Anda di halaman 1dari 23

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Tugas

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman/RSJD Atma Husada Mahakam

Perbedaan Depresi dan Bipolar

Oleh :
Anna Fitriana
Claudia Purnamatika
Debby Anggita Martheana Safitri
Pahroni
Tiara Dwi Sari
Wuri Noviar Hamdani
Yusuf Baskara

Pembimbing
dr. H. Jaya Mualimin, Sp.KJ, M.Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2018

1
1. Onset
Depresi : Onset mulai berangsur-angsur dalam 1-3 minggu, bila tidak diobati, dapat
berlangsung 3-8 bulan atau lebih lama.
Bipolar dengan episode mania: mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap, secara
abnormal, selama periode tertentu, berlangsung paling sedikit satu minggu ( atau waktunya
bisa kurang dari 1 minggu bila di rawat inap)
Bipolar dengan episode hipomania: mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap, secara
abnormal, selama periode tertentu, berlangsung empat hari ( atau waktunya bisa kurang dari
1 minggu bila di rawat inap)
Bipolar dengan episode Depresi mayor: perasaan sedih atau anhedonia ( tidak ada emosi
positif) disertai paling sedikit empat gejala tambahan yang bersifat pervasif ( sepanjang hari,
hampir setiap hari) yang berlangsung paling sedikit dua minggu.

2. Predisposisi
Etiologi 1. Faktor organobiologik: adanya disregulasi 1. Dyregulation theory:
metabolit amin bigenik-seperti asam (5- mood diatur oleh
dan Faktor
HIAA), asam homovanilic (HVA) dan 3- bebrapa mekanisme
predisposisi methoxy-4hydroxphenyl-glycol (MHPG) di homeostasis,
darah, urin & CSS. kegagalan
2. Amin biogenik: norepinephrine dan homeostasis
serotonin menyebabkan
3. Norepinefrin: penurunan regulasi reseptor ekspresi mood
beta adrenegrik dan respon klinis berlebihan
antidepresi merupakan peran langsung 2. Chaotic attractor
sistem noradrenergik pada depresi theory: defek
4. Generasi peratama, 2 sampai 10 kali sering biokimia
mengalami depresi berat menyebabkan
5. Anak biologis dari orang tua yang terkena disregulasi sintesis
gangguan mood beresiko untuk mengalami neurotransmitter
gangguan mood walaupun anak tersebut 3. Kindling theory:
dibesarkan oleh keluarga angkat adanya progresivitas
6. Pada anak kembar dizigotik gangguan kumulatif di sistem
depresi berat sebesar 13-28%, sedangkan limbik yang
monozigotik 53-69%. menyebabkan neuron
7. Terjadi penyimpangan kognitif spesifik semakin mudah
(Aaron Beck): persepsi negatif terhadap diri tereksitasi sehingga,
sendiri, mengganggap dunia bermusuhan akhirnya gejala dapat
dengan dirinya, bayangan masa depan akan diobservasi secara
penderitaan dan kegagalan klinis
8. Dopamine menurun 4. Mempunyai

2
9. Serotonin menurun hubungan darah atau
10. Faktor genetic faktor penting dalam saudara penderita
perkembangan gangguanmood gangguan bipolar
11. Faktor psikososial : peristiwa kehidupan 5. Periode pengalaman
yang membuat seorang merasa tertekan hidup yang sangat
(stress) dapat mencetuskan terjadi depresi. menekan (stressful).
12. Faktor kepribadian seperti obsesif 6. Penyalah guna obat
kompulsi , histrionic dan ambang berisko atau alcohol
mengalami depresi 7. Perubahan hidup yang
 Faktor psikodinamik besar, seperti
- Gangguan hubungan ibu dan anak selama ditinggal mati orang
fase oral yang dicintai Saat ini
- Cinta yang nyata maupun fantasi kehilangan berumur di awal 20an
objek tahun
- Introjeksi merupakan terbangkitnya
mekanisme pertahanan untuk mengatasi
penderitaan akibat kehilangan objek tercinta
13. Kehilangan objek cinta diperlihatkan
dalam bentuk campuram

3. Rasio
Rasio 1. Jenis kelamin perempuan 2 kali lebih besar 1. Jenis kelamin
dibanding laki-laki perempuan 1 : 1
2. Usia 40 tahun, gangguan depresi berat dapat dengan lak-laki
timbul pada masa anak atau lanjut usia 2. Usia 20-25 tahun
3. Status perkawinan yang bercerai atau berpisah 3. Stsatus perkawinan
4. Faktor sosioekonomi dan budaya terjadu bercerai atau berpisah
didaerah perdesaan

4. Prevalensi
a. Gangguan depresi
Gangguan depresi berat paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup
sekitar 15%. Penderita perempuan dapat mencapai 25%, sekitar 10% di perawatan
primer dan 15% dirawat rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi
sekitar 2% dan usia remaja 5%. Usia rata – rata sekitar 40 tahunan. Hampir 50%
awitan diantara usia 20 – 50 tahun.
b. Bipolar
Gangguan bipolar I pada pasien perempuan dengan laki – laki 4 : 1. Gangguan
bipolar II sering terjadi pada perempuan yang mempunyai riwayat keluarga

3
menderita gangguan mood; 10% atau lebih dapat berkembang menjadi gangguan
bipolar I.

