Anda di halaman 1dari 24

PORTO FOLIO HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Dian Lestari
Umur : 39 tahun
Alamat : Surian
Masuk RS : 11 April 2018

B. Anamnesis
 Keluhan Utama :
Mual sejak ±10hari yang lalu
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah Dialami sejak ±10hari yang lalu dan
meningkat sejak 5 hari ini. Pada awalnya, muntah hanya terjadi pada pagi hari namun saat ini
muntah dialami tidak hanya di pagi hari. Muntah sering terjadi ketika pasien setelah makan dan
minum, dengan frekuensi >10x/hari dengan volume ¾-1 gelas. Isi muntahan berupa makanan dan
minuman yang dikonsumsi sebelumnya.Muntah disertai dengan sedikit darah saat sebelum ke rumah
sakit. Keluhan mual dan muntah semakin bertambah berat apabila mencium bau masakan dan
wewangian. Selain itu pasien juga mengeluh badan terasa lemas sehingga tak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari, merasa haus dan bibir terasa kering, merasa banyak air liur di dalam mulut,
terjadi penurunan nafsu makan dan berat badan.Keluhan disertai juga dengan sakit diulu hati. BAB
dan BAK (+) Normal
Riwayat kehamilan/abortus/persalinan :
I : tahun 1998, 3600 gr, laki - laki, cukup bulan, spontan, ditolong bidan, hidup
II : tahun 2016, 4000 gr, perempuan, cukup bulan, spontan, ditolong bidan, hidup
III : tahun 2004, 3800 gr, laki – laki, cukup bulan, spontan, ditolong bidan, hidup
IV : tahun 2008, 4100gr, laki - laki, cukup bulan, spontan, ditolong bidan, hidup

Riwayat pendidikan/pekerjaan : tamat SLTA/ibu rumah tangga.

Riwayat kebiasaan :
merokok tidak ada, alkohol tidak ada, obat-obatan tidak ada.

Riwayat haid
menarche usia 13 tahun, haid teratur 1x/bulan, selama 4-6 hari, ganti pwmbalut 1-2x/hari.

1
C. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler
Suhu : 37,0°C
Pernapasan : 21 x/menit, reguler,
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemah

Status Generalis
Kepala : Nyeri tekan kepala -, rambut tidak mudah dicabut, alopecia -.
Wajah : Nyeri tekan sinus -.

Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, RC +/+,diameter pupil 3mm/3mm,
cekung(+)
Telinga : Nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-, serumen +/+, sekret -/-, membran
timpani intak/intak.
Hidung : Sekret -/-, deviasi septum -, mukosa hiperemis -.
Mulut : tonsil T1/T1, mukosa hiperemis -, uvula di tengah, arkus faring simetris.
Leher :
KGB : Tidak teraba.
Tiroid :Tidak terdapat pembesaran.
JVP : 5+2 cmH2O.
Dada :
Paru : I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-),sikatriks (+).
Pal : Krepitasi (-), massa (-),
P: Sonor pada seluruh lapang paru.
A : Sd vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Jantung: I : Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba di SIC 5 2jari medial linea midklavikulakiri
P: Batas jantung kiri di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri, batas jantung
kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.
A : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).

2
Abdomen: FUT teraba 2 jari di bawah pusat, BU (+)N, Turgor menurun(-), nyeri tekan
epigastrium(+)
Ekstremitas: CRT <2”, Tidak ada edema, akral hangat, turgor kulit baik, tidak ada gangguan
gerak pada ekstrimitas superior dan inferior

D. Hasil Pemeriksaan Labor


Hb : 13,6 g/dl
Leukosit : 10.000 mm3
Trombosit : 378.000 mm3
Ht : 42%
Ad Random : 150
Urin : Keton (-)

E. Diagnosis
G5P40A0H4 gravid 10 - 11 minggu + Hiperemesis gravidarum

F. Terapi
 IVFD RL : D5% : Panamin G : KaEN Mg2 = 1 : 1 : 1 : 1 6 jam/kolf
 Inj. Ranitidine 2 x 50mg (IV)
 Inj. Ondansetron 2 x 8mg (IV)
 Asam Folat 1x1
 Antasid 3x1 tablet
 Observasi KU, dan TTV

