Anda di halaman 1dari 30

1

Bed Side Teaching

ILEUS OBSTRUKSI ec ASBO

Disusun oleh :
Valdis Suryan 130100254
Rafiqa Aulia 130100214
Meta Winna 130100307
Hareesarvini 130100451

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2018
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Terjadinya kelainan pada usus karena
disebabkan oleh beberapa kasus antara lain; Hernia Inkarserata, Invaginasi,
Adhesi/Perlengketan,Volvulus/Puntiran,Tumor,Keganasan,Bolus cacing.Sehingga
terjadi penyumbatan pada saluran usus.1
Ileus Obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah
adhesi/streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi
obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh
kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.1
Hambatan atau gangguan pasase usus yang sering juga disebut ileus dapat
disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltik usus akibat
pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal dengan uremia
sehingga terjadi paralisis. Penyebab lain ialah adanya sumbatan/hambatan lumen
usus akibat perlekatan atau massa tumor. Akan terjadi peningkatan peristaltik usus
sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Obstruksi usus juga disebut obstruksi
mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen
usus. Ileus dinamik dapat disebakan oleh paralisis pada peritonitis umum.1,2
Obstruksi usus dapat terjadi akut (dalam jam) atau kronis (dalam minggu).
Pada obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulasi.
Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemia yang
akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum
berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi
3

memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya


toksin dan sepsis.1,3
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus
mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris
adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.1 Penyebab
tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik sebagai penyebab
obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%). Hernia
strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai oleh dokter
bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Sekitar 44% dari
obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami
strangulasi.
Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan
jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya.
Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra
abdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi
usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju,
adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus.
Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41%
disebabkanobstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini
meningkat hingga 65-75%. Ileus adalah keadaan dari gerakan dan pasase usus
yang normal tidak terjadi. Ileus timbul saat udara dan cairan sekresi tidak dapat
keluar kearah distal karena berbagai sebab baik karena faktor intrinsik maupun
ekstrinsik (mechanical obstruction) atau paralisis (non mechanical obstruction
atau pseudo ileus).4
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Ileus


Hambatan atau gangguan pasase usus yang sering juga disebut ileus dapat
disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltik usus akibat
pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal dengan uremia
sehingga terjadi paralisis. Penyebab lain ialah adanya sumbatan/hambatan lumen
usus akibat perlekatan atau massa tumor.1,2
Ileus adalah keadaan dari gerakan dan pasase usus yang normal tidak
terjadi. Ileus timbul saat udara dan cairan sekresi tidak dapat keluar kearah distal
karena berbagai sebab baik karena faktor intrinsik maupun ekstrinsik (mechanical
obstruction) atau paralisis (non mechanical obstruction atau pseudo ileus).4
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Terjadinya kelainan pada usus karena
disebabkan oleh beberapa kasus antara lain; Hernia Inkarserata, Invaginasi,
Adhesi/Perlengketan,Volvulus/Puntiran, Tumor, Keganasan, Bolus cacing.
Sehingga terjadi penyumbatan pada saluran usus.5

2.2. Anatomi
Usus halus ( Intestinum Tenue) dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan
ileum. Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm. Duodenum merupakan bagian pertama intestinum tenue,
Duodenum sebagian besar terletak dalam pada dinding posterior abdomen.
Duodenum terletak pada regio epigastrica dan umbilicalis. Duodenum berbentuk
huruf C yang terbentang dari gaster di sekitar caput pancreas sampai jejunum.7,8
5

Kira-kira di pertengahan panjang duodenum bermuara ductus choledochus dan


ductus pancreaticus. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus
sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh
ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra
diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan
jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium
(penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga
perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di region abdominalis media
sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah
kanan. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum berakhir pada
junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding
posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
yang dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua
ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar
dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua
lapisan peritoneum yang memgbentuk messenterium.7,8

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar


5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
6

(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. Usus besar dibagi
menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau tiga
inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens dan sigmoid.
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati,
kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura
hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu
mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra
(fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid
mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon
descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum
menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon
sigmoid danberjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan
menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan
perineum
7

