Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH TAFSIR AYAT TARBAWI II TUJUAN PENDIDIKAN Qs.

Ali Imran 3: 138-


139; QS. Al-Fath, 48: 49, QS. Al-Hajj, 22 : 41, QS. Hud, 11:61

MAKALAH
TAFSIR AYAT TARBAWI II
TUJUAN PENDIDIKAN
Qs. Ali Imran 3: 138-139; QS. Al-Fath, 48: 49, QS. Al-Hajj, 22 : 41, QS. Hud, 11:61

Dosen pembimbing:
Drs. H. Manan Syafi’i, MA. P.hd

Disusun Oleh :
Kelompok II
1. Ikrima Hidayah
2. Alhamidi
3. Ahmad Ardi B

PAI III B

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MUARA BULIAN BATANG HARI
TAHUN AKADEMIK 2014

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berlimpah
nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada Kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi akhir zaman Muhammad SAW.

Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukanlah semata-mata hasil jerih payah kami sendiri,
melainkan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, Kami menghaturkan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam penyusunan makalah ini.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan menjadikan amal sholeh bagi semua
pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin Ya Rabbal’alamin.

Muara Bulian, September 2014


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………
ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………………………….. 1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
139. Penafsiran q.s. Ali imran: 138-139………………………………………. 2
140. Penafsiran q.s. Al fath : 29………………………………………………….. 6
141. Kandungan al-qur’an surat al-hajj (22) ayat 41………………………. 10
142. Kandungan surat hud 61…………………………………………………….. 13
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan……………………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Seperti kita ketahui sendiri, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril AS secara berangsur-angsur, berfungsi
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas atas petunjuk tersebut serta sebagai pembeda antara
yang haq dan bathil agar bisa membebaskan manusia dari kesesatan menuju jalan yang lurus.
Atas dasar tersebut, maka kami mencoba membahas Tafsir Surat Ali Imran ayat 138-139 yang
menjelaskan tentang salah satu fungsi Al-Qur’an dari sekian banyak fungsi lainnya yaitu sebagai
petunjuk dan pembimbing menuju jalan yang benar agar kita menjadi orang-orang yang
bertaqwa.

Dan juga Tafsir surat Al Fath ayat 29 yang menjelaskan tentang pribadi Rasulullah Saw dan para
sahabat beliau. Beliau adalah seorang manusia biasa, hanya saja beliau di beri wahyu oleh Allah
Swt dan menjadi utusan-Nya. Beliau adalah Nabi penutup dan sekaligus Rasul yang terakhir.
Beliau diangkat menjadi utusan Allah itu tidak untuk dipuji oleh sekalian umatnya, tidak untuk
disanjung dan dijunjung tinggi sampai setinggi langit, serta tidak untuk di dewa-dewakan, atau
senantiasa diperingati hari lahirnya oleh segenap pengikutnya, tetapi untuk diikuti
kepeminpinannya dalam urusan beriman kepada Allah, untuk dituruti tuntunannya dalam hal
cara beribadah kepada-Nya, serta untuk dicontoh akhlak dan budi pekertinya dalam cara bergaul
dan bermasyarakat dengan manusia.

1. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan
adalah sebagai berikut :

1. Apa penafsiran Q.S. Ali Imran ayat 138-139 itu?


2. Apa penafsiran Q.S Al Fath ayat 29 itu?
3. Al-Hajj, 22:41?
4. Hud, 11:61?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENAFSIRAN Q.S. ALI IMRAN: 138-139
2. Teks Surat Ali Imran Ayat 138-139
#x‹»yd ×b$u‹t Ĩ$¨Y=Ïj9 “Y‰èdur ×psàÏãöqtBur šúüÉ)GßJù=Ïj9 ÇÊÌÑÈ Ÿwur (#qãZÎgs?
Ÿwur (#qçRt“øtrB ãNçFRr&ur tböqn=ôãF{$# bÎ) OçGYä. tûüÏZÏB÷s•B ÇÊÌÒÈ

“(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang
yang bertakwa (138). Dan Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih
hati. Padahal kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar)
beriman (139).
2. Tafsir Surat Ali Imran Ayat 138-139
(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang
yang bertakwa (138).
Al-Qur’an ini adalah penerang bagi manusia secara keseluruhan. Ini adalah kutipan peristiwa
kemanusiaan telah jauh berlalu, yang manusia sekarang tidak dapat mengetahuinya jika tidak
akan penerangan (penjelasan) yang menunjukannya. Akan tetapi, hanya segolongan manusia
tertentu saja yang mendapatkan petunjuk di dalamnya, mendapatkan pelajarn dari padanya,
mendapatkan manfaat dan menggapai petunjuknya. Mereka itu adalah golongan
“muttaqin” yaitu orang-orang yang bertaqwa.
Hal ini sesuai pandangan firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 2

َ‫ْب فِي ِه ُهدًى ِل ْل ُمتَّقِين‬


َ ‫ذَلِكَ ْال ِكتَابُ ََل َري‬
“Kitab (AL-Qur’an) ini tidak ada kerguan padanya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa”
Selain itu Rasulullah SAW bersabda:

‫سلَّ َم قَا َل تَر‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫س ْكت ُ ْم ِب ِهم ََ َع ْن َما ِلك أَنَّهُ بَلَغَهُ أ َ َّن َر‬
َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫َضلُّوا َما ت َ َم‬
ِ ‫سنَّةَ نَ ِب ِيه ََ ْكتُ فِي ُك ْم أَ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬ َّ ‫َاب‬
ُ ‫َّللاِ َو‬ َ ‫ا ِكت‬

“Dari Imam Malik, beliau menyampaikan sesungguhnya Rasullah SAW Bersabda: “Aku
telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kamu takkan pernah tersesat selama kalian
berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi.”
Surat Ali Imran ayat 138 juga memerintahkan untuk mempelajari sunnatullah atau yang biasa
disebut oleh seorang ilmuwan yang bernama Alexis Carrel sebagai hukum-kukum
kemasyarakatan/alam/materi. Hukum-hukum Alam yaitu hukum-hukum yang bersifat umum dan
pasti, tidak ada satu pun, di negeri manapun yang dapat terbebaskan dari sanksi bila
melanggarnya. Manusia yang tidak bisa membedakan antara yang halal dan haram, yang baik
dan buruk, mereka akan terbentur oleh malapetaka, bencana dan kematian. Ini semata-mata
adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari mereka yang melanggar hukum-
hukum alam. Tiadk heran hal ini diungkap Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mengatur kehidupan
masyarakat dan berfungsi mengubah masyarakat dan anggota-anggotanya dari kegelapan menuju
cahaya, dari kehidupan negatif menjadi positif.

Pernyataan Allah: (Al-Qur’an) Ini adalah penjelasan bagi manusiajuga mengandung makna
bahwa Allah tidak akan langsung menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi itu.
Karena terlebih dahulu Allah akan memberikan petunjuk jalan dan peringatan (Hidayah-
Nya). Dan Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati. Padahal
kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139.
Uraian yang diantar oleh ayat sebelumnya yang menguraikan tentang adanya Sunnatullah atau
hukum alam yang berlaku kepada manusia. Kalau pada perang uhud Kaum Muslimin tidak
meraih kemenangan, bahkan menderita luka dan banyak yang mati syahid, walaupun dalam
perang Badar mereka meraih kemenangan dan berhasil menawan dan membunuh sekian banyak
lawan mereka, karena itu adalah bagian dari Sunnatullah. Namun demikian, mereka tidak perlu
berputus asa. Karena itu, Janganlah kamu merasa lemah, menghadapi musuhmu dan musuh
Allah, kuatkan jasmaninya dan janganlah kamu bersedih hati akibat apa yang kamu alami
perang Uhud, atau peristiwa lain yang serupa, tapi kuatkan mentalmu untuk berusaha yang lebih
baik. Padahal kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya) di sisi Allah baik di dunia
maupun akhirat, di dunia karena kamu memperjuangakan kebenaran dan di akhirat karena kamu
akan mendapatkan surga. Jadi mengapa kamu bersedih hati sedangkan yang gugur diantara kamu
akan menuju surga dan yang luka akan mendapat luka akan mendapat ampunan dari Allah SWT.
Ini jika kamu (benar-benar) beriman, yakni jika keimanannya benar-benar mantap dalam
hatinya. Maka dari itu, kamu tidaklah perlu bersikap lemah dan bersedih hati atas apa yang
menimpamu dan luput darimu karena kamu adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya.
Aqidahmu lebih tinggi karena kamu hanya menyembah kepada Allah saja. Sedangkan mereka
menyembah kepada selain Allah. Maka jika kamu benar-benar beriman maka kamu akan
ditinggikan derajatnya dan tidak akan mersa sedih karena semua itu adalah sunnatullah yang bisa
ditimpakan pada siapa saja yang Allah kehendaki. Akan tetapi, hanya kamulah yang akan
mendapat akibat (balasan kebaikan) setalah berijtihad dan berusaha keras dalam menempuh
ujian.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

َّ ِ‫ص َعلَى َما يَ ْنفَعُكَ َوا ْستَ ِع ْن ب‬


‫اَّللِ َو ََل تَ ْع َج ْز َوإِ ْن‬ ْ ‫يف َوفِي ُك ٍّل َخي ٌْر احْ ِر‬ ِ ‫ض ِع‬َّ ‫َّللاِ ِم ْن ْال ُمؤْ ِم ِن ال‬
َّ ‫ي َخي ٌْر َوأَ َحبُّ إِلَى‬ُّ ‫ْال ُمؤْ ِمنُ ْالقَ ِو‬
‫طان‬ َ ‫ش ْي‬ َّ ‫ش ْي ٌء فَ ََل تَقُ ْل لَ ْو أَنِي فَ َع ْلتُ َكانَ َكذَا َو َكذَا َولَ ِك ْن قُ ْل قَدَ ُر‬
َّ ‫َّللاِ َو َما شَا َء فَ َع َل فَإ ِ َّن لَ ْو ت َ ْفت َ ُح َع َم َل ال‬ َ َ‫صابَك‬َ َ‫أ‬

“Orang mu’min yang kuat (hatinya) lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang
mu’min yang lemah dan didalam keduanya terdapat kebaikan (karena sama-sama beriman), dan
bersemangatlah atas apa-apa yang akan bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada
Allah dan janganlah kamu berputus asa dan jika kamu sedang mendapat cobaan maka
janganlah kamu mengatakan : “seandainya aku berbuat seperti ini dan seperti itu” akan tetapi
katakanlah “ini semua adalah kuasa Allah dan merupakan kehendak-Nya” karena
sesungguhnya mengandai-andai akan membuka (pintu) godaan dari perbuatan syetan”.
Kandungan Hukum dan Aspek Tarbawi:
(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang
yang bertakwa (138).
Mempelajari sejarah umat-umat terdahulu dan melihat berkasnya dengan melawat mengembara
dengan sendirinya akan memperoleh penjelasan, petunjuk dan pengajaran. Ilmu kita akan
bertambah-tambah tentang perjuangan hidup manusia didalam alam ini. Dalam ayat ini kita
berjumpa dengan anjuran mengetahui mengetahui beberapa ilmu penting. Pertama, sejarah;
kedua, ilmu bekas peninggalan sejarah; ketiga ilmu siasat perang; keempat, ilmu siasat
mengendalikan Negara. Di dalam sejarah misalnya banyak kita temui hal-hal penting. Meskipun
tidak seluruhnya ditulis di Al-Qur’an hanya berkenaan dengan perjuangan Rasul-rasul., misalnya
perjuangan Nabi Musa AS menentang kezhaliman raja Fir’aun, atau Nabi Ibrahim AS
menghadapi kamunya dan Raja Namrud, namun yang tidak tertuils dalm Al-Qur’an dapat kita
cari dari bahan lain. Misalnya penyerbuan tentara Iskandar Macedonia dari Barat ke Timur.
Mengapa Iskandar yang tentaranya tidak mencukupi 100.000 orang bisa mengalahkan tentara
Darius, Raja Persia, yang jumlahnya hampir setengah juta? sebab tentara Iskandar ringan, sigap,
lincah. Sedangkan tentara Darius telah berat oleh pakaian dan perhiasan. Darius hanya
menggantungkan kekuatan hanya kepada banyaknya jumlah tentara, padahal Iskandar
mempunyai disiplin yang teguh dan tentara yang cekatan. Al-Qur’an telah memberikan petunjuk
kepada kita tentang masalah-masalah strategi pertempuran menghadapi musuh, sampai
bagaimana kita mempersiapkan diri. Dalam hal ini, kita dianjurkan mengetahui hakikat persiapan
supaya kita melangkah dengan kewaspadaan dalam membela kebenaran. Dan Janganlah kamu
merasa lemah dan bersedih hati. Padahal kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya),
jika kamu (benar-benar) beriman (139).
Sesungguhnya Allah melarang merasa susah terhadap apa yang telah lewat, karena hal tersebut
akan mengakibatkan seseorang kehilangan semangatnya. Sebaliknya Allah tidak melarang
hubungan seseorang dengan apa yang dicintainya, yaitu harta, kekayaan, atau teman yang dapat
memulihkan kekuatannya, serta dapat mengisi hatinya dengan kegembiraan. Untuk itu kalian
adalah orang-orang yang lebih utama memiliki keteguhan tekad lantaran pengetahuan kalian
tentang balasan yang baik dan berpegang pada kebenaran.