5. Faktor Pencetus
a. Etiologi gangguan bipolar
Terdapat beberapa teori mengenai etiologi gangguan bipolar, yaitu;
a. Dysregulation Theory
Mood diatur oleh beberapa mekanisme homeostatis. Kegagalan komponen homeostasis
ini dapat menyebabkan ekspresi mood tersebut melebihi batasnya yang diidentifikasi
sebagai gejala mania dan depresi. Pendapat lain menyatakan bahwa hiperaktivitas pada
sirkit yang memediasi mania atau depresi dapat memunculkan perilaku terkait dengan
keadaan mood tersebut.
b. Chaotic Attractor Theory
Perjalanan penyakit gangguan bipolar tidak dapat diprediksi. Defek biokimia
menyebabkan disregulasi sintesis neurotransmitter. Bentuk disregulasinya konsisten
tetapi manifestasi gejala, baik mania atau pun depresi bergantung kondisi lingkungan dan
fisiologis saat itu.
c. Kindling Theory
Beberapa gangguan psikiatri disebabkan oleh perubahan biokimia subklinis yang
kumulatif di system limbic. Progresivitas kumulaif ini menyebabkan neuron semakin
mudah tereksitasi sehingga, akhirnya, gejala dapat diobservasi secara klinis. Model
kindling ini menjelaskan perubahan dan progresifnya gangguan bipolar sepanjang waktu.
Akibatnya, peningkatan beratnya derajat dan frekuensi episode dapat terjadi dengan
semakin lanjutnya usia.
d. Catecholamine Theory
Abnormalitas noradrenergic yang menonjol dan diukur dengan konsentrasi norepinefrin
dan hasil metabolitnya yaitu MHPG. Kadar MHPG dalam urin lebih rendah pada depresi
bipolar bila dibandingkan dengan pada depresi unipolar. Pada mania, konsentrasi
norepinefrin dan MHPG dalam cairan serebrospinal lebih tinggi. Tidak ada bukti yang
jelas mengenai peran katekolamin lainnya pada gangguan bipolar. Kadar serotonin
rendah dan terdapat gangguan pada transporter serotonin. Konsentrasi HVA dalam cairan
serebrospinal, metabolit utama dopamine, juga rendah. Peran system kolinergik pada
gangguan bipolar tidak begitu jelas. Tidak ada bukti yang kuat mengenai abnormalitas
kolinergik.
4
e. The HPA Axis Theory
Terdapat hubungan yang kuat antara hiperaktivitas aksis HPA dengan gangguan bipolar.
Hubungan tersebut terlihat pada episode campuran dan depresi bipolar tetapi kurangnya
ada bukti dalam klasik mania.
f. Protein Signaling Theory
Abnormalitas dalam sinyal kalsium berperanan dalam gangguan bipolar, jalur protein G,
dan jalur protein kinase C (PKC). Bukti yang mendukung peran G protein lebih banyak
bila dibandingkan dengan yang mendukung peran PKC. System ini dikaitkan dengan
“cellular coghweels”. Ia berfungsi mengintegrasikan input dan output biokimia kompleks
dan mengatur mekanisme umpan balik. System ini berperan mempertahankan plastisitas
dan memori seluler.
g. Calcium Signaling Theory
Abnormalitas pada sinyal kalsium berperan pada gangguan bipolar. Pada gangguan
bipolar terdapat peningkatan kadar kalsium interseluler. Obat yang menghambat saluran
kalsium berfungsi efektif dalam mengobati gangguan bipolar.
h. Neuroanatomical Theories: cellular resiliency
Terdapat penurunan dalam volume SSP dan jumlah sel, neuron, dan atau glial dalam
gangguan mood. Ditemukan adanya protein sitoprotektif di korteks frontal. Litium dan
stabilisator mood lainnya meningkatkan kadar protein ini
i. Genetic and Familial Theories
Studi anak kembar, adopsi, dan keluarga menunjukkan bahwa gangguan bipolar adalah
diturunkan. Konkordans untuk kembar monozigot adalah 50-60% untuk gangguan
bipolar. Factor resiko pada saudara kandung adalah empat sampai enam kali lebih tinggi
bila dibandingkan populasi umum. Telah diidentifikasi berbagai kromosom. Kromosom
22 terlibat dalam skizofrenia dan juga gangguan bipolar.

b. Etiologi gangguan depresi


Factor organobiologik
Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit amin biogenic-seperti asam
5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA), dan 3-methoxy-4-
hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal (CSF)
pasien dengan gangguan mood.
Amin Biogenik

5
Norepinephrine dan serotonin adalah dua neurotransmitters yang paling terlibat
patofisiologi gangguan mood.
Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respons klinis anti depresi mungkin
merupakan peran langsung system noradrenergic pada depresi. Bukti lain yang juga
melibatkan reseptor b2 presinaptik pada depresi, yaitu aktifnya reseptor yang
mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor b2 presinaptik
juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
Dopamine
Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtype baru reseptor
dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik
dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Dua teori
terbaru tentang dopamine dan depresi adalah jalur dopamine mesolimbik mungkin
mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada
depresi.
Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk kotrol
regulasi afek, agresi, tidur dan anfsu makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah
serotonin yang berkurang di celah sinap dikatakan bertanggungjawab untuk terjadinya
depresi.
Factor genetic
Genetic merupakan factor penting dalam perkembangan gangguan mood, tetapi jalur
penurunan sangat kompleks. Sulit untuk mengabaikan efek psikososial, dan juga, factor
nongenetik kemungkinan berperan sebagai penyebab berkembangnya gangguan mood,
setidaknya pada beberapa orang.
Penelitian dalam keluarga
Generasi pertama, 2 sampai 10 kali lebih sering mengalami depresi berat.
Penelitian yang berkaitan dengan adopsi
Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan secara genetic. Studi
menunjukkan, anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan mood berisiko untuk
mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat.
Penelitian yang berhubungan dengan anak kembar
Pada anak kembar dizigotik, gangguan depresi berat terdapat sebanyak 13-28%,
sedangkan pada yang kembar monozigotik 53-69%.
6
Factor psikososial.
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stress) dapat
mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama ini lebih ringan dibandingkan episode
berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya stress sebelum episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Hal ini menyebabkan
perubahan berbagai neurotransmitter dan system sinyal intraneuron, termasuk hilangnya
beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko
tinggi mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor yang kuat.
Data paling mendukung sehubungan dengan peristiwa kehidupan atau stressor
lingkungan yang sering berkaitan dengan depresi adalah kehilangan orang tua sebelum
berusia 11 tahun dan kehilangan pasangan. Factor risiko lain adalah kehilangan
pekerjaan, orang yang keluar dari pekerjaannya berisiko tiga kali lebih besar untuk
timbulnya gejala dibandingkan yang bekerja. Kehilangan objek cinta pada masa
perkembangan walaupun tidak secara langsung dapat mencetuskan gangguan depresi,
namun berpengaruh pada ekspresi penyakit, misalnya awitan timbulnya gangguan,
episode yang lebih parah, adanya gangguan kepribadian dan keinginan untuk bunuh diri.
Factor kepribadian
Semua orang, apapun pola kepribadiannya, dapat mengalami depresi sesuai dengan
situasinya. Orang engan gangguan kepribadian obsesi kompulsi, histrionic dan ambang,
berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan dengan gangguan kepribadian
paranoid atau antisocial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko
mengalami gangguan depresi berat.
Peristiwa stressful merupakan predictor terkuat untuk kejadian episode depresi. Riset
menunjukkan bahwa pasien yang mengalami stressor akibat tidak adanya kepercayaan
diri lebih sering mengalami depresi.
Factor psikodinamik pada depresi
Pemahaman psikodinamik depresi yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dan
dilanjutkan oleh Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik depresi. Teori tersebut
mencakup 4 hal utama:1. Gangguan hubungan ibu-anak selama fase oral (10-18 bualn)
menjadi factor predisposisi untuk rentan terhadap episode depresi berulang, 2. Depresi
dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata maupun fantasi kehilangan objek, 3.
Introjeksi merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan

7
akibat kehilangan objek cinta, 4. Kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk
campuran antara benci dan cinta, serta perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri.
Melanie Klein menjelaskan bahwa depresi termasuk agresi ke arah mencintai, seperti
yang dijelaskan Freud. Edward Bibring menyatakan bahwa depresi adalah suatu
fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari ketidakmampuannya untuk
mewujudkan cita-cita ideal yang tinggi. Edith Jacobson melihat depresi sebagai
berkurangnya kekuatan, misalnya pada anak yang tidak berdaya terhadap penyiksaan
orangtua. Silvano Arieti mengamati banyak pasien depresi hidup untuk orang lain
dibandingkan untuk dirinya sendiri. Arieti merujuk pada orang yang menderita depresi,
hidup dalam dominasi orang lain, dalam prinsip dan nilai ideal. Heinz Kohut
mengkonseptualisasikan depresi dimulai dari teori self-psychology, bahwa
perkembangan jiwa mempunyai kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi oleh orang tua
terhadap anaknya yaitu memberikan rasa positif, kepercayaan diri dan self-cohesion. Jika
orang yang diharapkan tidak memenuhi kebutuhan ini akan terjadi kehilangan
kepercayaan diri yang besar yang muncul sebagai depresi. John Bowlby percaya bahwa
rusaknya keeratan awal dan trauma akibat perpisahan pada anak merupakan predisposisi
terjadinya depresi. Kehilangan pada orang dewasa dan trauma kehilangan pada masa
kanak memudahkan seseorang mengalami episode depresi pada mas dewasa.
Formulasi lain dari depresi
Teori kognitif
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang membuat seseorang
mempunyai kecenderungan menjadi depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias
kognitif dari depresi mencakup 1. Pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi
negative terhadap dirinya, 2. Tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap
dunia bermusuhan terhadapnya, 3. Tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan
kegagalan.

6. Gambaran Perjalanan Penyakit


DEPRESI BIPOLAR

Perjalanan Depresi disebabkan oleh Teori Gangguan Bipolar :


Penyakit disfungsi biogenik amin.  Teori Disregulator  mood diatur oleh beberapa
Badan sel serotoninergic mekanisme homeostasis. Kegagalan hhomeostatis ini
dan noradrenergic terletak dapat menyebabkan ekpresi mood tersebut melebihi
di batang otak dan batasnya yang di identifikasi sebagai gejala mania dan
depresi.

8
kemudian mengirim  Teori Chaotic Attractor  Perjalanan penyakit
proyeksinya melalui bundle gangguan bipolar tidak dapat diprediksi. Defek biokimia
forebrain media ke korteks menyebabkan disregulasi sintesis neurotransmitter.
frontal. Lesi yang Bentuk disregulasinya konsisten tetapi manifestasi
mengganggu korteks gejala, baik mania ataupun depresi bergantung kondisi
prefrontal atau ganglia lingkungan dan fisiologi saat itu.
 Teori Catecholamine  abnormalitas noradrenergic
basalis dapat merusak
yang menonjol dan diukur dengan konsentrasi
serabut- serabut ini. Ada
norepinefrin dan hasil metabolitnya yaitu MHGP. Kadar
dugaan bahwa depresi MHGP dalam urin lebih rendah pada depresi bipolar
disebabkan karena deplesi bila dibandingkan dengan depresi unipolar. Pada
serotonin dan norepinefrin mania, konsentrasi norepinefrin dan MHPG dalam CSS
akibat lesi frontal dan lebih tinggi.
ganglia basalis.  Genetic and Familial Theories
 Dll..

7. Diagnosa Cluster
a. Kriteria diagnosis untuk gangguan depresi berat
B. Pasien mengalami mood terdepresi ( contoh, sedih atau perasaan kosong) atau
kehilangan minat atau kehilangan kesenangan selama 2 minggu atau lebih ditambah 4
atau lebih gejala-gejala berikut ini.
a. Tidur. Insomnia atau hipersomnia setiap hari
b. Minat. Menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan
hampir sepanjang waktu
c. Rasa bersalah. Perasaan bersalah yang berlebihan atau rasa tidak berharga
sepanjang waktu.
d. Rasa bersalah. Perasaan bersalah berlebihan atau tidak sesuai atau rasa
berharga hampir sepanjang waktu
e. Energi. Kehilangan energi atau letih sepanajng waktu
f. Konsentrasi. Menurunnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi
g. Selera makan. Dapat menurun atau meningkat
h. Psikomotor. Dalam pengamatan ditemukan agitasi atau retardasi
i. Bunuh diri. Timbul pikiran berulang tentang mati/ ingin bunuh diri.
C. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode depresi berat
dan episode manik)
D. Gejalanya menimbukan penderitaan atau hendaya sosial, pekerjaan atau fungdi
penting lainnya yang bermakna secaraa klinik.
E. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat (contoh:
penyalahgunaan obat atau medikasi) atau suatu kondisi umum medik.

9
F. Gejalanya tidak lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya setelah
kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan atau ditandai
hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa ketidakbahagiaan yang abnormal,
idebunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

Gangguan depresi berat, episode tunggal


DSM IV-TR mengelompokkan kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat
episode pertama. Perbedaan antara pasien ini dan mereka yang mempunyai episode gangguan
depresi berat kedua atau lebih disebabkan karena ketidakjelasan perjalanan penyakit pasien
yang hanya satu episode.

Gangguan depresi berat berulang.


Pasien yang mengalami sedikitnya episode ke dua dari depresi di golongkan dalam DSM IV-
TR sebagai gangguan depresi berat berkurang. Masalah utama diagnosis episode berulang
adalah menentukan kriteria untuk menemukan resolusi dari tiap periode. Dua variabel
resolusi adalah gejala dan panjang resolusi.

Gangguan depresi menurut DSM-V


DSM-V Gangguan disregulasi mental distruptif
A. Ledakan emosi berulang yang parah dimanifestasikan secara verbal (misalnya,
kemarahan verbal) dan / atau perilaku (misalnya, agresi fisik terhadap orang atau
properti) yang sangat tidak proporsional dalam intensitas atau durasi ke situasi atau
provokasi.
B. Ledakan temper tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
C. Ledakan kemarahan terjadi, rata-rata, tiga kali atau lebih per minggu.
D. Suasana antara ledakan emosi yang terus-menerus mudah marah atau marah hampir
sepanjang hari, hampir setiap hari, dan dapat diamati oleh orang lain (misalnya, orang
tua, guru, teman sebaya).
E. Kriteria A – D telah ada selama 12 bulan atau lebih. Sepanjang waktu itu, individu
belum memiliki periode 3 atau lebih bulan berturut-turut tanpa semua gejala di
Kriteria A – D.
F. Kriteria A dan D hadir di setidaknya dua dari tiga pengaturan (yaitu, di rumah, di
sekolah, dengan teman sebaya) dan paling tidak satu dari ini.

10
G. Diagnosis tidak boleh dilakukan untuk pertama kalinya sebelum usia 6 tahun atau
setelah usia 18 tahun.
H. Berdasarkan sejarah atau observasi, usia onset Kriteria AE adalah sebelum 10 tahun.
I. Tidak pernah ada periode yang berbeda yang berlangsung lebih dari 1 hari selama
gejala penuh kriteria, kecuali durasi, untuk episode mania atau hypomanic telah
terpenuhi.
J. Perilaku tidak terjadi secara eksklusif selama episode gangguan depresi mayor dan
tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain (misalnya, gangguan spektrum
autisme, stres pasca trauma gangguan, gangguan kecemasan perpisahan, gangguan
depresi persisten [dysthymia]).
K. Gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau obat-obatan lain
atau kondisi neurologis.

DSM-V Kriteria diagnosis depresi mayor


1. Lima atau lebih gejala berikut terdapat, paling sedikit dalam dua minggu, dan
memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling sedikit satu dari gejala ini harus
ada, yaitu (1) afek depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang. Tidak boleh
memasukkan gejala yang jelas-jelas disebabkan oleh kondisi medis umum atau
halusinasi atau waham yang tidak serasi dengan mood.
1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, rasa sedih atau hampa),
atau yang dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat menangis).
Pada anak-anak atau remaja, mood bisa bersifat iritabel.
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau
hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (yang diindikasikan
oleh laporan subjektif atau diobservasi oleh orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diit atau
peningkatan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5%
dalam satu bulan) atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap
hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau
perasaan menjadi lamban).
11
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.
7. Rasa tidak berharga atau berlebihan atau rasa bersalah yang tidak pantas atau
sesuai (mungkin bertaraf waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah
karena berada dalam keadaan sakit).
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang
lain).
9. Berulangnya pemikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati),
berulangnya ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan-tindakan
bunuh diri atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
3. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau terjadinya
hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat atau obat) atau kondisi medis umum (misalnya, hipotiroid).
5. Gejala bukan disebabkan oleh berkabung, misalnya kehilangan orang yang dicintai,
gejala menetap lebih dari dua bulan, atau ditandai oleh hendaya fungsi yang jelas,
preokupasi dengan rasa tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi
psikomotor.

DSM-V Kriteria diagnostik dysthymia


A. Mood depresi yang ditemukan hampir sepanjang hari, selama beberapa hari, yang
ditunjukan berdasarkan perasaan subjektif atau observasi dan terjadi selama dua
tahun. Untuk anak dan remaja, dapat ditemukan mood irritable dan durasi
setidaknya selama satu tahun
B. Ditemukan dua atau lebih gejala berikut:gangguan pola makan, Insomnia atau
hypersomnia, tidak berenergi atau mudah lelah, penghargaan diri yang rendah,
konsentrasi yang buruk atau kesulitan mengambil keputusan, dan perasaan putus
asa.
C. Penderita tidak pernah bebas dari kriteria A dan B selama lebih dari dua bulan
D. Gangguan depresi mayor harus berlajut selama lebih dari dua tahun
E. Tidak pernah ditemukan episode manik atau hipomanik, dan kriteria gangguan
cyclothymic tidak pernah ditemui

12
F. Gangguan ini tidak berhubungan dengan gangguan schizoafective, schizophrenia,
gangguan schizophreniform, gangguan delusi, atau gejala spesifik atau tidak
spesifik dari schizophrenia spectrum atau gangguan psikotik lainnya.
G. Tidak disebabkan akibat penggunaan zat atau kondisi medis tertentu
H. Gejala diatas menyebabkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi sosial,
okupasi, atau fungsi lain.