Sekum, kolon asendens, dan bagian kanan kolon transversum dipendarahi


oleh cabang arteri mesenterika superior, yaitu arteri ileokolika, arteri kolika
dekstra, dan arteri kolika media. Kolon transversum bagian kiri, kolon desendens,
kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum dipendarahi oleh arteri mesenterika
inferior melalui arteri kolika sinistra, arteri sigmoid, dan arteri hemoroidalis
superior.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk
jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang
aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat
pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf
intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach
yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa. Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis
dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus .
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai
efek berlawanan.
Fisiologi Usus
8

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan member ikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumnlah enzimdalam getah usus (sukus enterikus). Banyak
di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-
zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri
atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem
saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus,dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal.
Kapasitas sekitar 5 l/hari. Gerakan ret rograd dari kolon memper lambat transit
materi dar i kolon kanan,meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan
pola yang paling umum, mengisolasisegmen pendek dari kolon, kontraksi ini
menurun oleh anti kolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan
massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan
9

segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200


mmHg,tiga sampai empat.

2.3. Epidemiologi
Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik
sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi
(63%).
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai
oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Sekitar
44% dari obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang
mengalami strangulasi.
Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan
jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya.
Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra
abdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi
usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju,
adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus.
Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41%
disebabkanobstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini
meningkat hingga 65-75%.
10

2.4. Klasifikasi Ileus1,4,8


Klasifikasi ileus ada bermacam-macam antara lain;
 Berdasarkan sumbatannya ileus dibagi menjadi total dan parsial :
 Ileus obstruksi parsial terjadi apabila lumen usus menyempit tapi masih
dapat sebagian isi usus masih dapat lewat ke arah distal.
 Ileus obstruksi total terjadi akibat lumen usus tersumbat total sehingga
tidak ada isi usus yang dapat lewat ke arah distal. Ileus obstruksi total
menyebabkan peningkatan risiko gangguan vaskular atau strangulasi dan
bila ini terjadi maka membutuhkan penanganan operatif segera.4

 Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga


kelompok :
 Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
 Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
 Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.8

 Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua :


 Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
 Ileus obstruktif usus besar

 Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar :


 Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
 Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat
yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.1
11

 Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usu tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.

2.5. Etiologi
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh :
a. Adhesi (perlekatan usus halus), ileus karena adhesi umumnya tidak
disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum
akibat peritonitis setempat atau umum, atau pascaoperasi. adhesi dapat
berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multipel,
mungkin setempat maupun luas. Sering juga ditemukan bentuk pita. Pada
operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih
kembali. adhesi yang kambuh ungkin akan menjadi masalah besar. Setelah
berulang tiga kali, risiko kambuh menjadi 50%. Adhesi merupakan
penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus.
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi
abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak. Pada kasus seperti
ini, diadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan
memberikan perbaikan pasase, kemungkinan besar obstruksi akan kambuh
lagi dalam waktu singkat.1
b. Hernia inkarserata. Obstruksi akibat hernia inkaserata pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Jika
percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
diadakan herniotomi segera. Hernia inkaserata eksternal (inguinal,
femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal) merupakan yang terbanyak
kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen.1
12

Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen


Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Invaginasi. Invaginsi atau Intususepsi usus halus sering ditemukan pada
anak-anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada
anak biasanya bersifat idiopatik. invaginasi menimbulkan obstruksi dan
nekrosis iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami intususepsi
dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Tumor, polip, atau
pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal
adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi
akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus
halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal.
Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
g. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi.
h. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
i. Benda asing, seperti bezoar.
j. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia Littre.
k. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
l. Askariasis. Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian
yeyunum. Biasanya ada puluhan hingga lebih seratus, tetapi mungkin
terdapat ratusan ekor. Yang jantan berukuran antara 15-30 cm sedangkan
13

yang betina antara 25-35 cm. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal, tempat lumen paling sempit.1