Sekali waktu kemenangan berada pada pihak yang bathil, begitu pula sebaliknya karena semua
itu adalah Sunatullah. Sesungguhnya hari kemenangan hanyalah bagi orang yang mengetahui
dan mau memelihara sebab-sebab keberhasilan dengan sebaik-baiknya seperti kesepatan, tidak
pernah berselisih, teguh, selalu berfikir, kuat tekadnya, dan mengambil persiapan serta menyusun
segala kekuatan yang ada untuk menghadapinya.
1. PENAFSIRANS. AL FATH : 29
2. Teks Surat Al Fath ayat 29
Ó‰£Jpt’C ãAqß™§‘ «!$# 4 tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB âä!#£‰Ï©r& ’n?tã Í‘$¤ÿä3ø9$#
âä!$uHxqâ‘ öNæhuZ÷t ( öNßg1ts? $Yè©.â‘ #Y‰£Úß™ tbqäótGö6tƒ WxôÒsù z`ÏiB «!$#
$ZRºuqôÊÍ‘ur ( öNèd$yJ‹Å™ ’Îû OÎgÏdqã_ãr ô`ÏiB ̏rOr& ÏŠqàf¡9$# 4 y7Ï9ºsŒ
öNßgè=sVtB ’Îû Ïp1u‘öqG9$# 4 öàSè=sVtBur ’Îû È@ŠÅgUM}$# ?íö‘t“x. ylt•÷zr&
¼çmt«ôÜx© ¼çnu‘y—$t«sù xán=øótGó™$$sù 3“uqtFó™$$sù 4’n?tã ¾ÏmÏ%qß™ Ü=Éf÷èãƒ
tí#§‘–“9$# xáŠÉóu‹Ï9 ãNÍkÍ5 u‘$¤ÿä3ø9$# 3 y‰tãur ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$# Nåk÷]ÏB ZotÏÿøó¨B #·ô_r&ur $JJ‹Ïàtã ÇËÒÈ

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil,
yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu
menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan
amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.
2. Tafsir Surat Al Fath ayat 29
Menurut al-Hâkim dan lain-lain dari al-Miswar bin Makhramah dan Marwân bin al-Hakam, surat
al-Fath ini mulai dari awal hingga akhir diturunkan antara Makkah dan Madinah dalam konteks
perjanjian damai Hudaibiyyah. Perjanjian ini kelak mengantarkan penaklukan kota Makkah dan
tampilnya negara Islam sebagai adidaya baru di Jazirah Arab.
Agar dapat dipahami konteksnya, ayat ini harus dihubungkan dengan ayat sebelumnya, yang
dalam istilah ‘Ulûm al-Qur’ân disebut Munâsabât bayn al-âyah, yaitu ayat:
ْ ‫ق ِلي‬
ِ ‫ُظ ِه َرهُ َعلَى‬
( ‫الدي ِْن ك‬ ِ ‫س ْولَهُ ِب ْال ُهدَى َو ِدي ِْن ْال َح‬ َ ‫ي أ َ ْر‬
ُ ‫س َل َر‬ ْ ‫ش ِه ْيدًا َُه َُو الَّ ِذ‬
َ ِ‫) ِل ِه َو َكفَى ِباهلل‬ Dialah Yang telah
mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran dan agama yang haq untuk memenangkannya
atas agama-agama yang ada seluruhnya. Cukuplah Allah sebagai saksinya. (QS al-Fath : 28).
Dari sinilah frasa Muhammad[un] Rasûlullâh (Muhammad Rasulullah) dapat dipahami
kedudukannya sebagai kalimat penjelas (jumlah mubayyinah) terhadap Rasul yang diutus oleh
Allah dengan membawa hidayah dan agama yang haqq. Mengenai kata Muhammad[un] dalam
ayat di atas, sebagian ulama tafsir mempunyai dua pandangan. Ada yang menyatakannya sebagai
subyek (mubtada’), dengan kata Rasûlullâh merupakan predikat (khabar), ada juga yang
menyatakan, bahwa kata Muhammad[un] adalah subyek (mubtada’), Rasûlullâh adalah sifat
subyek, sedangkan predikatnya adalah asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika kita memilih pendapat yang
pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah. Sebaliknya, jika pendapat kedua yang
dipilih, konotasinya: Muhammad, Rasulullah.
Sementara itu, frasa walladzîna ma‘ah[u] (dan orang-orang yang bersamanya), dengan diawali
huruf waw di depannya, ada yang menyatakan sebagai subyek kedua setelah subyek pertama,
yaitu: Muhammad[un]; kemudian frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr—menurut pendapat ini—
kedudukannya sebagai predikat kedua setelah predikat pertama, yakni kata Rasûlullâh. Namun,
ada juga yang menyatakan, bahwa frasa walladzîna ma’ah[u] adalah ma‘thûf ‘alayh (frasa yang
dihubungkan) dengan Muhammad[un] sehingga subyek dan predikatnya hanya satu, masing-
masing adalah Muhammad[un] dan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika dipilih alternatif pertama,
konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya (sahabat)
adalah orang-orang yang sangat keras terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama
mereka. Jika pilihan kedua yang diambil, konotasinya: Muhammad, utusan Allah, dan orang-
orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras terhadap orang kafir
dan sangat mencintai sesama mereka.
Inilah hasil pembacaan terhadap struktur lafal yang berbeda dan implikasinya terhadap makna
yang terdapat dalam ayat tersebut. Hanya saja, perbedaan tersebut tidak membawa implikasi
yang serius terhadap makna ayat di atas secara keseluruhan. Di sisi lain, as-Suyûthi, menjelaskan
bahwa dinyatakannya: asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang Kafir) dan ruhamâ’
baynahum (mencintai sesama mereka), menunjukkan keunikan sifat Rasulullah dan para sahabat,
yang memadukan ketegasan dan kekerasan (terhadap orang kafir) dengan kasih-sayang (terhadap
sesama Muslim). Seandainya hanya dinyatakan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-
orang kafir), tentu akan menimbulkan persepsi, seakan-akan mereka adalah orang-orang yang
kasar. Karena itu, dengan dinyatakan, ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka), kesan
tersebut hilang. Struktur seperti ini, persis seperti yang digunakan oleh Allah dalam ayat lain:
( َ‫علَى ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ أَ ِع َّزة ٌ َعلَى ْالكَا ِف ِريْن‬
َ ٌ‫) أ َ ِذلَّة‬

Yang bersikap lemah-lembut kepada orang Mukmin dan yang bersikap keras terhadap orang-
orang kafir. (QS al-Maidah: 54).
Lalu apa maksud dari frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (sangat keras terhadap orang-orang Kafir)
dan ruhamâ’ baynahum (sangat mencintai sesama mereka) dalam ayat tersebut? Apakah ini
hanya sifat Rasul dan para sahabatnya yang ikut dalam Perjanjian Hudaibiyah saja atau bersifat
umum meliputi karakter seluruh para sahabat?
Kata asyiddâ’ adalah bentuk plural non-jender (jamak taktsîr) dari kata syadîd (orang yang
keras). Kata ruhamâ’ juga merupakan jamak taktsîr dari kata rahîm (orang yang mengasihi).
Kebanyakan ahli tafsir, seperti al-Qurthubi dan as-Syaukani, menjelaskan konotasi dari
frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr tersebut dengan menggunakan penafsiran Ibn ‘Abbâs, pakar tafsir,
murid Rasulullah saw., yang menyatakan: ghilâdh[un] ‘alayhim ka al-asad[i] ‘alâ
farîsatih[i] (keras terhadap mereka, bak singa terhadap mangsa buruannya). Secara umum, as-
Suyuthi, menjelaskan maksud frasa tersebut dan frasa berikutnya, bahwa mereka keras dan tegas
terhadap siapa saja yang menyimpang dari agamanya, dan saling kasih-mengasihi di antara
sesama mereka (Muslim). Inilah maksud dari frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr ruhamâ’
baynahum. Sebagian ahli tafsir, menyebutkan bahwa sifat tersebut merupakan sifat sahabat yang
terlibat dalam kasus Hudaibiyah. Namun, pandangan ini dibantah oleh as-Syaukani, berdasarkan
kaidah:
‫ْص‬
ِ ‫صي‬ِ ‫ا َ ْلعُ ُم ْو ُم يَ ْبقَى ِبعُ ُم ْو ِم ِه َمالَ ْم يَ ِردْ دَ ِل ْي ُل التَّ ْخ‬

Keumuman itu tetap berlaku sesuai dengan keumumannya selama tidak ada dalil pengkhusus
yang dinyatakan (untuk mengkhususkannya).
Dari sini, beliau berpendapat, bahwa yang lebih tepat adalah menginterpretasikan makna umum
sesuai dengan keumumannya. Dengan demikian, sifat tersebut merupakan sifat seluruh sahabat
Rasulullah Saw.
Mereka juga ruku’ dan sujud dengan tulus ikhlas karena Allah, senantiasa mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya yang agung.. demikian itulah sifat-sifat yang agung dan luhur serta tinggi.
Demikian itulah keadaan orang mukmin pengikut Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan
untuk orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh di antara mereka yang
bersama Nabi serta siapapun yang mengikuti cara hidup mereka dapat mencapai kesempurnaan
atau luput dari kesalahan atau dosa. Kalimat asyidda’u ‘ala al-kuffar sering kali dijadikan oleh
sementara orang sebagai bukti keharusan bersikap keras terhadap non muslim. Kalaupun
dipahami sebagai sikap keras, maka itu dalam konteks peperangan dan penegakan sanksi hukum
yang dibenarkan agama. Ini serupa dengan firman-Nya.

“… dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat …” (QS. 24:2). Dari hal diatas dapat
kita ketahui makna yang terkandung dari ayat diatas sebagai berikut:

1. Mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih sayang sesama manusia.


2. Mewujudkan seorang hamba yang ahli sujud dan taubat.
3. Mewujudkan manusia yang selalu menyenangkan orang lain.

1. KANDUNGAN AL-QUR’AN SURAT AL-HAJJ (22) AYAT 41


1. Teks Ayat dan Terjemah
‫الزكَاةَ َوأَ َم ُروا‬ َّ ‫ض أَقَا ُموا ال‬
َّ ‫ص ََلة َ َوآت َُوا‬ ِ ‫وف َو َن َه ْوا َع ِن ْال ُم ْنك َِر ۗ َو ِ ََّّللِ َعاقِبَةُ ا ْْل ُ ُم‬
ِ ‫ور الَّذِينَ إِ ْن َم َّكنَّا ُه ْم فِي ْاْل َ ْر‬ ِ ‫بِ ْال َم ْع ُر‬

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka
mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan
yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan kemenangan dan Kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola
satu wilayah dalam keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara
sempurna rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai
kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta
mencegah dari yang munkar.Ayat di atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang
diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui
masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.
Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dalam surah Ali Imran, ayat
104 yang berbunyi:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung”. (QS 3:104)
Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:

1. Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran.


