Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD) merupakan


penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Menurut World Health
Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi
serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak
tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Stroke adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan terhentinya suplai darah kebagian otak sehingga
dapat menyebabkan kelumpuhan hingga kematian.1
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran
darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke
dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran darah
sedangkan stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak
disebut stroke hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat
dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf
di dalam tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke
iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih banyak kematian.
Berdasarkan American Heart Association (AHA), stroke ditandai
sebagai defisit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem
saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk infark
2
serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan pendarahan subaraknoid (SAH).
Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid.1 Kejadian
perdarahan sub-araknoid berkisar antara 21.000 hingga 33.000 orang per tahun di
Amerika Serikat.2Mortalitasnya kurang lebih 50% pada 30 hari pertama sejak saat
serangan, dan pasien yang bisa bertahan hidup kebanyakan akan menderita defi sit
neurologis yang bisa menetap.3,4 Perdarahan subaraknoid adalah salah satu jenis
patologi stroke yang sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam,
dengan puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun
untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3:2.1
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012,
kompetensi seorang dokter umum adalah dapat mendiagnosis stroke dan memberi
tatalaksana awal pada keadaan darurat dan kemudian merujuk pasien ke layanan
kesehatan yang lebih tinggi (3B). Oleh karena itu laporan kasus ini dibuat untuk
mengetahui dasar diagnosis dan memberikan terapi awal yang adekuat pada
pasien stroke hemoragik yakni pendarahan subarakhnoid.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 53 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tumanggung
Pekerjaan : Buruh Cuci
MRS : 14 September 2018

DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal
Pasif
1. Nyeri Kepala 15 September 2018
2. Parese N.III dan IV 15 September 2018

3. Hipertensi 15 September 2018

II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 10September 2018)


1. Keluhan utama : Nyeri kepala sejak ±3 hari SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : Seluruh bagian kepala dan mata kiri
Onset : Tiba-tiba saat pasien mencuci piring
Kualitas : Kepala nyeri hebat tiba-tiba dan mata sebelah kiri
tidak dapat terbuka
Kuantitas : Keterbatasan aktivitas
Kronologis : Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala hebat
secara tiba-tiba sejak 3 hari SMRS. 3 hari SMRS
(11/9), penderita mengalami nyeri kepala hebat
secara tiba-tiba saat sedang mencuci piring. Saat

18
serangan, dirasakan sakit kepala hebat dan pasien
merasa baru pertama kali sakit kepala yang
dirasakan sehebat ini. Sakit kepala dirasa diseluruh
bagian kepala, seperti rasa berdenyut, tidak ada
rasa berputar. Keluhan nyeri kepala disertai dengan
kelopak mata sebelah kiri tidak dapat terbuka.
Pandangan kabur disangkal dan tidak ada sensasi
silau melihat cahaya. Tidak ada telinga berdenging.
Tidak ada rasa melayang. Keluhan disertai muntah,
muntah terjadi 1x tidak didahului oleh mual, berisi
cairan, sebanyak 1 gelas belimbing. Setelah
muntah pasien tidak sadarkan diri selama ±10
menit. Kelemahan anggota gerak tubuh tidak ada.
Tidak terdapat gangguan sensibilitas berupa rasa
baal dan kesemutan. Mulut pencong tidak ada.
Bicara pelo tidak ada. Penderita masih dapat
mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan
dan isyarat. Penderita juga masih dapat mengerti isi
pikiran yang disampaikan orang lain secara lisan,
tulisan dan isyarat. Kemudian pasien dibawa ke RS
DKT, saat di DKT pasien mengalami kejang 1x
selama ±1 menit dan pasien dirawat di ICU selama
3 hari. Kemudian pasien di rujuk ke RS Raden
Mattaher untuk dilakukan tindakan operasi, namun
setelah sampai di RS Raden Mattaher pasien
menolak untuk dilakukan operasi.

Faktor yang memperberat : (-)


Faktor yang memperingan : (-)
Gejala penyerta :Penurunan kesadaran, muntah, kejang, dan
kelopak mata kiri tidak dapat terbuka.
3. Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat nyeri kepala sebelumnya ada tetapi tidak sesakit yang
dirasakan sekarang dan pasien hanya minum obat “bodrex” yang
dibeli di warung.
 Riwayat Darah Tinggi (+) ± 2 tahun lalu, tak terkontrol
 Riwayat Kencing manis tidak ada
 Riwayat Penyakit jantung tidak ada
 Riwayat Stroke sebelumnya tidak ada

4. Riwayat Kebiasaan
 Pasien merupakan tukang laundry
 Riwayat merokok (-)
 Riwayat minum alkohol (-)

5. Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien

6. Riwayat sosial, ekonomi, pribadi


Pasien sudah menikah dan memiliki 4 orang anak. Tinggal bersama suami
serta 1 orang anaknya.