Gambar. Penyebab ileus obstruktif

Hernia Invaginasi Adhesi

Volvulus Oklusi Mesentrial Tumor

2.6. Patofisiologi
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus yang
nantiya menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akibatnya tersumbat, akan terjadi
pengumpulan isi lumen usus berupa gas dan cairan, khususnya di daerah
proximal. hal itu akan menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan, yang membuat cairan dan gas tersebut akan meningkat dan
menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).5
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas
14

makin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat
sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat
(hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-
muntah.5
Gejala utama dari illeus obstruksi ialah mual muntah, umumnya pada
obstruksi letak tinggi. obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri
perut sekitar umbilikus / bagian epigastrium. Sedangkan Obstruksi pada kolon
biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada
usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan
distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada tahap awal, tanda vital normal.
Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi. Pada
tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang.
Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intusepsi.5

2.7. Manifestasi Klinis


 Mual, Muntah, nyeri kolik abdomen, distensi abdomen, konstipasi absolut
(baik feses ataupun tidak ada flatus).
 Dehidrasi dan hilangnya turgor kulit.
 Hipotensi, takikardi.
 Distensi abdomen dan peningkatan bising usus.
 Rektum kosong pada pemeriksaan rectal toucher.
 Nyeri tekan atau nyeri lepas menandakan peritonitis.1,3

Gejala Klinis
 Subyektif
Pasien datang dengan keluhan perut kembung, muntah, tidak bisa flatus
dan buang air besar. Adanya riwayat laparotomi sebelumnya dapat
menjadi penyebab sumbatan karena adhesi pasca laparotomi. Riwayat
15

gangguan pola defekasi, buang air besar darah/lendir, berat badan yang
menurun atau anemia dipikirkan kemungkinan sumbatan oleh neoplasma.
Riwayat pemakaian obat-obatan atau penyakit ginjal kronis.2
 Obyektif
Abdomen membuncit, adanya gambaran usus atau gerakan peristaltik pada
dinding usus. Bising usus yang meninggi sampai metalic sound atau bising
usus yang negatif. Pada pemeriksaan rektal/colok dubur dijumpai ampula
rekti kolaps pada obstruksi rendah atau ampula rekti yang kembung karena
paralisis. Pada wanita tua jangan lupa untuk memeriksa daerah inguinal
karena sering obstruksi usus akibat hernia femoralis inkarserata.2

2.8. Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang
berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut
dengan akibat peritonitis umum.

2.9. Pemeriksaan
2.9.1. Pemeriksaan fisik
Pada ileus obstruksi, pemeriksaan abdomen sangat memegang peranan.
 Pada inspeksi dapat terlihat kontur usus/darm contour dan gerakan usus
yang terlihat dari luar/darm steifung.
16

 Pada auskultasi bising usus akan meningkat dan biasanya akan terdengar
suara tinggi (metallic sound) dan menyerupai suara tetes air yang jatuh ke
dalam penampungan yang besar.
 Pada palpasi dapat dijumpai tanda-tanda rangsang peritoneal seperti nyeri
lepas dan defans muskuler.
 Pemeriksaan colok dubur juga harus dilakukan untuk menilai total atau
tidaknya suatu obstruksi dengan menilai kollaps tidaknya ampulla rekti.
Bila pasien telah mengalami peritonitis maka akan ditemukan nyeri tekan
pada pemeriksaan ini.4
17

2.9.2. Data laboratorium


Data laboratorium tidak dapat membantu diagnostik tetapi dapat
membantu dalam menentukan kondisi dari pasien dan memandu resusitasi.
Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis, disertai elektrolit darah, kadar ureum
dan kreatinin serta urinalisis harus dilakukan untuk menilai status hidrasi dan
menyingkirkan sepsis.4
Gangguan pasase menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam-basa. Pemeriksaan Hb/Ht dapat memperlihatkan
adanya hemokonsentrasi akibat defisit cairan. Analisa gas darah dan pemeriksaan
elektrolit untuk menilai gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa.2

2.9.3. Pencitraan Ileus Obstruksi


Foto toraks tegak dikombinasikan dengan foto abdomen tegak dan datar
dapat menjadi alat bantu diagnostik pasien yang dicurigai ileus obstruksi. Foto
toraks tegak dapat membantu untuk mendeteksi kondisi di luar abdomen yang
dapat menyerupai ileus obstruksi, misalnya proses pneumonia. Adanya udara
bebas intraabdomen yang mengindikasikan adanya perforasi organ berongga dan
dapat terlihat pada foto toraks tegak.4
Foto polos abdomen tiga posisi sangat membantu menentukan ada
tidaknya sumbatan. Pelebaran usus dengan tanda-tanda air fluid level dan bagian
distal kolon tidak terisis udara menunjukkan adanya sumbatan.Penemuan khas
untuk ileus obstruksi pada foto abdomen adalah beberapa loop usu halus yang
terdilatasi dengan air-fluid level. Pola gas dalam usus juga membantu untuk
menentukan tipe dan lokasi dari obstruksi. Usus halus dianggap dilatasi bila
diameter lumennya berukuran lebih dari 3 cm.2,4
Selain foto toraks dan abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan USG, CT-
Scan atau MRI untuk membantu diagnosis ileus obstruksi. Pada pemeriksaan
dengan USG untuk obstruksi usus halus dan usus besar didapatkan gambaran:
 pada pemeriksaan simultan akan tampak bagian usus yang distensi dan
bagian usus yang kolap,
 cairan peritoneal bebas,
18

 tampak isi dari usus,


 peristaltic pendulating paradoksical,
 cairan pada lumen usus
 edema dinding usus antara serosa dan mukosa
 tampak gambaran massa tanpa perstaltik, terisi cairan
 usus yang berdilatasi.
Pemeriksaan dengan CT-Scan memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
dengan pemeriksaan rontgen dengan kontras, antara lain :
 dapat menentukan dengan pasti letak obstruksi
 dapat menentukan berapa besar lumen yang tersumbat dan penyebabnya
 dapat mengetahui adanya closed loop obstruction dan adanya strangulasi
 dapat mengetahui adanya proses inflamasi atau tumor baik didalam
maupun diluar rongga abdomen
 dapat melihat adanya pneumoperitonium yang minimal dan pneumatosis
cystoides intestinalis yang tidak tampak pada foto polos abdomen biasa.
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa keakuratan CT-Scan dalam
mendiagnosis obstruksi usus > 95%. Spesifik dan sensitifitasnya > 94%. MRI jauh
lebih baik daripada CTScan dalam menentukan lokasi dan penyebab obstruksi.
Menurut Guidelines for Management for Small Bowel Obstruction 2008
semua pasien yang dicurigai ileus obstruksi harus diperiksa foto polos abdomen.
Semua pasien dengan foto polos yang tidak mendukung ileus obstruksi letak
tinggi atau total harus diperiksa CT-Scan (dengan kontras oral maupun intravena )
karena CT-scan memberikan informasi lebih jelas dibandingkan foto polos.
Tanda-tanda pada CT scan yang mengindikasikan adanya strangulasi merupakan
indikasi mutlak untuk pembedahan.4
Gambaran khas :9 Ada gambaran air fluid level dengan pola step leader
(bertingkat).dinilai pada foto LLD. Jika masi terlihat distribusi udara dalm rektum
disebut sebagai ileus obstuktif parsial. Dan jika tidak tampak udara sampai ke
rektum berarti ileus obstruktif total.
19

Ekpertise :
 Pre peritonial fat line jelas
 Distribusi udara usus tidak merata
 Tampak pelebaran usus dengan hearing bone appearance
 Tampak air fluid level bertingkat(step leader)
 Tidak tampak gambaran udara bebas di intra peritoneal

2.10. Penatalaksanaan2,3
 Dekompresi usus yang mengalami obstruksi, pasang selang nasogastrik
(NGT). Pemasangan pipa lambung sangat membantu mengurangi tekanan
intra-abdominal yang menekan diafragma, sehingga menggangu
pernapasan. Pipa lambung juga mencegah muntah sehingga tidak terjadi
aspirasi.2,3
 Ganti kehilangan cairan dan elektrolit, berikan ringer laktat atau NaCl
dengan suplemen K+. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi
elektrolit/asam-basa segera dilakukan.
 Pantau pasien, diagram keseimbangan cairan, kateter urin atau tekanan
vena sentral (CVP), diagram suhu, nadi, dan napas regular, pemeriksaan
darah.
 Minta pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang penting.
 Hilangkan obstruksi dengan pembedahan jika:
20

 Penyebab dasar membutuhkan pembedahan (misalnya hernia, karsinoma


kolon);
 Pasien tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi konservatif (misalnya
obstruksi akibat adhesi); atau
 Terdapat tanda-tanda strangulasi atau peritonitis.
Paralisis usus bukan kasus bedah, harus dicari penyebabnya dan pengobatan
ditunjukan pada penyebabnya. Puasa, pemasangan pipa lambung dan pemberian
cairan parenteral dapat mengatasi masalah akibat paralisis sampai usus dapat
berfungsi kembali. pemberian obata-obatan yang merangsang peristaltik tidak
dianjurkan.
Bila jelas disebabkan oleh obstruksi penanganan selanjutnya adalah dengan
tindakan laparotomi untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau melakukan
tindakan by pass bila tidak mungkin untuk diangkat penyebabnya.2,3
Operatif pada ileus;
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati”
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
lalu dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
21
22

2.11. Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempatdan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang
dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.
23

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1. Status Orang Sakit


ANAMNESA PRIBADI :
Nama : Sandy Dwi Kurnia
Nomor RM : 00.75.71.77
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki Laki
Status perkawinan : Belum Menikah
Tanggal masuk : 27 September 2018
Ruang : RB2A 2.3.2
Alamat : Jl. Pancing Kel Mabar Hilir Kec Medan Deli

ANAMNESA PENYAKIT:
Keluhan utama : Tidak bisa BAB
Telaah : Hal ini sudah dialami pasien sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya pasien merasakan nyeri di sekitar luka bekas operasi, kemudian
lama kelamaan perut terasa kembung dan sulit BAB. Pasien juga mengeluhkan
riwayat mual dan muntah bewarna kuning dengan frekuensi 7x/ hari. Riwayat
operasi dijumpai ± 4 tahun yang lalu di RS Mitra Medika dengan diagnosa
appendisitis perforasi. Demam tidak dijumpai. BAK dalam batas normal.
RPT : Appendisitis perforasi
RPO :-
R.Operasi : 4 tahun yang lalu

ANAMNESA FAMILI :
Tidak ditemukan riwayat yang sama pada keluarga.
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS
Keadaan Umum
24

Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/i
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36,8 °C
VAS :4
Anemia (-/-), Ikterus (-), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik

PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil: isokor,
ukuran: 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya direk (+/+) indirek (+/+),
kesan normal
Telinga : dalam batas normal
Hidung : deviasi septum (-), penafasan cuping hidung (-)
Mulut : Lidah : atrofi papil lidah (-), oral ulcer (-), ikterik (-)
LEHER
Struma : tidak membesar
Pembesaran kelenjar limfa : tidak dijumpai
Posisi trakea : medial, TVJ : R+2 cm H2O.

THORAX
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = SF kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara Tambahan : (-)
25

Jantung
M1 > M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), tingkat (-),
Desah diastolis (-), lain-lain (-).
HR: 90 x/menit, regular, intensitas: cukup

ABDOMEN
Inspeksi : Distensi (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik meningkat

ANGGOTA GERAK/ EKSTREMITAS


Edema, Fraktur : Tidak dijumpai

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


27/09/18
Hb/Ht/Leu/Plt : 16/46/13.200/132.000
Albumin: 2,1 g/dl
BUN/Ur/Cr: 10/21/0,66
KGDs: 101 mg/dl
Na/K/Cl: 134/3,4/101

28/09/18
Hb/Ht/Leu/Plt : 14.1/41/11.350/95.000
PT/aPTT/TT/INR : 35,6/30,6/13,6/2,58
Albumin : 3,2 g/dl
KGDs: 122 mg/dl
BUN/Ur/Cr : 9/19/0,79
Na/K/Cl : 127/4,3/94

02/10/18
26

Hb/Ht/Leu/Plt : 13.4 /40/17.760 /156.000


Na/K/Cl : 138/3,4/101

03/10/18
Hb/Ht/Leu/Plt : 13.1 /39/28.700/204.000
Albumin : 1,8 g/dl
KGDs: 111 mg/dl
BUN/Ur/Cr : 19/41/0,61
Na/K/Cl : 137/4,3/103

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
(27/09) Foto polos abdomen:
Ileus obstruktif

DIAGNOSIS SEMENTARA
Adhesive Small Bowel Obstruction
27

FOLLOW UP
27/09/2018
S : Perut membesar
O : Sens : CM
HR : 84 x/I
RR : 20 x/i
Abdomen : membesar, distensi (+) dan terdapat luka paramedian kanan
A : Adhesive Small Bowel Obstruction
P : - IVFD Aminofluid 1 fl/24 jam
- IVFD Asering 1 fl/8 jam
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Barium follow through

30/09/2018
S:-
O : Sens : CM, HD stabil
A : Adhesive Small Bowel Obstruction
P:- IVFD Aminofluid 1 fl/24 jam
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Barium follow through

02/10/2018
S : Nyeri perut
O : Sens : CM, HD stabil
28

A : Adhesive Small Bowel Obstruction


P : Rencana operasi CITO KBE

03/10/2018
S : Nyeri (-)
O : Sens : CM, HD stabil
Abdomen : soepel (+), timpani (+), peristaltic (+)
A : Post Eksplorasi Laprotomi a/i Adhesive Small Bowel Obstruction
P : - Cek DL, Na, K, Cl, Albumin
- IVFD aminofluid 1 fl/24j
- IVFD asering 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12j
- Inj. Metronidazol 500 mg/8j
- Inj. Parasetamol 1000 mg/8j
- Diet M1 bila peristaltik +

04/10/2018
S : Nyeri (-)
O : Sens : CM, HD stabil
Abdomen : soepel (+), timpani (+), peristaltic (+)
A : Post Eksplorasi Laprotomi a/i Adhesive Small Bowel Obstruction
P : - Lanjut Vit K sampai 3 hari post op
- Clinimix 1 fl/hr
- GV
- Cek lab post op
- IVFD Aminofluid 1 fl/hr
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Ceftriaxone 1 gr/12j
- Metronidazole 500 mg/8j
- Parasetamol 500 mg/8j
29

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong Wim, R. Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Usus
halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Hambatan Pasase Usus. Jakarta.
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal. 623-629.
2. Kartono. D, Reksopradjo. Kumpulan kuliah Ilmu Bedah. Digestiv.
Gangguan Pasase Usus. Jakarta. Penerbit: Staf Pengajar Ilmu Bedah
FKUI. Hal.70-71.
3. Borley. R Neil, Grace A. Pierce. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.
Obstruksi Usus. Jakarta. Penerbit : Erlangga. IKAPI. 2007. Hal. 116-117.
4. Halim Susana F. Tingkat Keberhasilan Terapi Non Operatif pada Ileus
Obstruksi karena Adhesi Pascaoperasi di Sub-bagian Bedah Digestif
RSHS Bandung Tahun 2003-2008. RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung.
PPDS UNPAD.Tesis.2008.
30

5. Handaya Yuda. Penanganan Penyumbatan Usus/ Ileus Obstruktif. (Serial


online) 24 oktober 2010. (diakses April 2013). Di unduh dari URL:
http://dokteryudabedah.com/ileus-obstruktif/limufita.
6. Ashari Irwan. Ileus Obstruksi. (Serial online) 8 Juli 2011. (diakses April
2013). Diunduh dari. URL: http://www.dokterirga.com/ileus-obstruktif.
7. Snell. S. Richard. Anatomi Klinik. Abdomen. Cavitas Abdominalis.
Jakarta. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. 2006.
8. Rakkas.slideshare.Ileus Obstruksi. (Serial online) 2013. (diakses April
2013). Diunduh dari URL:http://www.slideshare.net/rakkas/ileus.
9. Denny.I. Klasifikasi Ileus Obstruksi. Tutorial Sakit Perut. (Serial online)
15 November 2011. (diakses April 2013). Diunduh dari URL:
http://www.slideshare.net/intadenny/presentation/kel.

Anda mungkin juga menyukai