DSM-V Kriteria diagnostik premenstrual disforik disorder


A. Pada sebagian besar siklus menstruasi, setidaknya lima gejala harus hadir di
minggu terakhir sebelum onset mens, mulai membaik dalam beberapa hari
setelah onset mens, dan menjadi minimal atau tidak ada pada minggu
postmens.
B. Harus terdapat Satu (atau lebih) gejala berikut ini:
1. Ditandai afektif yang labil (misalnya, perubahan suasana hati: tiba-tiba
merasa sedih atau menangis, atau menjadi lebih sensitif).
2. Ditandai dengan iritabel atau mudah marah atau meningkatnya konflik
interpersonal.
3. Ditandai perasaan depresi, perasaan putus asa, atau pikiran mencela diri
sendiri.
4. Ditandai kecemasan, ketegangan, dan / atau perasaan seperti berada di
ujung tanduk.
C. Satu (atau lebih) gejala tambahan berikut ini harus hadir, untuk mencapai total
lima gejala bila dikombinasikan dengan gejala dari Kriteria B di atas.
1. Penurunan minat dalam kegiatan sehari-hari (misalnya, pekerjaan, sekolah,
teman, hobi).
2. kesulitan dalam konsentrasi.
3. lesu, mudah lelah atau ditandai kurangnya energi.
4. Ditandai dengan perubahan nafsu makan; makan berlebihan; atau ngidam
makanan tertentu.
5. Hypersomnia atau insomnia.
6. Merasa kewalahan atau di luar kendali.
7. gejala fisik seperti nyeri payudara atau pembengkakan, nyeri sendi atau
otot, adanya sensasi "kembung," atau berat badan meningkat.

13
D. Gejala yang berhubungan dengan distress yang signifikan atau gangguan
dengan pekerjaan, sekolah, kegiatan sosial biasa, atau hubungan dengan orang
lain (misalnya, menghindari kegiatan sosial; penurunan produktivitas dan
efisiensi di tempat kerja, sekolah, atau rumah).
E. Gangguan tidak hanya eksaserbasi gejala gangguan lain, seperti gangguan
depresi mayor, gangguan panik, gangguan depresi persisten (dysthymia), atau
gangguan kepribadian
F. Kriteria A harus dikonfirmasi setiap hari selama setidaknya dua siklus gejala.
(Catatan:. Diagnosis dapat dibuat sementara sebelum konfirmasi ini)
G. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat, pengobatan lainnya) atau kondisi medis lain
(misalnya, hipertiroidisme).

DSM-V Kriteria diagnostik Substance/medication-induced depressive disorder (Tomb, 2004)


A. Gangguan mood yang menonjol dan persisten dengan gambaran klinis lebih
menjurus ke mood depresi atau kehilangan minat atau kepuasan dalam segala hal.
B. Terbukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium bahwa
ditemukan kedua (1 dan 2):
1. gejala-gejala dalam kriteria yang dikembangkan selama atau segera setelah
intoksikasi zat atau penarikan atau setelah terpapar obat
2. zat / obat yang terlibat mampu menghasilkan gejala dalam kriteria A
C. Gangguan depresi tidak disebabkan oleh faktor lain selain akibat penggunaan zat
dan medikasi
D. Gangguan ini tidak disebabkan akibat kondisi delirium
E. Gangguan ini menyebabkan penderitaan dan gangguan fungsi sosial, okupasi, atau
fungsi penting lain.

DSM-V Kriteria diagnostik gangguan depresi yang disebabkan oleh kondisi medis
A. Suatu periode yang prominent dan persistent pada mood depresif atau yang
ditandai dengan berkurangnya minat atau kesenangan atas segala hal, atau hampir
semua, aktivitas yang menonjol pada gambaran klinis.
B. Ada bukti dari sejarah, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
gangguan adalah konsekuensi patofisiologi langsung kondisi medis lain.
14
C. Gangguan lebih baik tidak dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (misalnya,
gangguan penyesuaian, dengan mood depresif, di mana stressor adalah kondisi
medis yang berat).
D. Gangguan ini tidak berlangsung selama berlangsungnya delirium
E. Gangguan ini menyebabbkan distress yang signifikan oleh karena kondisi medis
lainnya.

b. Gangguan Bipolar
Kriteria Diagnostik Episode Manik menurut DSM IV-TR:
A. Mood elasi, ekspansif, atau iritable yang menetap, secara abnormal, selama periode
tertentu yang berlangsung setidaknya 1 minggu (atau lebih jika dirawat di rumah sakit
diperlukan).
B. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah bertahan (empat
jika mood hanya mudah tersinggung) dan telah hadir ke tingkat yang signifikan:
1) Meningkatnya harga diri atau kebesaran.
2) Penurunan kebutuhan untuk tidur (merasa cukup dengan tidur selama 3 jam).
3) Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4) Flight of ideas atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya banyak sekali.
5) Distractibility (perhatian terlalu mudah terganggu pada rangsangan eksternal yang
tidak penting atau tidak relevan).
6) Peningkatan pada aktivitas yang bersifat goal-directed (baik secara sosial, di tempat
kerja atau sekolah atau secara seksual) atau agitasi psikomotor.
7) Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan yang menyenangkan yang memiliki
potensi tinggi untuk konsekuensi menyakitkan (misal terlibat dalam berbelanja
sambil bersuka ria, aktivitas seksual yang tidak bijak, atau investasi bisnis yang
bodoh).
C. Gejala tidak menemui kriteria untuk Episode Campuran (Mixed Episode).
D. Gangguan mood cukup parah menyebabkan penurunan biasanya dalam fungsi pekerjaan
atau kegiatan sosial atau hubungan dengan orang lain atau mengharuskan rawat inap
untuk mencegah bahaya bagi diri sendiri atau orang lain atau ada fitur psikotik.
E. Gejala bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat tertentu (misal
penyalahgunaan narkoba, obat, atau perawatan lainnya) atau kondisi medis lainnya (misal
hipertiroid).

15
DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Major Depressive Episode
A. Adanya 5 ataulebih gejala2 berikut yg telah berlangsung dalam 2 minggu yg sama dan
menunjukan perubahan dari fungsi2 sebelumnya dimana salah satunya adalah mood
depresif atau kehilangan minat atau rasa senang.Cat. jangan memasukan gejala2 yg
jelas ok kondisi medis umum atau waham dan atau halusinasi tidak serasi mood
1. Mood depresi berlangsung sepanjang hari pada hampir setiap hari sebagaimana
dikeluhkan secara subjektif (merasa sedih atau hampa) atau diamati orang lain
(terlihat berlinangan airmata).Cat pada anak dan remaja tampil sebagai mood
irritable.
2. Kehilangan minat atau kesenangan yg nyata pd semua atu hampir semua aktifitas
sepanjang hari hampir setiap hari (sebagaimana yang dirasakan atau diamati org
lain thd ybs).
3. Penurunan berat badan yang bermakna tanpa diet atau peningkatannya (
perubahan berat badan lebihdari 5% sebulannya) atau adnay peningkatan atau
penurunan nafsu makan.Cat. pada anak terjadi kegagalan mencapai berat badan
yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia pada hampir setiap harinya.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor pada hampir tiap hari (yg dpt diamati orang lain
bukan hanya perasaan subjektif restlessness atau lamban).
6. Fatigue atau kehilangan tenaga pada hampir setiap harinya.
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan atau inappropriate (yg mgk
sebagai waham) pada hampir setiap harinya.(bukan hanya menyesali atau merasa
berbeban dgn keadaanya).
8. Kehilangan kemampuan berpikir atau berkonsentrasi atau membuat keputusan
pada hampir setiap harinya (sebagaimana yang dirasakan atau diamati org lain thd
ybs).
9. Pikiran berulang ttg kematian ( bukan hanya perasaan takut mati), bunuh diri
tanpa perencanaan atau usaha bunuh diri atau adanya rencana spesifik mengakhiri
hidup.
B. Gejala gejala tdk memenuhi kriteri episode campuran.
C. Gejala gejala menyebabkan penderitaaan yg bermakna klinis atau hambatan
sosial,pekerjaan atau area penting kehidupan lainnya.
D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(medikasi,penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum (mis, hipotiroid).
16
E. Gejala gejala tidak termasuk: keadaan dukacita (mis. kematian seseorang yg dicintai),
atau menetap lebihdari 2 bulan, atau dikarakterisir oleh gangguan fungsional yan
nyata,preokupasi ttg pikiran tdk berharga,ide bunuh diri,gejala2 psikotik aatau
retardasi psikomotor.

DSM-IV-TR: kriteria diagnostik Episode Campuran


A. Terpenuhinya kriteri Episode Mania dan Episode Depresif Mayor (kecuali durasinya)
hampir setiap hari dlm periode sedikitnya 1 minggu.
B. Kekacauan mood ini mampu merusak fungsi2 pekerjaan atau aktifitas2 sosial dgn sesama,
atau dibutuhkan awat inap utk mencegah tindakan membahayakan diri sendir atau orang
lain, atau adanya gambaran psikotik.
C. Gejala gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(medikasi,penyalahgunaan obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medis umum (mis,
hipertiroid).
Cat.: Episode mirip mania yg jelas2 disebabkan terapi somatis antidepresan (obat,ECT,
terapi cahaya) tidak dimasukaan sbg Gangguan Bipolar I.

DSM-IV-TR: kriteria diagnostik Episode Hipomania


A. Adanya periode nyata dari mood2 elevasi,expansif atau irritable yg abnormal dan
menetap sedikitnya 4 hari yg mana jelas berbeda dgn mood non-depresi lazimnya.
B. Selama periode kekacauan mood diatas terdapat 3 gejala memnetap (atau lebih atau 4 jika
moodnya hanya irritable) dan pada derajat yg bermakna dari:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. kebutuhan tidur berkurang (mis. merasa telah berisitirahat walaupun hanya tidur 3
jam).
3. lebih aktif bicara dari biasanya atau dorongan kuat bicara terus-menerus.
4. lompat gagasan atau pikiran dirasakan seperti berpacu.
5. disatraktibilitas ( perhatian terlalu mudah berpindah ke stimuli external yg tidak
penting atau berkaitan).
6. peningkatan intensitas aktifitas yg bertujuan (apakah disekolah, tempat kerja,
lingkungan sosial, atau aktifitas sexual) atau agitasi psikomotor.
7. keterlibatan berlebihab dlm aktifitas2 yg menyenangkan dimana berpotensi
menimbulkan konsekuensi yg menyakitkan (mis. kesenangan tak tertahankan utk

17
berbelanja, perilaku sexual yg takabur, atau penanaman modal bisnis tanpa
perhitungan)
C. Episode dimaksud berhubungan dgn nyatanya perubahan fungsi2 yg tidak sesuai dgn ybs
ketika tidak adanya gejala.
D. Gangguan mood dan perubahan2 fungsi diatas dapat diamati sesama.
E. Episodenya tidak cukup kuat merusak fungsi2 pekerjaan atau aktifitas2 sosial dgn
sesama, atau dibutuhkan awat inap, atau adanya gambaran psikotik.
F. Gejala gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(medikasi,penyalahgunaan obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medis umum (mis,
hipertiroid).
Cat.: Episode mirip mania yg jelas2 disebabkan terapi somatis antidepresan (obat,ECT, terapi
cahaya) tidak dimasukaan sbg Gangguan Bipolar II.

DSM-IV-TR kriteria diagnostik Gangguan SIKLOTIMIA


A. Sering munculnya periode gejala2 hipomania dan depresi yg tidak memnuhi kriteria
episode depresi mayor sedikitnya selama 2 tahun. Cat.: pada anak2 dan remaja durasi
sedikitnya 1 tahun.
B. Selama periode 2 tahun diatas (pada anak2 dan remaja durasi sedikitnya 1 tahun), ybs
tidak pernah bebas dari gejala2 kriteria A lebihdari 2 bulan.
C. Tidak pernah ada episode dpresi mayor, mania, atau campuran pada 2 tahun pertama
gangguan.
D. Gejala gejala kriteria A tidak dapat digolongkan sebagai skizoafektif dan bertumpang
tindih dgn ggn skizofrenia, skizofreniform, waham atau psikotik tak tertentukan.
E. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (medikasi,penyalahgunaan
obat) atau kondisi medis umum (mis, hipertiroid).
F. Gejala gejala diatas menyebabkan penderitaan dan hambatan bermakna klinis dlm fungsi
sosial,pekerjaan atau area fungsional penting lainnya.