III. OBYEKTIF
1. Status Present (14 September 2018)
Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 89x/menit
Suhu : 36,8oC
Respirasi : 20x/menit

2. Status Internus
Kepala : Mata : CA-/-, SI -/-,
Pupil :anisokor, refleks cahaya (+)
Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, KGB tidak membesar,
tidak ada deviasi trakhea
Dada : Simetris, tidak ada retraksi
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada ICS V, 2 jari medial
LMC sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 2 jari medial
LMC sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dextra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
Auskultasi :BJ I/II reguler, bising (-), gallop (-), murmur(-)
Paru :
Inspeksi :Simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan=kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan
whezzing(-/-), Ronkhi (-/-)
Perut :
Inspeksi :Datar, deformitas (-)
Palpasi :Supel, nyeri tekan (-), tak teraba massa, hepar lien
tidakteraba
Perkusi :Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) N
Alat kelamin : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)

3. Status Psikitus
Cara berpikir : Baik
Perasaan hati : Baik
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik

4. Status neurologikus
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)
Pulsasi : (-)

b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
Kaku kuduk : (+)

c. Susunan Saraf Pusat


Kanan Kiri
 N. I (Olfaktorius)
Subjektif Normosmia Normosmia
Dengan Bahan Normosmia Normosmia
 N. II (Optikus)
Visus 6/6 6/6
Lapangan penglihatan Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Fundus Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 N. III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis: - +
Pergerakan bola mata Normal Terganggu

Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Pupil; besarnya: 3mm 4mm
Bentuknya: bulat bulat
Reflek cahaya langsung + -
Reflek chya tdk langsung + +
Reflek konsensual - -
Reflek konvergensi - -
Melihat kembar - -
 N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(kebawah – keluar) Normal Terganggu
Sikap bulbus Normal Normal
Melihat kembar - -
 N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Reflek kornea Normal Normal
Sensibilitas wajah: Normal Normal
 N. VI (Abdusen)
Pergerakanbola mata
(lateral) Normal Terganggu
Sikap bulbus Normal Normal
Melihat kembar - -
 N. VII (Fascialis)
Mengerutkan Dahi: Normal Normal
Menutup mata: Normal Normal
Memperlihatkan gigi: Normal Normal
Bersiul: Normal Normal
Perasaan lidah (depan) Normal Normal
 N. VIII (Vestibulo-cochlearis)
Detik arloji Normal Normal
Suara berbisik Normal Normal
Test Weber Normal Normal
Test Rinne Normal Normal
 N. IX (Glosofaringeus)
Perasaan Lidah (blkg) Normal Normal
Sensibilitas faring Normal Normal
 N. X (Vagus)
Arkus faring simetris simetris
Berbicara Normal Normal
Gangguan menelan - -
Reflek muntah + +
Nadi Normal Normal
 N. XI (Accesorius)
Memalingkan kepala Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
 N. XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah: Normal
Tremor lidah - -
Atropi papil: - -
Artikulasi: - -
Disatria: - -

d. Badan dan Anggota Gerak


a. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi simetris simetris
Duduk simetris simetris
Bentuk kolumna Normal Normal
Vertebralis

Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Lokalis Normal Normal

Reflek
Reflek kulit perut atas Normal Normal
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
Reflek kulit perut bawah Normal Normal

b. Anggota Gerak atas


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal

Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal
Lokalis Normal Normal

Refleks
Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Hoffman-Tromner (-) (-)
c. Anggota gerak bawah
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal

Sensibilitas
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal
Lokalis Normal Normal

Refleks
Patella (++) (++)
Achilles (++) (++)
Babinsky (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Rosolimo (-) (-)
Mendel-Bechtrew (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Test Laseque (-) (-)
Test Kernig (-) (-)
Test Patrick (-) (-)
kontra patrick

e. Koordinasi, Gait, Keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismteria : Tidak dilakukan

f. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
g. Alat Vegetatif
Miksi : Tidak dilakukan
Defekasi : Tidak dilakukan
Ereksi : tidak dilakukan

h. Test Tambahan
Test Nafziger : (-)
Test Valsava : (-)

IV. RINGKASAN

S: Pasien datang dengan keluhan nyeri kepalahebat secara tiba-tiba sejak 3


hari SMRS.3 hari SMRS (11/9), Pasien mengalami nyeri kepalahebat
secara tiba-tiba saat sedang mencuci piring. Saat serangan, dirasakan
sakit kepala hebat dan pasien merasa baru pertama kali sakit kepala yang
dirasakan sehebat ini. Keluhan nyeri kepala disertai dengan kelopak mata
sebelah kiri tidak dapat terbuka.
Keluhan pasien juga disertai muntah, muntah terjadi 1x tidak didahului
oleh mual, berisi cairan, sebanyak 1 gelas belimbing. Setelah muntah
pasien tidak sadarkan diri selama ±10 menit.Kemudian pasien dibawa ke
RS DKT, saat di RS DKT pasien mengalami kejang 1x selama ±1 menit
dan pasien dirawat di ICU selama 3 hari. Kemudian pasien di rujuk ke
RS Raden Mattaher untuk dilakukan tindakan operasi, namun setelah
sampai di RS Raden Mattaher pasien menolak untuk dilakukan operasi.

O: Compos mentis, GCS: 15, TD: 180/110 mmHg, N: 89x/menit, T :36,8oC,


RR: 20x/menit

A: Diagnosa Klinis : Cephalgia + Parase N III dan IV


Diagnosa Topis : Sub Arachnoid
Diagnosa Etiologi : Sub Arachnoid Hemorrage

P: - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm


- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet

Hasil Pemeriksaaan CT Scan :

Kesan :
- Gambaran subarachnoid hemorrhage pada frontotemporal dan cisterna
perimesencephalis
- Infark lakuner pada lobus frontal kanan
- Tidak tampak tanda tanda peningkatan tekanan intracranial.

