Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

Carcinoma Bronchogenic

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Medikal Ruang 23i

Di RS dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :

Puguh Priyo Romadhoni

NIM. 180070300111006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
CARCINOMA BRONCHOGENIC

A. DEFINISI
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
pernapasan bagian bawah, bersifat epitelia yang berasal dari mukosa percabangan
bronkus dan telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker pada laki-laki
maupun perempuan. Karsinoma bronkogenik meliputi sekitar 95% dari tumor ganas paru
primer yang ditemukan (Alsagaff & Mukty, 2009).

 Anatomi Saluran Pernafasan


Sistem pernafasan berfungsi sebagai pendistribusi udara dan pertukaran gas
sehingga oksigen dapat disuplai dan karbon dioksida dikeluarkan dari sel-sel tubuh.
Secara sistematis saluran pernafasan dibagi menjadi saluran pernafasan atas dan
saluran pernafasan bawah.
a. Saluran pernafasan atas terdiri dari :
1) Hidung
Hidung adalah pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara keluar melalui
sistem pernafasan yaitu hidung yang terbentuk atas dua tulang hidung dan beberapa
kartilago. Terdapat dua pipi pada dasar hidung-nostril (lubang hidung), atau nares
eksternal yang dipisahkan oleh septum nasal di bagian tengah. Lapisan mukus
hidung adalah sel epitel bersila dengan sel goblet yang menghasilkan lendir dan juga
sebagai sistem pembersih pada hidung. Zat mukus yang disekresi hidung
mengandung enzim lisosom yang dapat membunuh bakteri (Alsagaff, 2006).
2) Faring
Faring atau tenggorokan adalah tuba muskular yang terletak di posterior rongga
nasal dan oral dan di anterior vertebra servikalis. Faring dapat dibagi menjadi tiga
segmen, setiap segmen dilanjutkan oleh segmen lain nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Nasofaring terletak di belakang rongga nasal, orofaring terletak di
belakang mulut sedangkan laringofaring terletak di belakang laring.
3) Laring
Laring menghubungkan trakhea dengan faring. Laring sering disebut kotak suara
fungsinya untuk berbicara, selain itu juga untuk mencegah benda padat agar tidak
masuk ke dalam trakhea. Dinding laring dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan
bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia, kartilago laring tersusun 9
buah, kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid atau disebut dengan buah jakun
pada pria, terkait di puncak tulang rahang tiroid terdapat epiglotis yang fungsinya
membantu menutup laring sewaktu orang menelan makanan. Pita suara terletak di
kedua sisi selama bernafas, pita suara tertahan di kedua sisi glotis sehingga untuk
dapat masuk dan keluar dengan bebas dari trakhea. Selama berbicara otot intrinsik
laring menarik pita suara untuk menghasilkan bunyi yang selanjutnya diubah menjadi
kata-kata. Saraf kranial motorik yang mempersarafi faring untuk berbicara adalah
nervus vagus dan nervus aksesorius.
b. Saluran pernafasan bawah terdiri atas:
1) Trakhea (pipa udara)
Adalah saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 13 cm. Trakhea
terletak di depan esofagus, tepat di permukaan leher. Dinding trakhea disangga oleh
cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastik. Cincin kartilago berbentuk kaku
guna mencegah agar tidak kolaps dan menutup jalan udara. Bagian dalam trakhea
dilapisi membran mukosa bersilia.
2) Bronkhial
Ujung distal trakhea terbagi menjadi bronkhus primer kanan dan kiri yang terletak di
dalam rongga dada. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada yang
kiri. Fungsi percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara antara
trakhea dan alveoli agar jalan udara tetap terbuka dan bersih (Pearce, 2006).
3) Alveoli
Alveoli berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam paru-paru orang dewasa.
Fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan
eksternal dan aliran darah. Alveoli dikelilingi oleh dinding yang tipis yang terdiri atas
satu lapis epitel skuamosa. Di antara sel epitel terdapat cairan khusus yang
menyekresi lapisan molekul lipid yang disebut surfaktan. Cairan ini dibutuhkan untuk
menjaga agar permukaan alveolar tetap lembab, tanpa surfaktan tekanan permukaan
akan menjadi demikian besar sehingga membutuhkan upaya muskular yang sangat
besar untuk mengembangkan alveoli. Surfaktan adalah suatu zat campuran antara
lemak fosfat, lemak jenis lain, protein dan karbohidrat yang disekresi oleh epitel
alveol tipe II, surfaktan berperan menurunkan tegangan permukaaan pada cairan
alveol sehingga alveol lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi dan mencegah
alveol menutup pada akhir respirasi. Faktor yang dapat mempengaruhi sintesa
surfaktan adalah hormon tiroid dan hormon kortikosteroid (Alsagaff, 2006).
4) Paru-paru
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta
dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak atas diafragma, bagian
apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula. Pada permukaan tengah dari
setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus tempat bronkus primer dan
masuknya arteri serta vena pulmonasi ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru
terdiri atas percabangan saluran yang membentuk jutaan alveoli, jaring-jaring kapiler
dan jaringan ikat. Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil
pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas 3 lobus dan lebih besar
dari kiri yang hanya terdiri 2 lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut
fisura. Lobus kemudian dibagi lagi menjadi segmen. Setiap segmen terdiri atas
banyak lobulus yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arterioale, venula dan
pembuluh limfatik. Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan disebut
sebagai pleura. Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada
dan mediastinum. Lapisan dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi paru.
Rongga pleura ini mengandung cairan yang dihasilkan sel-sel serosa di dalam
pleura. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak,
akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleuritis dan terasa sangat nyeri karena
membran pleura saling bergesekan.
5) Toraks
Rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang
disebut mediastinum. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang tidak terletak di
dalam mediastinum adalah paru-paru.