2. Mewujudkan manusia yang selalu bertawaqqal pada Allah.
2. Penjelasan Ayat
Di zaman era globalisasi ini pendidikan sangatlah penting bagi manusia, pendidikan adalah salah
satu sarana bagi seseorang untuk menata hidupnya sedemikian rupa, tapi, dilihat dari
kenyataannya, pendidikan di zaman modern ini tidak mampu membuat kehidupan social yang
bermoral, apakah pendidikan sekarang sudah benar dan berkualitas ?.

Telah banyak institusi-institusi yang bergerak di bidang pendidikan yang memiliki fasilitas dan
kualitas yang bagus, ternyata belum bisa menciptakan manusia-manusia yang beradab. Ini
dikarenakan institusi-institusi pendidikan banyak menerapkan visi dan misi pragmatis yang
dibawa dari Negara bagian barat. Tidak ada lagi penanaman nilai-nilai spiritual, kebaikan dan
bermoral didalam institusi tersebut.

Sekarang, institusi-institusi pendidikan kebanyakannya telah berubah menjadi industry bisnis


yang mengajarkan manusia untuk bekerja supaya memperoleh kesenangan dan kemakmuran diri
sendiri, perusahaan dan Negara, sehingga nilai-nilai moral sebagai manusia tak pernah diajarkan.

Kaum muslimin pun telah terkena dampak dari pengaruh hegemoni dunia barat tersebut. Banyak
kaum muslimin yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi mereka tidak bisa
menjadi muslim yang berakhlak mulia. Ini dikarenakan institusi pendidikan tempat mereka
belajar dahulu menerapkan visi dan misi pragmatis.

Inilah saatnya kita kembali kepada rujukan yang tidak ada cacatnya yaitu Al-Qur’an. Al-Quran
ternyata lebih memiliki system yang komprehensif dan integritas dibandingkan system
pendidikan dunia barat. Islam mempunyai tujuan utama yaitu “mendapatkan ridho Allah S.W.T”,
diharapkan dengan diterapkan tujuan ini di dalam pendidikan, manusia bisa menjadi orang-orang
yang bermoral, mempunyai kualitas, dan bermanfaat, tidak hanya buat diri sendiri tetapi juga
buat keluarga, masyarakat, Negara, bahkan buat ummat manusia sedunia dengan landasan
mendapatkan ridho Allah S.W.T.

Abdul Fatah Jalal menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang dapat dilihat dari surat Al hajj ayat
41:

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.
Ayat ini mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang diidam-
idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat,
menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan
mencegah perbuatan yang munkar.

Untuk itu hendaklah kita benahi pendidikan kita yang telah terpedaya dengan system yang dibuat
oleh dunia barat. Dari sekarang hendaklah kita pada umumnya dan pendidik pada khususnya
merubah tujuan pendidikan kita, yaitu untuk “mendapatkan ridho Allah S.W.T. dan menjadi
hamba Allah yang patuh terhadap perintah-Nya”. apabila tujuan kita berlandaskan dengan ini,
maka dunia akan terjamin keselamatannya, dan manusia akan mempunyai moral yang berakhlak
mulia. Sehingga dapat kita capai tujuan akhir dari pendidikan seperti yang dikatakan oleh
Muhammad Athiyah al- Abrasyi, yaitu: Terbinanya akhlak manusia. Manusia benar-benar siap
untuk hidup didunia dan diakhirat. Ilmu dapat benar-benar dikuasai dengan moral manusia yang
mantap dan manusia benar-benar terampil bekerja di dalam masyarakat.
1. KANDUNGAN SURAT HUD 61
ِ ‫شأ َ ُك ْم ِمنَ ْاْل َ ْر‬
‫ض َوا ْستَ ْع َم َر ُك ْم فِي َها فَا ْستَ ْغ ِف ُروهُ ث ُ َّم‬ َ ‫َّللاَ َما لَ ُك ْم ِم ْن إِلَ ٍّه َغي ُْرهُ ه َُو أ َ ْن‬ َ ‫َوإِلَى ث َ ُمودَ أَخَا ُه ْم‬
َّ ‫صا ِل ًحا قَا َل يَا قَ ْو ِم ا ْعبُد ُوا‬
ٌ‫( تُوبُوا ِإلَ ْي ِه ِإ َّن َر ِبي قَ ِريبٌ ُم ِجيب‬61)

61. Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: `Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu
dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya).`(QS. 11:61)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia telah mengutus seorang utusan kepada kaum Samud
namanya Saleh. Ia menyeru mereka supaya hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan
sembahan-sembahan yang telah membawa mereka kepada jalan yang salah dan menyesatkan.
Allahlah yang menciptakan mereka dari tanah. Dari tanah itulah diciptakan-Nya Adam a.s. dan
dari itu pulalah asal mula semua manusia karena manusia dalam rahim ibunya berasal dari air
mani. Setetes air mani itu setelah membuahi telur dalam rahim berkembang menjadi segumpal
daging lalu membentuk kerangka tubuh berupa tulang-tulang, dan tulang-tulang ini dibalut
dengan daging sehingga menjadi janin dalam rahim. Kemudian setelah sempurna semua anggota
badannya ia keluar sebagai bayi. Mani itu berasal dari makanan yang dimakan manusia
sedangkan makanan itu baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun berupa daging binatang
semua berasal dari tanah juga. Setelah manusia berkembang biak di atas bumi mereka diserahi
Allah tugas memakmurkannya sebagai anugerah dan karunia daripada-Nya. Dengan karunia itu
kaum Samud telah hidup senang bahkan mereka telah dapat pula membuat rumah tempat
berlindung seperti tersebut dalam firman Allah al hijr 82:

Artinya:
Dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung-gunung batu (yang didiami) dengan
aman.Demikian besarnya karunia dan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Maka
wajiblah mereka mensyukuri nikmat itu dengan mengagungkan dan memuliakan-Nya dan tidak
menyembah selain-Nya dan seharusnyalah mereka bertobat kepada-Nya, karena ketelanjuran
mereka berbuat kesesatan menyembah sembahan-sembahan selain Dia. Bila mereka menyadari
hal ini dan dengan sungguh-sungguh bertobat kepada-Nya tentulah Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha menerima tobat mengampuni mereka dan memasukkan mereka ke dalam golongan
orang-orang yang saleh. Inilah yang diserukan dan dianjurkan Nabi Saleh a.s. kepada kaumnya
itu.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Kesimpulannya, bahwa didalam Surat Ali Imran ayat 138-139 mengandung perintah untuk
melakukan persiapan, menyediakan segala sesuatunya termasuk dengan tekad dan semangat
yang benar, di samping keteguhan hati dan tawakkal kepada Allah. Supaya kita bisa meraih
keberhasilan dan mendapatkan apa yang kita inginkan, seta dapat mengembalikan kerugian atau
kegagalan-kegagalan yang telah diderita.

Pada Surat Al Fath ayat 29 ini mengandung perintah untuk mewujudkan rasa hormat dan rasa
kasih sayang sesama manusia, menunjukkan bahwa seorang hamba haruslah selalu sujud dan
taubat kepada Allah Swt, serta mengingatkan kepada manusia untuk selalu menyenangkan orang
lain.

1. Al-Hajj (22) Ayat 41 Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan
kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami berikan mereka
kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka
melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga
menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat
yang ma’ruf serta mencegah dari yang munkar.Ayatdi atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri
masyarakat yang diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah
melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.
2. Hud 61 Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia telah mengutus seorang utusan kepada kaum
Samud namanya Saleh. Ia menyeru mereka supaya hanya menyembah Allah saja dan
meninggalkan sembahan-sembahan yang telah membawa mereka kepada jalan yang salah dan
menyesatkan. Allahlah yang menciptakan mereka dari tanah. Dari tanah itulah diciptakan-Nya
Adam a.s. dan dari itu pulalah asal mula semua manusia karena manusia dalam rahim ibunya
berasal dari air mani. Setetes air mani itu setelah membuahi telur dalam rahim berkembang
menjadi segumpal daging lalu membentuk kerangka tubuh berupa tulang-tulang, dan tulang-
tulang ini dibalut dengan daging sehingga menjadi janin dalam rahim. Kemudian setelah
sempurna semua anggota badannya ia keluar sebagai bayi. Mani itu berasal dari makanan yang
dimakan manusia sedangkan makanan itu baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun berupa
daging binatang semua berasal dari tanah juga. Setelah manusia berkembang biak di atas bumi
mereka diserahi Allah tugas memakmurkannya sebagai anugerah dan karunia daripada-Nya.
Dengan karunia itu kaum Samud telah hidup senang bahkan mereka telah dapat pula membuat
rumah tempat berlindung seperti tersebut dalam firman Allah al hijr
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. 1989. Semarang: Toha Putera.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi. 1993. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Al-Syeikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. Lubaabut Tafsir Min Ibni
Katsiir. 2003. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zilalil-Qur’an. 2004. Jakarta: Gema Insani.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan selalu berhubungan dengan terwujudnya keserasian hubungan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitarnya. Semakin tinggi
keserasian hubungan tersebut, maka semakin dekat pula terwujudnya tujuan pendidikan nasional
yakni : “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut maka peran pendidikan sangat menentukan,
terutama dalam pembentukan sikap mental yang positif sangat dibutuhkan dalam rangka proses
alih generasi.
Dalam pandangan Ali Ashaf yang menguntip dalam lampiran dari Rekomendasi Umum
Konferensi Pendidikan Muslim Pertama menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah :
Mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui jiwa,
intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencapai
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, fisik ilmiah, bahasa baik
secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek ini kearah kebaikan dan
mencapai kesempurnaan

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah :
a. Apa Tujuan Pendidikan Berdasarkan Q.S. Al-Fath ayat 29 ?
b. Apa Tujuan Pendidikan Berdasarkan Q.S. An-Nisa ayat 9 ?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui Tujuan Pendidikan berdasarkan Q.S. Al-Fath ayat 29
b. Mengetahui Tujuan Pendidikan berdasarkan Q.S. An-Nisa ayat 9

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tujuan Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an Surah Al-Fath : 29