V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

VI. RIWAYAT PERKEMBANGAN


Rawat hari ke-2 (14 September 2018)
S :Pasien mengeluhkan nyeri kepala sangat hebat, kelopak mata kiri tidak
bisa terbuka.
O : TD : 190/110 mmHg T : 36,7oC N : 80x/menit RR : 20x/menit
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A : Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P:- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet

Rawat hari ke-3 (15 September 2018)


S :Pasien mengeluhkan nyeri kepala sangat hebat, kelopak mata kiri tidak
bisa terbuka.
O : TD : 190/100 mmHg T : 36,7oC N : 80x/menit RR : 20x/menit
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A : Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P: - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet

Rawat hari ke-4 (16 September 2018)


S :Pasien mengeluhkan nyeri kepala sangat hebat, kelopak mata kiri tidak
bisa terbuka.
O : TD : 190/80 mmHg T : 36,7oC N : 80x/menit RR : 20x/menit
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : -
A : Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P: - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet
Rawat hari ke-5(17 September 2018)
S : Pasien mengeluhkan kepala terasa nyeri, kelopak mata kiri tidak bisa
terbuka dan badan panas.
O : TD : 190/80 mmHg T : 37,8oC N : 84 x/menitRR : 20x/menit
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : -
A :Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P:- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet

Rawat hari ke-6(18 September 2018)


S : Pasien mengatakan nyeri kepala sudah sedikit berkurang, kelopak mata
kiri tidak bisa terbuka.
O : TD : 180/100 mmHg T : 36,5oCN : 84 x/menitRR : 20x/menit
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A : Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P:: - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet

Rawat hari ke-7(19 September 2018)


S :Nyeri kepala +, kelopak mata kiri tidak bisa terbuka. Tidak bisa BAB
O : TD : 150/100 mmHg T : 36,5oCN : 95x/menitRR : 22x/menit
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A :Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P: - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet
- Laxadyn Syr 3x2 C

Rawat hari ke-8(20 September 2018)


S : Penurunan kesadaran, demam.
O : TD : 160/90 mmHg T : 38,3oCN : 92x/menitRR : 24x/menit
GCS E3V4M6
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A :Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P:- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Oksigen 2L/menit
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet
- Po. Paracetamol 4x500 mg
Rencana CT Scan Kepala dengan kontras.

Rawat hari ke-9(21 September 2018)


S :Penurunan kesadaran, demam
O : TD : 200/120 mmHg T : 38,5oCN : 102x/menitRR : 27x/menit
GCS E3V4V6
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A :Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P: - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- NRM Oksigen 10L/menit
- Pasang NGT
- Diet cair 6x100 cc
- Manitol 6x100 cc
- Drip nicardipine 0,5-6 mcg/kgBB jika TDS >180, Target 160/80
- Inj. Levofloxacin 2x1
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Acetazolamid 3x250 mg
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet
- Po. Paracetamol 4x500 mg

Rawat hari ke-10(22 September 2018)


S :Penurunan kesadaran
O : TD : 180/90 mmHg T : 37oCN : 100x/menitRR : 27x/menit
GCS E2V3M5
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A :Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage
P:- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- NRM Oksigen 10L/menit
- Diet cair 6x100 cc
- Manitol 6x100 cc
- Drip nicardipine 0,5-6 mcg/kgBB jika TDS >180, Target 160/80
- Inj. Levofloxacin 2x1
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Acetazolamid 3x250 mg
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet

Hasil Pemeriksaan CT Scan dengan kontras :

Kesan :
- Perdarahan pada ventrikel lateralis
Rawat hari ke-11(23 September 2018)
S :Penurunan kesadaran, demam
O : TD : 220/100 mmHg T : 40,5oCN : 120x/menitRR : 27x/menit
GCS E1V1M1
Pupil anisokor 3mm/4mm
Refleks cahaya langsung OD : +
Refleks cahaya langsung OS : -
Refleks cahaya tidak langsung OD : +
Refleks cahaya tidak langsung OS : +
Refleks Fisiologis : ++/++
Refleks Patologis : -/-
Kaku kuduk : +
A :Cepalgia + Parase N III & IV ec Sub Arachnoid Hemorrhage+ IVH
P:- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- NRM Oksigen 10L/menit
- Diet cair 6x100 cc
- Manitol 6x100 cc
- Drip nicardipine 0,5-6 mcg/kgBB jika TDS >180, Target 160/80
- Inj. Levofloxacin 2x1
- Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
- Po. Acetazolamid 3x250 mg
- Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg
- Po. Neurodex 2x1 tablet
- Po. B comp 2x1 tablet
- Paracetamol Infus

(24 September 2018)


Pasien meninggal dunia.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendarahan Subarakhnoid


2.1.1 Definisi
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah
pada rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis.
Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke
rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan
lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang
membungkus otak (meninges).1

2.1.2 Epidemiologi
Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus
GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar
62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya
adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.2

2.1.3 Anatomi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi
koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges.
Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan3:
1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak
dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang
tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus
dari otak dan medula spinalis.
2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan
terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam
lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan
yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak
dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki
pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.

Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu3:


1. Telensefalon (endbrain), terdiri atas:
Hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic,
basal ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum,
nucleus klaustrum dan amigdala.
2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus,
subtalamus, dan hipotalamus.
3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina yang memiliki dua
kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri
dari tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra
4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata
5. Cerebellum
Gambar 1. Anatomi kelompok otak

Kebutuhan energi oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh


karena out aliran darah ke otak harus berjalan lancar. Adapun pembuluh
darah yang memperdarahi otak diantaranya adalah3:
1. Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari
arteri karotis komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis
kanan berasal dari arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna
memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari arteri
karotis eksterna yaitu arteri meningea media, memperdarahi struktur-
struktur di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke
daerah duramater. Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat
setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus
karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon terhadap
perubahan tekanan darah arteri, yang secara reflex mempertahankan
suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media.
Arteri serebri media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis
interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-
cabang arteri karotis interna mempercabangkan arteri ophtalmica yang
memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior menyuplai darah pada
nucleus kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus
kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama
girus presentralis dan postsentralis.