 Fisiologi Pernafasan
Fisiologi pernafasan adalah serangkaian proses interaksi dan koordinasi yang
kompleks yang mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan
kestabilan atau homeostasis lingkungan internal tubuh kita. Ventilasi pulmonal
adalah istilah teknis dari bernafas terdiri dari inspirasi yaitu gerakan perpindahan
udara masuk ke dalam paru-paru dan ekspirasi yaitu gerakan udara meninggalkan
paru-paru. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :
a. Inspirasi
Diafragma berkontraksi, bergerak kearah bawah dan mengembangkan rongga dada
dari atas kebawah. Otot-otot interkosta eksternal menarik iga dari atas keluar yang
mengembangkan rongga dada kearah samping kiri dan kanan, dengan begitu pleura
parietal ikut mengembang diikuti oleh pleura viseral, yang menyebabkan tekanan
intrapulmonal turun di bawah tekanan atmosfer dan udara masuk melalui hidung dan
akhirnya sampai alveoli. Otot – otot yang digunakan untuk inspirasi adalah difragma
(paling utama), muskulo intercostalis externus, muskulo scaleneus, muskulo
sternocleidomastoideus dan muskulo pectoralis minor (Alsagaff, 2006).
b. Ekspirasi
Diafragma dan otot-otot interkosta rileks, karena rongga menjadi lebih sempit, paru-
paru terdesak dan jaringan elastiknya meregang selama inhalasi, mengerut dan juga
mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan
atmosfir, udara didorong keluar paru sampai kedua tekanan sama kembali. Otot-otot
yang digunakan untuk ekspirasi adalah intercostalis internus dan otot-otot dinding
perut (Alsagaff, 2006).

B. KLASIFIKASI
Penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM dari American Joint
Committee on Cancer (AJCC) versi 7 tahun 2010, sebagai berikut:
Tumor Primer (T)
 Tx : tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi
tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif (ditemukan sel ganas)
 T0 : tidak tampak lesi atau tumor primer
 Tis : Carcinoma in situ
 T1 : ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang sampai
ke proksimal bronkus lobaris
 T1a Ukuran tumor primer ≤ 2 cm
 T1b Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3cm
 T2 ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi intrabronkus dengan
jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina, berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis
obstruktif pada daerah hilus atau invasi ke pleura visera
 T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm
 T2b Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm
 T3 Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada termasuk
sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum,
pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina tanpa keterlibatan karina.
Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih dari satu
nodul dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer.
 T4 Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke
mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laring,
esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi yang sama
dengan tumor (ipsilateral).

Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)


 Nx Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi
 N0 Tidak ditemukan metastasis ke KGB
 N1 Metastasis ke KGB peribronkus (#10), hilus (#10), intrapulmonary (#10) ipsilateral
 N2 Metastasis ke KGB mediastinum (#2) ipsilateral dan atau subkarina (#7)
 N3 Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum kontralateral
dan atau KGB supraklavikula

Metastasis (M)
 Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi
 M0 Tidak ditemukan metastasis
 M1 Terdapat metastasis jauh
 M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi
pericardium
 M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher, aksila,
suprarenal, dll)

Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan
kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).Klasifikasi ini digunakan
untuk menentukan terapi.Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah
epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya (Kumar,
2007).
1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan,berasal
dari permukaan epitel bronkus.Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau
displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya
tumor.Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan
menonjol ke dalam bronki besar.Diameter tumor jarang melampaui beberapa
sentimeter dancenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus,
dinding dada, dan mediastinum.Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan (Wilson, 2005). Karsinoma sel squamosa sering kali disertai batuk dan
hemoptisis akibat iritasi dan ulserasii, pneumonia, dan pembentukan abses akibat
obstruksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban, maka
pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis.
2. Adenokarsinoma
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus.Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru
dan fibrosis interstisial kronik.Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe
pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan
gejala-gejala tertentu sampai terjadi metastasis yang kuat..
3. Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor
paru dari WHO.Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.Sel-
sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
4. Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral
dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah
bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat
hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular.Gambaran mitotik sering
ditemukan.Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas.Sel tumor sangat rapuh
dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi.
Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan
sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma
yang saling berdekatan.
5. Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.Sel-sel ini cenderung
timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat-tempat yang jauh.

C. ETIOLOGI
Etiologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik masih belum diketahui, namun
diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan karsinogenik merupakan faktor
utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga
ataupun suku bangsa/ras serta status immunologis. Bahan inhalasi karsinogenik yang
banyak disorot adalah rokok (Alsagaff, 2006).
1. Pengaruh rokok:
Bahan-bahan karsinogenik dalam asap rokok adalah antara lain : polomium 210 dan
3,4 benzypyrene. Penggunaan filter dikatakan dapat menurunkan resiko terkenanya
karsinoma bronkogenik, namun masih tetap lebih tinggi dibanding dengan bukan
perokok. Didalam jangka panjang yaitu, 10-20 tahun, merokok:
 1-10 batang / hari meningkatkan resiko 15 kali
 20-30 batang / hari meningkatkan resiko 40-50 kali
 40-50 batang /hari meningkatkan resiko 70-80 kali.
2. Pengaruh Industri
Yang paling banyak dihubungkan dengan karsinogenik adalah asbestos, yang
dinyatakan meningkatkan resiko kanker 6-10 kali. Menyusul kemudian industri bahan-
bahan radioaktif, penambang uramium mempunyai resiko 4 kali populasi pada
umumnya. Paparan industri ini baru nampak pengaruhnya setalah 15-20 tahun.
3. Pengaruh Penyakit Lain
Tuberkulosi paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi karsinoma brinkogenik,
melalui mekanisme hyperplasi – metaplasi - karsinoma insitu-karsinoma -
bronkogenik sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis.
4. Pengaruh Genetik dan Status imunologis
Pada tahun 1954, Tokuhotu dapat membuktikan adanya pengaruh keturunan yang
terlepas daripada faktor paparan lingkungan, hal ini membuka pendapat bahwa
karsinoma bronkogenik dapat diturunkan. Penelitian akhir-akhir ini condong bahwa
faktor yang terlibat dengan enzim Aryl Hidrokarbon Hidroksilase (AHH). Status
immonologis penderita yang dipantau dari cellular mediated menunjukan adanya
korelasi antara derajat deferensiasi sel, stadia penyakit, tanggapan terhadap
pengobatan serta prognosis. Penderita yang energi umumnya tidak memberikan
tanggapan terhadap pengobatan dan lebih cepat meninggal.
5. Radiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru)
berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif.
7. Polusi Udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen
dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sudoyo (2007), pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan
gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
 Lokal (tumor tumbuh setempat) : Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk
kronis, hemoptisis, mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas,
kadang terdapat kavitas seperti abses paru, atelektasis
 Invasi lokal : Nyeri dada, dispnea karena efusi pleura, invasi ke perikardium terjadi
tamponade atau aritmia, sindrom vena cava superior, sindrom Horner (facial
anhidrosis, ptosis, miosis), suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal
recurrent, sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis.
 Gejala Penyakit Metastasis : Pada otak, tulang, hati, adrenal, limfadenopati servikal
dan supraklavikula (sering menyertai metastasis), sindrom Paraneoplastik : Terdapat
pada 10% kanker paru, dengan gejala:
- Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
- Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi, hipertrofi osteoartropati,
Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer, neuromiopati
- Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
- Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
- Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
 Asimtomatik dengan kelainan radiologis : Sering terdapat pada perokok dengan
PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologis, kelainan berupa nodul soliter

Manifestasi klinis menurut Alsagaff (2009), yaitu:


a. Gejala intrapulmonal
Merupakan gejala lokal yang disebabkan oleh tumor di paru. Terjadi karena ada
gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus, sehingga memudahkan terjadinya
radang berulang. Keluhan batuk lebih dari 2 minggu. K eluhan batuik terdapat pada
70-90% kasus. Batuk darah sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51% kasus.
Disamping batuik, keluhan lain adalah nyeri dada, yang bersifat : kemeng atau nyeri
tumpul sering unilateral.
b. Gejala intratorasik ekstrapulmoner
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan/merusak struktur-struktur di
dalam mediastinum dengan akibat antara lain :
 N. Phrenicus : parase/paralise diafragma
 N. Recurrens : parase/paralise korda vokalis
 Saraf simpatik : sindroma horner: enoftalmus, miosis, ptosis, dan anhidrosis
 Esofagus: disfagi
 Vena kava superior: sindroma vena kava superior yang terjadi karena
bendungan pada vena cava superior disertai pembengkakan muka dan lengan
 Trakea/bronkus: sesak, oleh karena atelektasis lokal
 Jantung : gangguan fungsional, terjadi efusi perikardial
 Gejala ekstrapulmonal non metastasik. Dapat dibagi atas:
- Manifestasi neuromuskuler
Mempunyai insiden sebesar 4-15%, biasanya berupa “neuropatia
karsinomatosa” terutama didapatkan pada kasus lanjut. Bersifat progresif
serta paling sering ditemukan pada karsinoma sel kecil. Sindroma neuropatia
karsinomatosa terdiri dari miopatia, neuropatia perifer, degenerasi serebeler
subakut, ensefalomiopatia dan mielopati nekrotik
- Manifestasi jaringan ikat dan tulang
Manifestasi yang paling terkenal adalah hypertropic pulmonary
osteoarthropathy, terutama didapatkan pada karsinoma epidermoid, dan
dikatakan belum pernah ditemukan pada karsinoma sel kecil. Kelainan ini
dihubungkan dengan peningkatan kadar human growth hormon yang
imunoreaktif di dalam plasma. Secara radiologik didapatkan pembentiukan
tulang baru sub periosteal, terutama tulang-tulang ekstremitas bagian distal,
yaitu jari tabuh.
- Manifestasi vaskuler dan hematologik
Tidak begitu sering didapatkan, sering dalam bentuk migratory
trhomboplebitis, purpura dan anemia.
- Gejala ekstratorasik metastasik
Karsinoma bronkogenik adalah satu-satunya tumor yang mampu
berhubungan langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut
dapat menyebar hampir ke semua organ, terutama otak, hati dan tulang.

E. PATOFISIOLOGI
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan
supurasi di bagian distal. Gejala- gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada
stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat
seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor.
Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang
merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama
dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang
berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik
(DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan
berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama
meingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa).
Karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan
adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan
napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama
bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus
perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat
sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokar. Paru
merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada
atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Syahruddin dkk (2006), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
karsinoma bronkogenik antara lain:
 Radiologi.
1. Foto Thorax Posterior-Anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.
2. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
 Laboratorium.
1. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
3. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker
paru).
 Histopatologi.
1. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2
cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
3. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
4. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
5. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam-macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
 Pencitraan.
1. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
2. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kanker (Price & Wilson, 2006) dapat berupa :
1. Kuratif : Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
2. Paliatif : Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal : Mengurangi dampak fisis maupun
psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Supotif : Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,
tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.

 Penatalaksanaan Non-bedah
a. Terapi Oksigen
Jika terjadi hipoksemia perawat dapat memberikan oksigen via masker/nasal
kanula sesuai dengan permintaan.
b. Terapi Obat
Jika klien mengalami bronkospasme dokter dapat memberikan obat golongan
bronkodilator (seperti pada klien asma) dan kartikosterid untuk mengurangi
bronkospasme,inflamasi dan edema.
c. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker paru,
terutama pada small cell cancer karena metastasis. Kemoterapi dapat juga
digunakan bersamaan dengan terapi bedah
b. Obat-obat kemoterapi yang biasanya diberikan untuk menangani kanker, tumor,
termasuk kombinasi dari obat-obat tersebut.
- Cyclophosphamide, deoxorubicin, methotrexate, dan procarbazine
- Etoposidedan cisplatin
- Mitomycin, vinblastine, dan cisplatin.
c. Imunoterapi
Banyak klien kanker paru mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi (cytokin)
biasa di berikan.
d. Terapi Radiasi
Terapi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :
- Klien tumor paru yang operable tetapi risiko jika dilakukan pembedahan
- Klien adenokarsinoma / sel skuomosa inoperable yang mengalami pembesaran
- Kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.
- Klien dengan Ca. Bronkus dengan oat cell.
- Klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi.
 Penatalaksanaan Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
a. Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru)
Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
b. Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
c. Resesi segmental
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.
d. Resesi baji
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metastetik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru-paru berbentuk baji
(potongan es).
e. Dekortikasi
Merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura viscelaris.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan carsinoma bronkogenik antara
lain (Muttaqin, 2007):
a. Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system jantung paru
terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.
b. Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru.
c. Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat menyebabkan
pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah potensial efek samping dari
kemoterapi.
d. Fibrosis paru, perikarditis, dan mielitis adalah sebagian dari komplikasi yang
diketahui.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CARCINOMA BRONCHOGENIC

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan sekarang : Apa yang diderita pasien misalnya nyeri pada dada dan
sesak nafas.
3. Riwayat kesehatan masa lalu : Apakah dahulu pasien mempunyai penyakit paru
obstruksi menahun.
4. Riwayat kesehatan keluarga : apakah keluarganya ada yang menderita penyakit paru.
5. ADL (activity dialy living)
 Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea
karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan (biasanya tahap lanjut)
 Sirkulasi
Gejala : JVD (obstruksi vana kava)
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/disritmi, Jari tabuh.
 Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan, menolak kondisi yang
berat/potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang.
 Eliminasi
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil), Peningkatan frekuensi/
jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
 Makanan/cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan.
Kesulitan menelan, haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut), Edema wajah/ leher,
dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/periorbital (ketidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil), Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid).
 Nyeri /kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap
lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri
bahu/tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma) Nyeri abdomen
hilang timbul.
 Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum. Nafas pendek, pekerja yang terpajan polutan, debu industry, Serak,
paralysis pita suara. Riwayat merokok.
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja, Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan
konsolidasi), Krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),
krekelsmengi, menetap; pentimpangan trakea (area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
 Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma), Kemerahan, kulit pucat
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
 Seksualitas
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar),
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
 Penyuluhan
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis, Kegagalan
untuk membaik.
B. Diagnosa Keperawatan yang muncul adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan mukus
/viskositas sekret, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan, kelelahan.
2. Nyeri akut b/d invasi kanker ke pleura, dinding dada.
3. Pola pernafasan tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkialoleh sekret, perdarahan
aktif, penurunan ekspansi paru, proses inflamsi.
4. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan aliran udara ke alveoli atau ke bagian
utama paru, perubahan membran alveoli (atelektasis, edema paru , efusi, sekeresi
berlebihan,/perdarahan aktif).
5. Ansietas b/d ketakutan /ancaman akan kematian , tindakan diagnostik, penyakit
kronis.
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat, peningkatan metabolisme,
proses keganasan.
C. Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa : Bersihan Jalan nafas tidak efektif b/d peninjkatan jumlah/viskositas
secret, keterbatasan gerakan dada/nyeri, kelemahan/kelelahan
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria ;
- Menunjukan potensi jalan nafas.
- Cairan sekret mudah dikeluarkan/dibatukan.
- Bunyi nafas jelas.
- Whezing(-)/berkurang
Intervensi
1. Auskultasi bunyi dada, untuk karakter bunyi nafas dan adanya sekret.
2. Bantu untuk nafas dalam efektif anjurkan batuk dengan posisi duduk.
3. Observasi jumlah dan karakter sputum/aspirasi sekret.
4. Lakukan penghisapan dengan menggunakan suction. Bila klien tidak dapat
batuk.
5. Dorong masukan cairan/oral sedikitnya 2500 CC/hari dalam toleransi jantung.
6. Kolaborasi : Berikan/bantu dengan IPBB , spirometri, meniup botol
7. Gunakan oksigen humidifikasi/nebulizer ultrasonik . Berikan cairan tambahan
melalui IV sesuai indikasi.
8. Berikan bronkodilator, ekspektoran, atau analgetik sesuai indikasi.
b. Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas b/d gg. Aliran udata ke alveoli, perubahan
membran alveolar kapiler (atelektasis, oedema paru, efusi, sekresi berlebihan,
perdarahan aktif)
Tujuan: Pertukaran gas efektif.
Kriteria : GDA dalam batas normal,. Menunjukkan ventilasi adekuat Menunjukan
oksigenasi adekuat dan menunjukan perbaikan distress pernafasan.
Intervensi:
1. Catat frekluensi dan kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu dan nafas
bibir.
2. Auskultasi paru untuk penurunan bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan
krekels.
3. Observasi ferfusi daerah akral dan sianosis (daun telinga, bibir, lidah dan
membran lidah)
4. Lakukan tindakan untuk memperbaiki jalan nafas.
5. Tinggikan kepala/tempat tidur sesuai dengan kebutuhan.
6. Awasi tanda vital
7. Kaji tingkat kesadaran
8. Kaji toleransi aktivitas.
9. Kolaborasi:
10. Awasi seri GDA.
11. Berikan oksigen dengan metoda yang tepat
c. Diagnosa: Pola nafas tidak efektif b/d obstruksi trakeobronkial oleh bekuan darah,
sekret banyak ,peradarahan aktif, penurunan ekspansi paru, proses inflamasi
Tujuan: Pola nafas efektif.
Kriteria :
- Frekuensi nafas dalam rentang normal
- Suara paru jelas dan bersih.
- Berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada., catat upaya
pernafasan ( penggunaan otot bantu pernafasan )
2. Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas.
3. Observasi pola batuk dan karakter sekret
4. Dorong dalam nafas dalam.dan latihan batuk.
5. Kolaborasi:
- Berikan oksigen tambahan.
- Berikan humidifikasi tambahan.
- Bantu fisioterapi dada.
d. Diagnosa: Nyeri b/d. invasi kanker ke pleura, atau dinding dada.
Tujuan: Nyeri hilang/ berkurang
Kriteria :
- Klien nampak rileks.
- Klien dapat tidur.
- Berpartisi dalam aktivitas.
Intervensi
1. Tanyakan pasien tentang nyeri, Tentukan karaktersitik nyeri
2. Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
3. Evaluasi keefektifan pemberian obat
4. Berikan tindakan kenyamanan, ubah posisi, pijatan punggung dll.
5. Berikan lingkungan tenang.
6. Kolaborasi: Berikan analgesik rutin s/d indikasi.
e. Diagnosa: Ansietas b/d ancaman kematian, proses keganasan
Tujuan: Ansietas hilang/ berkurang
Kriteria :
- Klien tampak rileks
- Klien dapat beristirahat.
- Dapat bekerjasama dalam terapi.
Intervensi
1. Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang diagnosa.
2. Akui rasa takut, masalah pasien, dan dorong mengekspresikan perasaan.
3. Kolaborasi :
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan keperawatan
f. Diagnosa: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake kurang, peningkatan
metabolisme proses keganasan.
Tujuan: Nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- Menunjukan perubahan beratbadan.
- Menunjukan perubahan pola makan.
- Hb. Albumin dalam rentang normal.
Intervensi
1. Catat ststus nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan
derajat kekurangan berat badan
2. Pastikan pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
3. Awasi pemasukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik
4. Selidiki mual, muntah, anoreksia dan catat kemungkinan hubungannya dengan
obat
5. Berikan periode istirahat sering.
6. Berikan perawatan mulut, sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
7. Berikan Diet TKTP.
8. Kolaborasi :
9. Rujuk ke ahli diet
10. Awasi pemeriksaan lab. (BUN, protein serum, albumin Hb)
11. Bila perlu berikan nutrisi parenteral
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, Mukty A.2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Airlangga University
Press.

Alsagaff H. 2006. Kanker paru. Bag. SMF. Ilmu Penyakit Paru. Surabaya. FK Unair-RSU Dr.
Soetomo.

Kumar V., Robbin, SL. 2007. Buku Ajar Patologi : Paru dan Saluran Nafas Atas. 7thed, vol. 2.
Jakarta : EGC.

Muttaqin, A. 2007. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta : Salemba Medika.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta. EGC.

Sudoyo, A.W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV.Jakarta : Pusat Penerbit FK UI.

Syahruddin TE, Mulyani S, Chan Y, et al. 2006. Faktor Risiko, gejala klinis dan diagnosis
kanker paru di Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas-Rumah
Sakit Dr. M. Djamil, Padang tahun 2005. J Respirasi lndonesia. 2006 : 26175-179

Anda mungkin juga menyukai