2.1.1. Al-Qur’an Surah Al-Fath : 29 dan Terjemahnya

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil,
yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu
menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan
amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.”
2.1.2. Tafsir Q.S. Al-Fath : 29
Menurut al-Hâkim dan lain-lain dari al-Miswar bin Makhramah dan Marwân bin al-
Hakam, surat al-Fath ini mulai dari awal hingga akhir diturunkan antara Makkah dan Madinah
dalam konteks perjanjian damai Hudaibiyyah. Perjanjian ini kelak mengantarkan penaklukan
kota Makkah dan tampilnya negara Islam sebagai adidaya baru di Jazirah Arab.
Agar dapat dipahami konteksnya, ayat ini harus dihubungkan dengan ayat sebelumnya,
yang dalam istilah ‘Ulûm al-Qur’ân disebut Munâsabât bayn al-âyah,yaitu ayat 28 yang Artinya
:
“Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran dan agama yang haq
untuk memenangkannya atas agama-agama yang ada seluruhnya. Cukuplah Allah sebagai
saksinya.” (Q.S. Al-Fath : 28).
Dari sinilah frasa Muhammad[un] Rasûlullâh (Muhammad Rasulullah) dapat dipahami
kedudukannya sebagai kalimat penjelas (jumlah mubayyinah) terhadap Rasul yang diutus oleh
Allah dengan membawa hidayah dan agama yang haqq. Mengenai kata Muhammad[un] dalam
ayat di atas, sebagian ulama tafsir mempunyai dua pandangan. Ada yang menyatakannya sebagai
subyek (mubtada’), dengan kata Rasûlullâh merupakan predikat (khabar), ada juga yang
menyatakan, bahwa kataMuhammad[un] adalah subyek (mubtada’), Rasûlullâh adalah sifat
subyek, sedangkan predikatnya adalah asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika kita memilih pendapat yang
pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah. Sebaliknya, jika pendapat kedua yang
dipilih, konotasinya: Muhammad, Rasulullah.
Sementara itu, frasa walladzîna ma‘ah[u] (dan orang-orang yang bersamanya), dengan
diawali huruf waw di depannya, ada yang menyatakan sebagai subyek kedua setelah subyek
pertama, yaitu: Muhammad[un]; kemudian frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr—menurut pendapat
ini—kedudukannya sebagai predikat kedua setelah predikat pertama, yakni kata Rasûlullâh.
Namun, ada juga yang menyatakan, bahwa frasa walladzîna ma’ah[u] adalah ma‘thûf
‘alayh (frasa yang dihubungkan) denganMuhammad[un] sehingga subyek dan predikatnya hanya
satu, masing-masing adalahMuhammad[un] dan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika dipilih alternatif
pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya
(sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras terhadap orang kafir dan sangat mencintai
sesama mereka. Jika pilihan kedua yang diambil, konotasinya:Muhammad, utusan Allah, dan
orang-orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras terhadap orang
kafir dan sangat mencintai sesama mereka.
Inilah hasil pembacaan terhadap struktur lafal yang berbeda dan implikasinya terhadap
makna yang terdapat dalam ayat tersebut. Hanya saja, perbedaan tersebut tidak membawa
implikasi yang serius terhadap makna ayat di atas secara keseluruhan. Di sisi lain, as-Suyûthi,
menjelaskan bahwa dinyatakannya: asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang Kafir)
dan ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka), menunjukkan keunikan sifat Rasulullah dan
para sahabat, yang memadukan ketegasan dan kekerasan (terhadap orang kafir) dengan kasih-
sayang (terhadap sesama Muslim).
Seandainya hanya dinyatakan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang kafir),
tentu akan menimbulkan persepsi, seakan-akan mereka adalah orang-orang yang kasar. Karena
itu, dengan dinyatakan, ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka), kesan tersebut hilang.
Dari pembahasan diatas dapat kita ketahui makna yang terkandung dari ayat diatas sebagai
berikut:
1. Mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih sayang sesama manusia.
2. Mewujudkan seorang hamba yang ahli sujud dan taubat.
3. Mewujudkan manusia yang selalu menyenangkan orang lain.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti kita ketahui sendiri, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril AS secara berangsur-angsur, berfungsi
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas atas petunjuk tersebut serta sebagai pembeda antara
yang haq dan bathil agar bisa membebaskan manusia dari kesesatan menuju jalan yang lurus.
Atas dasar tersebut, maka kami mencoba membahas Tafsir Surat Ali Imran ayat 138-139 yang
menjelaskan tentang salah satu fungsi Al-Qur’an dari sekian banyak fungsi lainnya yaitu sebagai
petunjuk dan pembimbing menuju jalan yang benar agar kita menjadi orang-orang yang
bertaqwa.
Dan juga Tafsir surat Al Fath ayat 29 yang menjelaskan tentang pribadi Rasulullah Saw
dan para sahabat beliau. Beliau adalah seorang manusia biasa, hanya saja beliau di beri wahyu
oleh Allah Swt dan menjadi utusan-Nya. Beliau adalah Nabi penutup dan sekaligus Rasul yang
terakhir. Beliau diangkat menjadi utusan Allah itu tidak untuk dipuji oleh sekalian umatnya,
tidak untuk disanjung dan dijunjung tinggi sampai setinggi langit, serta tidak untuk di dewa-
dewakan, atau senantiasa diperingati hari lahirnya oleh segenap pengikutnya, tetapi untuk diikuti
kepeminpinannya dalam urusan beriman kepada Allah, untuk dituruti tuntunannya dalam hal
cara beribadah kepada-Nya, serta untuk dicontoh akhlak dan budi pekertinya dalam cara bergaul
dan bermasyarakat dengan manusia.
B. Rumusan Masalah
1.Apa yang terkandung dalam Surat Al- Hajj ayat 41?
2.Apa penjelasan dari Surat Ali Imron Ayat 138-139?
3.Apa penjelasan beserta arti dari surat Al-Fath Ayat 29?
4.Apa penjelasan dari Surat AZ – Zahriyat ayat 56 ?

C. Tujuan Masalah

1.Agar kita mengetahui apa yang terkandung dalam Surat Ali Imron 138-139
2.Agar kita mengetahui apa yang terkandung dalam Surat Al Khaj ayat 29
3.agar kita mengetahui apa yang terkandung dalam Surat Al Fath ayat 41
4.agar kita mengetahui apa yang terkandung dalam surat Az-Zahriyat ayat 56
BAB II
PEMBAHASAN
A.SURAT AL HAJJ AYAT 41
َ ‫الزكَاة‬ َّ ‫ص ََلةَ َوآت َُوا‬ َّ ‫ض أَقَا ُموا ال‬ ِ ‫الَّذِينَ إِ ْن َم َّكنَّا ُه ْم فِي ْاْل َ ْر‬
ُ‫وف َو َن َه ْوا َع ِن ْال ُم ْنك َِر َۗو ِ ََّلِلِ َعاقِبَةُ ْاْل ُم‬
ِ ‫َوأ َ َم ُروا بِ ْال َم ْع ُر‬

Artinya : “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah
dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Penafsiran

Ayat diatas menyatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang jika Kami
anugerahkan kepada kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yakni
Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka merdeka dan
berdaulat niscaya mereka yakni masyarakat itu melaksanakan shalat secara sempurna rukun,
syarat dan sunnah-sunnahnyadan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadar waktu, sasaran dan
cara penyaluran yang ditetapkan Allah, serta mereka menyuruh anggota-anggota masyarakat
agar berbuat yang ma’ruf, yakni nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik dalam
masyarakat itu, lagi tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiah danmereka mencegah dari
yang munkar; yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat,dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan. Dialah yang memenangkan siapa yang hendak dimenangkan-
Nya dan Dia pula yang menjatuhkan kekalahan bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia juga
yang menentukan masa kemenangan dan kekalahan itu.
Ayat diatas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang diidamkan Islam,
kapan dan dimanapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui masyarakat Nabi
Muhammad saw. dan para sahabat beliau.
Masyarakat itu adalah yang pemimpin-pemimin dan anggota-anggotanya secara kolektif
dinilai bertakwa, sehingga hubungan mereka dengan Allah swt. sangat baik dan jauh dari
kekejian dan kemunkaran, sebagaimana dicerminkan oleh sikap mereka yang
selalu melaksanakan shalat dan harmonis pula hubungan anggota masyarakat, termasuk antar
kaum berpunya dan kaum lemah yang dicerminkan oleh ayat diatas dengan menunaikan zakat.
Disamping itu mereka juga menegakkan niali-niai yang dianut masyarakat, yaitu nilai-
nilai ma’ruf dan mencegah perbuatan yang munkar. Pelaksanaan kedua hal tersebut menjadikan
masyarakat melaksanakan kontrol sosial, sehingga mereka saling ingat mengingatkan dalam hal
kebajikan, dan saling mencegah terjadinya pelanggaran.
Dalam hal kependidikan kita tahu bahwa penanaman nilai ketakwaan sangatlah penting
untuk menumbuhkan moral bangsa yang baik. Penanaman sikap ketakwaan dapat dilaksanakan
apabila pendidikan itu dilandaskan pada pembelajaran yang berpondasikan Islam.
Dari situlah kita sebagai calon tenaga pendidik haruslah mengerti bagaimana menanamkan
sikap ketakwaan sebagai cerminan dari surat Al-Hajj ayat 41. Yaitu dengan cara mengajarkan
sikap untuk selalu mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk
insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya.
Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus
didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Inilah saatnya kita kembali kepada rujukan yang tidak ada cacatnya yaitu Al-Qur’an. Al-
Quran ternyata lebih memiliki system yang komprehensif dan integritas dibandingkan system
pendidikan dunia barat. Islam mempunyai tujuan utama yaitu “mendapatkan ridho Allah SWT”,
diharapkan dengan diterapkan tujuan ini di dalam pendidikan, manusia bisa menjadi orang-orang
yang bermoral, mempunyai kualitas, dan bermanfaat, tidak hanya buat diri sendiri tetapi juga
buat keluarga, masyarakat, Negara, bahkan buat ummat manusia sedunia dengan landasan
mendapatkan ridho Allah SWT.
Abdul Fatah Jalal menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang dapat dilihat dari ayat ini
yaitu mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang diidam-
idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat,
menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan
mencegah perbuatan yang munkar.
Untuk itu hendaklah kita benahi pendidikan kita yang telah terpedaya dengan system yang
dibuat oleh dunia barat. Dari sekarang hendaklah kita pada umumnya dan pendidik pada
khususnya merubah tujuan pendidikan kita, yaitu untuk “mendapatkan ridho Allah S.W.T. dan
menjadi hamba Allah yang patuh terhadap perintah-Nya”. apabila tujuan kita berlandaskan
dengan ini, maka dunia akan terjamin keselamatannya, dan manusia akan mempunyai moral
yang berakhlak mulia. Sehingga dapat kita capai tujuan akhir dari pendidikan seperti yang
dikatakan oleh Muhammad Athiyah al- Abrasyi, yaitu: Terbinanya akhlak manusia. Manusia
benar-benar siap untuk hidup didunia dan diakhirat. Ilmu dapat benar-benar dikuasai dengan
moral manusia yang mantap dan manusia benar-benar terampil bekerja di dalam masyarakat.
B. SURAT ALI IMRON AYAT 138-139
‫َو ََل ت َ ِهنُوا َو ََل تَحْ زَ نُوا‬ )138( َ‫ظةٌ ِل ْل ُمتَّقِين‬
َ ‫اس َو ُهدًى َو َم ْو ِع‬
ِ َّ‫ان ِللن‬ٌ ‫َهذَا َب َي‬
)139( َ‫َوأ َ ْنت ُ ُم ْاْل ْعلَ ْون ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمؤْ ِمنِين‬
َ

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 138-139


“(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang
yang bertakwa (138). Dan Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih
hati. Padahal kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar)
beriman (139)