2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi
yang sama. Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri
inomata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua
arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya
mendarahi sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan
temporalis, apparatus koklearis dan organ-prgan vestibular.
3. Sirkulus Arteriosus Willisi
Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh
pembuluh-pembuluh darah anastomosis yaitu sirkulus arteriosus
willisi.

Gambar 2. Pembuluh darah otak

2.1.4 Etiologi
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid
adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya
malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang
dapat terbentuk di arteri otak seperti3:
1. Aneurisma sakuler (berry)

Gambar 3. Aneurisma sakular (berry)


Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial.
Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior
(40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding
lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika
atau arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%).
Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan
struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma
pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien
mengalami dipopia)3.

2. Aneurisma fusiformis

Gambar 4. Aneurisma fusiformis


Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang
disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi
pada segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri
serebri media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat
disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma
fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak.
Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat
pembentukan bekuan intra-aneurismal terutama pada sisi-sisinya.
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf,
karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang
memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma
sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.3
3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak.
Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan
hal ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-
kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan
perdarahan subarachnoid.3
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang
terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena
terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri
berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang
menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung
tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan
merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah
tambahan yangberasal dari arteri. pPembuluh darah yang lemah
nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti
yang terjadi pada aneurisma.4 MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis
sinus, trauma, atau kraniotomi.1

2.1.5 Patofisiologi
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri
serebral utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi
anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat
yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri
communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi
posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi
arteri basilar ke arteri otak posterior.6
Gambar 4. Lokasi aneurisma
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi
orang dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma
intrakranial dan rupture tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa
aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan
baik pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap
stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi
menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan hilangnya
lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya,
aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari
dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma
bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko
rupture menjadi rendah.6
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran
dan kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat
ruptur. Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar
daripada aneurisma yang tidak rupture.6
Aneurisma yang pecah
Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam
kehidupan. Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien
ber rusia antara 15 dan 45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat
dikaitaan dengan kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari,
dan aktivitas berat.6
Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis
pasti memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3
minggu sebelum perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini
meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan
berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari
berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture
dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian
pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%.6

2.1.6 Manifestasi Klinis


Tanda klasik pendarahan subarakhnoid, sehubungan dengan
pecahnya aneurisma yang besar, meliputi5:
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak. Gambaran klasik adalah
keluhan tiba-tiba nyeri kepala berat, sering digambarkan oleh pasien
sebagai “nyeri kepala yang paling berat dalam kehidupannya”. Onset
penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 atau 2 detik sampai 1 menit, kurang lebih 25%
pasien didahului nyeri kepala hebat
2. Hilangnya kesadaran
3. Fotofobia
4. Meningismus
5. Mual, muntah, fotofobia, dan gejala neurologis akut fokal maupun
global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan memori atau
perubahan kemampuan konsentrasi.
6. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang
7. Pada funduskopi, didapatkan 10% pasien mengalami edema papil
beberapa jam setelah pendarahan dan perdarahan retina berupa
perdarahan subhialoid (10%), yang merupakan gejala karakteristik
karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans anterior atau arteri
karotis interna
8. Gangguan fungsi autonom berupa bradikardia atau takikardia,
hipotensi atau hipertensi
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat
dan mendadak tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada
umumnya tidak memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita
maupun dokter yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat
muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum
terjadinya perdarahan yang hebat.7
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak
dan kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala
disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa
penderita mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu,
aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda
dan gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak
bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang
terlokalisasi.7
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat
menimbulkan defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri
kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri karotis internus dapat
menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan,
penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada
arteri karotis internus didalam sinus kavernosus, bila tidak
menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat menimbbulkan
sindrom sinus kavernosus.7
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,
kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio
basiaris dapat menimbulkan paresis okulomotorius.7
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan
lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja
atau kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral, atau
intraventrikular. Dengan demikian tanda kklinis dapat bervariasi mulai
dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat
dan koma. Semnetara itu, reflek Babinski positif bilateral.7
Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma,
biasa terjadi pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada
beberapa hari kemudian. Disfasia tidak muncul pada PSA tanpa
komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai adanya hematom
intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan
labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena
sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans
anterior.7
Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a)
kompresi langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah
yang keluar dari pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK. Nervus
optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan nyeri
kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka
hal itu bersifat patognomik untuk PSA.7
Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup
luas atau besar, atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat
dari munculnya vasospasme. Perdarahan dapat meluas kearah
parenkim otak. Sementara itu, hematom dapat menekan secara ekstra-
aksial.7
Iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada
penderita PSA. Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh
cabang-cabang besar sirkulus Willisi yang terpapar darah akan
mengalami vasospasme yang berlangsung antara 1-2 minggu tau lebih
lama lagi.7

2.1.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesa perdarahan subarakhnoid sering terjadi
misdiagnosis berkisar antara 23% hingga 53%. Karena itu, setiap
keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih cermat.
Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka
dari itu faktor resiko terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada
tabel berikut.5
Tabel 1. Faktor Risiko Pendarahan Subarakhnoid
Bisa dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi
- Hipertensi - Riwayat pernah menderita
perdarahan subarakhnoid
- Perokok (masih atau riwayat) - Riwayat keluarga perdarahan
- Konsumsi alkohol subarakhnoid atau aneurisma
- Tingkat pendidikan rendah
- Body mass index rendah - Penderita atau riwayat
- Konsumsi kokain dan keluarga menderita polikistik
narkoba jenis lainnya renal atau penyakit jaringan
- Bekerja keras terlalu ekstrim ikat (sindrom Ehlers-Danlos,
pada 2 jam sebelum onset sindrom Marfan dan
pseudoxanthoma elasticum)

Tabel 2. Sirijak Stroke Score

Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan:
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x
tekanan diastolik)-(3 x atheroma) – 12
- Nilai SSS Diagnosa
- >1 Perdarahan otak
- < -1 Infark otak
- -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau
CT Scan)

Atheroma
- Angina Pectoris
- Claudicatio Intermitten
- Diabetus Melitus

Tabel 3. Skor Gajah Mada

Skor Gajah Mada (SGM)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu:


– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi
seperti tingkat kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks
tendon, refleks patologis dan fungsi saraf kranial.nPemeriksaan tingkat
kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut:

Tabel 4. Glasgow Coma Scale (GCS)


Respon Skor
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata 1

b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1

Derajat kesadaran:
Kompos mentis = GCS 14 -15
Somnolen = GCS 13 - 8
Sopor = GCS 7 - 4
Koma = GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat
dinilai melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruhpenderita
membuka dan menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai
sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis
mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran
orang sakit dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang
semata-mata menentukan suatu kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut:
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh

Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik.


Refleks patologis yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks
Hoffmann–Tromner. Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan
di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer
dan Gonda.10
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui
otak, berbeda dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang
belakang. Saraf kranial merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12
pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang
jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan
(saraf V, VII, IX, X).

Tabel 5. Gangguan nervus kranialis11


Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan
lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata, kontriksi pupil, Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga
luar; sekresi kelenjar anterior lidah; mulut
lakrimalis, submandibula kering; hilangnya
dan sublingual; ekspresi lakrimasi; paralisis otot
wajah wajah
VIII: Vestibulokoklearis Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging
keseimbangan terus menerus);
vertigo;nistagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya
pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat palatum; posterior lidah; anestesi
sekresi kelenjar parotis pada faring; mulut kering
sebagian
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan
lesi
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan
pada faring, laring dan menelan) suara parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah

Pemeriksaan fisik cermat pada kasus-kasus nyeri kepala sangat penting


untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala, termasuk glaukoma,
sinusitis, atau arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar 70%
kasus. Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri komunikans
posterior dan arteri karotis interna dapat menyebabkan paresis n. III, yaitu
gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi inferolateral.
Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan paresis n.
VI.13 Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya perdarahan
retina atau edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial.Adanya
fenomena embolik distal harus dicurigai mengarah ke unruptured
intracranial giant aneurysm.5

3. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan
Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras
adalah pilihan utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu
menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya
mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah
serangan, tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah serangan.
Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus dilakukan sesegera
mungkin. Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging
(MRI), CT scan unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya
lebih mudah, dan interpretasinya lebih mudah.5

Gambar 4. CT scan Perdarahan Subarakhnoid

b. Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif,
langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi lumbal.
Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi
lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan
subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan
saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosit
meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL
akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL.
Xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan
adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin
dan bilirubin di cairan serebrospinal.5

c. Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography
merupakan baku emas untuk deteksi aneurisma serebral,
tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-
invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi.
Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus
dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma
multiple. Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14
hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak
memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak
maupun batang otak.5
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan
untuk intervensi dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt
dan Hess yang bisa digunakan.

Tabel 6. Tabel Skala Hunt dan Hess5

Grade Gambaran Klinis


I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
II Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur hidupnya),
meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering
ditemukan)
III Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
IV Stupor, deficit neurologis berat (misalnya, hemiparesis), manifestasi
otonom
V Koma, desebrasi
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di
kepala pada pemeriksaan CT scan.

Tabel 7. Skor Fisher5


Skor Deskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertikal terdapat darah ukuran <1mm,
tidak ada jendalan
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal dengan
ukuran>1mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara difus atau
tidak ada darah

Sistem Ogilvy dan Carter (tabel 6) meng-gabungkan data klinis, demografi


dan radiologik, serta mudah digunakan dan komprehensif untuk menentukan
prognosis pasien yang mendapatkan intervensi bedah.
Tabel 8. Sistem Ogilvy dan Carter5
Skor Keterangan
1 Nilai Hunt dan Hess >III
1 Skor skala Fisher>2
1 Ukuran aneurisma >10mm
1 Usia pasien >50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (≥25 mm)
Catatan: Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter,
yaitu skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai prognosis
lebih baik.

Sistem evaluasi terkini adalah dengan menggabungkan Skala Hunt dan


Hess dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini mempunyai rentang nilai lebih
luas sehingga bisa mempengaruhi luaran klinis. Nilai 0 dan 1 mempunyai luaran
baik atau sangat baik pada kurang lebih 95% pasien. Sementara itu, jika nilainya
lebih dari 1, secara signifikan mempunyai luaran buruk; kematian kurang lebih
10% pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3 serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan
nilai 5 tidak dapat dioperasi.5

2.1.8 Tatalaksana2;8
1. Manajamen Prehospital pada Stroke Akut
Tujuan penatalaksanaan stroke adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Filosofi yang harus dipegang adalah time is brain and golden hour.
Dengan penanganan yang benar pada jam jam pertama, angka
kecacatan stroke paling tidak berkurang 30%.

2. Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA.
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke
antara lainhemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia
atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria,
ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi
secara rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST
(Facial movement, Arm movement, Speech, Test all three).

3. Pengiriman Pasien
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera
panggil ambulans gawat darurat. Pada pengiriman pasien utamakan
transpoortasi yang memenuhi syarat seperti; personil yang terlatih,
Mesin EKG. Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat,
obat-obat neuroprotektan, telemedisin, ambulans yang dilengkapi
dengan peralatan gawat darurat, antara lain, pemeriksaan glukosa
(glucometer), kadar saturasi 02 (pulse oximeter) pada fase ini.

4. Tatalaksana di Ruang Gawat darurat


a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantuan selama 72 jam untuk status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi oksigen. Perbaiki jalan
nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan
nafas. Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen. Pemberian
oksigen dianjurkan jika saturasi oksigen <95%. Pasien stroke
iskemik akut yang non hipoksia, tidak memerlukan suplemen
oksigen. Intubasi Endo Trachel Tube (ETT) atau Laryngeal Mask
Airway (LMA) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02
<60mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien
yang beresiko untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan
terpasang tidak lebih dari 2 minggu maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.

b. Stabilisasi hemodinamik(sirkulasi)
Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari
pemberian cairan hipotonik seperti glukosa). Optimalisasi tekanan
darah, Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan
sudah mencukupi dapat diberikan obat-obat vasopressor secara
titrasi seperti dopamin dosis sedang/tinggi, norepinerfrin atau
epinerfin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140mmHg.
Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama
24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik, Bila
terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi. Hipotensi
arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya, hipovolemia harus
dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus
dikoreksi.

c. Penatalaksanaan hipertensi pada stroke akut dengan menggunakan


obat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker secara
intravena (Nicardipin atau Diltiazem dengan dosis 5mg/jam 2,5
mg/jam tiap 15 menit sampai 15 mg/jam)) dengan ketentuan pada
stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS>200mmHg atau
MAP>150 mmHg, TD diturunkan sampai TDS 140mmHg.
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B)

d. Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) dengan


cara:
- Elevasi kepala 30 derajat
- Posisi pasien menghindari penekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan hipotonik atau glukosa
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi dengan pemberian cairan Manitol intravena
dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB selama >20 menit diulangi
setiap 4-6 jam dengan target <310mOsm/L (AHA/ASA, Class
III, Level of evidence C)
e. Pengendalian kejang dengan Diazepam bolus lambat intravena 5-
20 mg dan diikuti Fenitoin loading dose 15-20 mg/kgBB bolus
dengan kecepatan 50 mg/menit jka masih kejang (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence C)
f. Pengendalian hiperpireksia dengan antipiretika Asetaminofen 650
mg jika suhu>38,5 derajat Celcius dan diatasi penyebabnya
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C)
g. Penatalaksanaan hiperglikemia (BSS>180 mg/dl) pada stroke akut
dengan titrasi insulin (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
Hipoglikemia berat (<50mg/dl) diobati dengan Dekstrosa 40%
intravena atau infus glukosa 10-20%.Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia.
h. Pemberian H2 antagonis (Ranitidin) atau penghambat pompa
proton (Omeprazole) secara intravena dengan dosis 80 mg bolus
jika terjadi stress ulcer (Class I, Level of evidence A)
i. Pemberian analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
j. Pemberian Neuroprotektor (Citicholin) dengan dosis 2x1000 mg
intravena selama 3 hari dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama
3 minggu (ICTUS)
k. Perdarahan subarachnoid:
- Untuk mencegah vasospasme dengan pemberian Nimodipine
dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam iv pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence A)
- Terapi antifibrinolitik dengan Asam Traneksamat loading
dose 1 g intravena kemudian dilanjutkan 1 g setiap 6 jam
selam 72 jam untuk mencegah perdarahan ulang (rebleeding).

l. Pencegahan perdarahan berulang


Risiko perdarahan aneurisma ulang pada perdarahan
subarakhnod dipekrirakan 35-40% pada 4 minggu pertama dan
mereka yang hidup pada hari pertama. Mereka yang dirawat pada
hari pertama, risiko perdarahan ulang pada hari tersebut sulit
dihindari, karena perdarahan ulang dapat terjadi pada 6 jam
pertama setelah serangan dan mungkin pada mereka yang belum
sempat dirawat dan meninggal. Karena itu secara kasar risiko
perdarahan ulang kurang lebih 20% pada hari pertama.
Terapi anti fibrinolik adalah untuk mencegah perdarahan
ulang: EADA (Epsilon Amino Caproic Acid) dengan dosis 3-4,5
gram setiap 3 jam secara IV atau per oral. Hal ini untuk mencegah
lisis bekuan darah yang menutup dinding aneurisma bila belum
pecah oleh bekuan fibrin. Pilihan obat lainnya, TEA (Treanexamid
Acid) dengan dosis 1gr IV atau 1,5 gr oral 4-6 kali sehari untuk
mencegah proses fibrinoisis pada thrombosed aneurysm.9

g. Edukasi
Bertujuan melakukan pencegahan sekunder (serangan ulang
stroke) dengan memberikan konseling kepada penderita dan
keluarganya, diantaranya:
- Pengaturan diet dengan mengkonsumsi makanan rendah
lemak jenuh dan kolesterol, tinggi serat, tinggi protein,
mengandung antioksidan
- Istirahat yang teratur dan tidur yang cukup
- Mengendalikan stress dengan berpikir positif bertujuan respon
relaksasi yang menurunkan denyut jantung dan tekanan darah
- Pengendalian faktor-faktor resiko yang telah diketahui dengan
obat-obat yang telah diberikan selama dirawat dan rutin
kontrol berobat pasca dirawat
- Memodifikasi gaya hidup (olahraga, tidak merokok, tidak
mengkonsumsi alkohol, penurunan berat badan pada obesitas)
- Melanjutkan fisioterapi dengan berobat jalan

5. Tatalaksana Umum di Ruang Rawat


a. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari
(parenteral maupun enteral). Pemberian cairan yang hipotonik atau
mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan
hipoglikemia Setiap pemberian cairan selalu lakukan balans cairan,
balans cairan di perhitungkan dengan mengukur produksi urine. Selain
cairan, elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus
selalu diperiksa dn diganti bila terjadi kekurangansampai tercapai nilai
normal. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil
analisa gas darah.

b. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
oral nutrisi hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan diberikan melalui NGT. Apabila kemungkinan pemakaian
NGT diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi, pada
keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi bole diberikan secara parenteral. Jumlah kebutuhan
kalori pada fase akut 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
karbohidrat 30-40 % dari total kalori, lemak 20-35 %, protein 20-30%.
Pemberian diet pasien tidak bertentangan dengan obat-obat yang
diberikan.
c. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedik dan kontraktur perlu dilakukan. Disamping itu
pemberiaan antibiotik juga berdasarkan indikasi dan usahakan sesuai
dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris
sesuai dengan pola kuman. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi
terbatas.
d. Penatalaksanaan medik yang lain
Pada pasien stroke akut dengan hiperglikemia harus diobati. Target
yang harus dicapai adalah normoglikemia. Jika gelisah lakukan terapi
psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilizer seperti
benzodiazepin short acting atau propofol.
Pasien dengan stroke sebaiknya berhati hati dalam mengunakan
penyedotan lendir atau memandikan pasien karena dapat
mempengaruhi TIK.
6. Mengatur Pola Makan Sehat
Konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dapat mencegah
terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang di anjurkan untuk
pencegahan primer terhadap stroke adalah:
a. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol
• Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras
merah, bulgur, jagung dan gandum.
• Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan
LDL, menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan
bila dimakan dipagi hari (memperlambat pengosongan usus).
• Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan
lipid serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan
trigliserida tetapi tidak mempengaruhi kadar kolesterolHDL.
• Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede
menurunkan kolesterol LDL dan mencegah arterosklerosis.

b. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke


• Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan
homosistein seperti asam folat,vitamin B6, B12,
danriboflavin.
• Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12,
mempunyai efek proteksi terhadapstroke.
• Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon
mengandung omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA) dan
docosahexonoic acid (DHA) yang merupakan pelindung
jantung mencegah risiko kematian mendadak, mengurangi
risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan
kecenderungan adhesi platelet, sebagai precursor
prostaglandin, inhibisi sitokin, antiinflamasi dan stimulasi
Nitric oxide (NO) endothelial. Makanan jenis ini sebaiknya
dikonsumsi dua kali seminggu.
• Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E,
dan betakaroten) seperti yang banyak terdapat pada sayur-
sayuran, buah- buahan, dan biji-bijian.
• Buah-buahan dansayur-sayuran
• Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.
• Mengurangi asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari
dan asupan kalium ≥4,7 gram/hari pada penderita hipertensi.
c. Penanganan Stress dan Istrahat yang Cukup
Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam. Mengendalikan
stress dengan cara berpikir positif.
d. Pemeriksaan kesehatan yang teratur untuk mengontrol faktor
risiko.

2.1.9 Prognosis
1. Ad vitam: tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
2. Ad Functionam
Penilaian dengan parameter:
- Activity Daily Living (Barthel Index)
- NIH Stroke Scale (NIHSS)

2.1.10 SKDI
Dalam SKDI tahun 2012, kompetensi seorang dokter layanan
primer adalah dapat mendiagnosis jenis-jenis stroke dan memberi
tatalaksana awal (3B).
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. M, 53 tahun dirawat di bagian saraf RSUD Raden Mattaher karena


mengalami nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba sejak 3 hari SMRS.
Penderita mengalami nyeri kepala hebat secara tiba-tiba saat sedang mencuci
piring. Saat serangan, dirasakan sakit kepala hebat dan pasien merasa baru
pertama kali sakit kepala yang dirasakan sehebat ini. Sakit kepala dirasa diseluruh
bagian kepala, seperti rasa berdenyut, tidak ada rasa berputar. Keluhan nyeri
kepala disertai dengan kelopak mata sebelah kiri tidak dapat terbuka. Pandangan
kabur disangkal dan tidak ada sensasi silau melihat cahaya. Tidak ada telinga
berdenging. Tidak ada rasa melayang. Keluhan disertai muntah, muntah terjadi 1x
tidak didahului oleh mual, berisi cairan, sebanyak 1 gelas belimbing. Setelah
muntah pasien tidak sadarkan diri selama ±10 menit. Kelemahan anggota gerak
tubuh tidak ada. Tidak terdapat gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan
kesemutan. Mulut pencong tidak ada. Bicara pelo tidak ada. Penderita masih dapat
mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita juga
masih dapat mengerti isi pikiran yang disampaikan orang lain secara lisan, tulisan
dan isyarat. Kemudian pasien dibawa ke RS DKT, saat di DKT pasien mengalami
kejang 1x selama ±1 menit dan pasien dirawat di ICU selama 3 hari. Kemudian
pasien di rujuk ke RS Raden Mattaher untuk dilakukan tindakan operasi, namun
setelah sampai di RS Raden Mattaher pasien menolak untuk dilakukan operasi.
Riwayat sakit kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala lama
tidak ada. Riwayat hipertensi ada. Riwayat diabetes mellitus tidak ada. Riwayat
penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat diabetes mellitus
pada keluarga ada di pihak ibu. Penyakit seperti ini dialami untuk pertama
kalinya.Dari anamnesis penderita menunjukkan cephalgia berupa sakit kepala
sangat hebat seperti menyut dan ditusuk-tusuk yang tidak pernah dirasakan selama
hidupnya timbul setelah sadar dari kecelakaan. Trauma membuat
pecahnya aneurisma atau terjadinya pendarahan arteri serebral sehingga
menyebabkan ekstravasasi darah dengan tekanan arteri yang tinggi
ke dalam ruang subaraknoid, yang dengan cepat menyebar
melalui cairan serebrospinal ke otak dan medula spinalis.
Darah yang dikeluarkan dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan
kerusakan jaringan lokal serta peningkatan tekanan intrakranial
(TIK), vasospasme, dan iritasi meningen. Perdarahan pada ruang
subaraknoid menyebabkan iritasi pada meningen dan struktur-struktur
yang melintas di ruang subaraknoid sehingga menimbulkan gejala nyeri kepala,
kaku kuduk, kemungkinan terjadi paresis saraf kranialis (misalnya
nervus III atau VI yang menyebabkan diplopia) dan
perubahan kesadaran. Selama belum terjadi kerusakan integritas
dari piamater akibat perdarahan maka tidak terjadi gejala neurologis fokal.
Pada pemeriksaan fisik, status generalisata didapatkan sensorium compos
mentis dengan GCS 15, tekanan darah 190/100 mmHg, nadi 84x/menit,
pernapasan 22x/menit, temperatur 36,5º C. Dari pemeriksaan neurologis
didapatkan hasil yaitu fungsi motorik tubuh normal. Pemeriksaan nervi cranialis,
didapatkan parese N III dan IV serta kaku kuduk +. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan diagnosis klinis berupa observasi cephalgia.
Untuk membedakan jenis stroke yang terjadi dapat digunakan Siriraj stroke
Score dan Skor Gadah Mada

Skor Stroke Siriraj

Siriraj Stroke Score = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri


kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x petanda
ateroma) – 12
= (2,5 X 0) + (2 X 1) + (2 X 1) + (0.1 X 100) – (3X0) – 12
= 0+2+2+10-0-12 = 2
Intepretasi:
0 : Lihat hasil CT Scan
≤ -1 : Non Hemorragik
≥1 : Hemorragik

Kesimpulan:
Hemorragik

Algoritma Gajah Mada

Pada Ny. M terdapat nyeri kepala (+)


Kesimpulan:Perdarahan Intraserebral

Berdasarkan skor Siriraj, pasien ini memiliki skor 2, dengan interpretasi


mengarah pada stroke hemoragik. Selain skor SIRIRAJ, penentuan jenis strok
hemoragik atau non hemoragik dapat ditegakkan dengan skor gajah mada.
Berdasarkan Algoritma stroke Gajah Mada, pada pasien ini nyeri kepala (+),
penurunan kesadaran (-) Refleks Babinski (-). Skor SIRIRAJ dan Gajah Mada
memiliki ketepatan pada 90% kasus, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami stroke hemoragik.
Untuk memastikan jenis stroke maka dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa CT scan kepala. Pada hasil pemeriksaan CT scan kepala didapatkan
gambaran subarachnoid haemorrhage pada frontotemporal dan cisterna
perimesencephalis.
Jadi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan maka didapatkan hasil bahwa Os mengalami parase N III dan IV
sinistra Dengan diagnosa topis Subarachnoid dan diagnosa etiologi adanya
Subarachnoid haemorrhage. Tatalaksana yang diberikan yaitu IVFD Nacl 0,9% 20
tpm, Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul, Po. Nimodipine 30 mg 6x60 mg, Po.
Neurodex 2x1 tablet, dan Po. B comp 2x1 tablet.
DAFTAR PUSTAKA

1. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing


Medical Education. 2012;39.
2. UNHAS. 2016. Bahan Ajar Perdarahan Subarakhnoid.
http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-
Ajar-_-Perdarahan-Subarakhnoid.pdf, diunduh pada 20 september 2018
3. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012.
4. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM).
Mayfield Clinic. 2013
5. Setyopranoto, Ismail. 2012. Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid.
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ SMF
Saraf RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_199Penatalaksanaan% 20perd
arahan%20subaraknoid.pdf, diunduh pada 20 september 2018
6. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid Hemorrhage.
Netter's Neurology2014. p. 526-37.
7. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada
University Pres; 2011.
8. Panduan Praktek Klinik (PPK): Stroke. Palembang: Departemen
Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin; 2017
9. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi,
Manajemen. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
10. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.
11. Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai