Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dam kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal di seluruh wilayah Indonesia
pada tahun 2007 Angka Kematian Bayi, 34/1000 kelahiran hidup. (Depkes, 2007).
Guna mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Kematian Bayi,
Departemen Kesehatan telah melaksanakan berbagai program yang berhubungan
dengan kesehatan ibu dan anak dan salah satunya pencegahan tetanus neonatorum.
Upaya ini dilaksanakan dengan pencegahan infeksi pada persalinan dan perawatan tali
pusat (Depkes, 2007). Perawatan tali pusat adalah melakukan pengobatan dan
pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik ibu dengan bayi, dan
kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan bersih dan terhindar dari infeksi tali pusat.
Perawatan tali pusat yang baik dan benar akan menimbulkan dampak positif yaitu tali
pusat akan “puput” pada hari ke-5 sampai hari ke-7 tanpa ada komplikasi, sedangkan
dampak negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan mengalami
penyakit Tetanus Neonaturum dan dapat mengakibatkan kematian (Depkes, 2007).
Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus
pada bayi baru lahir penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus
kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari alat yang tidak steril, pemakaian obat-
obatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat
mengakibatkan infeksi (Depkes RI, 2005). Kasus kesakitan dan kematian neonatal yang
berhubungan dengan infeksi tali pusat masih banyak ditemukan. Pada tahun 2000,
WHO (Word Hearth Organisation) menemukan angka kematian bayi sebesar 560.000,
yang disebabkan oleh infeksi tali pusat, Negara Asia Tenggara diperkirkan ada 220.000
kematian bayi yang disebabkan karena perawatan tali pusat yang kurang bersih (Astuti,
2003).
Menurut data Departemen Kesehatan, 75% kematian bayi terjadi pada masa
perinatal. kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar
57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, diare), proporsi kematian karena tetanus
neonatorum yaitu 9,5% (Depkes RI, 2008). Menurut data Dinas kesehatan Provinsi
Jawa Barat, pada tahun 2007 kematian Bayi di Jawa Barat sebesar 39/1000 kelahiran

1
hidup.kasus kematian neonatal memiliki proprsi sebesar 68% dari keamtian bayi dan
56% disebabkan karena infeksi pada masa perinatal ( Dinkes Jabar, 2008).
Menurut laporan dari dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya kematian bayi pada
tahun 2008 sebanyak 24/1000 kelahiran hidup, 56,78% disebabkan oleh infeksi
terutama pada masa neonatal dengan penyebab terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan akut, dan sepsis. ( DKK Kab Tasikmalaya, 2008). Hasil studi pendahuluan
di Puskesmas Sariwangi Kabupaten Tasikmalaya, jumlah kasus infeksi pada masa
neonatal tahun 2010 sebanyak 5 kasus, 3 diantaranya adalah infeksi pada tali pusat.
Hasil wawancara dengan 5 orang ibu nifas di sariwangi, 3 orang tidak dapat
menyebutkan cara cara merawat tali pusat dengan benar dan 2 orang tidak dapat
menyebutkan tanda tanda infeksi pada tali pusat. Fakta diatas menggambarkan adanya
masalah dalam perawatan tali pusat dan masalah dalam pengetahuan ibu nifas
mengenai perawatan tali pusat pada bayi baru lahir.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan
(Morbilitas) dan angka kematian (mortalitas) adalah dengan memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif pada masyarakat tentang perawatan tali pusat bayi, dalam
melaksanakan upaya tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang mempunyai
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas yaitu dengan memberikan
penyuluhan tentang kesehatan kepada masyarakat sehingga pengetahuan yang dimiliki
oleh masyarakat diharapkan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap
kesehatan.
Kemampuan hidup sehat dimulai sejak bayi karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang menentukan kualitas otak pada masa dewasa.
Supaya terciptanya bayi yang sehat maka dalam perawatan tali pusat pada bayi baru
lahir dilakukan dengan benar – benar sesuai dengan prosedur kesehatan.
Perawatan tali pusat adalah melakukan pengobatan dan peningkatan tali pusat yang
menyebabkan pemisahan fisik ibu dengan bayi, dan kemudian tali pusat dirawat dalam
keadaan steril, bersih dan terhindar dari infeksi tali pusat.
Perawatan tali pusat yang baik dan benar akan menimbulkan dampak positif yaitu
tali pusat akan pupus pada hari ke 5 dan hari ke 7 tanpa ada komplikasi, sedangkan
dampak negative dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan
mengalami penyakit Tetanus Neonaturum dan dapat mengakibatkan kematian.
Tujuan Perawatan Tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus
pada bayi baru lahir penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus

2
kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari alat steril, pemakaian obat – obatan, bubuk
atau daun – daun yang ditaburkan ketali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimanakah tinjauan teoritis tentang penjepitan tali pusat?
1.2.2. Bagaimanakah hasil penelitian mengemukakan tentang masalah penjepitan tali
pusat?
1.2.3. Bagaimanakah teknologi tepat guna terkait waktu penjepitan tali pusat?

1.3 Manfaat
1.3.1. Mengetahui tinjauan teoritis tentang penjepitan tali pusat
1.3.2. Mengetahui hasil penelitian mengemukakan tentang masalah penjepitan tali
pusat
1.3.3. Mengetahui teknologi tepat guna terkait waktu penjepitan tali pusat

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Tali pusat atau funiculus umbilicalis adalah saluran kehidupan bagi janin selama dalam
kandungan. Dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama kehamilan
menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak
diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.
Letaknya Funiculus umbilicalis terbentang dari permukaan fetal plasenta sampai
daerah umbilicus fetus dan berlanjut sebagai kulit fetus pada perbatasan tersebut.
Funiculus umbicalis secara normal berinsersi di bagian tengah plasenta. Bentuk
Funiculus umbilicalis berbentuk seperti tali yang memanjang dari tengah plasenta
sampai ke umbilicus fetus dan mempunyai sekitar 40 puntiran spiral.
Pada saat aterm funiculus umbilicalis panjangnya 40-50 cm dan diameternya 1-2
cm. Hal ini cukup untuk kelahiran bayi tanpa menarik plasenta keluar dari rahim ibu.
Tali pusat menjadi lebih panjang jika jumlah air ketuban pada kehamilan trimester
pertama dan kedua relatif banyak, diserta dengan mobilitas bayi yang sering.
Sebaliknya, jika oligohidromnion dan janin kurang gerak (pada kelainan motorik janin),
maka umumnya tali pusat lebih pendek. Kerugian apabila tali pusat terlalu panjang
adalah dapat terjadi lilitan di sekitar leher atau tubuh janin atau menjadi ikatan yang
dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah khususnya pada saat persalinan.

2.2 Stuktur Tali Pusat


Amnion : Menutupi funiculus umbicalis dan merupakan lanjutan amnion yang
menutupi permukaan fetal plasenta. Pada ujung fetal amnion melanjutkan diri dengan
kulit yang menutupi abdomen. Baik kulit maupun membran amnion berasal dari
ektoderm.
Terdapat tiga pembuluh darah : Setelah struktur lengkung usus, yolk sack dan duktus
vitellinus menghilang, tali pusat akhirnya hanya mengandung pembuluh darah
umbilikal yang menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta. Ketiga pembuluh
darah itu saling berpilin di dalam funiculus umbilicalis dan melanjutkan sebagai
pembuluh darah kecil pada vili korion plasenta. Kekuatan aliran darah (kurang lebih

4
400 ml/ menit) dalam tali pusat membantu mempertahankan tali pusat dalam posisi
relatif lurus dan mencegah terbelitnya tali pusat tersebut ketika janin bergerak-gerak.
Ketiga pembuluh darah tersebut yaitu :
1) vena umbilicalis membawa oksigen dan memberi nutrien ke sistem peredaran
darah fetus dari darah maternal yang terletak di dalam spatium choriodeciduale.
2) arteri umbilicalis mengembalikan produk sisa (limbah) dari fetus ke plasenta
dimana produk sisa tersebut diasimilasi ke dalam peredaran darah maternal
untuk di ekskresikan.
3) Jeli Wharton : Merupakan zat yang berkonsistensi lengket yang mengelilingi
pembuluh darah pada funiculus umbilicalis. Jeli Warthon merupakan subtansi
seperti jeli, juga berasal dari mesoderm seperti halnya pembuluh darah. Jeli ini
melindungi pembuluh darah tersebut terhadap kompresi, sehingga pemberian
makanan yang kontinyu untuk janin dapat di jamin. Selain itu juga dapat
membantu mencegah penekukan tali pusat. Jeli warthon ini akan mengembang
jika terkena udara. Jeli Warthon ini kadang-kadang terkumpul sebagai gempalan
kecil dan membentuk simpul palsu di dalam funiculus umbilicalis. Jumlah jeli
inilah yang menyebabkan funiculus umbilicalis menjadi tebal atau tipis.

2.3 Waktu Penjepitan Tali pusat


Sebelum lahir, bayi dan plasenta berbagi suplai darah dan darah yang beredar ini
terpisah dengan ibu. Selama di dalam rahim, plasenta dan tali pusar bayi yang
menyediakan oksigen, nutrisi dan membersihkan limbah. Selama kehidupan janin di
rahim, organ bayi hanya perlu darah dalam aliran kecil sementara plasenta melakukan
peran sebagai paru-paru, usus ginjal, dan hati untuk bayi. Inilah sebabnya mengapa
aliran yang mengandung darah tersirkulasi dalam waktu-waktu tertentu.
Waktu penjepitan tali pusat pada saat ini masih merupakan masalah yang
kontroversial di bidang kebidanan, karena belum ada kata sepakat tentang ini. Dalam
kebanyakan kasus, penjepitan tali pusat dilakukan dalam waktu 15-20 detik setelah
lahir. Meskipun telah banyak penelitian pada bayi cukup bulan dan prematur yang telah
mengevaluasi manfaat langsung dari menunda penjepitan tali pusat. Waktu yang ideal
untuk penjepitan tali pusat masih harus disepakati dan terus menjadi subyek kontroversi
dan perdebatan (Rabe dkk, 2012).
Di dalam plasenta diperkiraan mengandung sejumlah 75 – 125 cc darah saat lahir,
atau kurang lebih 1/4 sampai 1/3 volume darah fetus. Kurang lebih 1/3 darah plasenta

5
ditransfusikan dalam waktu 15 detik pertama setelah lahir dan setengahnya dalam 1
menit pertama setelah lahir. 32 Sebagian besar bayi sehat mendapatkan transfusi
plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir. 3 Volume darah bayi
meningkat pada penjepitan tali pusat tunda dibandingkan dengan penjepitan tali pusat
dini. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam setelah lahir pada bayi dengan
penjepitan dini 78 ml/kg BB dibanding 98,6 ml/kgBB pada bayi dengan penjepitan
tunda. Volume eritrosit dapat diprediksi berdasarkan nilai Ht (vena), menggunakan
rumus : Volume eritrosit (ml/kgBB) = 12,3 + 1,02 Ht, dengan standar error hanya
sekitar 10 %.
Segera setelah lahir, tali plasenta berdenyut untuk menyediakan oksigen dan nutrisi
penting, dan mulai untuk memberikan darah ke bayi. transfer darah Ini
disebut transfusi plasenta dan merupakan bagian penting dari proses kelahiran. Pada
saat proses persalinan, tambahan volume darah yang berada di dalam plasenta
diperlukan untuk masa transisi janin-ke-neonatal. Transfusi plasenta mengirimkan
‘pernapasan’ ini ke bayi, untuk mempersiapkan dan mendukung organ-organ janin
untuk masa transisi ke proses bernapas ‘dewasa’ dan sirkulasi paru bukan lagi sirkulasi
plasental. Plasenta ini juga menyediakan jumlah sel darah merah yang cukup untuk
kemudian mengangkut oksigen ke seluruh tubuh bayi.
Menurut WHO 2007, penjepitan tali pusat dilakukan segera. Pada saat melahirkan
plasenta dan peregangan tali pusat terkendali yang disertai dengan pemijatan (massase)
pada uterus. Meskipun demikian, waktu terbaik untuk menjepit tali pusat masih
kontroversi. Bayi baru lahir normal yang tidak perlu diresusitasi, segera bayi
dikeringkan, kemudian diletakkan diatas perut ibu,diselimuti kain kering dan hangat
untuk mencegah kehilangan panas. Dalam 1 menit pertama talipusat dijepit dan
dipotong. Bayi diletakkan dalam posisi prone di dada ibu untuk inisiasi menyusu dini
dan skin to skin contact, sementara ibu ikut membantu menjaga kehangatan bayi,
lindungi ibu dan bayi dengan kain atau handuk kering dan hangat untuk mencegah
kehilangan panas. Proses Inisiasi menyusu dini dilakukan agar kebersamaa ibu dan
bayinya skin to skin contact tidak terputus dan dapat memulai menyusui bayinya.
Dengan melihat kenyataan yang ada, maka praktik penjepitan tali pusat dini khususnya
pada persalinan normal perlu ditinjau ulang

6
2.4 Manfaat Penundaan Penjepitan Tali Pusat
Manfaat penundaan penjepitan tali pusat untuk bayi termasuk masih diberinya
kesempatan untuk darah merah, sel-sel batang dan sel-sel kekebalan untuk ditransisi ke
tubuh bayi di luar rahim. Dan untuk ibu, dengan dengan menunda penjepitan tali pusat
ternyata bisa mengurangi komplikasi seperti perdarahan
Dr Judith Mercer adalah seorang ahli terkemuka dan peneliti ayng telah meneliti dan
mempunyai bukti mengenai manfaat penundaan penjepitan talipusat baik untuk bayi
aterm maupun bayi prematur. Dengan review nya dari literatur yang tersedia
menunjukkan bahwa penjepitan tali pusat yang tertunda dapat membuat kadar
hematokrit yang lebih tinggi, transportasi oksigen lebih optimal dan aliran sel darah
merah yang lebih tinggi ke organ vital, anemia bayi berkurang dan meningkatkan durasi
menyusui. Mercer dkk juga telah meneliti manfaat pentingnya penundaan penjepitan
talipusat untuk memaksimalkan volume darah untuk masa transisi janin ke masa
neonatal.
Penundaan penjepitan tali pusat akan meningkatkan jumlah eritrosit yang
ditransfusikan pada bayi, hal tersebut tercermin dalam peningkatan kadar Hb bayi baru
lahir. Kadar Hb bayi baru lahir memegang peranan yang sangat penting bagi
perkembangan bayi selanjutnya, karena suplai oksigen pada masa transisi fetus ke bayi
saat proses persalinan. Konsentrasi Hb yang cukup pada bayi baru lahir menentukan
tingkat oksigenisasi otak, sehingga penjepitan segera merupakan hal yang tidak
fisiologis dan dapat merugikan bayi. (Philip, 2004).

7
BAB III
HASIL PENELITIAN

3.1 Judul : Pengaruh Waktu Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin Neo
natus

Hasil penelitian :
Rata rata Kadar Hb Bayi yang tali pusatnya dijepit dalam kurun waktu < 2 menit
adalah 15,9 g/dl dengan standar deviasi 1,623 g/dl, sedangkan untuk bayi yang dijepit 2
-7 menit rata rata kadar Hbnya adalah 17,8 g/dl dengan standar deviasi 1,139 g/dl.
Untuk bayi yang dijepit >7 menit rata - rata kadar Hb nya adalah 19,66 dengan standar
deviasi 0,763. Hasil uji statistic didapatkan nilai p= <0,001, berarti pada alpha 5%
terlihat ada perbedaanyang signifikan rata rata kadar Hb bayi yang di jepit pada waktu
<2 menit, 2-7 menit dan >7 menit.Penundaan penjepitan tali pusat akan
meningkatkan jumlah eritrosit yang ditransfusikan pada bayi, hal tersebut tercermin
dalam peningkatan kadar Hb bayi baru lahir. Kadar Hb bayi baru lahir memegang
peranan yang sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya, karena suplai
oksigen pada masa transisi fetus ke bayi saat proses persalinan. Konsentrasi Hb yang
cukup pada bayi baru lahir menentukan tingkat oksigenisasi otak, sehingga penjepitan
segera merupakan hal yang tidak fisiologis dan dapat merugikan bayi. (Philip, 2004).
Rentang kadar Hb pada neonatus usia 3 hari pada penelitian ini, pada penjepitan
<2 menit, adalah 14 - 19 g/dl pada 2 - 7 menit sebesar 15,1 - 19,4 g/dl dan >7 menit
sebesar 18,7 - 20,8 g/dl. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada bayi yang dijepit >7
menit kadar Hbnya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok penjepitan
yang lain. Rerata kadar Hb pada neonatus usia 3 hari pada penelitian ini, pada
penjepitan <2 menit, adalah 15,9 g/dl ± 1,623 pada 2 - 7 menit sebesar 17,8 g/dl ± 1,13
9 dan >7 menit sebesar 19,66 g/dl ± 0,763. Rerata Hb tersebut secara statistik lebih
tinggi pada kelompok penjepitan >7 menit.Bayi yang memiliki kadar Hb yang cukup,
maka tingkat oksigenisasi yang optimal dan dapat menyediakan sumber Fe yang sangat
bermanfaat bagi bayi. Besi adalah nutrien yang penting tidak hanya untuk pertumbuhan
normal, kesehatan dan kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk perkembangan ment
al, motorik dan fungsi kognitif. Otak membutuhkan zat besi yang banyak karena
metabolisme oksidasinya yang tinggi dibandingkan organ lain. Kurangnya kadar besi
pada masa pasca natal mengakibatkan gangguan mental dan motorik yang akan

8
menetap sampai dewasa (Irsa, 2002).
Gupta dan Ramji (2002) melaporkan pada bayi dengan penundaan penjepitan saat
umur 3 bulan rerata Hb lebih tinggi dibandingkan bayi dengan penjepitan segera.
Sebuah studi di Guatemala, Grajeda, dkk. (1997) meneliti pengaruh penundaan
penjepitan tali pusat pada status kadar besi pda bayi usia 3 bulan. Subyek penelitian
dibagi dalam 3 kelompok yaitu: pertama, kelompok penjepitan dini (segera setelah lahir
); kedua, kelompok penjepitan tunda (saat tali pusat berhenti berdenyut) dengan posisi
bayi setinggi plasenta dan ketiga, kelompok penjepitan tunda dengan posisi bayi di
bawah plasenta.
Peneliti melaporkan, pada ketiga kelompok penelitian rerata Hb berturut - turut 9,9
9g% ± 9,3; 10,76 g% ± 1,11 dan 10,6g% ± 8,5. Kelompok kedua dan ketiga lebih tinggi
secara bermakna dibandingkan kelompok pertama dengan signifikansi p=0,001.
Penundaan penjepitan tali pusat akan memperlama aliran darah dan oksigen dari
plasenta ke bayi melalui tali pusat yang terjadi sejak dalam kandungan (baby's lifetime)
untuk melanjutkan peran penyuplai darah yang teroksigenisasi, memfasilitasi perfusi
paru dan mendukung transisi bayi menuju pernafasan sendiri yang efektif, tanpa terjadi
penurunan oksigenisasi jaringan yang dapat menyebabkan berbagai akibat yang
mungkin terjadi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, padapenundaan
penjepitan tali pusat, terdapat kecenderungan peningkatan kadar hemoglobin bayi
(Gupta, 2003).
World Health Organization (WHO, 2007) merekomendasikan manajemen aktif
persalinan kala III seharusnya meliputi pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir,
penjepitan tali pusat segera, melahirkan plasenta dan peregangan tali pusat terkendali
yang disertai dengan pemijatan (massase) pada uterus. Meskipun demikian, waktu
terbaik untuk menjepit tali pusat masih kontroversi. Bayi baru lahir normal yang tidak
perlu diresusitasi, segera bayi dikeringkan, kemudian diletakkan diatas perut ibu,
diselimuti kain kering dan hangat untuk mencegah kehilangan panas. Dalam 1 menit
pertama talipusat dijepit dan dipotong. Bayi diletakkan dalam posisi prone di dada ibu
untuk inisiasi menyusu dini dan skin to skin contact, sementara ibu ikut membantu
menjaga kehangatan bayi, lindungi ibu dan bayi dengan kain atau handuk kering dan
hangat untuk mencegah kehilangan panas. Proses Inisiasi menyusu dini dilakukan agar
kebersamaa ibu dan bayinya skin to skin contact tidak terputus dan dapat memulai
menyusui bayinya. Dengan melihat kenyataan yang ada, maka praktik penjepitan tali

9
pusat dini khususnya pada persalinan normal perlu ditinjau ulang.

3.2 Judul : Perbedaan Penjepitan Tali Pusat Dini dan Lambat Dengan Kadar
Hemoglobin pada Bayi Baru Lahir Di Rskia Sadewa Yogyakarta Tahun 2013
Hasil penelitian :
Kadar Hb bayi baru lahir pada penjepitan tali pusat dini yang menjadi sampel,
mempunyai kadar Hb rata-rata sebesar 14,47 gr/dl, kadar Hb minimum pada bayi baru
lahir dengan penjepitan tali pusat dini sebesar 10,10 gr/dl, dan kadar Hb maksimum
sebesar 18,50 gr/dl. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa terdapat bayi yang
mempunyai kadar Hb bayi dibawah normal yaitu sebesar 10,1 gr/dl sebanyak 1 respond
en dan masuk kategori anemi.Kadar Hb bayi pada penjepitan tali pusat lambat yang
menjadi sampel, mempunyai kadar Hb bayi rata-rata sebesar 15,86 gr/dl, kadar Hb bayi
minimum sebesar 12,20 gr/dl, maksimum sebesar 18,50 gr/dl. Berdasarkan berdasarkan
data di atas diketahui bahwa pada bayi yang diberlakukan penjempitan lambat kadar.
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa besarnya nilai Man-Whitney U sebesar
74,0 dengan sig. = 0,042. Nilai sig. < 0,05, sehingga Ho ditolak atau menerima Ha,
yaitu ada perbedaan antara kadar hemoglobin pada bayi baru lahir dengan penjepitan
tali pusat dini dan lambat di RSKIA Sadewa tahun 2013.

3.3 Judul : Perbedaan Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Bayi Baru Lahir Akibat
Perbedaan Waktu Penjepitan Tali Pusat
Hasil Penelitian :
Di dapatkan kadar Hb tali pusat pada kelompok penjepitan 3 menit lebih tinggi dari
pada kelompok penjepitan 1 menit setelah lahir dengan nilai p = 0,004. Hasil tersebut
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara penjepitan tali pusat dini setelah
1 menit dan penjepitan tali pusat ditunda setelah 3 menit. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kohn pada tahun 2013, yang membandingkan penundaan penjepit
an tali pusat lebih dari 3 menit dengan penjepitan segera yaitu kurang dari 10 detik.
Kedua kelompok memiliki perbedaan yang signifikan. Tali pusat bayi yang dijepit
lebih dari 3 menit memiliki kadar hemoglobin yang lebih tinggi dan tingkat ferritin
tinggi pada usia 6 bulan sehingga dapat meningkatkan status besi pada bayi. Masa bayi
merupakan saat pertumbuhan dan pembangunan otak yang cepat dan zat besi sangat
penting untuk proses tersebut. Studi bayi dengan defisiensi besi telah menemukan
kekurangan dalam jumlah tertentu dalam proses kognitif (termasuk perhatian dan

10
memori) dapat menyebabkan penurunan fungsi intelektual permanen. Keadaan yang
lebih buruk, anak-anak dengan kekurangan zat besi yang parah sering menunjukkan
“menumpulkan emosional” kesulitan terlibat dengan pengasuh dan lingkungan mereka
yang dapat menyebabkan defisit sosial-emosional yang lama, untuk beberapa alasan,
masa bayi merupakan waktu yang sangat buruk untuk mengalami kekurangan zat besi.
Waktu penjepitan tali pusat selama Kala tiga persalinan telah menjadi perdebatan
selama bertahun- tahun. Perkiraan jumlah volume darah janin dan plasenta 105-110
ml/kg. Dua pertiga dari volume ini berada dalam sirkulasi janin dan satu pertiganya
dalam plasenta, volume darah inilah yang akan dibutuhkan sepenuhnya mengalir ke
paru-paru janin, hati dan ginjal saat lahir. Selain mendapatkan zat besi yang
memadai, bayi yang tali pusatnya dijepit pada 3 menit volume total darah akan
meningkat dibandingkan dengan segera dijepit. Sehingga bermanfaat pada sel dalam
pengembangan kekebalan tubuh, pernapasan, kardiovaskuler, dan sistem saraf pusat.
Didapatkan kadar Ht tali pusat pada kelompok penjepitan 3 menit lebih tinggi
daripada kelompok penjepitan 1 menit setelah lahir dengan nilai p = 0,001. Hasil
tersebut menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara penjepitan tali pusat dini
setelah 1 menit dan penjepitan tali pusat ditunda setelah 3 menit.Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian lain. Pada tahun 2001, Judith dan Mercer meneliti efek
penundaan penjepitan tali pusat. Penjepitan ditunda 30-45 detik pada bayi prematur dan
3-10 menit pada bayi cukup bulan. Setelah penjepitan ditunda, bayi cukup bulan dan pr
ematur memiliki hematokrit yang lebih tinggi pada usia 2 bulan dan kecenderungan
peningkatan kadar feritin. Penelitian ini tidak menunjukkan peningkatan yang
signifikan dalam kadar bilirubin pada bayi cukup bulan dan prematur dengan
menunda penjepitan.10Berbagai anggapan bahwa penjepitan tali pusat tertunda dapat
meningkatkan tingkat polisitemia, polisitemia didefenisikan sebagai tingkat Ht lebih
besar dari 65% dan terjadi pada sekitar 2%-5% dari bayi cukup bulan. Penjepitan
tertunda dapat meningkatkan nilai hematokrit bayi karena terdapat volume darah
tambahan. Perhatian utama dengan polisitemia terkait dengan hiperviskositas darah
yang dalam hal ini dapat meningkatkan kadar bilirubin, tetapi aliran darah yang baik
memungkinkan hati untuk memproses bilirubin lebih efisien. Penelitian ini memberikan
bukti yang meyakinkan bahwa menunda waktu penjepitan tali pusat dapat
meningkatkan status hematologi bayi pada 3 bulan pertama kehidupan dan
memperkaya simpanan besi hingga 6 bulan. Penelitian lain kemudian membandingkan
penundaan penjepitan (lebih dari 3 menit) dengan penjepitan segera

11
(kurang dari 10 detik), tidak ada perbedaan yang signifikan dalam polisitemia atau ting
kat bilirubin yang membutuhkan pengobatan pada kelompok penjepitan yang ditunda.
Penjepitan tali pusat 3 menit setelah lahir dapat meningkatkan Kadar Hb dan Ht
yang bermanfaat bagi bayi. Indonesia dengan latar belakang pelayanan kebidanan yang
bervariasi yang mengacu pada kebijakan prosedur pelaksanaan asuhan persalinan
normal yang merekomendasikan penjepitan dan pemotongan tali pusat dilakukan pada
2 menit. Walaupun demikian banyak juga penyedia layanan bersalin terus menjepit tali
pusat segera setelahkelahiran (kurang dari 2 menit), meskipun penundaan penjepitan
tali pusat telah terbukti bermanfaat bagi bayi baru lahir.

12
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Jurnal 1


PENGARUH WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT TERHADAP KADAR
HEMOGLOBIN NEONATUS
Penundaan penjepitan tali pusat akan meningkatkan jumlah eritrosit yang
ditransfusikan pada bayi, hal tersebut tercermin dalam peningkatan kadar Hb bayi baru
lahir. Kadar Hb bayi baru lahir memegang peranan yang sangat penting bagi
perkembangan bayi selanjutnya, karena suplai oksigen pada masa transisi fetus ke bayi
saat proses persalinan. Konsentrasi Hb yang cukup pada bayi baru lahir menentukan
tingkat oksigenisasi otak, sehingga penjepitan segera merupakan hal yang tidak
fisiologis dan dapat merugikan bayi. (Philip, 2004).
Bayi yang memiliki kadar Hb yang cukup, maka tingkat oksigenisasi yang
optimal danmdapat menyediakan sumber Fe yang sangat bermanfaat bagi bayi. Besi
adalah nutrien yang penting tidak hanya untuk pertumbuhan normal, kesehatan dan
kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk perkembangan mental, motorik dan fungsi
kognitif. Otak membutuhkan zat besi yang banyak karena metabolisme oksidasinya
yang tinggi dibandingkan organ lain. Kurangnya kadar besi pada masa pasca natal
mengakibatkan gangguan mental dan motorik yang akan menetap sampai dewasa (Irsa,
2002).
Gupta dan Ramji (2002) melaporkan pada bayi dengan penundaan penjepitan saat
umur 3 bulan rerata Hb lebih tinggi dibandingkan bayi dengan penjepitan segera.
Sebuah studi di Guatemala, Grajeda, dkk. (1997) meneliti pengaruh penundaan
penjepitan tali pusat pada status kadar besi pda bayi usia 3 bulan. Subyek penelitian
dibagi dalam 3 kelompok yaitu: pertama, kelompok penjepitan dini (segera setelah lahir
); kedua, kelompok penjepitan tunda (saat tali pusat berhenti berdenyut) dengan posisi
bayi setinggi plasenta dan ketiga, kelompok penjepitan tunda dengan posisi bayi di
bawah plasenta. Peneliti melaporkan, pada ketiga kelompok penelitian rerata Hb bertur
ut - turut 9,99g% ± 9,3; 10,76 g% ± 1,11 dan 10,6g% ± 8,5. Kelompok kedua dan
ketiga lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok pertama dengan signifikan
si p=0,001.Penundaan penjepitan tali pusat akan memperlama aliran darah dan oksig
en dari plasenta ke bayi melalui tali pusat yang terjadi sejak dalam kandungan
(baby's lifetime) untuk melanjutkan peran penyuplai darah yang teroksigenisasi,

13
memfasilitasi perfusi paru dan mendukung transisi bayi menuju pernafasan sendiri yang
efektif, tanpa terjadi penurunan oksigenisasi jaringan yang dapat menyebabkan berbaga
i akibat yang mungkin terjadi. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian
sebelumnya, padapenundaan penjepitan tali pusat, terdapat kecenderungan peningkatan
kadar hemoglobin bayi (Gupta, 2003).
World Health Organization (WHO, 2007) merekomendasikan manajemen aktif
persalinan kala III seharusnya meliputi pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir,
penjepitan tali pusat segera, melahirkan plasenta dan peregangan tali pusat terkendali
yang disertai dengan pemijatan (massase) pada uterus. Meskipun demikian, waktu
terbaik untuk menjepit tali pusat masih kontroversi. Bayi baru lahir normal yang tidak
perlu diresusitasi, segera bayi dikeringkan, kemudian diletakkan diatas perut ibu,
diselimuti kain kering dan hangat untuk mencegah kehilangan panas. Dalam 1 menit
pertama talipusat dijepit dan dipotong. Bayi diletakkan dalam posisi prone di dada ibu
untuk inisiasi menyusu dini dan skin to skin contact, sementara ibu ikut membantu
menjaga kehangatan bayi, lindungi ibu dan bayi dengan kain atau handuk kering dan
hangat untuk mencegah kehilangan panas. Proses Inisiasi menyusu dini dilakukan agar
kebersamaa ibu dan bayinya skin to skin contact tidak terputus dan dapat memulai
menyusui bayinya. Dengan melihat kenyataan yang ada, maka praktik penjepitan tali
pusat dini khususnya pada persalinan normal perlu ditinjau ulang.

4.2 Pembahasan Jurnal 2


PERBEDAAN PENJEPITAN TALI PUSAT DINI DAN LAMBAT DENGAN KADA
R HEMOGLOBIN PADA BAYI BARU LAHIR DI RSKIA SADEWA YOGYAKAR
TA TAHUN 2013
Hemoglobin adalah suatu tetrameter yang terdiri atas dua salinan dari dua rantai
peptide yang berbeda,yaitu β dan α. Gen alfa berasal dari kromosom 16 sedangkan gen
β berasal dari kromosom 11. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau
menurunya konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin.
Penjepitan tali pusat yang dimaksud adalah penjepitan tali pusat pada bayi baru lahir
menggunakan cunam koher yang dilakukan oleh penolong persalinan yaitu dokter atau
bidan pada saat bayi lahir. Penundaan penjepitan tali pusatbermanfaat untuk menyediak
an 100 ml darah (setara dengan 56 mg elemen besi), dan pasokan besi ditentukan
melalui pasokan besi transplasenta, yang dtransfer ke janin dan darah dialihkan dari pla
senta saat persalinan (Gupta dan ramji, 2002).Berdasarkan hasil penelitian yang diuji

14
dengan Mann-Whitney U test dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara kadar hemog
lobin pada bayi baru lahir dengan penjepitan tali pusat dini dan lambat di RSKIA
Sadewa tahun 2013. Hasil penelitian pada bayi yang mengalami penundaan penjepitan
tali pusat memiliki kadar zat besi yang lebih baik saat berusia 4 bulan dan jauh lebih
kecil kemungkinannya menderita anemia, serta tidak ada efek kesehatan yang merugika
n. Royal Collage of Obstetricians an Gynaecologist (RCOG) UK mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Anderson et al bahwa penundaan penjepitan tali pusat (lebih dari 3
0 detik) memberikan manfaat bagi neonatus untuk mengurangi anemia dan terutama
neonatus prematur dengan memungkinkan trasnfusi darah plasenta pada bayi baru lahir,
dan untuk ibu penundaan penjepitan tali pusat tidak menimbulkan perdarahan post part
um.WHO merekomendasikan penjepitan tali pusat setelah pengamatan kontraksi rahim
pada 2 menit setelah lahir, dimana bayi diletakan diatas perut ibu yang sebelumnya
sudah diberikan injeksi oksitosin 10 IU. Penundaan penjepitan tali pusat bermanfaat
dan dapat meningkatkan status zat besi sampai 6 bulan setelah lahir. Cadangan zat besi
saat lahir merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan terjadinya
anemia defisiensi besi pada masa bayi (Gupta dan Ramji, 2002). Zat besi ini di tentukan
oleh besi transplasenta yang ditransfer ke janin dan darah dialirkan dari plasenta saat
persalinan. Hampir sepertiga dari total volume darah bayi prematur maupun aterm
berada dalam plasenta saat lahir. Setengah dari darah yang di transfusikan ke bayi saat
usia 1 menit, pada 3 menit lebih dari 90% dari tranfusi darah plasenta ke bayi selesai.
Di mana volume darah ini di perlukan untuk mengalirkan ke organ vital janin seperti pa
ru-paru, hati dan ginjal saat lahir. Manfaat ini lebih besar daripada risiko yang mungkin
timbul dari penundaan pemotongan tali pusat seperti politecymia atau volume darah
over (Gupta dan Ramji, 2002).arah over (Gupta dan Ramji, 2002).
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa penundaan penjepitan tali pusat minimal
2 menit setelah lahir bermanfaat bagi bayi baru lahir, meskipun ada peningkatan policyt
emia pada bayi dengan penundaan penjepitan tali pusat, kondisi ini tampaknya jinak (H
utton Ek, 2007). Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan penelitian yang
dilakukan oleh Anderson et al 2012, di Swedia hospital melibatkan 400 bayi aterm
menunggu 3 menit sebelum penjepitan tali pusat pada saat kelahiran bisa meningkatkan
volume darah bayi yang baru lahir sekitar sepertiganya. Penelitian lain menyebutkan
bahwa penundaan penjepitan tali pusat bermanfaat untuk menyediakan 100 ml darah
(setara dengan 56 mg elemen besi), dan pasokan besi ditentukan melalui pasokan besi
transplasenta, yang dtransfer ke janin dan darah dialihkan dari plasenta saat persalinan.

15
Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Gupta and Ramji, 2002.
Effec Off Dellayed Cord Clamping On Iron Stores In Infants Born To Anemic Mother.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada ibu dan bayi
saat lahir pada kedua kelompok. Nilai kadar HB danFeritin pada bayi usia 3 bulan
secara statistik signifikan pada kelompok penjepitan tali pusat lambat dibanding pada
kelompok penundaan penjepitan tali pusat dini.
Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Lubis, (2008) yang
berjudul Dampak Penundaan Pengkleman Tali Pusat Terhadap Peningkatan Hemoglobi
n Di RS Adam Malik Medan. Hasil penelitian secara statistik menunjukan hubungan
yang bermakna antara kadar HB dan HMT pada bayi diwaktu penundaan tali pusat
pada kelompok penelitian. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian kadar HB dan HMT
pada kelompok penundaan penjepitan tali pusat adalah 18,3 dan 53,5 sedangkan kadar
HB dan HMT pada kelompok penjepitan tali pusat dini 16,2 dan 47,8 (p<0,05).

4.3 Pembahasan Jurnal 3


Perbedaan Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Bayi Baru Lahir Akibat Perbedaan
Waktu Penjepitan Tali Pusat
Sejalan dengan peneliSejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kohn pada
tahun 2013, yang membandingkan penundaan penjepitan tali pusat lebih dari 3 menit
dengan penjepitan segera yaitu kurang dari 10 detik. Kedua kelompok memiliki
perbedaan yang signifikan. Tali pusat bayi yang dijepit lebih dari 3 menit memiliki
kadar hemoglobin yang lebih tinggi dan tingkat ferritin tinggi pada usia 6 bulan sehingg
a dapat meningkatkan status besi pada bayi.7Masa bayi merupakan saat pertumbuhan
dan pembangunan otak yang cepat dan zat besi sangat penting untuk proses tersebut.
Studi bayi dengan defisiensi besi telah menemukan kekurangan dalam jumlah tertentu
dalam proses kognitif (termasuk perhatian dan memori) dapat menyebabkan penurunan
fungsi intelektual permanen. Keadaan yang lebih buruk, anak-anak dengan kekurangan
zat besi yang parah sering menunjukkan “menumpulkan emosional” kesulitan terlibat
dengan pengasuh dan lingkungan mereka yang dapat menyebabkan defisit sosial-emosi
onal yang lama, untuk beberapa alasan, masa bayi merupakan waktu yang sangat buruk
untuk mengalami kekurangan zat besi.
Waktu penjepitan tali pusat selama Kala tiga persalinan telah menjadi perdebatan
selama bertahun- tahun. Perkiraan jumlah volume darah janin dan plasenta 105-110 ml/
kg. Dua pertiga dari volume ini berada dalam sirkulasi janin dan satu pertiganya dalam

16
plasenta, volume darah inilah yang akan dibutuhkan sepenuhnya mengalir ke paru-paru
janin, hati dan ginjal saat lahir. Selain mendapatkan zat besi yang memadai, bayi yang
tali pusatnya dijepit pada 3 menit volume total darah akan meningkat dibandingkan
dengan segera dijepit. Sehingga bermanfaat pada sel dalam pengembangan kekebalan
tubuh, pernapasan, kardiovaskuler, dan sistem saraf pusat.
Pada tahun 2001, Judith dan Mercer meneliti efek penundaan penjepitan tali pusat
. Penjepitan ditunda 30-45 detik pada bayi prematur dan 3-10 menit pada bayi cukup
bulan. Setelah penjepitan ditunda, bayi cukup bulan dan prematur memiliki hematokrit
yang lebih tinggi pada usia 2 bulan dan kecenderungan peningkatan kadar feritin.
Penelitian ini tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kadar bilirubin
pada bayi cukup bulan dan prematur dengan menunda penjepitan.10Berbagai anggapan
bahwa penjepitan tali pusat tertunda dapat meningkatkan tingkat polisitemia, polisitemi
a didefenisikan sebagai tingkat Ht lebih besar dari 65% dan terjadi pada sekitar 2%-5%
dari bayi cukup bulan. Penjepitan tertunda dapat meningkatkan nilai hematokrit bayi
karena terdapat volume darah tambahan. Perhatian utama dengan polisitemia terkait
dengan hiperviskositas darah yang dalam hal ini dapat meningkatkan kadar bilirubin, te
tapi aliran darah yang baik memungkinkan hati untuk memproses bilirubin lebih efisie
n.
Penelitian ini memberikan bukti yang meyakinkan bahwa menunda waktu
penjepitan tali pusat dapat meningkatkan status hematologi bayi pada 3 bulan pertama
kehidupan dan memperkaya simpanan besi hingga 6 bulan. Penelitian lain kemudian
membandingkan penundaan penjepitan (lebih dari 3 menit) dengan penjepitan segera
(kurang dari 10 detik), tidak ada perbedaan yang signifikan dalam polisitemia atau
tingkat bilirubin yang membutuhkan pengobatan pada kelompok penjepitan yang
ditunda.
Penjepitan tali pusat 3 menit setelah lahir dapat meningkatkan Kadar Hb dan Ht
yang bermanfaat bagi bayi. Indonesia dengan latar belakang pelayanan kebidanan yang
bervariasi yang mengacu pada kebijakan prosedur pelaksanaan asuhan persalinan
normal yang merekomendasikan penjepitan dan pemotongan tali pusat dilakukan pada
2 menit. Walaupun demikian banyak juga penyedia layanan bersalin terus menjepit tali
pusat segera setelahkelahiran (kurang dari 2 menit), meskipun penundaan penjepitan
tali pusat telah terbukti bermanfaat bagi bayi baru lahir

17
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penundaan pemotongan tali pusar banyak manfaat bagi bayi yang baru lahir termasuk
jumlah sel-sel darah merah, sel induk dan sel kekebalan pada saat lahir yang lebih
tinggi. Dan Pada bayi prematur Penundaan pemotongan tali pusar dapat memberikan
dukungan hidup yang penting, memulihkan volume darah dan melindungi terhadap
kerusakan organ, cedera otak bahkan kematian
5.2 Saran
Hindarilah melakukan Penjepitan tali pusar segera setelah lahir karena akan mengganggu
proses kelahiran normal. Karena tali pusar tersebut masih berdenyut dan masih memasok
oksigen, nutrisi ke bayi serta mendukung masa transisi bayi ke kehidupan di luar rahim

18
DAFTAR PUSTAKA

Buckley, S.J. “Leaving Well Enough Alone: Natural Perspectives on the Third Stage of
Labor” Gentle Birth, Gentle Mothering: Doctor”s Guide to Natural Childbirth and
Gentle Early Parenting Choices (2009) New York: Celestial Arts

Mercer J. Current best evidence: a review of the literature on umbilical cord clamping. J
Midwifery Womens Health2001 Nov-Dec;46(6):402-14

Mercer, J. et al, Delayed Cord Clamping in Very Preterm Infants Reduces the Incidence of
Intraventricular Hemorrhage and Late-Onset Sepsis: Randomized, Controlled Trial.
Pediatrics Vol. 117 No. 4 April 1, 2006 pp. 1235 -1242 (doi: 10.1542/peds.2005-1706)

Mercer, J. Skovgaard, R. & Erickson-Owens, D. “Fetal to neonatal transition: first, do no


harm”, Normal Childbirth: Evidence and Debate second edition (2008) edited by Downe,
S. pp149-174

Philip, A.G.S., & Saigal, S. 2004. When we should clamp the umbilical cord? Neo Reviews,
5e142-e154

Rabe H, Diaz RJL, Duley L, Dowswell T. Effect of timing of umbilical cord clamping and
other strategies to influences placenta transfusion at preterm birth on maternal and infant
outcomes (review). Cochrane Collaboration. John Wiley & Sons, Ltd;2012

19

Anda mungkin juga menyukai