PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 53 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tumanggung
Pekerjaan : Buruh Cuci
MRS : 14 September 2018
DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal
Pasif
1. Nyeri Kepala 15 September 2018
2. Parese N.III dan IV 15 September 2018
18
serangan, dirasakan sakit kepala hebat dan pasien
merasa baru pertama kali sakit kepala yang
dirasakan sehebat ini. Sakit kepala dirasa diseluruh
bagian kepala, seperti rasa berdenyut, tidak ada
rasa berputar. Keluhan nyeri kepala disertai dengan
kelopak mata sebelah kiri tidak dapat terbuka.
Pandangan kabur disangkal dan tidak ada sensasi
silau melihat cahaya. Tidak ada telinga berdenging.
Tidak ada rasa melayang. Keluhan disertai muntah,
muntah terjadi 1x tidak didahului oleh mual, berisi
cairan, sebanyak 1 gelas belimbing. Setelah
muntah pasien tidak sadarkan diri selama ±10
menit. Kelemahan anggota gerak tubuh tidak ada.
Tidak terdapat gangguan sensibilitas berupa rasa
baal dan kesemutan. Mulut pencong tidak ada.
Bicara pelo tidak ada. Penderita masih dapat
mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan
dan isyarat. Penderita juga masih dapat mengerti isi
pikiran yang disampaikan orang lain secara lisan,
tulisan dan isyarat. Kemudian pasien dibawa ke RS
DKT, saat di DKT pasien mengalami kejang 1x
selama ±1 menit dan pasien dirawat di ICU selama
3 hari. Kemudian pasien di rujuk ke RS Raden
Mattaher untuk dilakukan tindakan operasi, namun
setelah sampai di RS Raden Mattaher pasien
menolak untuk dilakukan operasi.
4. Riwayat Kebiasaan
Pasien merupakan tukang laundry
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)
III. OBYEKTIF
1. Status Present (14 September 2018)
Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 89x/menit
Suhu : 36,8oC
Respirasi : 20x/menit
2. Status Internus
Kepala : Mata : CA-/-, SI -/-,
Pupil :anisokor, refleks cahaya (+)
Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, KGB tidak membesar,
tidak ada deviasi trakhea
Dada : Simetris, tidak ada retraksi
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada ICS V, 2 jari medial
LMC sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 2 jari medial
LMC sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dextra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
Auskultasi :BJ I/II reguler, bising (-), gallop (-), murmur(-)
Paru :
Inspeksi :Simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan=kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan
whezzing(-/-), Ronkhi (-/-)
Perut :
Inspeksi :Datar, deformitas (-)
Palpasi :Supel, nyeri tekan (-), tak teraba massa, hepar lien
tidakteraba
Perkusi :Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) N
Alat kelamin : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
3. Status Psikitus
Cara berpikir : Baik
Perasaan hati : Baik
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik
4. Status neurologikus
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)
Pulsasi : (-)
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
Kaku kuduk : (+)
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Pupil; besarnya: 3mm 4mm
Bentuknya: bulat bulat
Reflek cahaya langsung + -
Reflek chya tdk langsung + +
Reflek konsensual - -
Reflek konvergensi - -
Melihat kembar - -
N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(kebawah – keluar) Normal Terganggu
Sikap bulbus Normal Normal
Melihat kembar - -
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Reflek kornea Normal Normal
Sensibilitas wajah: Normal Normal
N. VI (Abdusen)
Pergerakanbola mata
(lateral) Normal Terganggu
Sikap bulbus Normal Normal
Melihat kembar - -
N. VII (Fascialis)
Mengerutkan Dahi: Normal Normal
Menutup mata: Normal Normal
Memperlihatkan gigi: Normal Normal
Bersiul: Normal Normal
Perasaan lidah (depan) Normal Normal
N. VIII (Vestibulo-cochlearis)
Detik arloji Normal Normal
Suara berbisik Normal Normal
Test Weber Normal Normal
Test Rinne Normal Normal
N. IX (Glosofaringeus)
Perasaan Lidah (blkg) Normal Normal
Sensibilitas faring Normal Normal
N. X (Vagus)
Arkus faring simetris simetris
Berbicara Normal Normal
Gangguan menelan - -
Reflek muntah + +
Nadi Normal Normal
N. XI (Accesorius)
Memalingkan kepala Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
N. XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah: Normal
Tremor lidah - -
Atropi papil: - -
Artikulasi: - -
Disatria: - -
Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Lokalis Normal Normal
Reflek
Reflek kulit perut atas Normal Normal
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
Reflek kulit perut bawah Normal Normal
Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal
Lokalis Normal Normal
Refleks
Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Hoffman-Tromner (-) (-)
c. Anggota gerak bawah
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal
Lokalis Normal Normal
Refleks
Patella (++) (++)
Achilles (++) (++)
Babinsky (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Rosolimo (-) (-)
Mendel-Bechtrew (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Test Laseque (-) (-)
Test Kernig (-) (-)
Test Patrick (-) (-)
kontra patrick
f. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
g. Alat Vegetatif
Miksi : Tidak dilakukan
Defekasi : Tidak dilakukan
Ereksi : tidak dilakukan
h. Test Tambahan
Test Nafziger : (-)
Test Valsava : (-)
IV. RINGKASAN
Kesan :
- Gambaran subarachnoid hemorrhage pada frontotemporal dan cisterna
perimesencephalis
- Infark lakuner pada lobus frontal kanan
- Tidak tampak tanda tanda peningkatan tekanan intracranial.
V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Kesan :
- Perdarahan pada ventrikel lateralis
Rawat hari ke-11(23 September 2018)
S :Penurunan kesadaran, demam
O : TD : 220/100 mmHg T : 40,5oCN : 120x/menitRR : 27x/menit
GCS E1V1M1
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A :Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage+ IVH
P:- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- NRM Oksigen 10L/menit
- Diet cair 6x100 cc
- Manitol 6x100 cc
- Drip nicardipine 0,5-6 mcg/kgBB jika TDS >180, Target 160/80
- Inj. Levofloxacin 2x1
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Acetazolamid 3x250 mg
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet
- Paracetamol Infus
2.1.2 Epidemiologi
Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus
GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar
62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya
adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.2
2.1.3 Anatomi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi
koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges.
Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan3:
1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak
dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang
tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus
dari otak dan medula spinalis.
2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan
terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam
lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan
yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak
dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki
pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi
yang sama. Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri
inomata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua
arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya
mendarahi sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan
temporalis, apparatus koklearis dan organ-prgan vestibular.
3. Sirkulus Arteriosus Willisi
Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh
pembuluh-pembuluh darah anastomosis yaitu sirkulus arteriosus
willisi.
2.1.4 Etiologi
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid
adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya
malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang
dapat terbentuk di arteri otak seperti3:
1. Aneurisma sakuler (berry)
2. Aneurisma fusiformis
2.1.5 Patofisiologi
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri
serebral utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi
anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat
yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri
communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi
posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi
arteri basilar ke arteri otak posterior.6
Gambar 4. Lokasi aneurisma
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi
orang dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma
intrakranial dan rupture tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa
aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan
baik pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap
stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi
menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan hilangnya
lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya,
aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari
dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma
bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko
rupture menjadi rendah.6
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran
dan kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat
ruptur. Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar
daripada aneurisma yang tidak rupture.6
Aneurisma yang pecah
Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam
kehidupan. Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien
ber rusia antara 15 dan 45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat
dikaitaan dengan kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari,
dan aktivitas berat.6
Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis
pasti memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3
minggu sebelum perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini
meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan
berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari
berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture
dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian
pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%.6
2.1.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesa perdarahan subarakhnoid sering terjadi
misdiagnosis berkisar antara 23% hingga 53%. Karena itu, setiap
keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih cermat.
Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka
dari itu faktor resiko terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada
tabel berikut.5
Tabel 1. Faktor Risiko Pendarahan Subarakhnoid
Bisa dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi
- Hipertensi - Riwayat pernah menderita
perdarahan subarakhnoid
- Perokok (masih atau riwayat) - Riwayat keluarga perdarahan
- Konsumsi alkohol subarakhnoid atau aneurisma
- Tingkat pendidikan rendah
- Body mass index rendah - Penderita atau riwayat
- Konsumsi kokain dan keluarga menderita polikistik
narkoba jenis lainnya renal atau penyakit jaringan
- Bekerja keras terlalu ekstrim ikat (sindrom Ehlers-Danlos,
pada 2 jam sebelum onset sindrom Marfan dan
pseudoxanthoma elasticum)
Cara penghitungan:
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x
tekanan diastolik)-(3 x atheroma) – 12
- Nilai SSS Diagnosa
- >1 Perdarahan otak
- < -1 Infark otak
- -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau
CT Scan)
Atheroma
- Angina Pectoris
- Claudicatio Intermitten
- Diabetus Melitus
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi
seperti tingkat kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks
tendon, refleks patologis dan fungsi saraf kranial.nPemeriksaan tingkat
kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut:
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1
Derajat kesadaran:
Kompos mentis = GCS 14 -15
Somnolen = GCS 13 - 8
Sopor = GCS 7 - 4
Koma = GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat
dinilai melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruhpenderita
membuka dan menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai
sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis
mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran
orang sakit dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang
semata-mata menentukan suatu kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut:
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
3. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan
Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras
adalah pilihan utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu
menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya
mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah
serangan, tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah serangan.
Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus dilakukan sesegera
mungkin. Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging
(MRI), CT scan unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya
lebih mudah, dan interpretasinya lebih mudah.5
b. Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif,
langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi lumbal.
Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi
lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan
subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan
saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosit
meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL
akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL.
Xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan
adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin
dan bilirubin di cairan serebrospinal.5
c. Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography
merupakan baku emas untuk deteksi aneurisma serebral,
tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-
invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi.
Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus
dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma
multiple. Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14
hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak
memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak
maupun batang otak.5
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan
untuk intervensi dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt
dan Hess yang bisa digunakan.
2.1.8 Tatalaksana2;8
1. Manajamen Prehospital pada Stroke Akut
Tujuan penatalaksanaan stroke adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Filosofi yang harus dipegang adalah time is brain and golden hour.
Dengan penanganan yang benar pada jam jam pertama, angka
kecacatan stroke paling tidak berkurang 30%.
2. Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA.
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke
antara lainhemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia
atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria,
ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi
secara rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST
(Facial movement, Arm movement, Speech, Test all three).
3. Pengiriman Pasien
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera
panggil ambulans gawat darurat. Pada pengiriman pasien utamakan
transpoortasi yang memenuhi syarat seperti; personil yang terlatih,
Mesin EKG. Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat,
obat-obat neuroprotektan, telemedisin, ambulans yang dilengkapi
dengan peralatan gawat darurat, antara lain, pemeriksaan glukosa
(glucometer), kadar saturasi 02 (pulse oximeter) pada fase ini.
b. Stabilisasi hemodinamik(sirkulasi)
Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari
pemberian cairan hipotonik seperti glukosa). Optimalisasi tekanan
darah, Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan
sudah mencukupi dapat diberikan obat-obat vasopressor secara
titrasi seperti dopamin dosis sedang/tinggi, norepinerfrin atau
epinerfin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140mmHg.
Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama
24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik, Bila
terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi. Hipotensi
arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya, hipovolemia harus
dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus
dikoreksi.
g. Edukasi
Bertujuan melakukan pencegahan sekunder (serangan ulang
stroke) dengan memberikan konseling kepada penderita dan
keluarganya, diantaranya:
- Pengaturan diet dengan mengkonsumsi makanan rendah
lemak jenuh dan kolesterol, tinggi serat, tinggi protein,
mengandung antioksidan
- Istirahat yang teratur dan tidur yang cukup
- Mengendalikan stress dengan berpikir positif bertujuan respon
relaksasi yang menurunkan denyut jantung dan tekanan darah
- Pengendalian faktor-faktor resiko yang telah diketahui dengan
obat-obat yang telah diberikan selama dirawat dan rutin
kontrol berobat pasca dirawat
- Memodifikasi gaya hidup (olahraga, tidak merokok, tidak
mengkonsumsi alkohol, penurunan berat badan pada obesitas)
- Melanjutkan fisioterapi dengan berobat jalan
b. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
oral nutrisi hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan diberikan melalui NGT. Apabila kemungkinan pemakaian
NGT diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi, pada
keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi bole diberikan secara parenteral. Jumlah kebutuhan
kalori pada fase akut 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
karbohidrat 30-40 % dari total kalori, lemak 20-35 %, protein 20-30%.
Pemberian diet pasien tidak bertentangan dengan obat-obat yang
diberikan.
c. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedik dan kontraktur perlu dilakukan. Disamping itu
pemberiaan antibiotik juga berdasarkan indikasi dan usahakan sesuai
dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris
sesuai dengan pola kuman. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi
terbatas.
d. Penatalaksanaan medik yang lain
Pada pasien stroke akut dengan hiperglikemia harus diobati. Target
yang harus dicapai adalah normoglikemia. Jika gelisah lakukan terapi
psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilizer seperti
benzodiazepin short acting atau propofol.
Pasien dengan stroke sebaiknya berhati hati dalam mengunakan
penyedotan lendir atau memandikan pasien karena dapat
mempengaruhi TIK.
6. Mengatur Pola Makan Sehat
Konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dapat mencegah
terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang di anjurkan untuk
pencegahan primer terhadap stroke adalah:
a. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol
• Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras
merah, bulgur, jagung dan gandum.
• Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan
LDL, menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan
bila dimakan dipagi hari (memperlambat pengosongan usus).
• Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan
lipid serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan
trigliserida tetapi tidak mempengaruhi kadar kolesterolHDL.
• Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede
menurunkan kolesterol LDL dan mencegah arterosklerosis.
2.1.9 Prognosis
1. Ad vitam: tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
2. Ad Functionam
Penilaian dengan parameter:
- Activity Daily Living (Barthel Index)
- NIH Stroke Scale (NIHSS)
2.1.10 SKDI
Dalam SKDI tahun 2012, kompetensi seorang dokter layanan
primer adalah dapat mendiagnosis jenis-jenis stroke dan memberi
tatalaksana awal (3B).
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kesimpulan:
Hemorragik