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 138-139


(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang
yang bertakwa (138)
Al-Qur’an ini adalah penerang bagi manusia secara keseluruhan. Ini adalah kutipan
peristiwa kemanusiaan telah jauh berlalu, yang manusia sekarang tidak dapat mengetahuinya
jika tidak akan penerangan (penjelasan) yang menunjukannya. Akan tetapi, hanya segolongan
manusia tertentu saja yang mendapatkan petunjuk di dalamnya, mendapatkan pelajarn dari
padanya, mendapatkan manfaat dan menggapai petunjuknya. Mereka itu adalah golongan
“muttaqin” yaitu orang-orang yang bertaqwa.
Surat Ali Imran ayat 138 juga memerintahkan untuk mempelajari sunnatullah atau yang
biasa disebut oleh seorang ilmuwan yang bernama Alexis Carrel sebagai hukum-kukum
kemasyarakatan/alam/materi. Hukum-hukum Alam yaitu hukum-hukum yang bersifat umum
dan pasti, tidak ada satu pun, di negeri manapun yang dapat terbebaskan dari sanksi bila
melanggarnya. Manusia yang tidak bisa membedakan antara yang halal dan haram, yang baik
dan buruk, mereka akan terbentur oleh malapetaka, bencana dan kematian. Ini semata-mata
adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari mereka yang melanggar hukum-
hukum alam. Tiadk heran hal ini diungkap Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mengatur kehidupan
masyarakat dan berfungsi mengubah masyarakat dan anggota-anggotanya dari kegelapan menuju
cahaya, dari kehidupan negatif menjadi positif.
Pernyataan Allah: (Al-Qur’an) Ini adalah penjelasan bagi manusia juga mengandung
makna bahwa Allah tidak akan langsung menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui
sanksi itu. Karena terlebih dahulu Allah akan memberikan petunjuk jalan dan peringatan
(Hidayah-Nya)
Dan Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati. Padahal
kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139)
Uraian yang diantar oleh ayat sebelumnya yang menguraikan tentang
adanya Sunnatullah atau hukum alam yang berlaku kepada manusia. Kalau pada perang uhud
Kaum Muslimin tidak meraih kemenangan, bahkan menderita luka dan banyak yang mati syahid,
walaupun dalam perang Badar mereka meraih kemenangan dan berhasil menawan dan
membunuh sekian banyak lawan mereka, karena itu adalah bagian dari Sunnatullah. Namun
demikian, mereka tidak perlu berputus asa. Karena itu, Janganlah kamu merasa
lemah, menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan jasmaninya dan janganlah kamu
bersedih hati akibat apa yang kamu alami perang Uhud, atau peristiwa lain yang serupa, tapi
kuatkan mentalmu untuk berusaha yang lebih baik. Padahal kamu adalah orang yang paling
tinggi (derajatnya) di sisi Allah baik di dunia maupun akhirat, di dunia karena kamu
memperjuangakan kebenaran dan di akhirat karena kamu akan mendapatkan surga. Jadi mengapa
kamu bersedih hati sedangkan yang gugur diantara kamu akan menuju surga dan yang luka akan
mendapat luka akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Ini jika kamu (benar-benar)
beriman, yakni jika keimanannya benar-benar mantap dalam hatinya
Maka dari itu, kamu tidaklah perlu bersikap lemah dan bersedih hati atas apa yang
menimpamu dan luput darimu karena kamu adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya.
Aqidahmu lebih tinggi karena kamu hanya menyembah kepada Allah saja. Sedangkan mereka
menyembah kepada selain Allah. Maka jika kamu benar-benar beriman maka kamu akan
ditinggikan derajatnya dan tidak akan mersa sedih karena semua itu adalah sunnatullah yang bisa
ditimpakan pada siapa saja yang Allah kehendaki. Akan tetapi, hanya kamulah yang akan
mendapat akibat (balasan kebaikan) setalah berijtihad dan berusaha keras dalam menempuh ujian
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
َ ِ‫ست َ ِع ْن ب‬
ِ‫اّلل‬ ْ ‫ع َلى َما يَ ْنفَعُكَ َوا‬ َ ‫ص‬ ْ ‫يف َوفِي ك ٍُّل َخي ٌْر احْ ِر‬ ِ ‫ض ِع‬َ ‫ّللاِ ِم ْن ا ْل ُمؤْ ِم ِن ال‬
َ ‫َب إِ َلى‬ ُّ ‫ي َخي ٌْر َوأَح‬
ُّ ‫ا ْل ُمؤْ ِمنُ ا ْلقَ ِو‬
ِ َ ‫َو ََل ت َ ْعج َْز َو ِإ ْن أَصَابَكَ ش َْي ٌء فَ ََل تَقُ ْل َل ْو أَنِي فَ َع ْلتُ كَانَ َكذَا َو َكذَا َو َل ِك ْن قُ ْل قَد َُر‬
‫ّللا َو َما شَا َء فَ َع َل فَ ِإنَ لَ ْو تَ ْفتَ ُح‬
‫ش ْي َطان‬ َ ‫ع َم َل ال‬ َ
“Orang mu’min yang kuat (hatinya) lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada
orang mu’min yang lemah dan didalam keduanya terdapat kebaikan (karena sama-sama
beriman), dan bersemangatlah atas apa-apa yang akan bermanfaat bagimu dan mintalah
pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu berputus asa dan jika kamu sedang
mendapat cobaan maka janganlah kamu mengatakan : “seandainya aku berbuat seperti ini dan
seperti itu” akan tetapi katakanlah “ini semua adalah kuasa Allah dan merupakan kehendak-
Nya” karena sesungguhnya mengandai-andai akan membuka (pintu) godaan dari perbuatan
syetan”
. Kandungan Hukum dan Aspek Tarbawi
(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-
orang yang bertakwa (138)
Mempelajari sejarah umat-umat terdahulu dan melihat berkasnya dengan melawat
mengembara dengan sendirinya akan memperoleh penjelasan, petunjuk dan pengajaran. Ilmu
kita akan bertambah-tambah tentang perjuangan hidup manusia didalam alam ini. Dalam ayat ini
kita berjumpa dengan anjuran mengetahui mengetahui beberapa ilmu penting. Pertama, sejarah;
kedua, ilmu bekas peninggalan sejarah; ketiga ilmu siasat perang; keempat, ilmu siasat
mengendalikan Negara. Di dalam sejarah misalnya banyak kita temui hal-hal penting. Meskipun
tidak seluruhnya ditulis di Al-Qur’an hanya berkenaan dengan perjuangan Rasul-rasul., misalnya
perjuangan Nabi Musa AS menentang kezhaliman raja Fir’aun, atau Nabi Ibrahim AS
menghadapi kamunya dan Raja Namrud, namun yang tidak tertuils dalm Al-Qur’an dapat kita
cari dari bahan lain. Misalnya penyerbuan tentara Iskandar Macedonia dari Barat ke Timur.
Mengapa Iskandar yang tentaranya tidak mencukupi 100.000 orang bisa mengalahkan tentara
Darius, Raja Persia, yang jumlahnya hampir setengah juta? sebab tentara Iskandar ringan, sigap,
lincah. Sedangkan tentara Darius telah berat oleh pakaian dan perhiasan. Darius hanya
menggantungkan kekuatan hanya kepada banyaknya jumlah tentara, padahal Iskandar
mempunyai disiplin yang teguh dan tentara yang cekatan.
Al-Qur’an telah memberikan petunjuk kepada kita tentang masalah-masalah strategi
pertempuran menghadapi musuh, sampai bagaimana kita mempersiapkan diri. Dalam hal ini, kita
dianjurkan mengetahui hakikat persiapan supaya kita melangkah dengan kewaspadaan dalam
membela kebenaran
Dan Janganlah kamu merasa lemah dan bersedih hati. Padahal kamu adalah orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139)
Sesungguhnya Allah melarang merasa susah terhadap apa yang telah lewat, karena hal
tersebut akan mengakibatkan seseorang kehilangan semangatnya. Sebaliknya Allah tidak
melarang hubungan seseorang dengan apa yang dicintainya, yaitu harta, kekayaan, atau teman
yang dapat memulihkan kekuatannya, serta dapat mengisi hatinya dengan kegembiraan. Untuk
itu kalian adalah orang-orang yang lebih utama memiliki keteguhan tekad lantaran pengetahuan
kalian tentang balasan yang baik dan berpegang pada kebenaran.
Sekali waktu kemenangan berada pada pihak yang bathil, begitu pula sebaliknya karena semua
itu adalah Sunatullah. Sesungguhnya hari kemenangan hanyalah bagi orang yang mengetahui
dan mau memelihara sebab-sebab keberhasilan dengan sebaik-baiknya seperti kesepatan, tidak
pernah berselisih, teguh, selalu berfikir, kuat tekadnya, dan mengambil persiapan serta menyusun
segala kekuatan yang ada untuk menghadapinya
C. SURAT AL FATH :29
َّ َ‫س َّجدًا يَ ْبت َ ُغُُ ونَ فَضَْل ِمن‬
‫َّللاِ َو ِرض َْوانًا ِسي َما ُه ْم فِي‬ ُ ‫ار ُر َح َما ُء بَ ْينَ ُه ْم ت َ َرا ُه ْم ُر َّكعًا‬ ِ َّ‫َّللاِ َوالَّذِينَ َمعَهُ أ َ ِشدَّا ُء َعلَى ْال ُكف‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫م َح َّمد ٌ َر‬
ُ‫سو ِق ِه يُ ْع ِجب‬
ُ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫ى‬ ‫َو‬
َ ‫ت‬‫س‬ْ ‫ا‬ َ ‫ف‬ َ
‫ظ‬ َ ‫ل‬ ْ
‫غ‬ َ ‫ت‬ ‫س‬
ْ ‫ا‬ َ ‫ف‬ ‫ه‬‫ر‬
ُ َ َ‫آز‬ َ ‫ف‬ ُ ‫ه‬َ ‫أ‬ ْ
‫َط‬‫ش‬ ‫ج‬ ‫ر‬ ْ
‫خ‬
َ َ ٍ َْ ‫أ‬ ‫ع‬ ‫ر‬ َ‫ز‬ َ
‫ك‬ ‫ل‬
ِ ِ‫ي‬‫ج‬ ْ
‫ن‬ ‫اإل‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫ه‬ ُ ‫ل‬َ ‫ث‬
ِ ُْ َ َ ِ َ ْ ‫م‬‫و‬ ‫ة‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫و‬َّ ‫ت‬‫ال‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِ ُْ َُ ‫ل‬َ ‫ث‬ ‫م‬ َ‫ِك‬ ‫ل‬َ ‫ذ‬ ‫د‬
ِ ‫و‬‫ج‬ ُ ‫س‬
ُّ ‫ال‬ ‫ر‬ ِ َ ‫ث‬َ ‫أ‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ُو ُجو ِه ِه ْم‬
َ
‫ت ِم ْن ُه ْم َم ْغ ِف َرةً َوأجْ ًرا َع ِظي ًما‬ ِ ‫صا ِل َحا‬ ُ
َّ ‫َّللاُ الذِينَ آ َمنُوا َو َع ِملوا ال‬ َّ َّ َ‫ار َو َعد‬ َّ ْ َ
َ ‫ع ِليَ ِغيظ بِ ِه ُم ال ُكف‬ ُّ
َ ‫الز َّرا‬
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’
dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar”
Alloh mengabarkan tentang Nabi Muhammad saw, bahwasanya beliau adalah utusanya yang hak
tanpa ada keraguan.
Beliau adalah seorang yang sopan santun, pengasih, penyayang kepada sesama, murah hati dan
suka memberikan pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan, akibat kemurahan
hati beliau, kerap kali beliau menanggung kesusahan orang yang sedang menderita susah dan
mengalahkan kepentingan diri sendiri asalkan kesusahan orang lain dalam kebenaran.
D. SURAT ADZ DZARIYAT AYAT 56