Follow Up Pasien
Tanggal SOA Planning

12/4/2018 S: muntah (+)10 x, mual (+), demam (-), nyeri ulu  Bed rest
hati (+)  IVFD RL : D5% :

O: Panamin G :
KaEN Mg2 = 1 : 1
Kes: CMC
: 1 : 1 6 jam/kolf
TD: 100/70 mmHg
 Inj. Ranitidine 2 x
HR: 98x/menit 50mg (IV)

3
RR: 19 x/menit  Inj. Ondansetron 2
x 8mg (IV)
T : 36,5°C
 Asam Folat 1x1
Mata : mata cekung (+), anemis (-), ikterik (-)  Antasid 3x1 tablet
Thorax : cor = irama regular, bising (-)
Observasi KU, dan
Pulmo = SN vesikuler, rh (-), wh (-) TTV

Abdomen : TFU 2 jari bawah umbilicus, nyeri


tekan epigastrium (+)

Ekstremitas : akral hangat , CRT< 2 detik

Genitalia : v/u tenang, PPV (-)

A : G3P1A1H1 10-11 mgg + Hiperemesis


Gravidarum

13/4/2018 S: muntah (+) 8x, mual (+), demam (-), nyeri ulu  - Bed rest
hati (+)  IVFD RL : D5% :

O: Panamin G :
KaEN Mg2 = 1 : 1
Kes: CM
: 1 : 1 6 jam/kolf
TD: 100/80 mmHg
 Inj. Ranitidine 2 x
HR: 92x/menit 50mg (IV)
RR:20x/menit  Inj. Ondansetron 2
x 8mg (IV)
T : 37,0°C
 Asam Folat 1x1
Mata : cekung (+), anemis (-), ikterik (-)  Antasid 3x1 tablet
Thorax : cor = irama regular, bising (-)
Observasi KU, dan
Pulmo = SN vesikuler, rh (-), wh (-) TTV

Abdomen : TFU 2 jari bawah umbilicus, nyeri


tekan epigastrium (+)

Ekstremitas : akral hangat , CRT< 2 detik

Genitalia : v/u tenang, PPV (-)

A : G3P1A1H1 10-11 mgg + Hiperemesis


Gravidarum

4
14/4/2018 S: muntah (+) 1x, mual (+), demam (-),nyeri ulu  Bed rest
hati (-)  Ranitidine 2x

O: 150mg
 Ondansetron 2 x 1
Kes: CM
 Asam Folat 1x1
TD: 110/70 mmHg
 Antasid 3x1 tablet
HR: 92 x/menit  Boleh Pulang
RR:18x/menit

T : 36,8°C

Mata : cekung (-), anemis (-),

Thorax : cor = irama regular, bising (-)

Pulmo = SN vesikuler, rh (-), wh (-)

Abdomen : TFU 2 jari bawah umbilicus, nyeri


tekan epigastrium (-)

Ekstremitas : akral hangat , CRT< 2 detik

Genitalia : v/u tenang, PPV (-)

A : G3P1A1H1 10-11 mgg + Hiperemesis


Gravidarum

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


• Subjektif :
Wanita, 39tahun, datang dengan keluhan mual dan muntah Dialami
sejak ± 10 hari yang lalu dan memberat sejak 5 hari ini. Pada awalnya,
muntah hanya terjadi pada pagi hari namun saat ini muntah dialami tidak

5
hanya di pagi hari. Muntah sering terjadi ketika pasien setelah makan dan
minum, dengan frekuensi >10x/hari dengan volume ¾-1 gelas. Isi
muntahan berupa makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya.
Muntah disertai dengan sedikit darah saat sebelum ke rumah sakit.
Keluhan mual dan muntah semakin bertambah berat setelah makan dan
minum atau saat mencium bau masakan dan wewangian. Selain itu pasien
juga mengeluh badan terasa lemas sehingga tak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari, merasa haus dan bibir terasa kering, merasa banyak
air liur di dalam mulut, terjadi penurunan nafsu makan dan berat badan.
Keluhan disertai dengan sakit ulu hati. BAB dan BAK (+) Normal

Objektif
Pada pemeriksaan fisik pertama pada saat pasien masuk didapatkan
tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 110x/menit, Respirasi 21x/menit, Suhu
37ºC. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan (+) regio
epigastrium. Pemeriksaan obstetri : TFU: 2 jari di bawah pusat. Pada
pemeriksaan urin didapatkan keton(-). Hasil laboratorium pasien dalam
keadaan normal. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang maka diagnosis yang dapat ditegakkan pada pasien
ini adalah Hiperemesis Gravidarum Grade I.

Assesment(penalaran klinis) :
Pasien ♀, 39 thn, nausea dan vomiting sejak ±10hari yang lalu.
Vomiting terjadi setelah makan dan minum atau saat mencium bau masakan
dan wewangian, frekuensi >10x/hari dengan volume ¾-1 gelas. Vomiting
berupa makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya,. Vomiting
disertai dengan sedikit darah 1x sebelum ke rumah sakit. Malaise (+),
penurunan aktivitas (+), merasa haus dan bibir terasa kering, hipersalivasi
(+), anoreksia (+), penurunan berat badan (+), nyeri epigastrium (+). BAB
BAK normal.Mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai
mengganggu pekerjaan sehari-hari merupakan Hiperemesis Gravidarum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi
110x/menit, Respirasi 21x/menit, Suhu 37ºC. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan (+) regio epigastrium. Pemeriksaan obstetri : TFU: 2

6
jari di bawah pusat. Pada pemeriksaan urin didapatkan keton(-).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
maka diagnosis yang dapat ditegakkan pada pasien ini adalah Hiperemesis
Gravidarum Grade I.
Plan :
DIAGNOSIS KERJA
G5P4A0H4 gravid10 - 11 minggu + Hiperemesis gravidarum Tingkat I
Terapi:
 IVFD NaCl 0,9% guyur 1 kolf, lanjutkan IVFD D5% : RL 20 tts/menit (makro)
 Inj. Ranitidine 2 x 50mg (IV)
 Inj. Ondansetron 2 x 1 amp (IV)
 Drip ondansetron dalam D5% 500cc 20 tts/menit
 inj Neurobion 1 amp ( IM )
 Observasi KU, TTV, dan DJJ.

Edukasi :
1. Perlu dijelaskan kepada pasien bahwa selain terapi medika mentosa,
pasien juga harus diedukasi untuk tidak lagi mengkonsumsi makanan/
minuman/ obat-obatan yang merangsang lambung.
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan meyakinkan
pasien bahwa penyakit dapat disembuhkan
3. Memotivasi ibu dan menghilangkan rasa takut oleh karena kehamilan
4. Istirahat yang cukup dan mengurangi pemikiran terhadap masalah
5. Edukasi keluarga pentingnya motivasi dari keluarga dan suasana yang
tenang saat perawatan di rumah.

7
HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Definisi
Hiperemesis gravidarum (HG) adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena
terjadi dehidrasi.1 Selain itu dapat diartikan hiperemesis gravidarum adalah muntah-
muntah yang cukup berat sehingga menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi,
asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya asam hidroklorida dalam muntahan
dan hipokalemia.
B. Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya dimulai pada
gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir pada minggu 12-14.
Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22 minggu. Hiperemesis berat
yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2% kehamilan.
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi gravida. Dari
seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya mengalami
hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan. Insiden dikatakan
meningkat pada masyarakat barat yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan
pedesaan.
Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian, tapi
masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.Morbiditas yang ditimbulkan
berupa :
1. Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang bekerja.
2. Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan dehidrasi. Sekitar seperempat pasien
hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari sekali.
3. Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan dalam
kehamilan yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan
neonatus dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, prematur, dan
nilai Apgar 5 menit kurang dari 7.
C. Etiologi dan Patogenesis
Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas mengeluarkan
isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah
termasuk reflex integrative yang kompleks yang terdiri dari 3 komponen utama yakni
detektor muntah, mekanisme integrative dan efektor yang bersifat somatik, dimana
8
rangsangannya dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah.
Selain itu pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat muntah lain yang lebih
tinggi pada serebral dari chemoreseptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari
apparatus vestibular via serebelum. Kalau sinyal tersebut berasal dari perifer maka sinyal
tersebut tidak akan melalui trigger zone tetapi akan mencapai pusat muntah melalui
nucleus traktus solitaries. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat
vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII,
X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan
otot abdomen.
Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan mengakibatkan
pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong
sifngter krikoesofagus terbuka, tertutupnya glotis dan akhirnya terangkatnya palatum mole
untuk menutup nares anterior. Akhirnya timbul kontraksi kuat dari otot abdomen yang
mengakibatkan timbulnya tekanan intragastrik yang tinggi. Dengan tekanan intragastrik
yang meninggi dilanjutkan dengan relaksasi dari sfingter esofagus, sehingga
memungkinkan terjadinya pengeluaran isi lambung.
Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih kontroversial. Dengan
adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan berkurangnya cadangan energi. Tubuh
mulai beradaptasi dengan mengambil jalur lain untuk memperoleh energi yakni melalui
jalur glukoneogenesis dengan mengoksidasi asam lemak. Oksidasi lemak ini memiliki
kerugian yakni meningkatkan kadar keton dalam urin akibat hasil dari oksidasi tidak
sempurna dari asam lemak yakni tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik
dan aseton.
Selain kehilangan cadangan energi, muntah yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan timbulnya
dehidrasi, sehingga cairan plasma dan ekstravaskuler akan berkurang. Natrium dan
khlorida darah turun, demikian juga dengan khlorida urine. Dampak lainnya yakni dapat
mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini
menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat
metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati,
sehigga memperberat keadaan penderita.
Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan pada selaput lendir
esofagus dan lambung, sehingga kadang kala dapat muncul gejala seperti muntah darah.

9
Gejala ini dikenal dengan nama Mallory-Weiss Syndrome. Pada umumnya robekan ini
ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor
endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi dan
psikologi.
a. Endokrin
1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Sampai saat ini HCG dikatakan sebagai penyebab utama dari hiperemesis gravidarum
karena dikaitkan adanya peningkatan signifikan dari HCG pada ibu dengan hiperemesi
gravidarun. mekanisme timbulnya masih belum jelas namun dikatakan akibat efek
stimulasi pada sistem sekresi dari GIT dan stimulasi dari fungsi tiroid karena memiliki
struktur yang mirip dengan Thyroid Stimulating Hormon (TSH).
Penelitian lainnya mengatakan peningkatan HCG bukan merupakan satu – satunya
penyebab melainkan ada isoform spesifik dari HCG yang juga mengakibatkan
Hiperemesis gravidarum (HG). Ini ditandai dengan adanya HCG yang lebih asam (pH
<4). Kebanyakan bentuk isoform ini merupakan akibat dari kelainan genetik ataupun
hasil adaptasi terhadap lingkungan.
2. Progesteron
Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling tinggi pada trimester
pertama ketika HG sering terjadi. Penelitian menunjukkan pada pasien dengan HG
memiliki kadar progesteron yang lebih rendah.
3. Estrogen
Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan timbulnya HG.
Kadar estrogen yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan waktu transit dari usus dan
pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan meningkatnya akumulasi cairan
akibat peningkatan hormone steroid. Perubahan pH pada GIT dapat meningkatkan
risiko infeksi Helicobacter Pylori sehingga dapat mengakibatkan munculnya gejala
GIT.
4. Thyroid Hormones
Kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkatkan sekresinya pada saat kehamilan
mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam darah yang dikenal dengan nama
Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT). Bersamaan dengan HCG, tiroid memiliki
peranan penting dalam timbulnya HG. Mekanisme masih belum jelas, namun
kemungkinan karena memiliki struktur yang mirib dengan HCG.
5. Leptin
10
Leptin merupakan hormone yang memliki peranan dalam mengatur berat badan dan
memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin. Hubungan antara HG dan leptin
didapatkan berdasarkan fakta bahwa leptin sering ditemukan pada jaringan adipose dan
fungsi utamanya adalah mengurangi rasa lapar dan meningkatkan konsumsi energi
dengan cara berinteraksi dengan kortisol, tiroid dan insulin. Kadar leptin sering
ditemukan pada ibu hamil salah satunya dengan HG namun mekanismenya masih
belum jelas.
6. Adrenal Cortex
Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan gejala pada ibu dengan
HG ketika menggunakan terapi kortikosteroid. Kemungkinan rendahnya kadar kortisol
berhubungan dengan timbulnya HG, namun mekanisme masih belum jelas.
7. Growth hormone dan prolactin
Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan prolaktin ditemukan pada
pasien dengan HG. Kemungkinan ini diakibatkan karena kadar hGH dan prolaktin
kemungkinan mempengaruhi produksi dari hormon plasenta dan endometrial pada ibu
hamil.
8. Placental serum markers
Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik dari plasenta yang
beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal kehamilan. Protein ini diperkirakan
berhubungan dengan adanya muntah pada kehamilan.
b. Imunologi
Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun mediated, kemungkinan untuk
melindungi janin dari sistem imun ibu. HG dikatakan timbul akibat dari overaktivasi dari
sistem imun yang berhubungan dengan sintesis hormon kehamilan.
c. Gastro Intestinal
1. Infeksi Helicobacter Pylori
Peningkatan insiden H.pylori pada pasien HG merupakan salah satu etiologi yang
cukup jelas. Secara signifikan ditemukan H.pylori pada bagian antrum dan corpus dari
lambung pasien dengan HG. Jumlah bakteri H.pylori juga kemungkinan berhubungan
dengan derajat keparahan dari HG.
Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan
keasaman lambung yang berhubungan denga perubahan sistem imun pada ibu hamil.
Perubahan sistem imun baik secara humoral maupun selular meningkatkan risiko ibu
terinfeksi H.pylori.
2. Motilitas lambung dan usus
11
Selama hamil sex steroid dapat mengakibatkan aktivitas abnormal dari lambung dan
usus halus mengakibatkan lambatnya waktu transit dan menghambat waktu
pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan mual. Namun ternyata dalam
penelitian hal tersebut tidak berpengaruh dalam patogenesis HG.
3. Tekanan spingter bawah esophagus
Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux selama hamil. Gejala ini
kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan dari spingter bawah esophagus, yang
diakibatkan karena meningkatnya estrogen dan progesteron.
4. Sekresi cairan di GIT
HG kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT bagian atas karena peningkatan
sekresi dan akumulasi cairan dalam lumen lambung. Peningkatan sekresi cairan
merupakan hal yang fisiologis pada ibu hamil, karena berhubungan dengan sekresi
cairan amnion.
d. Enzim Metabolik
1. Liver enzim
Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien HG dengan peningkatan kadar SGOT
maupun SGPT. Kelainan ini kemungkinan ditemukan pada pasien HG tipe late onset,
lebih parah sampai ketonuria dan hipertiroidism, namun mekanisme secara detail
belum jelas. Diperkirakan kelainan fungsi hati kemungkinan disebabkan karena efek
kombinasi dari hipovolemia, malnutrisi, dan timbulnya asam laktat pada HG.
2. Amilase
Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien dengan HG. Namun
peningkatan serum amylase tidak diakibatkan karena peningkatan enzim amylase dari
pancreas, menunjukkan kalau peningkatan tersebut bukan diakibatkan gangguan dari
pankreas melainkan sekresi yang berlebihan dari kelenjar ludah.
e. Defisiensi nutrisi
1. Defisiensi vitamin
Terdapat penurunan jumlah vitamin B1 pada pasien dengan HG, namun hubungan
secara biokimia belum dapat dijelaskan secara detail. Selain itu juga terdapat defisiensi
vitamin lain yakni thiamin dan K yang juga diperkirakan berhubungan dengan
peningkatan insiden HG.
2. Defisiensi Unsur Mikro
Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan pathogenesis HG yakni zinc dan
besi. Plasma zinc ditemukan meningkat sedangkan besi menurun pada pasien dengan
Hg. Zinc merupakan bahan yang penting dalam katalisis enzim yang berhubungan
12
dengan metabolism, sedangkan kadar besi yang rendah kemungkunan mengganggu
fungsi biokimia, metabolic dan endokrin dari beberapa organ.
f. Anatomi
Ibu hamil berisiko mengalami HG karena adanya beberapa variasi anatomi, kemungkinan
penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada ovarium kanan dan kiri menyebabkan
tingginya kadar sex steroid pada vena porta.
g. Psikologi
Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang
retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat
mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau
sebagai pelarian kesukaran hidup.
Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada wanita hamil
dengan dan tanpa HG selama kehamilan. Subjek dengan gejala HG jauh lebih tinggi
gejala psikologisnya dibandingkan dengan kecemasan dari para wanita hamil yang tidak
menderita HG. Gejala tersebut antara lain; gejala depresi, histeria, psychasthenia,
skizofrenia, somatisasi dan perilaku obsesif kompulsif. Penyebab gejala-gejala psikologis
tersebut karena trauma dan stress. Dapat disimpulkan bahwa HG tidak berhubungan
dengan gangguan psikologis dan sulit untuk membuktikan bahwa HG adalah murni
psikologis karena banyak wanita mulai muntah sebelum mereka mengetahui bahwa
mereka hamil.

13
Gambar 1. Interaksi antara faktor – faktor pencetus HG.
D. Gejala Klinis
Batasan jelas antara mual yang masih dianggap fisiologis dalam kehamilan dengan
hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh,
sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut
berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu :
1. Tingkat I.
Muntah yang terus menerus, penderita merasa lemah, timbul intoleransi terhadap
makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama
keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah.
Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata
cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tetapi masih normal.
2. Tingkat II.
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik
kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin
dalam urin, dan berat badan cepat menurun.

3. Tingkat III.

14
Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan
kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, sianosis, gangguan
jantung, bilirubin dan proteinuria dalam urin, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat
dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental.
Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks.
Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.

Parameter Tingkat I Tingkat II Tingkat II


Kondisi umum Lemah Lebih lemah dan Lebih buruk
apatis
Kesadaran Compos mentis Apatis Somnolen
Nyeri epigastrium + ++ ++
Muntah >10 kali Sering Berhenti
Tekanan darah Menurun Menurun Menurun
Nadi >100 x/mnt Meningkat Meningkat
Turgor kulit Menurun Menurun Menurun
Mata Cekung Cekung, + ikterus Cekung, + ikterus
BAK Normal Oligouria Oligouria-anuria
Keton urin -/+ > +2
Tabel 1. Gejala Hiperemesis Gravidarum
E. Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya
kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan
umum. Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan
makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu
segera diberikan. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah.Mual
dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan
mengganggu aktivitas pasien sehari-hari.Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh

15
informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis
gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit
sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,
tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan.Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
adanya tanda-tanda dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun.Pada
vaginal toucher dapat ditemukan uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi
lunak, pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru (livide).Selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap,
urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas
darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita
hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4.
Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar
TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi
Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan kenaikan
hemoglobin, hematokrit, kreatinin, shift to the left, benda keton dan proteinuria,
peningkatan blood urea nitrogen. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk
mendeteksi adanya kehamilan kembar ataupun mola hidatidosa.Pada keluhan
hiperemesis yang berat dan berulang perlu dipikirkan untuk konsultasi psikologi.

F. Diagnosis Banding
Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis pereksklusionam, sehingga
perlu menyingkirkan semua diagnosis banding yang mungkin terlebih dahulu.Penyakit-
penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-muntah
yang hebat harus dipikirkan, antara lain:
1. Appendisitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat
menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendiksitis akut keluhan tersebut
sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness
juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan appendiksitis
akut dan tanpa appendiksitis akut.
16
2. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai
riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan
penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton
urine untuk mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan
pemeriksaan gas darah.
3. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai
riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-obat analgetik non
steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan
wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan
hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat.
Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan
preterm. Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah,
juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena
hormon jarang disertai diare.
4. Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah
menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan SGOT dan SGPT yang
nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III
(tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita
hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis.
5. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga
disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari,
gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan
kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin.
G. Penatalaksanaan
Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.Indikasi
pasien rawat inap di rumah sakit sebagai berikut:
1. Semua yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi bila telah berlangsung
lama.
2. Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badan normal.
3. Dehidrasi, yang ditandai dengan turgor yang kurang dan lidah kering
4. Adanya aseton dalam urine.
17
Non Farmakologi
Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi adalah istirahat
dan menghindari makanan yang merangsang, seperti makanan pedas, makanan berlemak,
atau suplemen besi. Perubahan pola diet yang sederhana, yaitu mengkonsumsi makanan
dan minuman dalam porsi yang kecil namun sering cukup efektif untuk mengatasi mual
dan muntah derajat ringan.1 Jenis makanan yang direkomendasikan adalah makanan
ringan, kacang-kacangan, produk susu, kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman
elektrolit dan suplemen nutrisi peroral disarankan sebagai tambahan untuk memastikan
terjaganya keseimbangan elektrolit dan pemenuhan kebutuhan kalori. Menu makanan
yang banyak mengandung protein juga memiliki efek positif karena bersifat eupeptic dan
efektif meredakan mual. Manajemen stres juga dapat berperan dalam menurunkan gejala
mual.
Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen
tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat
gizi yang cukup. Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat,
diantaranyanadalah:
a. Karbohidrat tinggi
b. Lemak rendah
c. Protein sedang
d. Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan
keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
e. Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering
dalam porsi kecil
f. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam
dan selingan malam.
g. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan gizi pasien
Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a. DietbHiperemesisbI
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum berat.
Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau
rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam
sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka
tidak diberikan dalam waktu lama.
18
b. DietbHiperemesisbII
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara
berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan
yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
c. DietbHiperemesisbIII
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet
diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama
makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.

Farmakologi
Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap dirumah sakit dan dilakukan
rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian
makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika dibutuhkan.
Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau tiamin perlu
dipertimbangkan. Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak. Untuk pasien
dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.
Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per oral dan
didapatkan perbaikan hasil laboratorium.
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi
yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik,
uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.2 Pada kasus
hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena
kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi
yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan
komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk
dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang
diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan
glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat
ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat
diberikan pula asam amino secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa
setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa
setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada
19
permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan
keadaan umum membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun
makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada
umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik. Daldiyono
mengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial
berdasarkan sistem poin. Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
No Gejala klinis Score
1 Muntah 1
2 Voxs Choleric (Suara Parau) 2
3 Apatis 1
4 Somnolen, Sopor, Koma 2
5 T ≤ 90 mmHg 1
6 T ≤ 60 mmHg 2
7 N  120 x/menit 1
8 Frekuensi napas > 30x/menit 1
9 Turgor Kulit  1
10 Facies Cholerica (Mata Cowong) 1
11 Extremitas Dingin 1
12 Washer Women’s Hand 1
13 Sianosis 2
14 Usia 50 – 60 -1
15 Usia > 60 -2
Tabel 2 Daldiyono score9

Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung :


Defisit = Jumlah Poin x 10 % BB x 1 Liter
15
 Koreksi 2 jam pertama
Pemberian obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien buruk.
Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vitamin B6 (piridoksin), antihistamin dan
agen-agen prokinetik. AmericanCollege of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg doxylamine per oral setiap 8 jam
sebagai farmakoterapi lini pertama yang aman dan efektif. Dalam sebuah randomized

20
trial, kombinasi piridoksin dan doxylamine terbukti menurunkan 70% mual dan muntah
dalam kehamilan. Suplementasi dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi berat hiperemesis, yaitu Wernicke’sencephalopathy. Komplikasi ini
jarang terjadi, tetapi perlu diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai dengan
gejala okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan ekstraokular.
Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan benzamin, telah terbukti efektif dan
aman bagi ibu. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin, klorpromazin
menyembuhkan mual dan muntah dengan cara menghambat postsynapticmesolimbic
dopamine receptors melalui efek antikolinergik dan penekanan reticularactivating
system. Obat-obatan tersebut dikontraindikasikan terhadap pasien dengan
hipersensitivitas terhadap golongan fenotiazin, penyakit kardiovaskuler berat, penurunan
kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat, kejang yang tidak terkendali, dan glaucoma
sudut tertutup. Namun, hanya didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi
antiemetik terhadap janin.
Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan dengan antihistamin gagal.
Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet bukal dengan efek samping sedasi
yang lebih kecil. Dalam sebuah randomized trial, metoklopramid dan prometazin
intravena memiliki efektivitas yang sama untuk mengatasi hiperemesis, tetapi
metoklopramid memiliki efek samping mengantuk dan pusing yang lebih ringan. Studi
kohort telah menunjukkan bahwa penggunaan metoklopramid tidak berhubungan dengan
malformasi kongenital, berat badan lahir rendah, persalinan preterm, atau kematian
perinatal. Namun, metoklopramid memiliki efek samping tardive dyskinesia,tergantung
durasi pengobatan dan total dosis kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama
lebih dari 12 minggu harus dihindari.
Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine (5HT3) seperti ondansetron mulai sering
digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya dalam kehamilan masih terbatas.
Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki efektivitas yang sama dengan prometazin,
tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih kecil. Ondansetron tidak meningkatkan
risiko malformasi mayor pada penggunaannya dalam trimester pertama kehamilan.
Droperidol efektif untuk mual dan muntah dalam kehamilan, tetapi sekarang jarang
digunakan karena risiko pemanjangan interval QT dan torsades de pointes. Pemeriksaan
elektrokardiografi sebelum, selama dan tiga jam setelah pemberian droperidol perlu
dilakukan.
Untuk kasus-kasus refrakter, metilprednisolon dapat menjadi obat pilihan.
Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk penatalaksanaan mual dan
21
muntah dalam kehamilan. Efek samping metilprednisolon sebagai sebuah glukokortikoid
juga patut diperhatikan. Dalam sebuah metaanalisis dari empat studi, penggunaan
glukokortikoid sebelum usia gestasi 10 minggu berhubungan dengan risiko bibir sumbing
dan tergantung dosis yang diberikan. Oleh karena itu, penggunaan glukokortikoid
direkomendasikan hanya pada usia gestasi lebih dari 10 minggu.

Gambar 2 Algoritme terapi farmakologi untuk mual dan muntah dalam kehamilan 2

Gambar 3 Obat-obatan untuk tatalaksana mual dan muntah dalam kehamilan

22
Terapi alternatif
Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk penatalaksanaan mual
dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan
nonfarmakologik dengan efek yang cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat
pertumbuhan seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+
yang sering menyebabkan infeksi. Empat randomized trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe
lebih efektif daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek samping
berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian, tetapi tidak ditemukan
efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar
jahe bubuk per oral, empat kali sehari. Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan
muntah masih menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6
di pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya masih
terbatas karena kurangnya uji yang tersamar. Dalam sebuah studi yang besar didapatkan tidak
terdapat efek yang menguntungkan dari penggunaan acupressure, namun The Systematic
Cochrane Review mendukung penggunaan stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa
profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual. Terapi stimulasi saraf
tingkat rendah pada aspek volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan muntah
serta merangsang kenaikan berat badan.
H. Komplikasi
Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul
dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia),
gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya yang mungkin timbul
adalah neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin
terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan kongenital.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar, Rustam, , Sinopsis Obsetri, Jilid I, 2001.Jakarta; EGC.


2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric Williams.
Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425.
3. Prawirohardjo S,Wiknjosastro H.Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.
4. Ogunyemi DA, Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. 2012
5. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Hyperemesis Gravidarum, a
literature review. Human Reproduction Update.vol 11. No.5. pp. 527-539.
6. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Hyperemesis gravidarum and Helicobacter pylori
infection: a systematic review. Obstet Gynecol 2007, 110:695-703.
7. Sheehan P. Hyperemesis gravidarum assessment and management. Aust Fam
Physician 2007,36:698-701.
8. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring for women with nausea and
vomiting in pregnancy : new approaches. British Journal of Midwifery, May 2008,
Vol 16, No. 5.
9. Asih, Kampono dan Prihartono. Hubungan pajanan infeksi Helicobacter pylori
dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Majlah Obstetri Ginekologi Indonesia. Vol
33, no 3 Juli 2009.
10. Einarson A, Maltepe C, Bukovic R, Koren G. Treatment of nausea and vomiting in
pregnancy: an updated algorithm. Can Fam Physician 2007, 53 (12):2109-2111.

24

Anda mungkin juga menyukai