksia adalah pergerakan yang analog dengan echolalia, terdiri dari
gerakan dan sikap yang palsu dari seorang pasien skizofrenia. Selain itu
pasien menirukan perbuatan yang dilakukan orang lain. Sedangkan echolalia
adalah secara spontan menirukan bunyi atau suara atau ucapan yang didengar
orang lain.
5. Negativisme
Penolakan oleh seorang pasien untuk bekerja sama dengan pemeriksa
merupakan negativisme. Kadang-kadang seorang pasien mungkin
mengerjakan bagian tersebut yang berlawanan dengan apa yang dikatakan.
6. Gejala-gejala Somatik
Kenyataan dan relatif tentang adanya gangguan somatik yang ringan
merupakan hal yang biasa selama fase prodormal dari skizofrenia.
7. Mannerisme
Melakukan pengulangan perbuatan tertentu secara eksesif. Biasanya
dilakukan secara ritual seperti melakukan seremonial.1,9

Gangguan Pikiran Formal Positif


Gangguan pikiran formal, keadaannya berbeda dengan gangguan pikiran.
Yang paling sering ditemukan adalah pelonggaran asosias, yang ide-ide berpindah
dari subjek ke subjek lainnya, dan sama sekali tidak ada hubungannya atau
hubungannya sama sekali tidak tepat (obliquely related subject). Hal itu sama sekali
tidak disadari oleh yang bersangkutan. Pengertian-pengertian yang tidak ada
hubungan sama sekali, dan sering disatukan oleh pasien dan secara idiosinkratik
berpindah “frame of reference”. Apabila pelonggaran asosiasi itu menjadi berat,
maka dapat terjadi inkoherensi, yaitu suatu percakapan yang tidak dapat dimengerti.
Dapat pula terjadi kemiskinan isi pembicaraan, walaupun percakapannya masih
cukup, namun isinya sedikit karena sifatnya yang samar, ssangat abstrak atau sangat
konkret, atau berulang-ulang atau stereotipik. Gejala lain yang dijumpai adalah

23
neologisme, perseverasi, asosiasi suara (clanging), dan hambat pikir (blocking).
Beberapa contoh gangguan pikiran formal positif yang dapat ditemukan pada
pasien skizofrenia:
a. Penyimpangan
b. Tangensialitas
c. Inkoherensi
d. Ilogikalitas (tidak logis)
e. Sirkumstansialitas
f. Tekanan bicara
g. Bicara mudah dialihkan1,9

2.4.8. Gejala Negatif


Pada tahun 1980 T.J. Crow mengatakan suatu klasifikasi pasien skizofrenia
ke dalam tipe I (adanya gejala positif) dan tipe II yang didasarkan dan gejala negatif
(defisit). Gejala negatif merupakan pendataran atau penumpulan afektif,
kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), cara
berdandan yang buruk, tidak hanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial serta efek
kognitif, dan defisit perhatian.1,9

Gambar 2.2. Gejala-Gejala Negatif Pada Skizofrenia

24
Pasien tipe I cenderung memiliki sebagian besar gejala positif, dan ternyaa
struktur otak yang normal pada pemeriksaan CT (Computer Tomography) serta
respon yang relatif baik terhadap pengobatan. Pasien tipe II cenderung memiliki
sebagian besar gejala negatif, kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan
respon yang buruk terhadap pengobatan. Telah disepakati bahwa skizofrenia
merupakan penyakit tunggal, namun kriteria diagnostiknya mencakup banyak
gangguan, walaupun gejala-gejala tingkah laku yang sama.1,9

Pendataran Afektif
Afektif (ekspresi afektif/hidup emosi) merupakan ekspresi perasaan yang
tampail sesaat dari perasaan seseorang pada waktu pemeriksaan dan merupakan
penyelarasan yang langsung daripada hidup mental dan instingual. Bila seseorang
mempunyai hidup afektif terganggu, dan merupakan salah satu hal penting bagi
diagnostik skizofrenia, hal ini menunjukkan penghayatan afeknya yang bersifat
mendatar yang dikombinasikan dengan kedangkalan serta penyempitan secara
mencolok.1,9
Dalam observasi didapatkan keadaan sensitivitas afektif yang berlebih, untuk
kemudian disusul dengan labilitas emosi yang meninggi dan amarah yang meluap-
luap, sebelum timbulnya kedangkalan dan mendatarnya hidup afektif yang amat
khas bagi gangguan skizofrenia. Pada individu normal dapat terjadi pendataran
afektif yang diartikan sebagai suatu kekurangan adaptasi atau modifikasi afektif.
Untuk membedakannya bisa dilihat dari mimik ekspresi dan intelektualitasnya.
Afek yang datar atau tumpul juga dapat ditimbulkan akibat Parkinsonisme karena
efek samping terapi anti psikotik.1,9
Pada penderita skizofrenia anak-anak, afek yang mendatar bisa dilihat seperti
misalnya tertawa terkekeh-kekeh atau menangis tanpa dapat dijelaskan.
a. Ekspresi Wajah yang Tidak Berubah
Gejala-gejala mutisme (hambatan abnormal/kesukaran bersuara) kepatuhan
secara otomatis dan fleksibilitas seperti lilin. Dulu fleksibilitas seperti lilin
sering ditemukan pada tipe katatonia. Pada masa sekarang ini jarang
dijumpai.

25
b. Penurunan Spontanitas Gerak
Banyak penderita skizofrenia menarik diri dari kehidupan sosial dan bersikap
egosentris, dengan berkurangnya pembicaraan spontan atau gerakan dan tidak
adanya tingkah laku yang bertujuan, termasuk gerakan-gerakan yang luwes
atau kaku, merupakan tanda penurunan spontanitas gerak. Pada beberapa
kasus bahkan terdapat stereotipik atau mannerisme dan ekhopraxia, atau
seperti TIC yang aneh.
c. Hilangnya Gerakan Ekspresif
Pendataran afektif menimbulkan gambaran yang khas pada penderita
skizofrenia, dalam bentuk tampak seolah-olah kekakuan (kurang mobilitas).
d. Kontak Mata yang Minim
Pada penderita skizofrenia terutama pada tipe hebefrenik seringai-seringai
wajah yang sangat khas disertai dengan kontak mata yang minim ditemukan
pada tipe ini. Perilaku tersebut digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau
bodoh.
e. Non-responsivitas Afektif
Penderita skizofrenia dengan pendataran afektif tampak kaku dalam
penggambaran respon wajahnya, yang terlihat dalam bentuk kurangnya
respon gerakan, seperti misalnya, sukar tersenyum.
f. Afek yang Tidak Sesuai
Ekspresi afektif dikatakan sesuai apabila ekspresi afektifnya sesuai dengan
pikirannya yang dipikirkan, muncul sesuai dengan suara hati yang sedang
disandangnya. Sedangkan afek yang tidak sesuai dapat digambarkan sebagai
berikut, seorang ibu yang sedang menderita skizofrenia menceritakan
kematian anaknya yang dicintai dengan tertawa terbahak-bahak. Atau
penderita skizofrenia tersenyum ketika menceritakan bahwa dirinya sedang
diobati dengan kejutan listrik. Hal ini menunjukkan afek yang tidak sesuai.
g. Tidak Adanya Lagu Suara
Pada saat pembicaraan, intonasi tampak menonton. Lagu suara dikatakan
tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan hati yang sedang
disandangnya.1,9

26
Alogia
a. Kemiskinan bicara
Penderita skizofrenia yang terganggu realitanya mempunyai gangguan dalam
proses pikirnya. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya pengolahan atau
perumusan ide-ide dan miskinnya pengetahuan yang akan menyebabkan
gangguan dalam bahasa. Pada anak-anak, penderita ini lebih sedikit bicara
dibandingkan anak lain dengan kecerdasan yang sama.
b. Kemiskinan isi bicara
Pikiran yang tidak logis dan kemiskinan pikiran membuat isi bicara penderita
skizofrenia menjadi kacau dan sukar dimengerti. Dapat pual terjadi
kemiskinan pembicaraan, walaupun percakapan masih cukup tetapi isinya
sedikit karena sifatnya samar, sangat abstrak atau sangat konkret, berulang-
ulang atau stereotipik. Yang mendengarkannya dapat mengenal kemiskinan
bicara karena sedikit atau sama sekali tidak adanya informasi yang
disampaikan meskipun banyak yang telah diucapkan.
c. Penghambatan
Penghambatan (blocking) adalah keadaan di mana pikiran mendadak
berhenti, seolah-olah berhadapan dengan sebuah tembok. Pikirannya menjadi
kosong dan timbul pikiran baru yang sama sekali berbeda dengan pikiran
semula. Blocking yang diagnostik untuk skizofrenia adalah pikiran
penderitaan kosong dan tidak disertai didahului anxietas atau kelelahan yang
teramat sangat
d. Peningkatan Latensi Respon (Respon yang Tersembunyi)
Penderita skizofrenia mungkin banyak bicara dan menampilkan perilaku
yang aneh. Dalam pembicaraan penuh dengan kata-kata yang kacau atau
kasar, yang merupakan respon terhadap halusinasi.1,9

27
Tidak Ada Kemauan (Apatis)
a. Berdandan dan Higinis
Terdapat hendaya dallam fungsi rutin sehari-hari seperti mandi, menyisir
rambut, gosok gigi dan tidak memperdulikan kerapian diri atau
berpakaian/berdandan secara eksentrik.
b. Tidak Tetap dalam Pekerjaan atau Sekolah
Penderita skizofrenia yang mengalami gangguan pada penilaian realitasnya
akan mengakibatkan hendaya dalam fungsi personal dan sosialnya. Biasanya
pasien tidak mampu melakukan pekerjaan dengan baik. Walaupun ada jenis
pekerjaan tertentu yang bisa dilakukannya, pasien hampir selalu terlambat
dalam aksi pekerjaannya dan mengalami penolakan sosial dan lingkungan
sekitarnya yang membuat penderita tidak tetap dalam pekerjannya. Pada anak
dan remaja yang menderita skizofrenia ditandai dengan defisit atensi atau
hiperaktivitas, gangguan belajar, hendaya hubungan sosial dan prestasi
akademiknya di sekolah.
c. Anergi Fisik
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak bertindak dalam suatu
keadaan, kadang-kadang terdapat ketidakwajaran aktivitas psikomotor seperti
berdiam diri (immobilitias) secara apatik yang bisa juga disebabkan karena
penumpulan afektifnya seolah-olah tampak seperti ketidakberdayaan.
d. Anhedonia-Asosialitas
Keadaan di mana seseorang tidak dapat merasakan kesenangan atau
kegimbaraan dan terjadi penurunan emosional terhadap lingkungan
sekitarnya.
e. Minat dan Aktivitas Rekreasional dan Seksual
Dorongan kehendak dianggap suatu dasar manusia. Setiap manusia yang
normal dan sehat, memiliki atau dapat timbul pada dirinya dorongan
semacam itu, dan dapat membawa individu itu pada suatu kegiatan yang
kreatif. Sebaliknya, pada seseorang individu yang menderita skizofrenia
keinginan atau dorongan untuk itu sudah tidak ada lagi. Hal ini nampak pada

28
sikap formalnya yang menyatakan tetap mau atau ingin, sebaliknya kenyataan
dinilai realistiknya membuktikan bahwa ia tidak mampu membawakan
dirinya kepada perbuatan-perbuatan yang kreatif dan orisinil.1,9
Individu nampak malas dan masa bodoh terhadap hal-hal yang menurut
logika dan norma namun seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Ia apatik
dan inaktif sampai taraf yang ekstrem. Pada waktu-waktu tertentu seolah-olah
timbul aktivitasnya lagi, tetapi sifatnya tidak terkoordinasi, bercampur
dengan kegelisahan yang mencolok serta tujuan usaha yang tak nyata.
Penderita skizofrenia mengalami keraguan identitas seks mereka. Walaupun
demikian, gejala ini dapat dibedakan dari transvertisme, transeksualitas atau
homoseksualitas, karena pada dasarnya skizofrenia mempunyai gejala utama
psikotik.
f. Keintiman dan Keakraban
Penderita skizofrenia khususnya tipe paranoid mempunyai sifat tipikal yaitu
tegang, pencuriga, berhati-hati dan tidak ramah. Mereka dapat bersifat
bermusuhan atau agresif yang dapat mengganggu keintiman dan keakraban
dalam pergaulan. Penderita skizofrenia paranoid kadang-kadang masih dapat
menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial.
g. Hubungan dengan Teman Sebaya
Anak-anak dan remaja dengan skizofrenia cenderung memiliki riwayat
pramorbid tentang adanya penolakan sosial, hubungan dengan teman sebaya
yang buruk, perilaku menarik diri dan gangguan akademik dibanding mereka
dengan skizofrenia onset dewasa.
h. Atensi
Atensi merupakan ikhtia manusia yang dikerjakannya dalam keadaan sadar,
guna mencurahkan tenaga/energi ke suatu objek tertentu dan hal ini disadari
oleh individu itu sendiri. Pada penderita skizofrenia mereka kehilangan
atensi.

29
i. Tidak Memiliki Atensi Sosial
Selalu terdapat hendaya dalam pelbagai fungsi rutin sehari-hari seperti dalam
bidang pekerjaan dan hubungan sosial. Pada penderita skizofrenia terdapat
penurunan sensibilitas sosial.
j. Tidak Ada Perhatian Selama Tes
Jika individu menderita gangguan skizofrenia, maka ia nampak tidak mampu
mencurahkan tenaga atensi sadar yang ia sendiri menyadarinya sehingga
membuat penderita terlihat tidak peduli terhadap hal atau peristiwa yang
terjadi di lingkungan sekitarnya. Pasien skizofrenia tampak sekonyong-
konyong dapat mencurahkan perhatian sehingga gangguan atensi nampak
menghilang. Hal itu terutama sekali terjadi apabila secara kebetulan kehendak
masih ada pada penderita dan cocok dengan ajakan pihak luar terhadapnya.
Keadaan di mana atensinya baik, pada umumnya berlangsung dalam waktu
yang singkat.1,9
Beberapa gejala-gejala negatif yang dapat ditemukan pada pasien skizofrenia,
antara lain:
a. Pendataran afektif
b. Ekspresi wajah yang tidka berubah
c. Penurunan spontanitas gerak
d. Hilangnya gerakan eskpresif
e. Kontak mata yang buruk
f. Nonresponsivitas afektif
g. Afek yang tidak sesuai
h. Tidak ada lagu suara

1. Alogia
 Kemiskinan bicara
 Kemiskinan isi bicara
 Penghambatan
 Peningkatan latensi respon
 Tidak ada kemauan (apati)

30
 Berdandan dan higinis jelek
 Tidak tetap dalam pekerjaan atau sekolah
 Anergi fisik

2. Anhedonia-asosialitas
 Minat dan aktivitas kurang
 Rekreasional kurang
 Minat dan aktivitasi seksual berkurang
 Keintiman, keakraban sangat sedikit
 Hubungan dengan teman dan sebaya hampir tidak ada

3. Atensi
 Tidak memiliki atensi sosial
 Tidak ada perhatian selama wawancara1
 Selain itu, terdapat juga prodormal atau residual antara lain:
 Penarikan diri atau isolasi dari hubungan sosial
 Hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai pencari
nafkah, siswa/mahasiswa, atau pengatur rumah tangga.
 Tingkah laku aneh yang nyata (seperti mengumpulkan sampah,
berbicara sendiri di tempat umum, menimbun makanan).
 Hendaya yang nyata dalam higinis diri dan berpakaian
 Afek yang tumpul, mendatar atau tidak serasi (inappropriate)
 Pembicaraan yang melantur (disgressive), kabur, berbelit,
sirkumstantsial atau metaforik (perumpamaan)
 Ide (gagasan) yang aneh atau tidak lazim, atau pikiran magik, seperti
takhyul, telepati indera ke enam, orang lain dapat merasakan
perasaannya, ide-ide yang berlebihan, gagasan mirip waham yang
menyangkut diri sendiri.
 Penghayalan persepsi yang tidak lazim, seperti ilusi yang selalu
berulang merasa hadirnya suatu kekuatan atau seseorang yang
sebenarnya tidak ada.1,9

31
2.5. Patofisiologi
Dopamin (bahasa Inggris: dopamine, prolactin-inhibiting factor, prolactin-
inhibiting hormon, prolactostatin, PIF, PIH) adalah salah satu sel kimia dalam otak
pelbagai jenis hewan vertebrata dan invertebrata, sejenis neurotransmitter (zat yang
menyampaikan pesan dari satu saraf ke saraf yang lain) dan merupakan perantara
bagi biosintesis hormon adrenalin dan noradrenalin. Dopamin juga adalah satu
hormon yang dihasilkan di Hipotalamus. Fungsi utamanya sebagai hormon adalah
menghambat pelepasan prolaktin dari kelenjar hipofisis.8,13
Lima sistem atau alur penting dopaminergik telah diketahui pada otak, yaitu:
1. Jalur mesolimbik memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel di daerah
ventral tegmental batang otak terminal akson daerah limbik seperti nucleus
acumben. Jalur ini diduga sangat berperan terhadap perilaku emosional,
khususnya halusinasi auditorik dan delusi. Hiperaktivitas dari jalur ini secara
hipotesis diduga berperan penting terhadap timbulnya gejala positif psikosis.
2. Jalur mesokortikal memproyeksikan jalur dopamine dari jalur badan sel ke
daerah ventral tegmental batang otak (berdekatan dengan badan sel
mesolimbic) ke daerah korteks cerebri. Gangguan pada jalur ini diduga
berperan terhadap timbulnya gangguan kognitif dan timbulnya gangguan
gejala negatif psikosis.
3. Jalur nigrostriatal memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel substansia
nigra batang otak yang menuju ke ganglia basal atau striatum. Jalur ini
merupakan bagian dari ekstrapiramidal yang berfungsi mengontrol gerakan
motorik. Gangguan ini menyebabkan pergerakan seperti penyakit Parkinson.
4. Jalur taberoinfindibular menghubungkan nucleus arkuatus dan neuron
preifentikuler ke hipotalamus dan hipofisis posterior. Dopamin yang dirilis
oleh neuron-neuron ini secara fisiologis menghambat sekresi prolaktin.
5. Sistem kelima, alur insertohipotalamus, membentuk hubungan di dalam
hipotalamus dan dengan nukleus septum lateralis. Fungsinya belum
diketahui.8,13

32
Gambar 2.3. Jalur-Jalur Dopamin

Teori Jalur Dopamin yang Berpengaruh dalam Skizofrenia


Mesokortikal Dopamin Pathways
1. Hipoaktivitas dari daerah ini menyebabkan simptom negatif dan gangguan
kognitif.
2. Simptom negative dan kognitif disebabkan terjadi penurunan dopamine di jalur
mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Defisit
behavioral yang dinyatakan dalam suatu simptom negatif berupa penurunan
aktivitas motorik. Aktivitas yang berlebihan dari system glutamat yang bersifat
eksitotoksik pada system saraf (burn out) yang kemudian berlanjut menjadi
suatu proses degenerasi di mesokortikal jalur dopamin. Ini akan memperberat
simptom negatif dan meningkatkan defisit yang telah terjadi pada penderita
skizofrenia.
4. Penurunan dopamine di mesokortikal dopamine pathway dapat terjadi secara
primer maupun sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi
dopamine yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blockade antipsikotik
terhadap reseptor D2.
5. Peningkatan dopamin pada mesokortikal dopamine pathway dapat
memperbaiki simptom negatif atau mungkin juga simptom kognitif. Keadaan
ini akan menjadi suatu dilemma karena peningkatan dopamin di jalur

33
mesolimbik akan meningkatkan simptom positif, sementara penurunan
dopamine di jalur mesokortikal akan meningkatkan simptom negatif dan
kognitif.
6. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian obat antipsikotik atipikal
(antipsikotik generasi kedua) pada penderita skizofrenia. Antipsikotik jalur
kedua menyebabkan dopamine di jalur mesolimbik menurun tetapi dopamin
yang berada di jalur mesokorteks meningkat.13,14

Mesolimbik Dopamin Pathways


1. Hiperaktivitas dari daerah ini menyebabkan simptom positif dari skizofrenia.
2. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya halusinasi
pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Psikostimulan seperti amfetamin
dan kokain dapat menyebabkan peningkatan dari dopamin melalui pelepasan
dopamine pada jalur ini sehingga hal ini menyebabkan terjadinya simptom
positif dan menimbulkan psikosis paranoid jika pemberian zat ini dilakukan
secara berulang.
3. Antipsikotik bekerja melalui blockade reseptor dopamine khususnya reseptor
D2 sehingga simptom positif dapat menurun atau menghilang.
4. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamine pathways menyebabkan simptom
positif psikotik meningkat. Keadaan ini dapat merupakan bagian dari
skizofrenia, atau psikosis yang disebabkan oleh zat, mania, depresi tau
demensia.
5. Hiperaktivitas mesolimbik dopamin pathways mempunyai peranan dalam
simptom agresivitas dan hostilitas pada penderita skizofrenia terutama bila
terjadi penyimpangan control serotonergik dari dopamin.
6. Nukleus akumbens adalah bagian dari sistem limbik yang mempunyai peranan
untuk mempengaruhi perilaku, seperti pleasurable sensation (sensasi yang
menyenangkan), powerful euphoria pada individu yang memiliki waham,
halusinasi serta pengguna zat.
7. Mesolimbik dopamin pathways selain dapat menyebabkan simptom positif,
juga mempunyai peranan dalam pleasure, reward dan reinforcing behavior.

34
Pada kasus penyalahgunaan zat dapat menimbulkan ketergantungan karena
terjadi aksi di jalur ini.13,14

Tuberoinfundibular Dopamin Pathways


1. Berperan dalam mengkontrol sekresi prolaktin. Diblokir oleh neuroleptik,
menyebabkan hiper-prolaktinemia.
2. Penurunan aktivitas prolaktin setelah melahirkan berhubungan dengan
peningkatan jumlah prolaktin pada air susu ibu (ASI).
3. Peningkatan level prolaktin antara lain karena terjadinya gangguan dari fungsi
tuberoinfundibular dopamin pathways yang disebabkan oleh lesi atau
pemakaian obat-obat antipsikotik.
4. Manifestasi klinis akibat peningkatan level prolaktin dapat berupa galaktorea
(sekresi ASI), amenorea, atau disfungsi seksual. Hal ini sering terjadi selama
atau setelah pemberian obat antipsikotik.13,14

Nigrostriatal Dopamin Pathways


1. Jalur yang bertanggungjawab dalam gerakan motorik. Diblokir oleh
neuroleptik, menyebabkan efek samping ekstrapiramidal.
2. Penurunan dopamin pada nigrostriatal dopamine pathways dapat menyebabkan
gangguan pergerakan seprti yang ditemukan pada penyakit Parkinson, yaitu
rigiditas, akinesia, atau bradikinesia (pergerakan berkurang atau pergerakan
melambat) dan tremor.
6. Penurunan dopamine di daerah basal ganglia dapat menyebabkan akatisia (a
tipe of restlessness) dan distonia (twisting movement/pergerakan kaku)
khususnya pada bagian wajah dan leher.
7. Gangguan pergerakan dapat juga diakibat oelh blockade reseptor D2 oleh obat
yang bekerja pada reseptor tersebut, seperti halnya pada obat-obat antipsikotik
generasi pertama contohnya antara lain haloperidol.
8. Hiperaktivitas atau peningkatan dopamin pada nigrostriatal dopamine
pathways mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik seperti
chorea, dyskinesia dan tics.

35
9. Terjadinya blockade yang lama pada reseptor D2 di nigrostriatal dopamine
pathways menyebabkan timbulnya gangguan pergerakan seperti tardive
dyskinesia.13,14

2.6. Pedoman Diagnostik


Kriteria diagnostik skizofrenia pada saat ini.
1. Gejala karakteristik: dua (atau lebih) berikut ini masing-masing ditemukan
selama periode 1 bulan (atau kurang, jika diobati dengan berhasil).
- Waham
- Halusinasi
- Bicara terdisorganisasi (misalnya: sering menyimpang atau inkoheren)
- Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
- Gejala negatif yaitu, pendataran afekif, alogia atau tidak ada kemauan
(avolition)
Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika terdapat waham yang kacau
atau halusinasi yang terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari
perilaku dan pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang bercakap satu sama
lainnya.
2. Disfungsi sosial/pekerjaan
Untuk waktu yang bermakna sejak onset gangguan terjadi disfungsi
sosial/pekerjaan untuk satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan,
hubungan interpersonal, atau perawatan diri. Keadaan ini jelas di bawah tingkat
yang dipakai sebelum onset (atau jika onset pada masa kanak-kanak atau
remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik
atau pekerjaan yang diharapkan).
3. Durasi
Tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode
bulan ini harus termasuk sekurang-kurangnya satu bulan gejala (tanda kurang
jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif)
dan mungkin termasuk periiode gejala prodormal atau residual. Selama periode
prodormal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh

36
gejala negatif, dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A (misalnya
keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
4. Penyingkiran gangguan skizofrenia dan gangguan alam perasaan
Gangguan skizoafektif dan gangguan suasana perasaan dengan ciri psikotik
telah disingkirkan karena:
- Tidak terdapat episode depresi berat, manik atau campuran yang terjadi
bersama-sama dalam fase aktif, atau
- Jika episode suasana perasaan terjadi selama gejala fase aktif, durasi
totalnya relatif lebih singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
5. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
Gangguan tidak disebabkan oleh afek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya obat yang disalahgunakan, atau suatu medikasi) dan karena suatu
kondisi medis umum.
6. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif
Jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan
pervasif lainnya, maka diagnosis tambahan skizofrenia dibuat jika waham atau
halusinasi yang menonjol, ditemukan untuk waktu sekurang-kurangnya satu
bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).1
Berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, didapatkan kriteria diagnosis
skizofrenia adalah sebagai berikut:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
(a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;

37
(b) - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat;
(c) halusinasi auditorik :
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
(d) waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
(e) halusinasi yang menetap diri panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

38
(f) arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
(g) perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau flesibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
(h) gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.15

Skizofrenia Paranoid (F20.0)


DSM IV menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan
(preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar dan tidak ada
perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.
Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid ditandai oleh waham persekutorik (waham
kejar) atau waham kebesaran. Cetusan skizofrenia paranoid pada umur lebih tua
dibanding pasien skizofrenia yang terdisorganisasi atau katatonik. Pasien yang
sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial
yang dapat membatnu mereka melewati penyakitnya. Kekuatan ego pasien
paranoid cenderung mempunyai ide kebesaran dibanding pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien skizofrenia paranoid menunjukkan regresi lambat dalam

39
hal kemampuan mental, respon emosional dan perilakunya dibandingkan
skizofrenia tipe lainnya. Pasien skizofrenia paranoid mempunyai sikap tegang,
pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka dapat bersikap bermusuhan atau
agresif. Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri
mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tetap utuh
dan tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka.1,9
Skizofrenia tipe paranoid merupakan suatu gambaran klinisnya didominasi
oleh satu atau lebih hal berikut ini, yaitu:
1. Waham kejar
2. Waham kebesaran
3. Waham cemburu
4. Halusinasi yang berisi kejaran atau kekerasan
Kadangkala disertai dengan kecemasan yang tak berfokus, suka
berteriak/berdebat, dan tindak kekerasan. Terdapat kebingungan tentang identitas
jenis. Hendaya dalam fungsi tidak menonjol apabila isi wahamnya tidak disentuh.
Kekacauan perilakunya jarang terjadi. Demikian pula respon afektifnya seringkali
tetap baik. Kadang-kadang ditemukan hubungan interpersonal yang kaku, formal
atau sangat mendalam. Onset skizofrenia tipe paranoid pada umumnya terjadi
dalam usia lebih lanjut dibanding tipe lainnya.1,9
Pedoman diagnostik untuk skizofrenia paranoid berdasarkan PPDGJ III adalah
sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
2. Sebagai tambahan :
- halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
(a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
(b) halusinasi pembauan atau pengencapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;

40
(c) waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
- gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
Diagnosis banding untuk skizofrenia paranoid adalah epilepsi dan psikosis
yang diinduksi oleh obat-obatan, keadaan paranoid involusional, dan paranoia.15

Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)


Skizofrenia hebefrenik ditandai oleh regresi yang nyata pada perilaku primitif,
terdisinhibisi dan tidak teratur. Tidak ada gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe
katatonik. Onset biasanya lebih awal yaitu sebelum usia 25 tahun. Pasien
terdisorganisasi biasanya aktif namun dengan cara yang tidak bertujuan dan tidak
konstruktif. Isi pikir dan arus pikir sangat terdisorganisasi dan terlihat sangat
menonjol dan kontak dengan kenyataan sedemikian buruknya. Penampilan pribadi
dan perilaku sosialnya berada dalam keadaan yang rusak. Respon emosionalnya
tidak sesuai dan mereka sering memperlihatkan tingkah laku aneh seperti misalnya
tertawanya yang meledak tanpa alasan. Meringis dan seringai wajah sering
ditemukan pada tipe pasien ini. Perilaku tersebut digambarkan sebagai kekanak-
kanakan atau bodoh.1,9
Gambaran utama yaitu terdapatnya:
a. Inkoherensi yang jelas (pikiran yang “disorganized”
b. Efek yang mendatar, tak serasi atau ketolol-tololan. Sering disertai dengan cara
tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri, atau
senyum yang hanya dihayati sendiri.
c. Tidak ada waham sistematis yang jelas, tetapi sering terdapat waham atau
halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai
suatu kesatuan.1,9
Keadaan seperti tersebut di atas akan menyebabkan hendaya sosial yang parah,
disertai dengan kepribadian pramorbid yang buruk, onset pada usia muda (biasanya

41
antara 15-25 tahun) dan berlangsung perlahan-lahan, serta perjalanan penyakit yang
kronik tanpa remisi (penyembuhan) yang berarti.1,9
Pedoman diagnosis untuk skizofrenia hebefrenik berdasarkan PPDGJ III,
adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
2. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai15-25 tahun).
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
4. Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
- perilaku yang tidak bertanggun jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary),
dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
- afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inapropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
- proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
5. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta
sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas,
yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).

42
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.15

Skizofrenia Katatonik (F20.2)


Walaupun tipe katatonik ditemukan pada beberapa dekade yang lalu. Pada saat
sekarang itu jarang dikemukakan. Ciri klasik dari tipe katatonik terlihat dengan
adanya gangguan nyata pada fungsi motorik, berupa stupor, negativisme, rigiditas,
kegembiraan atau posturing. Pasien sering menunjukkan perubahan yang cepat
antara kegembiraan atau stupor. Ciri penyerta misalnya stereotipik, manerisme, dan
fleksibelitas lilin (waxy fleksibility). Mutisme sering pula ditemukan. Selama
stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenia memerlukan pengawasan
yang ketat karena pasien dapat melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan
medis mungkin diperlukan karena kemungkinan adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia atau cidera yang disebabkan oleh diri sendiri.1,9
Skizofrenia katatonik merupakan salah satu tipe skizofrenia yang gambaran
klinisnya didominasi oleh salah satu hal berikut ini, yaitu:
a. Stupor Katatonik
Menunjukkan pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan atau pengurangan dari pergerakan atau aktivitas spontan, atau mutisme.
b. Negativisme Katatonik
Suatu perlawanan tanpa motif terhadap semua perintah atau upaya untuk
menggerakan dirinya.
c. Kekakuan (Rigiditas) Katatonik
Mempertahankan sikap kaku terhadap semua upaya untuk menggerakan
dirinya.
d. Kegaduhan Katatonik
Kegaduhan aktivitas motorik yang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi
oleh rangsangan yang datangnya dari luar.
e. Sikap Tubuh Katatonik
Secara volunter mengambil sikap tak wajar atau aneh.1

43
Pedoman diagnostik untuk skizofrenia katatonik berdasarkan PPDGJ III adalah
sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
2. Suatu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);
(b) gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan ke
arah yang berlawanan);
(e) rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
(f) fleksibilitas cerea/”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak
dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.
3. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh
penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta
dapat juga terjadi pada gangguan afektif.15

44
Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) (F20.3)
Pedoman diagnosik untuk skizofrenia tak terinci berdasarkan PPDGJ III,
adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
2. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
3. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.15

Depresi Pasca-Skizofrenia (F20.4)


Pedoman diagnostik untuk depresi pasca-skizofrenia berdasarkan PPDGJ III,
adalah sebagai berikut:
1. Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu
paling sedikit 2 minggu.
2. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi
Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis
harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.15

Skizofrenia Residual (F20.5)


Pernah terjadi paling sedikit satu episode skizofrenia. Gambaran klinis pada
saat diperiksa tidak menunjukkan gejala psikotik yang menonjol, meskipun tanda
penyakit masih tetap ada. Yang umum ditemukan adalah penumpulan emosi,
penarikan diri dari hubungan sosial, tingkah laku eksentrik, pikiran tak logis, dan
pelonggaran asosiasi.1
Pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual berdasarkan PPDGJ III adalah
sebagai berikut:

45
1. Untuk suatu diagnostik yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuh semua :
(a) gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
(b) sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
(c) sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun di mana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari
skizofrenia;
(d) tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disalibitas
negatif tersebut.15

Skizofrenia Simpleks (F20.6)


Pedoman diagnostik untuk skizofrenia simpleks berdasarkan PPDGJ III adalah
sebagai berikut:
1. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
- gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik,
dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

46
2. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
Selain itu, berdasarkan PPDGJ III terdapat beberapa-beberapa jenis skizofrenia
lainnya, yaitu skizofrenia lainnya (F20.8) dan skizofrenia YTT (F20.9).15

2.7. Diagnosis Banding


a. Gangguan Mental Organik
Seringkali menunjukkan gejala yang menyerupa skizofrenia, misalnya
didapatkan waham, halusinasi, inkoherensi, dan afek yang tumpul atau tidak
serasi. Sindrom waham organik akibat amfetamin atau feksiklidin,
gambarannya sangat mirip dengan gejala skizofrenia. Walaupun suatu fase
aktif skizofrenia dapat dimulai dengan kebingungan, adanya disorientasi
atau gangguan daya ingat memberi petunjuk kuat bahwa gangguan tersebut
adalah gangguan mental organik.
b. Gangguan Skizofreniform
Gejala mungkin identik dengan skizofrenia, tetapi lamanya kurang dari
enam bulan. Deteriorasi lebih ringan dan prognosis lebih baik.
c. Psikosis Reaksi Singkat
Gejala berlangsung kurang dari 1 bulan sebagai akibat stres psikosial.
d. Gangguan Afektif Berat
Pada gangguan afektif berat, perkembangan waham atau halusinasi timbul
sesudah suatu periode gangguan afektif. Atas dasar itu diagnosis skizofrenia
tidak ditegakkan. Gangguan skizofrenia dapat disertai dengan sindrom
afektif berupa episode manik atau episode depresi berat yang timbulnya
sesudah gejala psikotik apapun, atau apabila jangka waktu sindrom afektif
itu secara relatif lebih pendek dari jangka waktu gejala psikotik yang khas
itu.
e. Gangguan Skizoafektif
Gangguan mood (alam perasaan) muncul serampak dengan gejala
skizofrenia, tapi delusi dan halusinasi harus terdapatt selama 2 minggu tanpa
gejala mood (alam perasaan) mencolok selama fase tertentu penyakit itu.

47
Prognosis gangguan ini lebih baik daripada yang diharapkan untuk
skizofrenia lainnya dan lebih buruk dari gangguan mood (alam perasaan).
f. Gangguan Delusional
Delusi yang sistematis, kepribadiannya utuh dan relatif berfungsi baik,
tanpa halusinasi mencolok ataupun gejala skizofrenia lain. Timbul di usia
dewasa pertengahan sampai pada usia lanjut.
g. Gangguan Kepribadian
Umumnya tanpa gejala psikotik dan jika ada, cenderung berlangsung
transien (sementara) dan tak mencolok. Gangguan kepribadian yang sering
membingungkan untuk deferensial ini adalah gangguan kepribadian
skizotipal, skizoid, dan paranoid.
h. Gangguan Perkembangan Pervasif
Diagnosis ini dibuat jika muncul di antara usia 30 bulan dan 12 tahun. Meski
perilaku mungkin sangat aneh dan deteriorasi, tak dijumpai waham,
halusinasi atau gangguan bentuk pikiran yang jelas, misalnya longgarnya
asosiasi.
i. Retardasi Mental
Menunjukkan gangguan intelek, perilaku dan suasana perasaan yang mirip
skizofrenia. Tidak ditemukan tanda psikotik yang mencolok dan terdapat
fungsi bertingkat rendah dan konstan yang tidak bersifat deteriorasi. Jika
terdapat skizofrenia, maka diagnosis dapat dibuat serempak.
j. Gangguan Obsesif Kompulsif Hipokondriasis-Fobia
Hipokondriasis lebih jarang lagi gangguan fobik sering mempunyai ide
berlebihan sehingga gejalanya sukar dibedakan dengan waham. Akan tetapi,
pasien obsesif kompulsif menyadari, paling tidak sampai pada derajat
tertent, gejala dan pikirannya tidak rasional, meskipun gejala dan pikiran itu
tetap mendominasi mereka.
k. Kepercayaan atau Penghayatan dari Kelompok Agama atau Tradisi atau
Kebudayaan Tertentu

48
Sulit dibedakan dari halusinasi atau waham. Bila hal ini berlaku atau
diterima di kalangan tersebut, hendaknya keadaan itu tidak dinyatakan
sebagai bukti terdapatnya gangguan psikosis.1

2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Terapi Farmakologi
Pemberian psikofarmaka pada pasien skizofrenia dapat segera diberikan
begitu diagnosis ditegakkan untuk mengontrol gejala-gejala pasien. Psikofarmaka
antiskizofrenia dibagi menjadi antipsikotik generasi I (tipikal) dan antipsikotik
generasi II (atipikal). Antipsikotik generasi I dapat diberikan untuk mengontrol
gejala positif, sedangkan generasi II dapat mengatasi gejala positif maupun negatif.
Saat ini, obat lini pertama yang disarankan adalah antipsikotik generasi II. Di bawah
ini terdapat tabel mengenai berbagai jenis antipsikotik.16

Tabel 2.2. Obat-Obat Antipsikosis yang Beredar di Indonesia


No. Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1. Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25-100 mg 150 – 600 mg/ hr
Promactil Tab. 100 mg
Meprosetil Tab. 100 mg
Cepezet Tab. 100 mg 50 – 100 mg (i.m)
Ampul 50 mg/2 cc setiap 4-6 jam

2. Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5-1,5 mg 5-15 mg / hr


Tab. 5 mg
Dores Cap. 5 mg
Tab. 1,5 mg
Serenace Tab. 0,5-1,5 mg 5-10 mg (i.m)
Tab. 5 mg setiap 4-6 jam
Liq. 2 mg / ml
Amp. 5 mg / cc
Haldol Tab. 2-5 mg

49
Govotil Tab. 2-5 mg 5-10 mg (i.m)
Lodomer Tab. 2-5 mg setiap 4-6 jam
Amp. 5 mg / cc
Haldol Amp. 50 mg / cc 50 mg (i.m) setiap
Decanoas 2-4 minggu
3. Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg 12 – 24 mg / hr
Trilafon Tab. 2-4-8 mg
4. Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 -5 mg 10-15 mg / hr
Fluphenazine Modecate Vial 25 mg / cc 25 mg (i.m) setiap
decanoate 2-4 minggu
5. Trifluoperazine Stelazine Tab. 1-5 mg 10-15 mg/hr
6. Thloridazine Melleril Tab. 50-100 mg 150-300 mg /hr
7. Sulpiride Dogmatil Forte Amp. 100 mg/ 2 cc 3-6 amp/hr (im)
300-600 mg / hr
8. Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2-4 mg/ hr
9. Risperidone Risperidone Tab. 1-2-3 mg 2-6 mg / hr
Risperdal Tab. 1-2-3 mg
Risperdal Vial 25 mg / cc 25-50 mg (im)
Consta Vial 50 mg/cc setiap 2 minggu
Tab. 1-2-3 mg
Neripros Tab. 1-2-3 mg
Persidal Tab. 1-2-3 mg
Rizodal Tab. 1-2-3 mg
Zofredal
10. Clozapine Clozaril Tab. 25-100 mg 25-100 mg / hr
Sizoril Tab. 25-100 mg
11. Quetiapine Seroquel Tab. 25-100 mg 50-400 mg / hr
Tab. 200 mg
12. Olanzapine Zyprexa Tab. 5-10 mg 10-20 mg / hr
13. Zotepine Lodorin Tab. 25-50 mg 75 – 100 mg / hr
14. Aripiprazole Abilify Tab. 10-15 mg 10- 15 mg / hr

50
2.8.1.1. Obat Antipsikosis Tipikal
Phenothiazine
1. Rantai Aliphatic
a. Chlorpromazine
Memiliki potensi yang lemah, dan merupakan obat pembanding bagi
obat lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet untuk oral dan larutan
suntik.
b. Levomepromazine/Methotrimeprazine
Senyawa dimetilaminopropil yang mempunyai potensi rendah dengan
efek samping sedasi lebih besar dibanding Chlorpromazine. Pada
pasien berumur lebih dari 50 tahun harus diperhatikan tekanan
darahnya.
2. Rantai Piperazine
a. Fluphenazine
Fluphenazine memiliki efek samping yang lebih ringan dari
Chlorpromazine dalam hal sedasi dan efek muskariniknya, tetapi efek
samping kejang otot dan sulit istirahat lebih berat. Hal ini dapat
menyebabkan depresi. Tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg dan 5 mg.
b. Prochlorperazine
Merupakan derivat Fenotiazin yang bekerja dengan cara memblok
reseptor Dopamin di otak. Penyakit kejiwaan terutama Skizoprenia
menurut penelitian disebabkan oleh overaktivitas dari Dopamin di otak.
Prochlorperazine digunakan untuk jangka panjang pada gangguan jiwa
seperti Skizoprenia. Obat ini juga dapat untuk jangka pendek untuk
mengatasi rasa cemas dan mania yang akut.
c. Trifluoperazine (Stelazine)
Turunan Fenotiazine, tersedia dalam bentuk tablet 1 mg dan 5 mg.

51
3. Rantai Piperidine
a. Thioridazine
Turunan dari Fenotiazin yang dapat menyebabkan detak jantung tak
menentu sehingga perlu pengawasan dokter dalam pemakainnya.
Penderita harus menjalankan ECG dan tes darah sebelum menggunakan
obat ini. Obat ini digunakan bila penderita Skizoprenia tidak merespon
dengan obat lainnya. Ikuti cara pemakaian seperti yang diresepkan
dokter, tanyakan ke dokter atau farmasis segala hal yang anda perlu
tahu. Minum obat sesuai dengan resep tidak lebih tidak kurang.16
Butyrophenone
Haloperidol Obat Skizoprenia ini berguna untuk menenangkan keadaan
mania pada penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi
Fenotiazin. Pemakaian bersamaan dengan Litium dan Fluoxetine dapat
meningkatkan kadar obat Haloperidol dalam darah.16
Diphenyl butyl-piperidine
Pimozide adalah turunan Diphenylbutylpiperidine dengan kegunaan
neuroleptiknya untuk menangani skizoprenia kronis. Obat Pimozide tidak
memberikan efek sedasi dan dapat diberikan dalam satu kali pemakaian sehari.
Mekanisme kerja dari Pimozide berhubungan dengan aksi kerjanya pada reseptor
aminergik pusat. Obat ini mempunyai kemampuan secara selektif untuk
memblokade reseptor Dompaminergik pusat, meskipun pada dosisi tinggi
mempengaruhi perubahan Norepineprin.16

2.8.1.2. Obat Antipsikosis Atipikal


Benzamide: Sulpiride (Dogmatil)
Dibenzodiazepine
1. Clozapine
Diresepkan untuk mengobati skizoprenia bila obat antipsikosis lainnya tidak
cocok.

52
2. Olanzapine
Efektif dalam menjaga kesehatan penderita Skizoprenia dan kejiwaan
lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi.
3. Quetiapine
Digunakan terutama untuk penderita dengan gejala parkinson yang tak
bisa ditolerir, atau gejala-gejala yang disebabkan meningkatnya prolactin
oleh obat lain. Cara kerja mirip dengan Clozapine.16
Benzisoxazole
Risperidone dapat mengurangi gejala positif dan negatif dari skizoprenia.
Efeknya mirip dengan Chlorpromazine, tetapi mempunyai efek neuromuskular
yang tidak kentara.16

2.8.1.3. Farmakologi Dasar Obat-Obat Antipsikosis


Tipe Kimia
Sejumlah struktur kimia telah banyak dikaitkan dengan sifat-sifat obat
antipsikosis. Obat-obatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa grup.
Derivat Phenothiazine memiliki ketiga subfamili phenothiazine yang terutama
berdasarkan pada rantai samping molekul, dahulu merupakan antipsikosis yang
paling banyak digunakan. Derivat alifatik (misalnya chlorpromazine) dan turunan
piperidine (misalnya thioridazine ) merupakan obat-obat yang paling rendah
potensinya. Derivate piperazine sangat poten pada kesadaran dan efektif pada dosis
rendah. Derivat piperazine juga sedikit efektif pada efek farmakologis mereka.
Derivat Thioxantene adalah kelompok obatnya terutama diwakili oleh thiothixene.
Pada umumnya, campuran ini lebih kecil potensinya dibandingkan dengan analog
phenothoazine-nya. Derivat Butyrophenon adalah kelompok di mana haloperidol
paling banyak digunakan, mempunyai struktur yang sangat berbeda dari kedua
kelompok pertama. Diphenylbutylpiperidine adalah senyawa yang paling erat
kaitannya. Obat-obat ini cenderung lebih poten dan memiliki sedikit efek
otonomis.17
Struktur lainnya berupa obat-obat terbaru, antipsikosis generasi II yang
tidak semuanya tersedia di Amerika Serikat, memiliki beragam struktur dan

53
mencakup pimozide, molindone, loxapine, clozapine, olanzapine, quetiapine,
sertindole, dan zaiprasidone.17

Absorpsi dan Distribusi


Kebanyakan obat antipsikosis dapat diabsorpsi namun tidak sepenuhnya
terabsorpsi. Terlebih lagi, banyak dari obat-obat ini mengalami metabolisme lintas
pertama yang signifikan. Karena itu, dosis oral chlorpromazine dan thioridazine
memiliki availibilitas sistemik 25% - 35% sedangkan haloperidol, yang paling
sedikit dimetabolisme tubuh mempunyai availibilitas sekitar 65%. Kebanyakan
antipsikosis mempunyai sifat kelarutan lipid tinggi dan ikatan protein tinggi (92%-
99%). Mereka mempunyai volume distribusi yang besar (biasanya >7 L/kG).
Mungkin oleh karena obat-obatan tersebut cenderung tersebar dibagian-bagian lipid
tubuh dan memiliki afinitas yang amat tinggi pada reseptor neurotransmitter
tertentu pada sistem saraf pusat, obat-obat tersebut umumnya mempunyai masa
kerja klinis yang lebih lama daripada yang diperkirakan dari waktu plasmanya.
Metabolit chlorpromazine dapat dieksresi di dalam urine beberapa minggu sesudah
pemberian dosis terakhir pada penggunaan kronis. Selain itu, kekambuhan tidak
akan terjadi sampai enam minggu atau lebih setelah berhentinya pemberian obat-
obat antipsikosis.16

Metabolisme
Kebanyakan antipsikosis dimetabolisme hampir lengkap melalui
serangkaian proses. Meskipun beberapa metabolit tetap aktif, misalnya 7-
hydroxichlorpromazine dan haloperidol yang tereduksi, mereka kurang dianggap
penting tehadap daya kerja obat-obat ini. Satu-satunya pengecualian adalah
mesoridazine, metabolite thioridazine yang utama, yang lebih poten dari komponen
aslinya dan lebih banyak menimbulkan efek. Komponen ini telah banyak dijual
sebagi unsur terpisah.16

54
Eksresi
Sedikit sekali dari obat ini yang dieksresikan tanpa ada perubahan, karena
obat-obat tersebut hampir sepenuhnya dimetabolisme menjadi substansi yang lebih
polar. Waktu eliminasinya beragam, dari 10 sampai 24 jam.16

2.8.1.4. Efek Samping Obat Anti-Psikosis


Efek samping obat antipsikosis dapat berupa:
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun)
2. Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut
kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, dan gangguan irama jantung).
3. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, dan sindrom parkinson
(tremor, bradikinesia, dan rigiditas)
4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulositosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.17

Tabel 2.3. Pemilihan Obat Antipsikosis


Anti-psikosis Mg.Eq Dosis Sedasi Otonomik Eks.pir
(Mg/h)
Chlopromazine 100 150 – +++ +++ ++
Thioridazine 100 1600 +++ +++ +
Perphenazine 8 100 – 900 + + +++
Trifluoperazine 5 8 – 48 + + +++
Flupherazine 5 5 – 60 ++ + +++
Haloperidol 2 5 -60 + + ++++
Pimozide 2 2 -100 + + ++
Clozapine 25 2 -6 ++++ + -
Zotepine 50 25 – 200 + + +
Sulpiride 200 75 - 100 + + +
Risperidone 2 200 – 1600 + + +

55
Quetiapine 100 2 -9 + + +
Olanzapine 10 50 – 400 + + +
Aripiprazole 10 10- 20 + + +
10 -20

Efek samping ini ada yang dapat ditolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan
ada yang sampai membutuhkan obat simtomatis untuk meringankan penderitaan
pasien. Dalam penggunaan obat anti psikosis yang ingin dicapai adalah optimal
response with minimal side effects. Efek samping dapat juga irreversible yaitu
tardive dyskinesia yaitu gerakan involunter pada lidah, wajah, mulut/rahang, dan
anggota gerak, di mana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang. Biasanya
terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia
lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat antipsikosis (non dose
related). Bila terjadi gejala tersebut yang dilakukan adalah obat anti psikosis
perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h,
dopamine depleting agent, pemberian obat antiparkinson atau I-dopa dapat
memperburuk keadaan. Obat pengganti antipsikosis yang paling baik adalah
Clozapine 50-100 mg/h.16

Efek-Efek Psikologis
Kebanyakan obat-obat antipsikosis mengakibatkan efek subyektif dan tidak
menyenangkan pada pasien non-psikosis; kombinasi rasa kantuk, lelah, dan efek
otonom yang menimbulkan pengalaman tidak seperti yang dikaitkan dengan
sedativa atau hipnotika yang lebih dikenal. Pasien non-psikosis juga akan
mengalami gangguan performa sebagaimana ditunjukkan oleh tes-tes psikomotor
dan psikometrik. Akan tetapi, pasien psikosis kemungkinan menunjukkan tingkatan
dalam hal performa saat tingkat psikosisnya diturunkan.16

Efek-Efek Neurofisiologis
Obat-obat antipsikosis mengakibatkan pergeseran pola frekuensi
elektroensefalografi, biasanya menurunkan frekuensi dan meningkatkan
sinkronisasinya. Penurunan (hipersinkronisasi) tersebut fokal atau unilateral, yang

56
dapat mengarah kepada interpretasi diagnosis yang salah. Perubahan perubahan
amplitudo dan frekuensi yang diakibatkan oleh obat-obat psikotropika sudah jelas
tampak dan dapat dihitung dengan teknik elektrofisiologis yang canggih.16
Perubahan ensefalografi yang berkaitan dengan obat-obat antipsikosis
pertama kali tampak pada elektroda suportikal, dan mendukung asumsi kalau obat-
obat tersebut bekerja lebih banyak pada daerah subkortikal. Hipersinkronisasi yang
ditimbulkan oleh obat-obat ini dapat berakibat pada pengaktifan EEG pada pasien
epilepsi, dan juga mengakibatkan kelumpuhan diwaktu-waktu tertentu pada pasien
yang tidak pernah mengalami kelumpuhan sebelumnya.16

Efek-Efek Endokrin
Obat-obat antipsikosis menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan pada
sistem reproduksi. Amenore –galaktore, tes kehamilan yang salah (false positif),
dan peningkatan libido dilaporkan telah terjadi. Pada wanita, sedangkan pada pria
penurunan libido dan ginekomasti. Beberapa dampak bersifat sekunder dala
menyakat penghambatan tonik dopamine pada sekresi prolaktin; yang lainnya
mungkin berhubungan kepada konfersi perifer androgen ke estrogen. Sedikit atau
tidak ada peningkatan sama sekali pada produksi prolaktin sesudah pemberian
sejumlah antipsikosis terbaru seperti : olanzapine, quetiapine, dan sertindole, bisa
menjadi tanda berkurangnya antagonisme D2 wsehingga mengurangi resiko
disfungsi sistem ekstrapiramidal dan diskinesia tardiff, serta disfungsi endokrin.16

Efek-efek kardiovaskuler
Hipotensi orthostatik dan denyut nadi tinggi seringkli ditimbulkan oleh
peggunaan phenothiazine(potensi rendah)kemudian ” dosis tinggi”. Tekanan arteri
rata-rata, resistensi perifer, dan volume sekuncup menurun, dan denyut nadi
meningkat. Efek-efek ii dapat diprediksi dari daya kerja otonom obat-obat ini. ECG
yang abnormal telah dicatat, khususnya dengan Thioridazine. Perubahan perubahan
tersebut mencakup perpanjangan interval QT dan konfigurasi abnormal dari unsur
ST dan gelombang T. Gelombang tersebut melingkar, mendatar, atau tidak rata.
Perubahan ini dapat dibalik dengan hanya menghentikan obat-obat terebut.16

57
Diantara obat-obat antipsikosis terbaru, perpanjangan interval QT atau
QTC- dengan peningkatan resiko aritmia yang berbahaya- sudah begitu
mengkhawatirkan sen=hingga ssertindole merupakan obat pertama yang ditarik
dari pasaran menunggu evaluasi selanjutnya. Sedangkan ziprasidone masih
dipelajari lebih lanjut sebelum diambil keputusan yang final. Untuk
mengesampingkan bermakna klinis QTc.16

Gejala Ekstrapiramidal (EPS)


Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok atau
reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari
medikasi antipsikotik. Istilah ini mungkin dibuat karena banyak gejala
bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-
gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Namun, nama ini agak
menyesatkan karena beberapa gejala (contohnya akatisia) kemungkinan sama
sekali tidak merupakan masalah motorik. Beberapa gejala ekstrapiramidal dapat
ditemukan bersamaan pada seorang pasien dan saling menutupi satu dengan yang
lainnya.16
Gejala ektrapiramidal merupakan efek samping yang sering terjadi pada
pemberian obat antipsikotik. Antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk
mengobati kelainan psikotik seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif. Gejala
ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia akut,
tardiv diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson).16

2.8.1.5. Lama Pemberian


Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang “multi episode”,
terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun,
pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5 kali.
Efek obat antipsikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir. Masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung
menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya 1 bulan kemudian
baru gejala psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkann metabolisme dan

58
eksresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai efek
antipsikosis.16
Pada umumnya pemberian antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 3 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk
“psikosis reaktif singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya dalam
gejala kurun waktu 2 minggu sampai 2 bulan. Obat antipsikosis tidak meimbulkan
gejala lepas obatyang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama,
sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.16
Pada penghentian yang mendadak yang dapat timbul “ kolinergik rebound”:
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dll. Keadaan ini akan
mereda dengan pemberian “ antikolinergic agent” (injeksi sulfas atropin 0,25mg
IM), tablet trihexylphenidil (3x2mg/hari) oleh karena itu pada penggunaan bersama
obat antipsikosis plus antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat
antipsikosis dihentikan lebih dahulu, baru meyusul obat antiparkinson.16
Sindrom neuroleptik maligna (SNM) merupakan kondisi yang mengancam
kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat antipsikosis (khususnya pada
long acting) dimana resiko ini lebih besar ). Semua pasien yang diberikan obat
antipsikosis mempunyai resiko untuk terjadinya SNM tetapi dengan kondisi
dehidrasi, kelelahan, atau malnutrisi, resiko ini akan menjadi lebih tinggi. Butir-
butir diagnostik SNM :
a. Suhu badan >380C (hiperpireksia)
b. Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)
c. Terdapat gejala disfungsi otonomik (incontinensia urine)
d. Perubahan status mental
e. Perubahan tingkat kesadaran
f. Gejala tersebut timbul dan berkembang dengan cepat.16
Pengobatan untuk SNM adalah
a. Hentikan segera obat antipsikosis
b. Perawatan supportif
c. Obat dopamin agonis ( bromokriptin 7,5 – 60 mg/hari 3dd1, L-dopa 2 x 100
mg/hari atau amantadine 200 mg/hari).16

59
Pada pasien usia lanjut atau dengan sindrom psikosis organik, obat
antipsikosis diberikan dalam dosis kecil dan minimal efek samping otonomik
(hipotensi orthostatik) dan sedasinya yaitu golongan ”high potency neuroleptic”,
misalnya haloperidol, trifluoperazine, flufenazine, antipsikosis atipikal.
Penggunaan pada wanita hamil, beresiko tinggi anak yang dilahirkan penderita
gangguan saraf ekstrapiramidal.16
Obat yang digunakan untuk pengobatan pasien psikosis, dengan tanda
utama hendaya yang berat dalam kemampuan menilai realita. Syarat neuroleptika
yang ideal (terutama untuk pasien skizofrenia):
1. Menghilangkan semua gejala psikotik
2. Tidak toksis
3. Efek samping ringan
4. Cara pemberian mudah
5. Menyembuhkan gejala dalam waktu singkat16
Mekanisme kerja obat antipsikosis tipikal adalah memblokade Dopamine
pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala
positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal disamping berafinitas terhadap
dopamine D2 receptors juga terhadap serotonin 5 HT2 receptors sehingga efektif
juga untuk gejala negatif.16
Pada penggunaan obat antipsikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin, urine lengkap, fungsi hati,
fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat
antipsikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis
atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang
menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama
dimakan.16
Beberapa interaksi obat antipsikosis dengan obat lain adalah sebagai
berikut:
a. Antipsikosis + antipsikosis lain dapat menyebabkan efek samping obat dan
tidak ada bukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat

60
antipsikosis). Misalnya Chlorpromazine + Reserpine dapat menyebabkan
potensiasi efek hipotensif.
b. Antipsikosis + antidepresan trisiklik menyebabkan efek samping
antikolinergik meningkat (hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat,
glaukoma, ileus, dan penyakit jantung).
c. Antipsikosis + antianxietas menyebabkan efek sedasi meningkat,
bermanfaat untuk kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat
(acute adjunctive therapy).
d. Antipsikosis + ECT dianjurkan tidak memberikan obat antipsikosis pada
pagi hari sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Theraphy) oleh
karena angka mortalitas yang tinggi.
e. Antipsikosis + antikonvulsan menyebabkan ambang konvulsi menurun,
kemungkinan serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis
antikonvulsan harus lebih besar (dose related). Yang paling minimal
menurunkan ambang kejang adalah obat antipsikosis haloperidol.s
f. Antipsikosis + antasida menyebabkan efek obat antipsikosis menurun
disebabkan gangguan absorpsi.16
Pemilihan jenis obat antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti
dengan obat antipsikosi lain (sebaliknya dari golongan yang tidak sama), dengan
dosis ekivalennya, di mana profil efek samping belum tentu sama.16
Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya, jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali unutk pemakaian sekarang. Dalam pengaturan
dosis perlu dipertimbangkan yaitu onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4
minggu, onset efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 jam, dan waktu paruh 12-
14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari). Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk
mengurangi dampak dari efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar)
sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien. Mulai dengan dosis awal

61
sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3 hari hingga mencapai dosis
efektif (mulai timbul peredaran sindrom psikosis), kemudian dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan hingga dosis optimal yang dipertahakan sekitar 8-
12 minggu (stabilisasi). Dosis diturunkan setiap 2 minggu hingga mencapai dosis
maintenance yang dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun kemudian tapering off
(dosis diturunkan tiap 2-4 minggu), dan hentikan.16
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multiepisode terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian
yang cukup lama ini dapat menurunkan deraja kekambuhan 2,5-5 kali. Efek obat
antipsikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa efek setelah dosis
terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan
kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala
sindrom psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan metabolisme dan
ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan
antipsikosis.16
Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya
gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan
gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama,
sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang
mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound seperti gangguan lambung,
mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda
dengan pemberian antikolinergik agent (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet
Trihexylphenidil 32 mg/h). Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat
antipsikosis dan antiparkinson secara bersamaan, apabila sudah tiba waktu
pengehentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru
menyusul obat antiparkinson.16
Obat antipsikosis long acting seperti Fluphenazine Decanoate 25mg/cc atau
haloperidol decanoas 50mg/cc, im, setiap 2-4 minggu, sangat berguna untuk pasien
yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap

62
medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan per oral labih
dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat antipsikosis long acting
hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap
kasus skizofrenia. 15-25% kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek
samping ekstrapiramidal.18,19

2.8.2. Terapi Non Farmakologi


Informasi Penting bagi Pasien dan Keluarga
1. Agitasi dan perilaku aneh merupakan gejala gangguan mental, yang juga
termasuk penyakit medis.
2. Episode akut sering mempunyai prognosis yang baik, tetapi perjalanan
penyakit jangka panjang sulit diprediksi. Pengobatan perlu dilanjutkan
meskipun setelah gejala mereda.
3. Gejala-gejala dapat hilang timbul. Diperlukan antisipasi dalam menghadapi
kekambuhan. Obat merupakan komponen utama dalam pengobatan. Minum
obat secara teratur akan mengurangi gejala-gejala dan mencegah
kekambuhan.
4. Dukungan keluarga penting untuk ketaatberobatan (compliance) dan
rehabilitasi.
5. Organisasi masyarakat dapat menyediakan dukungan yang berharga untuk
pasien dan keluarga.1,16
Psikoterapi dapat diberikan untuk terapi jangka panjang pada skizofrenia.
Penting sekali menjaga komunikasi yang baiK dengan pAsien dan keluarga.
Modifikasi perilaku dilakukan untuk menghilangkan perilaku yang dianggap aneh
dalam masyarakat. Pasien dapat diobati sebagai pasien rawat jalan, kecuali jika
lingkungan di sekitar penderita tidak mendukung kesembuhan pasien. Terapi
kejang listrik di lakukan dengan menempatkan 2 buah elektroda di bagian temporal
kepala dan mengalirinya dengan listrik. Diharapkan adanya aliran listrik itu akan
merangsang kejang pada epilepsi pada epilepsi granmal.20,21

63
2.9. Indikasi Rawat Inap
Indikasi rawat inap bagi pasien-pasien skizofrenia, adalah sebagai berikut:
1. Pasien mengancam keselamtan lingkungan sekitar
2. Adanya ide/percobaan bunuh diri
3. Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun
lingkungan
4. Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa2

2.10. Prognosis
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala.
 Indikasi prognosis baik pada pasien skizofrenia yaitu:
1. Gejala psikotik timbul secara mendadak (akut)
2. Awitan gejala timbul setelah usia 30 tahun
3. Pasien dengan gejala positif
4. Adanya penyebab skizofrenia yang jelas (tidak terkait dengan gangguan
sistem saraf pusat), salah satu pencetusnya adalah gangguan suasana
perasaan (khususnya gangguan depresi).
5. Aktivitas sosial dan pekerjaan berlangsung baik sebelum timbul gejala
6. Tidak ada keluarga yang menderita skizofrenia
7. Pasien yang menikah dan telah berkeluarga
8. Dukungan penuh keluarga untuk kesembuhan pasien
9. Subtipe paranoid
10. Kemungkinan subtipe katatonik
Bukti tertentu bahwa skizofrenia katatonik mungkin berkaitan dengan
gangguan alam perasaan dan ternyata pasien ini bereaksi lebih baik
terhadap ECT.
11. Riwayat keluarga dengan gangguan alam perasaaan
12. Konfusi (bingung), tegang, cemas, dan hostilitas.
 Prognosis buruk dalam kesembuhan pasien umumnya terkait dengan:
1. Riwayat trauma perinatal atau persalinan sulit pada waktu kelahiran

64
2. Tidak ada remisi dalam waktu 3 tahun
3. Sering timbul relaps
4. Riwayat kekerasan
5. Riwayat penyalahgunaan zat
6. Tidak adanya dukungan keluarga untuk kesembuhan pasien
7. Riwayat keluarga yang memiliki skizofrenia
8. Ada tanda dan gejala neurologik
Ini termasuk fungsi kognitif buruk pada uji neuropsikiatrik-formal dan
gangguan pada CT Scan dan PET (Positron Emission Tomography)
9. Predominan gejala negatif
10. Kemunculan bertahap (onset insidious) tanpa faktor pencetus
11. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang buruk (termasuk
munculnya penyakit pada usia lebih dini)
12. Perilaku menyendiri (autistik)
13. Subtipe disorganisasi dan nondiferensiasi
14. Tidak menikah2

65

Anda mungkin juga menyukai