8. Terapi
a. Gangguan bipolar :
Terapi rumatan Gangguan bipolar II
Lini 1 : Litium, Lamotigrin
Lini 2 : Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan,
kombinasi dua dari litium, lamotigrin, divalproat, atau antipsikotika atipik
18
Lini 3: Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Rekomendasi terapi depresi akut, gangguan bipolar II
Lini 1 : Quetiapin
Lini 2 : Litium, lamotigrin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium +
divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan
Lini 3 : Antidepresan monoterapi.
Rekomendasi terapi rumatan pada GB I
Lini 1 : litium , lamotigrin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau
divalproat + quentiapin, risperidon injeksi jangka panjang ( RIJP), penambahan RIJP,
aripirazol.
Lini 2 : Karbamazepin, litium + divalproat, litium + karbamazepin , litium atau
divalproat + olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotigrin, olanzapin + fluoksetin
Lini 3 : Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT, penambahan
topiramat, penambahan asam lemak omega 3, penambahan okskarbazepin.
Rekomendasi terapi pada episode depresi akut, Gangguan bipolar I
Lini 1 : Litium, lamotigrin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI,
olanzapin + SSRI, litium + divalproat.
Lini 2 : Quetiapin + SSRI, divalproat, litiu atau divalproat + lamotigrin
Lini 3: Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
venlafaksin, litium + MAOI, TKI, litium atau divalproat AA + TCA, litium atau
divalproat atau karbamzepin + SSRI + lamotigrin, penambahan topiramat.
Rekomendasi terapi mania pada Gangguan bipolar
Lini 1 : Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quadrapin XR, aripipazol,
litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium divalproat +
olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol
Lini 2 : Karbamazepin, litium + divalproat, paliperidon
Lini 3 : Haloperidol, klopromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +
karbamazepin, klozapin.

b. Gangguan Depresi
Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada beberapa tujuan.
Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan evaluasi diagnostik
pasien harus dilaksanakan. Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk gejala, tetapi
kesehatan jiwa pasien kedepan juga harus diperhatikan. Walaupun penatalaksanaan
19
farmakoterapi dan psikoterapi harus dipikirkan pada pasien, peristiwa kehidupan yang
penuh ketegangan dapat meningkatkan angka kekambuhan pasien dengan gangguan
mood. Selanjutnya melalui terapi harus dapat menurunkam banyak stresor berat dalam
pasien. Secara keseluruhan, penatalaksanaan gangguan mood harus diserahkan kepada
psikiater. Remisi penuh akan dialami pasien dalam waktu empat bulan degan pengobatan
yang adekuat.

Rawat inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur diagnosis, risiko
bunuh diri atau membunuh, dan kemampuan pasien yang menurun drastis untuk
mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang berkembang cepat serta
rusaknya sistem dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat inap. Pasien
dengan gangguan mood sering tidak ingin masuk rumah sakit dengan sukarela dan
mungkin harus dipaksa masuk.

Terapi keluarga
Terapi keluarga tidak umum digunakan sebagai terapi primer untuk gangguan depresi
berat, tetapi meningkatkan bukti klinis dapat membantu pasien dengan gangguan mood
untuk mengurangi dan menghadapi stres dan untuk mengurangi adanya kekambuhan.
Terapi keluarga diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien
atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood didasari atau dapat ditangani oleh situasi
keluarga. Terapi keluarga menguji peran pasien gangguan mood pada seluruh keluarga,
juga menguji peran pasien gangguan mood pada seluruh keluarga, juga menguji peran
dari keluarga untuk menangani gejala pasien.

Farmakoterapi
Gangguan depresi berat. Penanganan efektif dan spesifik, seperti obat trisiklik,
untuk gangguan depresi berat telah digunakan selama 40 tahun. penggunaan secara
spesifik farmakoterapi diperkirakan kemungkinan sembuh dua kali lipat dalam waktu satu
bulan. Meskipun demikian, masih ada permasalahan dalam penanganan gangguan depresi
berat: beberapa pasien tidak berespons dengan terapi pertama. Antidepresan
membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu untuk memberikan efek terapi yang bermakna,
meskipun ada yang menunjukkan efek terapi lebih awal; dan secara relative, semua

20
antidepresan yang tersedia menjadi toksik pada dosis yang kelebihan dan menunjukkan
efek samping.
Antidepresan lainnya adalah Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) seperti
fluoxetine, paroxetine (paxil), dan sertraline (Zoloft). Antidepresan golongan lain
misalnya bupropion, venlafaxine, nefazodone (serzone) dan mirtazapine (remeron),
menunjukkan secara klinis hasil yang sama efektif dengan obat terdahulu tetapi lebih
aman dan toleransinya lebih baik.
Prinsip indikasi untuk antidepresi adalah episode dperesi berat. Gejala pertama yang
menjadi penanganan adalah sulit tidur dan gangguan dalam pola makan. Gejala lainnya
yang dapat timbul adalah mengamuk, cemas, dan rasa putus asa. Target gejala lainnya
termasuk energy menurun, kurang konsentrasi, tidak berdaya, dan menurunnya libido.
Edukasi pasien yang adekuat tentang kegunaan antidepresan sebagai hal penting
untuk kesuksesan terapi termasuk pemilihan obat dan dosis yang paling sesuai. Ketika
mengenalkan penggunaan obat kepada pasien, dokter perlu menekankan gangguan
depresi berat adalah kombinasi dari faktor biologi dan psikologi; kedua-duanya
mendapatkan manfaat dengan terapi pengobatan. Dokter juga harus menekankan kepada
pasien tidak akan menjadi ketergantungan dengan obat antidepresan karena obat tidak
memberikan kepuasan segera dan dosis obat akan diturunkan secara perlahan-lahan sesuai
dengan evaluasi gejala.
Pada pemberian antidepresan, obat akan memperlihatkan efek antidepresan yang
optimal dalam 3 sampai 4 minggu. Timbulnya efek samping menunjukkan obat bekerja,
tetap efek samping yang timbul ini harus dijelaskan secara detail. Sebagai contoh,
beberapa pasien yang meminum antidepresan golongan SSRIs menjadi gelisah, mual dan
muntah sebelum adanya perbaikan gejala. Efek samping berkurang seiring berjalannya
waktu. Dengan obat trisiklik dan MAOis, dokter akan menjelaskan kepada pasien bahwa
gejala yang akan membaik lebih awal adalah adanya perbaikan tidur dan selera makan,
yang diikuti oleh perbaikan pada perasaan kurang energy, dan terakhir perasaan depresi,
untungnya hal terakhir merupakan gejala yang terakhir muncul. Apabila pada 3 minggu
setelah pemberian obat antidepresan pasien belum memperlihatkan perbaikan gejala atau
perbaikan gejala kurang dari 20% maka perlu mengganti antidepresan dengan
antidepresan golongan lainnya. Namun setelah 3-6 minggu pemberian antidepresan hanya
didapatkan respon parsial, maka dosis obat harus terus dinaikkan sampai dosis maksimal
atau dengan pemberian augmentasi, misalnya dengan litium atau psikostimulan, yang
terbukti ada penelitian mempercepat perbaikan gejala dalam waktu 1-2 minggu pada 25%
21
pasien.

Psikoterapi
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa psikoterapi merupakan terapi yang
bermakna untuk depresi. Pemberian psikoterapi dan obat, lebih efektif. Terapi
penggabungan ini lebih baik hasilnya daripada hanya pemberian obat saja. Pasien juga
dapat bertahan lebih lama menggunakan obat bila ia dalam proses psikoterapi. Hal yang
perlu diingat pada pemilihan jenis psikoterapi adalah tentang kondisi pasien. Bila pasien
dalam kondisi depresi berat, terlebih dengan ciri psikotik, yang dapat dilakukan hanya
psikoterapi suportif, jangan menghibur pasien atau langsung diberi nasihat karena pasien
akan bertambah sedih bila tidak mampu melaksanakan nasihat dokternya. Bila pasien
sudah lebih tenang, tidak dipengaruhi gejala psikotiknya, dapat dipertimbangkan
pemberian psikoterapi kognitif, atau kognitif-perilaku atau psikoterapi dinamik.

Electrocolvulsice Therapy
Electroconvulsive Therapy (ECT) biasanya digunakan jika pasien tidak berespon
terhadap farmakoterapi dengan dosis yang sudah adekuat atau tidak dapat mentoleransi
farmakoterapi atau pada tampilan klinis yang sangat berat yang memperlihatkan
perbaikan sangat cepat dengan penggunaan ECT.

9. Prognosis
a. Gangguan Bipolar
Pasien dengan gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan
pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40 sampai 50 persen pasien gangguan
bipolar memiliki episode manik kedua dalam waktu dua tahun setelah episode pertama.
Walaupun profilaksis litium (Eskalith) memperbaiki perjalanan penyakit dan prognosis
gangguan bipolar, kemungkinan hanya 50 sampai 60 persen pasien mencapai
pengendalian bermakna atas gejalanya engan litium. Satu penelitian follow-up empat
tahun pada pasien dengan gangguan bipolar menemukan bahwa status pekerjaan
pramorbid yang buruk, ketergantungan alkohol, ciri psikotik, ciri depresif, ciri depresif
interepisode, dan jenis kelamin laki-laki semuanya adalah faktor yang mengarah pada
prognosis buruk. Durasi episode manik yang singkat, usia onset yang lanjut, sedikit
pikiran bunuh diri, dan sedikit masalah psikiatrik dan medis yang bersama-sama
mengarah pada prognosis yang baik.
22
Kira-kira 7 persen dari semua pasien gangguan bipolar tidak menderita gejala
rekurensi, 45 persen menderita lebih dari satu episode, dan 40 persen menderita gangguan
kronis. Pasien mungkin memiliki dari 2 sampai 30 episode manik, walaupun angka rata-
rata adalah sekitar sembilan. Kira-kira 40 persen dari semua pasien menderita lebih dari
10 episode. Pada follow-up jangka panjang, 15 persen dari semua pasien gangguan
bipolar adalah sehat, 45 persen adalah sehat tetapi memiliki relaps berganda, 30 persen
berada di dalam remisi parsial, dan 10 persen mengalami sakit kronis. Sepertiga dari
semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-bukti penurunan sosial
yang bermakna.

b. Gangguan Depresi
Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Biasanya cenderung
untuk menjadi kronik dan kambuh. Episode pertama gangguan depresi berat yang dirawat
di rumah sakit sekitar 50 persen angka kesembuhannya pada tahun pertama. Persentase
pasien untuk sembuh setelah perawatan berulang berkurang seiring berjalannya waktu.
Banyak pasien yang tidak pulih akan menderita gangguan distimik. Kekambuhan depresi
berat juga sering terjadi. Sekitar 25 persen pada 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit,
sekitar 30 sampai 50 persen dalam 2 tahun pertama, dan sekitar 50 sampai 75 persen
dalam periode 5 tahun. Insiden relaps berkurang pada pasien yang melanjutkan terapi
psikofarma profilaksis dan pasien yang hanya mempunyai satu atau dua episode depresi.
Secara umum, semakin sering pasien mengalami episode depresi, semakin memperburuk
keadaannya.
Indikator prognosis adalah identifikasi indikator prognosis baik dan buruk pada
depresi berat. Pasien mempunyai kemungkinan prognosis baik jika episode ringan, tidak
ada gejala psikotik, singkatnya waktu rawat inap, indikator psikososial meliputi
mempunyai teman akrab selama remaja, fungsi keluarga stabil, lima tahun sebelum sakit
secara umum fungsi sosial baik. Sebagai tambahan, tidak ada komorbiditas dengan
gangguan psikiatri lain, tidak lebih dari sekali rawat inap dengan depresi berat, onsetnya
awal pada usia lanjut. Pasien mempunyai kemungkinan prognosis buruk jika depresi berat
bersamaan dengan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, ditemukan gejala
gangguan cemas, ada riwayat lebih dari sekali episode depresi sebelumnya.

23

Anda mungkin juga menyukai