Anda di halaman 1dari 16

1.

Definisi Combustio

Luka bakar (Combustio) adalah luka yang terjadi karena terbakar api
langsung maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api,
misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuidajat, 2004). Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api,
matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa
saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif.

2. Etiologi Combustio
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1) Paparan api
a) Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
b) Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami
kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat
seperti solder besi atau peralatan masak.
2) Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3) Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4) Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5) Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6) Zat kimia (asam atau basa)
7) Radiasi
8) Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

3. Epidemiologi Combustio
Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak
berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka
bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat
menyebabkan kecacatan seumur hidup. Di Amerika Serikat, luka bakar
menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien
di rawat inap (Kumar et al., 2007). Di Indonesia, prevalensi luka bakar sebesar 0,7%
(RISKESDAS, 2013).

4. Faktor Resiko Combustio


1) Lingkungan
Data yang berhasil dikumpulkan oleh Natinal Burn Information
Exchange menyatakan 75 % semua kasus injuri luka bakar, terjadi didalam
lingkungan rumah.
2) Usia
Klien dengan usia lebih dari 70 tahun beresiko tinggi untuk terjadinya luka
bakar.
5. Klasifikasi Combustio

Berdasarkan kedalamannya, luka bakar diklasifikasikan menjadi :


1) Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat I merusak bagian kulit yaitu epidermis, ini biasa
dikarenakan akibat terjemur matahari. Pada awalnya terasa nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi dan kemudian gatal akibat stimulasi reseptor
sensoris dan biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan
jaringan parut. Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di
dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang
tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak
sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka
derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
Luka bakar derajat I :
a. Disebut juga luka bakar superficial
b. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai
b) daerah dermis. Sering disebut sebagai epidermal burn
a. Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.
b. Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling).
2) Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka
berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit
normal, nyeri karena ujung_ujung saraf teriritasi. luka bakar dibedakan
menjadi 2, yaitu :
a) Derajat II dangkal (superficial)
Mengenai bagian superficial dari dermis. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ
kulit seperti olikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama,
tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lenih
dari sebulan.
Luka bakar derajat II :
1. Superficial partial thickness:
a. Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis
b) Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat
daripada luka bakar grade I
c) Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena
luka
d) Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda
yang basah
e) Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena
tekanan
f) Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak
terkena infeksi ), tapi warna kulit tidak akan sama seperti
sebelumnya.
2) Deep partial thickness
a. Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis
disertai juga dengan bula
b. permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi
dari vaskularisasi pembuluh darah( bagian yang putih punya
hanya sedikit pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai
beberapa aliran darah luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.
3) Luka bakar derajat III
Yang terkena dalam luka bakar derajat III adalah seluruh
bagian dermis dan bagian lapisan lemak. Organ-organ seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Luka akan tampak berwarna putih , coklat, merah atau hitam. Luka ini
tidak akan menimbulkan rasa nyeri karena semua reseptor sensoris
telah mengalami kerusakan total. Kerusakan meliputi seluruh
ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak
ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya
lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada
lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan
lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
Luka bakar derajat III :
a. Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
b) Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf
dan pembuluh darah sudah hancur.
c) Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot
dan tulang.
4) Luka bakar grade IV
Berwarna hitam

Berdasarkan luasnya, luka bakar dapat dikelompokkan menjadi beberapa


kelompok, yaitu.
1) Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II seluas
<2%.
2) Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II
seluas 5-10%.
3) Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas
>10%.

Untuk menilai luas luka menggunakan metode “Rule of Nine” berdasarkan LPTT
(Luas Permukaan Tubuh Total). Luas luka bakar ditentukan untuk menentukan
kebutuhan cairan, dosis obat dan prognosis. Persentase pada orang dewasa dan
anak-anak berbeda. Pada dewasa, kepala memiliki nilai 9% dan untuk ektremitas atas
memiliki nilai masing-masing 9%. Untuk bagian tubuh anterior dan posterior serta
ekstremitas bawah memiliki nilai masing-masing 18%, yang termasuk adalah toraks,
abdomen dan punggung. Serta alat genital 1%. Sedangkan pada anak-anak
persentasenya berbeda pada kepala memiliki nilai 18% dan ektremitas bawah 14%
(Yapa, 2009).
6. Patofisiologi Combustio
Proses penyembuhan luka bakar yang kemudian pada jaringan rusak ini
adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam 3 fase:
1) Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka
bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah
luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul
epitelisasi.
2) Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka
dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna
kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel
tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan
luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah
yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah
proses pematangan.
3) Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan
aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1
tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari
fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri
atau gatal.

7. Manifestasi Klinik Combustio

Menurut Corwin Elizabeth, J. (2009) manifestasi klinis pada klien


dengan luka bakar ialah sebagai berikut.
a. Luka bakar derajat pertama superfisial ditandai oleh kemerahan dan nyeri.
Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas.
b. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial superfisial ditandai oleh terjadinya
lepuh ( dalam beberapa menit) dan nyeri hebat.
c. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam ditandai oleh lepuh, atau
jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang kemudian
terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri.
d. Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh tampak datar, tipis, dan kering.
Dapat ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit mungin tampak putih,
merah atau hitam dan kasar.
e. Luka bakar listrik mungkin mirip dengan luka bakar panas, atau mungkin
tampak sebagai daerah keperakan yang menjadi gembung. Luka bakar listrik
biasanya timbul dititik kontak listrik. Kerusakan internal akibat luka bakar
listrik mungkin jauh lebih parah daripada luka yang tampak dibagian luar.

Luka bakar memiliki tanda dan gejala tergantung derajat keparahan dari luka
bakar tersebut, yaitu :
a) Derajat I : Kemerahan pada kulit (Erythema), terjadi pembengkakan hanya
pada lapisan atas kulit ari (Stratum Corneum), terasa sakit, merah dan
bengkak.
b) Derajat II : Melepuh (Bullosa) pembengkakan sampai pada lapisan kulit ari,
luka nyeri, edema, terdapat gelembung berisi cairan kuning bersih (eksudat).
c) Derajat III : Luka tampak hitam keputih-putihan (Escarotica), kulit terbuka
dengan lemak yang terlihat, edema, tidak mumcat dengan tekanan, tidak
nyeri, folikel rambut dan kelenjar keringat rusak.
d) Derajat IV : Luka bakar sudah sampai pada jaringan ikat atau lebih dari kulit
ari dan kulit jangat sudah terbakar.

8. Pemeriksaan Diagnostik Combustio

Menurut Schwartz (2000) & Engram (2000), Kidd (2010) pemeriksaan


diaknostik pada penderita luka bakar meliputi :
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu
diperoleh segera setelah pasien tiba di fasilitas perawatan.
b) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun
pada luka bakar masif
c) Konsetrasi gas darah dan PO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada
konsentrasi oksigen 50 %, FiO2= 0,5) mencurigakan adanya trauma
inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat
pada fase lanjut.
d) Karboksihemoglobin perlu segera diukur oleh karena pemberian
oksigen dapat menutupi keparahan keracunan kerbon monoksida yang
dialami penderita. Pada trauma inhalasi, kadar COHb akan menurun setelah
penderita menghirup udara normal. Pada kadar COHb 35-45% (berat),
bahkan setelah tiga jam dari kejadian kadar COHb masih pada batas 20-
25%. Bila kadar COHb lebih dari 15% setelah 3 jam kejadian ini merupakan
bukti kuat adanya trauma inhalasi
e) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terhadap peningkatan dalam
24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti
jantung.
f) Albumin serum, kadarnya mungkin rendah karena protein plasma terutama
albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder akibat peningkatan
permeabilitas kapiler.
g) Urinalis menunjukkan mioglobin dan hemokromagen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
h) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal
i) Pemeriksaan penyaring terhadap obat-obatan, antara lain etanol,
memungkinkan penilaian status mental pasien dan antisipasi terjadinya
gejala-gejala putus obat.
2) Rontgen dada : Semua pasien sebaiknya dilakukan rontgen dada, tekanan
yang terlalu kuat pada dada, usaha kanulasi pada vena sentralis, serta fraktur
iga dapat menimbulkan pneumothoraks atau hematorak. Pasien yang juga
mengalami trauma tumpul yang menyertai luka bakar harus menjalani
pemeriksanaann radiografi dari seluruh vertebrata, tulang panjang, dan pelvis
3) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap
4) Elektrocardiogram : EKG terutama diindikasikan pada luka bakar listrik
karena disritmia jantung adalah komplikasi yang umum
5) CT scan : menyingkirkan hemorargia intrakarnial pada pasien dengan
penyimpangan neurologik yang menderita cedera listrik.

9. Penatalaksanaan Combustio
a) Penatalaksanaan Medis

Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat, dkk. (2010)


1) Luka bakar suhu atau thermal
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh,
misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dengan
kain basah. Atau korban dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling-
guling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan
bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan
bagian yang terbakar atau menyelup-kan diri ke air dingin atau melepas baju
yang tersiram air panas. Pertolongan pertama setelah sumber panas
dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air mengalir selama
sekurangkurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini dan upaya
mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses
koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan
terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap
meluas.
2) Luka bakar kimia
Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering
mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka karena
dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal
daya rusak masih terus menembus kulit, kadang sampai 72 jam. Pada
umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara
masif, yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir dan kalau
perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis. Netralisasi
dengan zat kimia lain merugikan karena membuang waktu untuk
mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat menambah
kerusakan jaringan. Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi,
perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan dan elektrolit. Pada
kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat 10% dibawah
jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor menembus jaringan
dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium
fluorida yang tidak larut. Jika ada luka dalam, mungkin diperlukan
debridemen yang disusul skin grafting dan rekonstruksi. Pajanan zat kimia
pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi dengan air
atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita
ditangani di rumah sakit.
3) Luka bakar arus listrik
Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung
muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus. Kemudian
kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus
diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang
diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas. Kadang luka bakar di
kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan jaringan ternyata lebih dalam.
Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena
mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini mengharuskan
pengeluaran urin 75-100 ml per jam. Selain itu, urin harus diubah menjadi
basa dengan natrium bikarbonat intravena yang menghalangi pengenda-pan
mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran urin tetap
rendah, walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus
diberikan diuretik yang kuat bersama manitol. Pada penderita cedera otot
yang masif, dosis manitol (12,5 gram per dosis) mungkin diperlukan selama
12-24 jam. Pasien yang gagal berespon terhadap dosis diatas mungkin
membutuhkan amputasi anggota gerak gawat darurat atau pembersihan
jaringan nonviabel. Otot jantung juga rentan trauma arus listrik.
Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan untuk menge-tahui adanya
kerusakan jantung dan pemantauan jantung yang terus menerus dilakukan
untuk mendiagnosis dan merawat aritmia. Kerusakan neurologi juga sering
terjadi, terutama pada medulla spinalis, tetapi sulit dilihat, kecuali bila
dilakukan tes elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu
dilakukan pada tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati
kavitas peritonealis dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan.
4) Luka bakar radiasi
Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari
kontaminan sehingga harus mengguna-kan pelindung. Prinsip penolong
penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju
pelindung, dan detektor sinar ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari dan
dihentikan serta benda yang terkontaminasi dibersihkan dengan air sabun,
deterjen atau secara mekanis disimpan dan dibuang di tempat aman.
Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan.
Selain itu, perlu dipikirkan kemungkinan adanya anemia, leukopenia,
trombositopenia, dan kerenta-nan terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak
digunakan obat-obatan yang menekan fungsi sumsum tulang.

Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik secara umum dibedakan atas dua jenis, yaitu antibiotik
profilaksis dan terapeutik.
1. Antibiotikaprofilaksis pada luka bakar
Secara umum yang dimaksud dengan pemberian antibiotic profilaksis
adalah pemberian antibiotik sistemik bertujuan mencegah
berkembangnya infeksi sebelum melakukan sayatan tindakan
pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Antibiotik diberikan melalui
jalur intravena 30 menit sebelum tindakan untuk satu kali pemberian
(single dose). Jenis antibiotik yang diberikan didasari atas pola bakteri
yang didasari atas pola bakteri yang paling sering menimbulkan infeksi di
rumah sakit pada kurun waktu tertentu.
2. Antibiotik teraupetik pada luka bakar
Pemberian antibiotik sistemik yang ditujukan mengatasi infeksi yang
timbul. Pemilihan jenis antibiotik dilakukan berdasarkan hasil kultur
mikroorganisme penyebab infeksi dan memiliki sensitivitas terhadap
mikroorganisme penye-bab. Pemberiannya diberikan sesuai dosis lazim.

Amputasi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), indikasi amputasi apabila terdapat :
a) Cedera otot masif akibat elektric injury disertai mioglobin pada urin yang
gagal berespon terhadap resusitasi cairan dan pemberian diuretik kuat
serta manitol.
b) Keropeng dengan perlemahan status vaskuler dengan nekrosis iskemik.
c) Infeksi yang meluas hingga mengenai sebagian besar anggota gerak.

Tindakan Bedah
Tindakan bedah selanjutnya pada penderita LB yang dapat melewati fase
aktif adalah eksisi dan penutupan luka. Hal ini sangat penting bila ingin
menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat-akibat hipermetabolisme yang
sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan nekrotik
dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam. Keuntungan eksisi eskar dan
penutupan luka yang dini adalah :
1. Keadaan umum cepat membaik.
2. Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.
3. Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft.
4. Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.
5. Sensitivitas lebih baik.

b) Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan menurut ABC (airway, breathing, circulation)


1) Airway
Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi.
Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama
pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres napas. Baik pemasangan
nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana
pembebasan jalan napas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi
inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun
pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi
dan pilihan.

Pemasangan pipa Nasofaringeal


Pipa nasal merupakan pipa bulat lunak yang sesuai dengan anatomi
nares, nasofaring dan hipofaring. Ia dimasukkan melalui satu atau
kedua nares sehingga ujungnya mencapai tepat di atas epiglotis. Pipa
nasal mempunyai keuntungan karena bisa dipasang pada penderita yang
masih mempunyai reflek muntah tanpa menyebabkan muntah.

2) Breathing
Menurut Moenadjat (2009), pastikan pernapasan adekuat dengan :
a. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak
dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi,
penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input)
oksigen karena patologi jalan napas, bukan karena kekurangan
oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan
tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma)
yang diikuti terjadinya stres oksidatif.
b. Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah
untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan
meredam proses inflamasi mukosa.
c. Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan
melalui pipa endotrakea atau krikotiroidek-tomi. Prosedur ini
dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa
pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa.
Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial
terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian
atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut menggunakan
steroid.
d. Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk
mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa jalan napas
dibandingkan tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh
sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan.
Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode endoskopik
(bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan
terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk
melakukan evaluasi jalan napas.
e. Rehabilitasi pernapasan
Proses rehabilitasi sistem pernapasan dimulai seawal mungkin.
Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut
antara lain : Pengaturan posisi, Melatih reflek batuk, Melatih otot-otot
pernapasan.Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian
dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil dan pasien sudah
lebih kooperatif.
f. Penggunaan ventilator
Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan
distresparpernapasan secara bermakna memperbaiki fungsi sistem
pernapasan dengan positive end-expiratory pressure (PEEP) dan
volume kontrol.

3) Circulation
Penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter
yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk
mempertahankan volume sirkulasi. Pemasangan infus intravena atau IV line
dengan 2 jalur menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no. 18,
Hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan
pemasangan CVP. CVP (Central Venous Pressure) merupakan perangkat
untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral, dan merupakan parameter
dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi.
Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia.

10. Komplikasi Combustio


a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
b. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh
darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran
darah sehingga terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress
fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah
okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini
merupakan tanda-tanda ulkus curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik
yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena
sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
f. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

11. Diagnosa Keperawatan


1) Kekurangan Volume Cairan
NOC: Fluid Balance, Hydration, Nutritional Status: Food and Fluid Intake
NIC: Fluid Management, Hypovolemia Management
2) Nyeri Akut
NOC: Pain level, Pain Control, Cofort Level
NIC Paint Management, Analgesic Administration
3) Kerusakan Integritas Kulit
NOC: Tissue Integrity: Skin and Mocous Membranes, Hemodyalisis Akses
NIC: Pressure Management, Insision Site Care
4) Resiko Infeksi
NOC: Immune Status, Risk Control
NIC: Infection Control, Infection Protection
5) Gangguan rasa nyaman
NOC: Ansietas, Fear Level
NIC: anxiety reduction
Daftar Pustaka

A. Aziz Alimul Hidayat.(2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta :
Salemba Mardika.
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5. Jakarta :
EGC
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : EGC
Effendi, C. 2005. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC
Herdman, Heater. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012- 2014.
Jakarta : EGC
Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; ali Bahasa,
Brahm U, Pendt ;editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniah,
Nanda Wulandari.-ed.7-Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tata laksana. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hlm 90-110.
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2008. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Yapa KS. 2009. Management of burns in the community. United Kingdom. Wounds. 5:8-48

Anda mungkin juga menyukai