ِ ‫س إِ ََّل ِليَ ْعبُد‬


‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اإل ْن‬
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku, (Qs. Ad-Dzariyat: 56)
. Tafsir surah Ad-Dzariyat ayat 56
Maksud ayat tersebut adalah Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh
mereka beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah butuh kepada mereka. Ayat tersebut dengan
gamblang telah menjelaskan bahwa Allah Swt dengan menghidupkan manusia di dunia ini agar
mengabdi / beribadah kepada-Nya. Bukan sekedar untuk hidup kemudian menghabiskan jatah
umur lalu mati.
Shihab (2003:356),
Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah
mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau waktunya, seperti
shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin
manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Berdasarkan ayat tersebut, dengan mudah manusia bisa mendapat pencerahan bahwa
eksistensi manusia di dunia adalah untuk melaksanakan ibadah / menyembah kepada Allah Swt
dan tentu saja semua yang berlaku bagi manusia selama ini bukan sesuatu yang tidak ada artinya.
Sekecil apapun perbuatan itu. Kehadiran manusia ke bumi melalui proses kelahiran, sedangkan
kematian sebagai pertanda habisnya kesempatan hidup di dunia dan selanjutnya kembali
menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia.
Syaikul Islam, Ibnu Taimiyah (dalam Nur Hasanah, 2002), memandang bahwa makna
ibadah lebih dalam dan luas. Makna ibadah sampai pada unsur yang rumit sekalipun. Unsur yang
sangat penting di dalam mewujudkan ibadah ialah sebagaimana yang telah diperintahkan oleh
Allah SWT yaitu unsur cinta. Tanpa unsur cinta tersebut, mustahil tujuan pokok diciptakan
manusia, para rasul diutus, diturunkan kitab-kitab, ialah hanya untuk berbadah kepada Allah
SWT dapat tercapai.
Ayat ini pula dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin
dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah
dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan
pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang
sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai
abid. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik,
harus didasarisebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar
ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai
puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya
ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada
yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas. Ibadah dalam pandangan
ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah ghoiru mahdloh. Ibadah mahdloh adalah
ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti halnya sholat,
zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya
yaitu segala bentuk aktivitas manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Segala aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori
ibadah. Hal ini sesuai dengansabda Nabi SAW :
( ‫البر‬ ‫عبد‬ ‫ابن‬ ‫مسلمة (رواه‬ ‫و‬ ‫مسلم‬ ‫كل‬ ‫على‬ ‫فريضة‬ ‫العلم‬ ‫طلب‬
“Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan perempuan” (H.R
Ibn Abdulbari)
)‫الترمذى‬ ‫(رواه‬ ‫يرجع‬ ‫حتى‬ ‫هللا‬ ‫سبيل‬ ‫فى‬ ‫فهو‬ ‫العلم‬ ‫طلب‬ ‫فى‬ ‫خرج‬ ‫من‬
“Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah
(orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. (H.R. Turmudzi).
Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk
akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi yang
di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi
sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses yang sangat
penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun juga untuk membawa
peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman modern dengan
berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi, yaitu
fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang memiliki
kewajiban untuk menyembah-Nya. Kedua fungsi tersebut juga dijelaskan oleh Allah SWT dalam
firman-Nya berikut,
" ً‫ض َخ ِليفَة‬ ْ ‫“ ِإنِِّي َجا ِع ٌل فِي‬
ِ ‫اْلر‬
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” [Q.S Al-Baqarah(2):
30].
Ketika Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah
SWT mengamanahkan bumi beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia
merupakan wakil yang memiliki tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak
dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai
dengan sifat-sifat utama dan takwa.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat
bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”. Kalau dalam
sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus
lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan
manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi
imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa .
Untuk memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu
mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu; itba’ syariatillah
(mengikuti ajaran Allah yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits) dan sekaligus itiba’
sunnatullah (mengikuti aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini), Orang yang itiba’
sunnatullah adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan profesionalisme
sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi orang-orang yang bertaqwa,
artinya disamping dia sebagai orang yang memiki profil sebagai itba’ syaria’tillah
sekaligus itba’ sunnatillah, juga mampu menjadi pemimpin, penggerak, pendorong, inovator dan
teladan bagi orang-orang yang bertaqwa.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan di atas, pemakalah menyimpulkan :
1. Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang sadar akan
tujuan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Sehingga dalam melaksanakan
proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian
kepada Allah SWT dan semata bertujuan memperoleh ridho Allah SWT.
2. Pendidikan Islam mempunyai misi membentuk kader-kader khalifah fil ardl yang mempunyai
sifat-sifat terpuji. Diharapkan akan terbentuk muslim yang mampu mengemban tugas sebagai
pembawa kemakmuran di bumi dan“Rahmatan Lil Alamin“.
3. Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan
rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai
makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat. Wallahu ‘alam bisshowab

DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Moh. Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha Putra
M. Quraisy Shihab, 2002, Tafsir al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati Tafsir Al-Maragi, Ahmad
Mustafa Al Maragi, 1993, semarang: CV Toha putra, halm 152-154.
http://kahmiuin.blogspot.com/2007/08/konsep-pendidikan-dalam-al-quran-dan.html
http://g3scotmv01rahmad.blogspot.com/2011/06/surat-az-zariyat-ayat-56.html.
http://www.al-shia.org/html/id/books/anbia/01.htm.
UJUAN PENDIDIKAN TAFSIR SURAT ALI ‘IMRAN AYAT 138-139

Kelompok I Kelas C

Disusun Oleh : Ahmad Khoiri (1522010033)

Hajarman (1522010031)

Mujib ‘Idil Fitri (1522010031)

Semester : I (Satu)

Mata Kuliah : Tafsir Tarbawy

Dosen : Dr. Umi Hijriyah, M.Pd.

Dr. H. Ainul Gani, SH., M.Ag

PRODI ILMU TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCA SARJANA IAIN RADEN INTAN
LAMPUNG
2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Kasih-Nya tiada batas dan sayang-Nya melimpah kepada hamba-Nya. Atas rahmat dan
pertolongan Allah swt, kami mampu menyelesaikan penulisan makalah tentang “Tujuan Pendidikan
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 138-139”.

Makalah ini ditulis dengan maksud sebagai bahan presentasi mata kuliah Tafsir Tarbawi, dan
menjadikan penambahan wawasan sekaligus pemahaman terhadap maksud dari surat ali ‘imran ayat
138-139.

Harapan kami, semoga setelah penulisan makalah ini selesai kami semakin memahami
tentang “Tujuan Pendidikan Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 138-139”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran, kritik, serta bimbingan dari para dosen demi
penyempurnaan di masa-masa yang akan datang, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami. Akhirnya
saya mohon maaf atas segala kekurangan.

Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh

Bandar Lampung, oktober 2015


BAB I

PENDAHULUAN

Al-Quran adalah “Kalam Allah” yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada Rasul, dengan
perantaraan malaikat Jibril AS yang tertulis pada mashahif. Diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir.
Membacanya terhitung ibadah. Diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas. Al-
Quran adalah sebagai tata kehidupan umat dan petunjuk bagi makhluk. Ia merupakan tanda kebenaran
Rasulullah SAW, merupakan bukti yang jelas atas kenabian dan kerasulannya. Oleh karena keagungan
dan kepentingan Al-Quran bagi umat manusia maka diperlukan pemahaman yang berdasar dari
Rasulullah SAW dan riwayat yang disampaikan oleh para sahabat dan tabi’in r.a.

Dalam pembahasan Al-Quran sebagai kumpulan wahyu Allah SWT, maka kami mencoba
membahas Tafsir Surat Ali Imran ayat 138-139 yang menjelaskan tentang tujuan pendidikan
dan sebagai petunjuk untukmenuju jalan yang benar agar kita menjadi orang-orang yang
bertaqwa. Agama islam sangat menjunjung tinggi pendidikan, serta tidak membeda-bedakan pendidikan
kepada laki-laki maupun pendidikan kepada wanita. Sebagaimana hadits nabi yang berbunyi:

‫علَي ُك ِِّل ُم ْس ِل ِم َو ُم ْس ِل َم ِة‬ َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬


َ ُ ‫ضة‬ ُ َ‫طل‬
َ

Artinya:“Menuntut ilmu di wajibkan bagi tiap-tiap orang islam lelaki dan orang islam perempuan”.[1]

Didalam Al-Qur’an juga banyak ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan, diantaranya
surah Al-Alaq ayat 1-5 menjelaskan kewajiban belajar mengajar, begitu juga pada surah Luqman ayat 12-
19 yang menjelaskan materi pendidikan. Dari keterangan hadits dan ayat Al-Quran tersbut dapat kita
katakan bahwa didalam islam pendidikan itu sangat penting.

Dari begitu besarnya perhatian islam terhadap pendidikan, tentu agama islam memiliki tujuan
dan alasan tersendiri terhadap permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan
memaparkan tujuan agama islam menyuruh umatnya memperhatikan pendidikan.
Dan juga Tafsir surat Al Fath ayat 29 yang menjelaskan tentang pribadi Rasulullah Saw dan para
sahabat beliau. Beliau adalah seorang manusia biasa, hanya saja beliau di beri wahyu oleh Allah Swt dan
menjadi utusan-Nya. Beliau adalah Nabi penutup dan sekaligus Rasul yang terakhir. Beliau diangkat
menjadi utusan Allah itu tidak untuk dipuji oleh sekalian umatnya, tetapi untuk diikuti kepeminpinannya
dalam urusan beriman kepada Allah, untuk dituruti tuntunannya dalam hal cara beribadah kepada-Nya,
serta untuk dicontoh akhlak dan budi pekertinya dalam cara bergaul dan bermasyarakat dengan
manusia.
BAB II

PEMBAHASAN

TUJUAN PENDIDIKAN

A. Teks Surat Ali Imran Ayat 138-139

šúüÉ)- ×psàÏãöqtBur “Y‰èdur Ĩ$¨Y=Ïj9 ×b$u‹t #x‹»yd


OçGYä. bÎ) tböqn=ôãF{$# (#qçRt“øtrBãNçFRr&ur Ÿwur (#qãZÎgs? Ÿwur ÇÊÌÑÈ GßJù=Ïj9
ÇÊÌÒÈ tûüÏZÏB÷s•B

B. Terjemah Surat Ali Imran Ayat 138-139

“(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang
bertakwa (138). Dan Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati. Padahal
kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139).[2]

C. Mufrodat (Kosakata)

(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia ‫اس‬ ٌ َ‫َهذَا بَي‬


ِ َّ‫ان ِللن‬
Petunjuk ‫َو ُهدًى‬
dan pengajaran ٌ‫ظة‬
َ ‫َو َم ْو ِع‬

bagi orang-orang yang bertakwa َ‫ِل ْل ُمتَّقِين‬


dan janganlah kamu merasa lemah ‫َو ََل ت َ ِهنُوا‬
dan janganlah pula kamu bersedih hati ‫َو ََل تَحْ زَ نُوا‬
padahal kamu adalah orang yang paling tinggi ‫َوأ َ ْنت ُ ُم ْاْل َ ْعلَ ْون‬
(derajatnya)

jika kamu (benar-benar) beriman َ‫ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمؤْ ِمنِين‬

E. Tujuan Pendidikan Islam

Muhammad Abduh menjelaskan tujuan pendidikan yang ingin dicapai yakni mencakup aspek
kognitif (akal), aspek afektif (moral), dan spiritual. Dengan kata lain, terciptanya kepribadian yang
seimbang, yang tidak hanya menekankan perkembangan akal, tetapi juga perkembangan spiritual.
Sehubungan dengan itu, Quraish shihab pendidikan islam adalah pencapaian tujuan yang diisyaratkan
dalam Al-Qur’an yaitu serangkaian upaya yang dilkukan oleh seorang pendidik dalam membantu anak
didik menjalankan fungsinya di muka bumi, baik pembinaan pada aspek material maupun spiritual.

Dr. Zakiah Daraja mengatakan bahwa tujuan pendidikan islam secara keseluruhan, yaitu
kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa, insane kamil artinya
manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena
takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan islam itu di harapkan menghasilkan
manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senagn dan gemar mengamalkan dan
mengembangkan ajaran islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat
mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia
kini dan akhirat nanti.[3]

Tujuan pendidikan islam mempunyai cakupan yang sangat luas baik secara material maupun
secara spiritual. Pendidikan islam tidak hanya melihat bahwa pendidikan sebagai upaya mencerdaskan
semata melainkan sejalan dengan konsep islam tentang manusia dan hakikat eksistensinya. Bahkan
pendidikan islam berupaya menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di
depan Allah, perbedaannya adalah kadar ketaqwaannya sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif.
Akhirnya tujuan pendidikan islam adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan
berpengetahuan, dan saling menunjang satu sama lainnya. Jikalau tidak, dapat dinyatakan sebagai
kebodohan baru.[4]

F. Penjelasan Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 138-139

a. Ali Imran ayat 138

Pada ayat 138 menjelaskan bahwa penuturan yang telah lalu tersebut merupakan penjelasan
tentang keadaan umat manusia sekaligus sebagai petuah dan nasehat bagi orang yang bertakwa dari
kalangan mereka. Petunjuk ini sifatnya umum bagi seluruh umat manusia dan merupakan hujja atau
bukti bagi orang mukmin dan kafir, orang yang bertakwa atau fasik.[5]

Ahmad Musthafa Al-Maraghy dalam tafsirnya menjelaskan, ini (Al-Qur’an) adalah sebagai
petunjuk dan petuah yang khusus bagi orang-orang yang bertakwa karena mereka orang yang mau
mengambil petunjuk dengan kenyataan-kenyataan seperti ini. Mereka juga mau mengambilnya sebagai
pelajaran dalam menghadapi kenyataan yang sedang mereka alami. Orang mukmin sejati adalah orang
yang mau mengambil hidayah dari Al-kitab dan mau menerima penyuluhan nasehat-nasehatNya,
sebagaimana yang telah diungkapkan oleh firmanNya.[6]

(al-baqara: 2)

ÇËÈ z`ŠÉ)FßJù=Ïj9 “W‰èd ¡ Ïm‹Ïù ¡ |=÷ƒu‘ Ÿw Ü=»tGÅ6ø9$# y7Ï9ºsŒ

Artinya:

Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

Selain itu Rasulullah bersabda:

‫ب‬ َّ ‫َضلُّوا َما ت َ َم‬


َ ‫س ْكت ُ ْم ِب ِه َما ِكت َا‬ ِ ‫سلَّ َم قَا َل ت ََر ْكتُ فِي ُك ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن َما ِلك أَنَّهُ َبلَغَهُ أ َ َّن َر‬
َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ
‫سنَّةَ نَ ِب ِيِّه‬ ‫و‬
ُ َ ِ َّ
‫َّللا‬
“Dari Imam Malik, beliau menyampaikan sesungguhnya Rasullah SAW Bersabda: “Aku telah
meninggalkan kepada kalian dua perkara, kamu takkan pernah tersesat selama kalian berpegang teguh
pada keduanya yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi.”[7]

Adapun Ibnu Katsier menjelaskan bahwa firman Allah ini adalah penjelasan bagi seluruh
manusia” yakni Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat penjelasan mengenai berbagai hal,
(×psàÏãöqtBur “Y‰èdur) “dan petunjuk serta pelajaran” yakni di dalam Al-Qur’an itu terdapat berita
tentang orang-orang sebelum kalian dan petunjuk bagi hati kalian sekaligus pelajaran, yaitu pencegahan
terhadap hal-hal yang diharamkan dan perbuatan dosa, dan sabda Rasulullah adalah suatu anjuran agar
kita umat islam tidak boleh meninggalkan Al-Qura an dan As-Sunah.

Sedangkan menurut Quraish shihab dalam bukunya tafsir al-mishbah menjelaskan ini, yakni
pesan-pesan yang dikandung oleh semua ayat-ayat yang lalu, atau al-Qur’an secara keseluruhan adalah
penerangan yang member keterangan dan menghilangkan kesangsian serta keraguan bagi seluruh
manusia, dan ia juga berfungsi sebagai petunjuk yang member bimbingan- masa kini dan dating- menuju
kearah yang benar serta peringatan yang halus dan berkesan menyangkut hal-hal yang tidak wajar bagi
orang-orang yang bertakwa, yang antara lain mampu mengambil hikma dan pelajaran dari sunnahtullah
yang berlaku dalam masyarakat.[8]

Prof. Hamka dalam tafsirnya juga mengatakan bahwa memperhatikan orang memperoleh
penjelasan, petunjuk, dan pengajaran bagi orang yan bertakwa. Dari sini kita dapat mengetahui lagi
betapa luasnya arti takwa. Pokok arti, ialah memelihara (wiqayah). Maksud yang pertama, ialah takwa
kepada Allah, memelihara hubungan dengan Allah SWT dan takut kepadaNya. Tetapi dalam ayat ini kta
bertemu lagi dengan arti yang lain, yaitu memelihara, menjaga, awas, dan waspada. Maka dengan
demikian takwa kepada Allah SWT tidaklah cukup sekedar dengan ibadat shalat, berzakat dan berpuasa
saja. Tetepi termasuk lagi dalam rangka ketakwaan ialah kewaspadaan menjaga agama dari intaian
musuh. Taat kepada komando pimpinan, sebab kalau kalah karena tidak ada kewaspadaa, jangan Allah
yang disalahkan, tetapi salahkanlah diri sendiri yang lengah[9]

Al-Qaththan menjelaskan bahwa, dengan mengetahui sejarah perjalanan manusia dan alam ini,
maka dapat diambil pelajaran bahwa manusia yang berjalan sesuai dengan sunnatullah dia akan selamat
dan begitu pula sebaliknya (al-Qaththan, Juz . 1 h. 223). Dari penjelasannya itu dapat kita ambil
kesimpulan bahwa salah satu tujuan pendidikan Islam adalah harus dapat mengantarkan peserta didik
untuk berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku. Sesuai dengan sunnatullah.

b. Ali Imran ayat 139

Pada ayat 139 memberitakan bahwa janganlah kalian merasa lemah dalam menghadapi
pertempuran dan hal-hal yang di akibatkan olehnya, seperti membuat persiapan dan mengatur siasat
perang, lantaran luka dan kegagalan dalam perang uhud. Janganlah kalian bersedih atas orang-orang
yang mati selama perang tersebut. Bagaimana perasaan lemah dan sedih menimpah kalian, sedangkan
kalian merupakan orang-orang yang berada di atas angin. Sunnatullah telah menerapkan pada saat
terdahulu, bahwa akibat yang baik itu bagi oaring-orang yang bertkwa tidak pernah menyimpang dari
sunnahnya.[10]

Hamka dalam tafsirnya terkait surat al-imran ayat 139 menjelaskan bahwa setelah perang uhud
yang telah menewaskan tujuh puluh Mujahid Fi-Sabilillah, antarnya Hamzan bin Abdul Muthalib, paman
nabi S.a.w sendiri dan nabi S.a.w pun mendapat luka. Kelihatanlah kelesuhan, lemah semangat, dan
dukacita; maka datanglah ayat ini: angkat mukamu, jangan lemah dan jangan duka cita. Sebab suatu hal
masih ada padamu,modal tunggal yang tidak pernah dapat dirampas oleh musuhmu, yaitu iman. Jikalau
kamu benar-benar masih mempunyai iman dalam dadamu, kamulah yang tinggi dan akan tetap tinggi.
Sebab iman itulah pandumu menempu zaman depan yang masih akan mau dihadapi[11]

Adapun Ibnu Katsier menjelaskan Allah menghibur kaum muslimin dengan berfirman
(#qãZÎgs?wur) “janganlah kamu bersikap lemah”. Artinya janganlah kalian melemah akibat peristiwa
yang telah terjadi itu,

(ûüÏZÏB÷s•BOçGYä.bÎ) tböqn=ôãF{$# NçFRr&ur#qçRt“øtrBwur)

“dan jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamu adalah orang- orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman “ maksudnya, bahwa kesudahan yang baik dan
pertolongan hanya bagi kalian, wahai orang-orang yang beriman.[12]

Ahmad Musthafa Al-Maraghy dalam tafsirnya juga menjelaskan sesungguhnya cita-cita orang
kafir hanya sesuai dengan tujuan rendah yang di kerjanya. Tidak demikian halnya dengan tujuan orang-
orang mukmin, yaitu ingin menegakkan mercusuar keadilan di dunia, mengejar kebahagiaan abadi di
akhirat kelak. Dengan syarat kalian benar-benar beriman terhadap kebenaran janji Allah yang akan
menolong orang-orang yang menolong Allah. Allah menjadikan akibat yang baik itu bagi orang-orang
yang bertakwa lagi mau mengikuti sunnahNya dalam tatanan kemasyarakatan ini, sehingga jadilah sifat
tersebut tetap bagi diri kalian, mapan dalam jiwa dan amal kalian.

Sesungguhnya Allah melarang merasa susah terhadap apa yang telah lewat, karena hal tersebut
akan menyakitkan seseorang kehilangan semangat. Sebaliknya Allah tidak melarang hubungan
seseoorang dengan apa yang dicintainya, yaitu harta, kekayaan atau teman yang dapat memulihkan
kekuatannya, serta dapat mengisi hatinya dengan kegembiraan. Yang dimaksud dengan larangan hal
seperti itu adalah mengobati jiwa dengan cara bekerja, meski dengan cara terpaksa.[13]

Memang penafsiran para penafsir pada ayat 138-139 surah Al-Imran di atas hanya sebagian
menyinggung permasalahan pendidikan, hal itu dapat dimaklumi karena para penafsir dalam
menafsirkan ayat tersebut mengunakan sudut pandang secara umum. Namun apabila di dalam
memahami ayat tersebut menggunakan sudut pandang pendidikan maka akan diketahui tujuan
pendidikan yang terdapat pada ayat tersebut.

Adapun dari surah Ali Imran 138 “(Al Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” dapat kita ketahui bahwa tujuan pendidikan
disini ialah agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Quran lah yang
menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia. Dan tujuan pendidikan pada ayat 139
“Janganlah kamu bersikap lemah” yaitu agar manusia menjadi orang yang kuat, sehat jasmani dan
rohani, “dan janganlah (pula) kamu bersedih hati” yaitu agar manusia bahagia dan tentram hidup
didunia dan diakhirat, kemudian dilanjutkan dengan “padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi”
yaitu agar derajat manusia bertambah tinggi. Dan kesimpulan tujuan pendidikan yang ada pada ayat 139
ini yaitu agar manusia menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah, dengan semakin
tingginya pendidikan yang manusia dapatkan diharapkan manusia tersebut semakin kuat imannya
kepada Allah SWT. Sehingga tujuan pendidikan tidak akan tercapai apabila seseorang yang mendapatkan
pendidikan lebih tinggi bukannya bertambah imannya namun imannya semakin berkurang.

Selain itu orang yang mendapatkan pendidikan tidak akan tercapai tujuannya apabila nantinya
tidak menjadi orang yang dapat mengambil pelajaran dari sejarah, tidak menjadi orang yang jalan hidup
yang lurus dan benar, tidak menjadi orang yang kuat serta sehat jasmani dan rohani, tidak menjadi
orang bahagia dan tentram hidup di dunia dan di akhirat, tidak menjadi orang yang derajatnya
bertambah tinggi.

G. Ayat Ayat yang berkaitan

a. Al-Alaq ayat 1-5

Didalam Al-Qur’an juga banyak ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan, diantaranya
surah Al-Alaq ayat 1-5 menjelaskan kewajiban belajar mengajar. Dalam muqodimah surat Al ‘alaq terdri
atas 19 ayat, termasuk golaonga ayat makiyah. Ayatb1-5 dari ayat ini adalah ayat-ayat Al-Quran yang
pertamakali diturunkan, yaitu diwaktu nabi Muhammad menyendiri di Gua Hira’. Surat ini dinamai “Al
‘Alaq” (segumpal darah), di ambil dari perkataan ‘alaq yang terdapat pada ayat yang kedua surat ini.
Surat ini dinamai juga “Iqra’” atau “Al-Qolam.

Pokok-pokok isinya adalah perintah membaca Al-Qur an: Manusia dijadikan dari segumpal
darah; Allah menjadikan Qalam sebagai mengembangkan pengetahuan; manusia bertindak melampui
batas karna mereka merasa dirinya serba cukup; ancaman Allah terhadap orang-orang kafir yang
menghalang-halangi kaum muslimin melaksanakan perintah Allah.

Surat Al ‘alaq menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia dari benda yang hina kemudian
memulyaknnya dengan mengajar, membaca, menulis dan memberinya pengetahuan. Tapi manusia tidak
ingat akan asalnya, karena itu mereka tidak menyukuri nikmat Allah itu, bahkan mereka bertindak
melampaui batas karena melihat dirinya merasa serba cukup.[14]

Di dalam ayat yang mula turun ini telah jelas penilaian yang tertinggi kepada kepandaian
membaca dan menulis. Berkata Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsirnya: "Tidak didapat kata-kata
yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna daripada ayat ini di dalam menyatakan
kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagiannya. Dengan
itu mula dibuka segala wahyu yang akan turun di belakang.[15]

Maka kalau kaum Muslimin tidak mendapat petunjuk dengan ayat ini dan tidak mereka
perhatikan jalan-jalan buat maju, merobek segala selubung pembungkus yang menutup penglihatan
mereka selama ini terhadap ilmu pengetahuan, atau merampalkan pintu yang selama ini terkunci
sehingga mereka terkurung dalam bilik gelap, sebab dikunci erat-erat oleh pemuka-pemuka mereka
sampai mereka meraba-raba dalam kegelapan bodoh, dan kalau ayat pembukaan wahyu ini tidak
menggetarkan hati mereka, maka tidaklah mereka akan bangun lagi selamalamanya.

"Ar-Razi menguraikan dalam tafsirnya, bahwa pada dua ayat pertama disuruh membaca di atas
nama Tuhan yang telah mencipta, adalah mengandung qudrat, dan hikmat dan ilmu dan rahmat.
Semuanya adalah sifat Tuhan. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan menyatakan mencapai
ilmu dengan qalam atau pena,adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang tertulis,
yang tidak dapat difahamkan kalau tidak didengarkan dengan seksama. Maka pada dua ayat pertama
memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan di tiga ayat sesudahnya mengandung
rahasia Nubuwwat, Kenabian. Dan siapa Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan
perantaraan Nubuwwat, dan nubuwwat itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan kehendak
Tuhan.[16]

Hubungan surat Al ‘alaq denga surat Ali ‘imran adalah: Surat Ali ‘imran menjelaskan bahwa
tujuan pendidikan dalam surat ini ialah agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar,
dimana Al-Quran lah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia. Sedangkan
dalam surat Al ‘alaq ialah perintah membaca Al-Qur an, manusia dijadikan dari segumpal darah, Allah
menjadikan Qalam sebagai mengembangkan pengetahuan, manusia bertindak melampui batas karna
mereka merasa dirinya serba cukup. Oleh karena itu di jelaskan dalam surat Ali imran tentang tujuan
pendidikan agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, karena Allah menjadikan Al qur
an sebagai penerang jalan hidup manusia agar tidak berbuat malampaui batas.

b. Luqman ayat 12-19

Begitu juga pada surah Luqman ayat 12-19 yang menjelaskan materi pendidikan. Dari
keterangan hadits dan ayat Al-Quran tersbut dapat kita katakan bahwa didalam islam pendidikan itu
sangat penting. Berdasarkan susunan mushaf utsman surah Luqman merupakan surah ke 31, terdiri dari
34 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah, dan diturunkan sesudah surah Ash-Shaffaat. Dinamai
surah “Luqman” karena pada ayat 12 disebutkan bahwa “Luqman” telah diberi oleh Allah hikmah, oleh
sebab itu dia bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang diberikan itu. Dan pada ayat 13 sampai 19
terdapat nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya.

Dalam ayat 13, Allah menggabarkan tentang wasiat Luqman kepada anaknya, yaitu Luqman bin
‘Anqa bin Sadun, dan nama anaknya Tsaran, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Suhaili dalam
tafsir Ibnu Katsir (Kairo, 2000: 53) agar anaknya tersebut hanya menyembah Allah semata dan tidak
menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Dalam ayat 14 ini materi berbuat baik kepada kedua orang
tua disampaikan melalui anjuran untuk menghayati penderitaan dan susah payah ibunya selama
mengandung. Metode seperti ini merupakan cara memberi pengaruh dengan menggugah emosi anak
didik, sehingga berdampak kuat terhadap perubahan sikap dan perilaku sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.

Dalam ayat 14 dapat diungkap pula makna tujuan manusia yang terangkum dalam
kalimat “ilayyal mashir”, yaitu kembali kepada kebenaran hakiki dimana sumber kebenaran itu sendiri
adalah Allah semata-mata.

Sedang nilai pendidikan yang tersirat dalam ayat 15 adalah bahwa peran orang tua tua tidaklah
segalanya, melainkan terbatas dengan peraturan dan norma-norma ilahi, berdasarkan firman Allah:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya..”. Implikasi pemaknaan
tersebut terhadap peran pendidik adalah bahwa pendidik tidak mendominasi secara mutlak kepada
tingkah laku anak didik, tetapi anak didik didorong untuk aktif mengembangkan kemampuan berfikirnya
untuk menyelidiki nilai yang diberikan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya yang
berlandaskan kepada nilai-nilai ilahiyah.

Dalam ayat 16 tersirat tujuan pendidikan, yaitu pengarahan kepada perilaku manusia untuk
meyakini bahwa tidak ada sesuatu yang sia-sia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wasiat Luqman
dalam ayat ini dimaksudkan untuk mengusik perasaan anaknya agar tumbuh keyakinan akan kekuasaan
Allah yang tidak terbatas. Dalam ayat 17 terdapat materi pendidikan berupa shalat, yaitu bentuk ibadah
ritual yang wajib dilakukan oleh setiap muslim dengan cara dan waktu yang telah ditentukan,
materi amar ma’ruf nahyi munkar, yaitu kewajiban setiap muslim untuk mengajak orang lain berbuat
kebaikan dan melarang berbuat kemungkaran “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkarmerekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali-Imran: 104) dan materi sabar, yaitu menerima
dengan lapang dada hal-hal yang menyakitkan dan menyusahkan serta menahan amarah atas perlakuan
kasar.
Dalam Ayat 18 Luqman mengatakan: “Jangan kamu palingkan wajahmu dari manusia ketika
berbicara kepada mereka atau mereka berbicara denganmu karena merendahkan mereka dan sombong
kepada mereka. Akan tetapi berlemah lembutlah kamu, dan tampakkan keramahan wajahmu pada
mereka. Allah Ta’ala berfirman:“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong,
karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37).[17]

Kaitan surat Luqman dengan surat Ali ‘imran adalah keduanya menjelaskan tentang pendidikan
yang mengedepankan ketauhidan terhadap Allah dalam kalimat “dalam kalimat “ilayyal mashir”, yaitu
kembali kepada kebenaran hakiki dimana sumber kebenaran itu sendiri adalah Allah semata-mata.” Ayat
14 surat Luqman. Didalam surat Ali ‘imran Ibnu Katsier menjelaskan bahwa firman Allah ini adalah
penjelasan bagi seluruh manusia” yakni Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat penjelasan mengenai
berbagai hal, (×psàÏãöqtBur“Y‰èdur) “dan petunjuk serta pelajaran” yakni di dalam Al-Qur’an itu
terdapat berita tentang orang-orang sebelum kalian dan petunjuk bagi hati kalian sekaligus pelajaran,
yaitu pencegahan terhadap hal-hal yang diharamkan dan perbuatan dosa.

c. Al Fath ayat 29

Di dalam surat Al Fath yang menjelaskan tentang pribadi Rasulullah Saw dan para sahabat
beliau.[18]Bahwa didalam kisah “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka
ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil,
yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam penanamnya
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan orang-orang mu’min). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan amal yang saleh di antara mereka
ampunan dan pabala yang besar”. (QS. 48:29)

Pada ayat ini Allah menjelaskan sifat dan sikap Nabi Muhammad SAW beserta pengikut-pengikut
beliau. Allah berfirman: Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang diutusnya membawa rahmat bagi
seluruh alam dan orang-orang yang bersama dengannya yakni sahabat-sahabat Nabi serta pengikut-
pengikut setia beliau adalah orang-orang yang bersikap keras yakni tegas tidak berbasa-basi yang
mengorbankan akidahnya terhadap orang-orang kafir. Walau mereka memiliki sikap tegas itu namun
mereka berkasih sayang antar sesama mereka.

Mereka juga ruku’ dan sujud dengan tulus ikhlas karena Allah, senantiasa mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya yang agung.. demikian itulah sifat-sifat yang agung dan luhur serta tinggi. Demikian
itulah keadaan orang mukmin pengikut Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan untuk orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh di antara mereka yang bersama Nabi serta
siapapun yang mengikuti cara hidup mereka dapat mencapai kesempurnaan atau luput dari kesalahan
atau dosa.

Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan kemenangan dan Kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu
wilayah dalam keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna
rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta mereka
menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta mencegah dari yang munkar.Ayat di
atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang diidamkan Islam, kapan dan di manapun,
dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para
sahabat beliau.

Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:

1. Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran.

2. Mewujudkan manusia yang selalu bertawaqqal pada Allah.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulannya, bahwa didalam Surat Ali Imran ayat 138-139 mengandung perintah untuk
melakukan persiapan, menyediakan segala sesuatunya termasuk dengan tekad dan semangat yang
benar., di samping keteguhan hati dan tawakkal kepada Allah. Supaya kita bisa meraih keberhasilan dan
mendapatkan apa yang kita inginkan, seta dapat mengembalikan kerugian atau kegagalan-kegagalan
yang telah diderita

DAFTAR PUSTAKA
Musthafa Ahmad Al-Maraghy, op.cit., h. 134

Musthafa Ahmad Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy jilid 4, (Semarang :Toha Putra, 1993), h. 132

Al-quran terjemah syaamil qur’an

Hamka tafsir Al azhar pdf

Hamka, op.cit., h. 933

Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. Pustaka Nasional, 1983), h. 933

Gani Ali Hasniati, op.cit., h. 34

https://miftah19.wordpress.com/2009/05/23/kajian-tentang-ayat-ayat-pendidikan/

https://muaddibinstitute.wordpress.com/2012/01/11/nilai-nilai-pendidikan-dalam-surah-luqman-ayat-12-19/

Ibid., h. 133

Ibnu Katsir, op.,cit. h. 149

Malik bin Anas, Al-Muwatha’. Juz V hal.371

uhbiyati Nur, ilmu pendidikan islam, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 1999), h. 41

Shihab Quraish, Tafsir al-mishbah, (ciputat: Lentera Hati, 2000), h. 211

Syeh Az-Zarnuji Kitab Ta’limul muta’alim hal.4

Tafsir Al-‘usyr Al-akhir dari Al-quranul karim juz 28,29,30; www.tafseer.info

Tafsir Al-azhar Buya Hamka surat Al ‘alaq -pdf

[1] Syeh Az-Zarnuji Kitab Ta’limul muta’alim hal.4

[2] Al-quran terjemah syaamil qur’an


[3] Nur uhbiyati, ilmu pendidikan islam, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 1999), h. 41

[4] Hasniati Gani Ali, op.cit., h. 34

[5] Ahmad Musthafa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy jilid 4, (Semarang :Toha Putra, 1993), h. 132

[6] Ibid., h. 133

[7] Malik bin Anas, Al-Muwatha’. Juz V hal.371

[8] Quraish Shihab, Tafsir al-mishbah, (ciputat: Lentera Hati, 2000), h. 211

[9] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. Pustaka Nasional, 1983), h. 933

[10] Ahmad Musthafa Al-Maraghy, op.cit., h. 134

[11] Hamka, op.cit., h. 933

[12] Ibnu Katsir, op.,cit. h. 149

[13] Ahmad Musthafa Al-Maraghy, op.cit., h. 134

[14] Tafsir Al-‘usyr Al-akhir dari Al-quranul karim juz 28,29,30; www.tafseer.info

[15] Buya hamka tafsir Al azhar pdf

[16] Tafsir Al-azhar Buya Hamka surat Al ‘alaq -pdf

[17] https://muaddibinstitute.wordpress.com/2012/01/11/nilai-nilai-pendidikan-dalam-surah-luqman-
ayat-12-19/

[18] https://miftah19.wordpress.com/2009/05/23/kajian-tentang-ayat-ayat-pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai