Anda di halaman 1dari 13

ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No.

1, April 2012

PENGEMBANGAN MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN


BERBASIS NILAI-NILAI NYAMABRAYA (Ajaran Tatwamasi)
PADA MASYARAKAT PERKOTAAN DI PROVINSI BALI

I Wayan Lasmawan1, Made Suryadi2


1
Jurusan PPKn, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
2
Jurusan PPKn, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: lasmawanizer@yahoo.com

Abstrak

Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah: melahirkan sebuah model program
penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan aspek lokalitas masyarakat, sehingga
mampu menekan laju pertumbuhan tingkat kemiskinan di Indonesia, khususnya di daerah
perkotaan. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengembangkan model
pengentasan kemiskinan berbasis nyamabraya, (2) mengembangkan standar operasional
prosedur pengentasan kemiskinan berbasis nyamabraya, (3) merumuskan rekomendasi
kebijakan public tentang pengentasan kemiskinan berbasis nyamabraya, dan (4)
mengembangkan sebuah model rekayasa modalitas social-budaya bagi masyarakat miskin,
khususnya untuk daerah perkotaan. Upaya pencapaian (dihasilkannya) model pengentasan
kemiskinan berbasis nyamabraya tersebut akan dilakukan melalui serangkaian kegiatan
selama 3 (tiga) tahun, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 dengan menggunakan
paradigma penelitian pengembangan tipe “Prototipycal Studies” yang dipadukan dengan
metode ”Analisis Reflektif”, sehingga akan diperoleh sebuah inovasi terstruktur terkait
dengan model pengentasan orang miskin sebagai alternatif-kebijakan dalam peningkatan
capaian pembangunan nasional, khususnya di daerah perkotaan.

Kata Kunci: Model Pengentasan Kemiskinan, Nyamabraya, Masyarakat Perkotaan

Abstract

Long-term goal of this research is to produce a model of poverty reduction programs in


accordance with aspects of the locality, so as to suppress the growth rate of the poverty
level in Indonesia, particularly in urban areas. Specifically, the study aims to: (1) develop a
model based “nyamabraya” poverty, (2) develop standard operating procedures based on
“nyamabraya” poverty, (3) formulate public policy recommendations on poverty alleviation
“nyamabraya” based, and (4) develop a model modalities of social-cultural engineering for
the poor, especially for urban areas. Efforts to achieve the (resultant) model-based poverty
reduction “nyamabraya” will be done through a series of activities for 3 (three) years, from
2011 to 2013 using the type of development research paradigm "Prototipycal Studies"
combined with the "Reflective Analysis", so will obtain a structured innovation associated
with the model of poverty reduction as an alternative-policy performance enhancement of
national development, particularly in urban areas.

Keywords: the model of poverty reduction, Nyamabraya, Urban Areas.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 55


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

PENDAHULUAN program pengentasan kemiskinan yang


Ditengah hiruk pikuknya “pencitraan dilakukan, lebih terfokus pada program yang
public” oleh pemerintah, bahwa tingkat langsung mengarah pada sasaran
kesejahteraan masyarakat meningkat tajam, (masyarakat miskin), namun mengabaikan
yang berarti jumlah masyarakat miskin telah potensi dan modalitas social masyarakat
menurun, ternyata fakta dilapangan sekitar, sehingga program tersebut lebih
menunjukkan lain. Di daerah perkotaan, sering gagal dan tidak bertahan lama
khususnya di Provinsi Bali, ternyata jumlah (berkelanjutan). Bersandar pada fakta ini,
masyarakat miskin melonjak tajam dari maka penelitian ini difokuskan pada upaya
tahun 2009 sebesar 17,2 % menjadi 28.07 penemuan dan pengembangan sebuah
% pada tahun 2010 (Biro Pusat Statistik model pengentasan kemiskinan yang
Provinsi Bali, 2010). Disisi lain, seiring mengedepankan pada integrasi dan
dengan semakin menajamnya stagnasi akomodasi modalitas social dan budaya
ekonomi dan diperkuat oleh desakan inflasi masyarakat setempat, khususnya
dan dinamika global, telah melahirkan arus masyarakat Hindu Bali, yang disebut
urbanisasi yang meningkat setiap tahun. Hal dengan ajaran “nyamabraya” yaitu sebuah
ini tentu melahirkan persoalan baru pada konsep kehidupan bersama dan demokratis
konteks pemberdayaan dan peningkatan tanpa strata yang bersandar pada ajaran
kesejahteraan masyarakat, khususnya di “tatwamasi”, sehingga benar-benar
perkotaan. Berdasarkan studi pendahuluan menyentuh titik persoalan kemanusiaan
yang telah dilakukan, diperoleh kesimpilan dalam wujud, isi, dan pelaksanaan program
bahwa: (1) meningkatnya masyarakat miskin pengentasan kemiskinan, dimana akan
di beberapa kota kabupaten di Bali terjalin tali temali persaudaraan antar
disebabkan oleh lemahnya kompetensi dan komponen masyarakat untuk secara
kualifikasi yang dimiliki oleh masyarakat, (2) bersama-sama keluar dari zona kehidupan
penduduk miskin yang ada di kota-kota miskin.
kabupaten di Bali kebanyakan adalah etnis Penelitian Lasmawan (2010)
non Hindu Bali, yang dating hanya berbekal tentang peranan desa adat dalam
“nekat” dan provokasi bali sebagai tujuan mengentaskan kemiskinan, menyimpulkan
pariwisata dunia, dan (3) kelompok bahwa: (1) kegagalan program pengentasan
masyarakat miskin “sulit keluar” dari garis kemiskinan di beberapa daerah di provinsi
kemiskinan, karena sistim dan model bali disebabkan karena minimnya pelibatan
pengentasan kemiskinan yang dilakukan desa adat sebagai pemangku kekuasaan
oleh pemerintah daerah setempat, hanya tertinggi dalam struktur masyarakat bali, (2)
menyentuh aras permukaan dari akar program yang dilaksanakan oleh dinas dan
musabab mereka miskin. kantor di beberapa kabupaten baru sebatas
Bertalian dengan fakta empiris dan pemenuhan kebutuhan hidup sesaat
wacana di atas, maka pelibatan masyarakat masyarakat, sehingga keberlanjutannya
sekitar dan dukungan aspek modalitas sangat kecil bahkan tidak ada, dan (3)
social-budaya masyarakat sesuai dengan terhambatnya pola dan akses komunikasi
karakteristik daerah setempat adalah antara kelompok masyarakat miskin dengan
sesuatu yang harus dan bersifat mendesak masyarakat daerah setempat, untuk
untuk dilakukan. Selama ini, berbagai mensinergikan potensi yang dimilikinya,

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 56


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

sehingga yang miskin semakin miskin dan yang ada di masyarakat membuat sebagian
masyarakat setempat (masyarakat local anggota masyarakat tidak mampu
adat) “cuek” dan tidak peduli. Berangkat dari menguasai sarana ekonomi dan berbagai
realitas dan kegagalan program-program fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka
pemerintah selama ini dalam mengentaskan tetap miskin. Maka itulah sebabnya para
kemiskinan sebagaimana beberapa temuan pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan
penelitian di atas, khususnya di Provinsi pembangunan yang melulu terfokus pada
Bali, maka penelitian ini difokuskan pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
upaya “pengembangan model program” Kemiskinan merupakan
pengentasan kemiskinan, yang kesenjangan (ketiadaan) akses terhadap
mengedepankan pada integrasi dan unsur kekuasaan sosial (Friedman, 2002 :
elaborasi modalitas social-budaya 67), yang mencakup aspek: (1) ketiadaan
masyarakat setempat, khususnya ajaran tempat tinggal, atau ruang untuk tinggal,
“nyamabraya” yang sangat familiar termasuk di dalamnya lingkungan fisik di
dikalangan masyarakat Hindu Bali. Hal ini mana keluarga memasak, makan, tidur dan
disinyalir mampu meningkatkan dan menyimpan benda-benda pribadi ,(2)
menguatkan kepemilikan dan ketiadaan waktu, jumlah waktu yang
tanggungjawab social masyarakat sekitar tersedia untuk dapat memperoleh
(masyarakat tidak miskin) untuk secara kebutuhan subsistensinya, (3) pengetahuan
bersama-sama dan terlibat secara langsung dan ketrampilan, termasuk di dalamnya
dalam upaya pelaksanaan program tingkat pendidikan yang rendah dan
pengentasan kemiskinan, sehingga program pelatihan keterampilan tertentu untuk
tersebut lebih produktif dan berhasil secara bekerja, (4). informasi tepat-guna, termasuk
optimal. di dalamnya informasi mengenai segala
Bersandar pada latar belakang di aspek kehidupan juga kesempatan ekonomi,
atas, maka permasalahan pokok dari seperti metode produksi yang baik, metode
penelitian ini pada dasarnya adalah: sanitasi yang baik, metode pemeliharaan
bagaimana model pengentasan kemiskinan balita, ketersediaan akses terhadap
yang berbasis nyamabraya, dan bagaimana pelayanan umum, dan lain sebagainya, (5).
program tersebut dilaksanakan (standar organisasi sosial, baik organisasi formal
operasional prosedur), sehingga mampu maupun informal, (6). jaringan sosial, berupa
menjadi dasar bagi pemerintah daerah akses untuk melakukan kegiatan kerjasama
dalam merumuskan sebuah kebijakan bagi munculnya tindakan pribadi yang
(rekayasa social) public terkait dengan mandiri. Keluarga yang mempunyai akses
upaya pengentasan kemiskinan, khususnya jaringan kerjasama horisontal yang luas
di daerah perkotaan di Provinsi Bali ?. Ada antar sesama keluarga yang lain atau
dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan dengan lembaga lain akan mempunyai
bisa terjadi, yakni: kemiskinan alamiah dan ruang gerak kegiatan yang lebih luas
karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi dibanding dengan yang tidak memilikinya,
antara lain akibat sumber daya alam yang (7). alat kerja dan kehidupan, tercakup di
terbatas, penggunaan teknologi yang dalamnya alat produksi bagi keluarga, (8).
rendah dan bencana alam. Kemiskinan sumberdaya keuangan, termasuk di
"buatan" terjadi karena lembaga-lembaga dalamnya tingkat pendapatan keluarga dan

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 57


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

akses terhadap sumber kredit baik formal Konsep nyamabraya yang menjadi
maupun informal. Kedelapan unsur tersebut simpul dasar pertalian antar anggota desa
merupakan satu-kesatuan yang utuh untuk adat di Bali, dapat dijadikan sebagai
dapat meningkatkan kekuatan sosial dari indicator dan sekaligus komponen utama
keluarga atau masyarakat miskin. setiap program pengentasan kemiskinan di
Untuk menanggulangi masalah Provinsi Bali, sehingga program yang
kemiskinan (program pengentasan dicanangkan menjadi “hak dan kewajiban
kemiskinan) harus dipilih strategi yang komunal” desa adat. Keberadaan dan
dapat memperkuat peran dan posisi pelibatan desa adat pada aplikasi ajaran
perekonomian rakyat dalam perekonomian nyamabraya ini, tentu akan memberikan nilai
nasional, sehingga terjadi perubahan lebih dan sekaligus akan mengakselerasi
struktural yang meliputi pengalokasian capaian dari program-program yang
sumber daya, penguatan kelembagaan, dilakukan oleh masing-maisng pemerintah
pemberdayaan sumber daya manusia kabupaten atau kota di Provinsi Bali.
(Sumodiningrat, 2008). Program yang dipilih Nyamabraya merupakan sebuah konsep
harus berpihak dan memberdayakan pokok atau ajaran pokok berkehidupan bagi
masyarakat melalui pembangunan ekonomi masyarakat Hindu Bali, yang menekankan
dan peningkatan perekonomian rakyat. pada pertalian komunalitas dan
Program ini harus diwujudkan dalam heterogenitas eksklusif. Nyamabraya
langkah-langkah strategis yang diarahkan senantiasa menjadi acuan bagi manusia
secara langsung pada perluasan akses Hindu Bali dalam melakoni dinamika hidup
masyarakat miskin kepada sumber daya bermasyarakat. Pokok-pokok ajaran
pembangunan dan menciptakan peluang nyamabraya menurut beberapa teks tertulis
bagi masyarakat paling bawah untuk dan tafsir Weda, terdiri dari: (1) saling
berpartisipasi dalam proses pembangunan, ketergantungan antar sesame, (2)
sehingga mereka mampu mengatasi kondisi penghormatan terhadap perbedaan, (3)
keterbelakangannya. Terdapat tiga perasaaan kepemilikan komunal, (4) kau
pendekatan dalam pemberdayaan adalah aku, dan aku adalah kamu, dan (5)
masyarakat miskin. Pertama, pendekatan tanggungjawab social bersama (Titib, 2009).
yang terarah, artinya pemberdayaan Dalam aplikasinya, ajaran menyamabraya
masyarakat harus terarah yakni berpihak lebih dimaknai sebagai sebuah pola
kepada orang miskin. Kedua, pendekatan berkehidupan yang mengedepankan pada
kelompok, artinya secara bersama-sama kebersamaan atas dasar keterikatan nasib
untuk memudahkan pemecahan masalah dan tanggungjawan kemanusiaan, sehingga
yang dihadapi. Ketiga, pendekatan benar-benar terbangun sebuah moralitas
pendampingan, artinya selama proses social antar sesame anggota masyarakat
pembentukan dan penyelenggaraan dalam segala aspek kehidupannya.
kelompok masyarakat miskin perlu Pada konteks peletakan
didampingi oleh pendamping yang tanggungjawab moral social ini, Lasmawan
profesional sebagai fasilitator, komunikator, (2009) menyatakan bahwa, konsep
dan dinamisator terhadap kelompok untuk nyamabraya lebih mendekati pemaknaan
mempercepat tercapainya kemandirian secara runut akan ajaran tatwamasi yang
(Soegijoko dkk, 2009:179). telah popular dalam masyarakat, khususnya

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 58


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

masyarakat Hindu Bali. Sementara, model pengentasan kemiskinan berbasis


Anderson (2006) menekankan pada domain nyamabraya, standar operasional prosedur
tanggungjawab social dari ajaran (SOP) pengentasan kemiskinan berbasis
nyamabraya, yaitu munculnya hegemoni nyamabraya, model rekayasa sosial
komunalitas setiap komponen masyarakat berbasis nyamabraya, dan rekomendasi
dalam penyelesaian berbagai persoalan kebijakan pengentasan kemiskinan berbasis
atau konflik yang disandarkan pada nyamabraya. Produk penelitian ini sangat
kepentingan masyarakat secara bersama, bermanfaat bagi upaya percepatan dan
yaitu hidup yang mapan secara social dan penemuan formula baru bagi pengentasan
ekonomi. Konsep nyamabraya pada tataran masyarakat miskin, khususnya di daerah
kehidupan masyarakat modern lebih perkotaan yang merupakan program
dimaknai sebagai sebuah pola pembangunan nasional.
berkehidupan yang bersinergi melalui
integrasi potensi antar anggota masyarakat METODE PENELITIAN
untuk keluar dari sebuah persoalan, Fokus utama dari penelitian ini
termasuk mengenai kemiskinan yang adalah mengembangkan model
bersifat regional. Pada kasus local, konsep pengentasan kemiskinan berbasis
nyamabraya ini selalu menjadi inti dari nyamabraya, standar operasional prosedur
setiap gerakan masyarakat desa adat untuk pengentasan kemiskinan berbasis
menjaga dan mempertahankan integritas nyamabraya, model rekayasa sosial
dan keagungan desa adat sebagai berbasis nyamabraya, dan rekomendasi
simbolisme masyarakat Hindu Bali. Bertalian kebijakan pengentasan kemiskinan berbasis
dengan generalisasi ini, maka bilamana nyamabraya. Berdasarkan rasional tersebut,
konsep nyamabraya ini diletakkan dan maka penelitian ini menggunakan desain
dilekatkan pada program pengentasan penelitian pengembangan tipe “Prototipycal
masyarakat miskin, maka akan menjadi Studies” sebagaimana yang dikedepankan
motor dan sekaligus inti dari program oleh Akker (1999) dan Plomp (2001). Hal
tersebut, sehingga secara langsung akan penting yang perlu diperhatikan dalam
berpengaruh terhadap keberlanjutan dan penelitian pengembangan adalah kualitas
keberhasilan program itu sendiri. perangkat pembelajaran (produk) yang
Bersandar pada latar belakang dan dihasilkan. Plomp (2001), memberikan
kajian pustaka di atas, maka tujuan pokok kriteria kualitas produk yaitu: valid
dari penelitian ini pada dasarnya adalah: (merefleksikan pengetahuan state-of-the-art
mengembangkan model pengentasan dan konsistensi internal), mempunyai nilai
kemiskinan yang berbasis nyamabraya, tambah (added value), praktis, dan efektif.
yang dilengkapi dengan bagaimana program Secara umum, Plomp (2001), menyatakan
tersebut dilaksanakan (standar operasional bahwa pelaksanaan penelitian
prosedur), sehingga mampu menjadi dasar pengembangan meliputi tiga fase yaitu: fase
bagi pemerintah daerah dalam merumuskan analisis hulu-hilir (front-end analysis), fase
sebuah kebijakan (rekayasa social) public pengembangan prototipe (prototyping
terkait dengan upaya pengentasan phase), dan fase penilaian (assessment
kemiskinan, khususnya di daerah perkotaan. phase) atau evaluasi sumatif. Bertalian
Produk akhir dari penelitian ini adalah: dengan fokus masalah penelitian ini yaitu

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 59


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

mengembangkan model program Dilihat dari asal daerahnya, maka


pengentasan kemiskinan berbasis hampir 52.7 % masyarakat miskin perkotaan
nyamabraya, standar operasional prosedur di provinsi Bali adalah masyarakat
pengentasan kemiskinan berbasis pendatang dari luar bali, sedangkan
nyamabraya, model rekayasa sosial masyarakat pendatang dari provinsi bali
berbasis nyamabraya, dan rekomendasi adalah 41.2 %, dan hanya 6.01 % yang
kebijakan pengentasan kemiskinan berbasis merupakan penduduk asli daerah itu sendiri.
nyamabraya, sampai dihasilkannya model Artinya, secara komunal, masyarakat
program pengentasan kemiskinan berbasis perkotaan di Bali bukanlah pemicu utama
nyamabraya yang benar-benar valid, praktis, munculnya kemiskinan di daerah perkotaan.
dan efektif. Sementara dilihat dari area atau lokasi
tempat tinggal masyarakat miskin itu sendiri,
HASIL PENELITIAN dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
1. Profil Masyarakat Miskin Perkotaan di (78.3 %) tinggal di daerah pinggiran kota,
Provinsi Bali dan hanya 21.7 % yang tinggal di beberapa
Berdasarkan hasil studi kantong (gang sempit atau perkampungan)
dokumentasi, wawancara, dan penyebaran di tengah-tengah kota. Dilihat dari jenjang
kuisioner terhadap responden yang tersebar pendidikan pada kalangan masyarakat
di 8 kabupaten dan 1 kota madya di Privinsi miskin perkotaan, maka dari data statistik
Bali, maka dapat disimpulkan bahwa: yang diperoleh pada 8 kabupaten (badung,
terjadinya kemiskinan perkotaan di Bali lebih bangli, gianyar, kelungkung, buleleng,
banyak distimuli oleh ketimpangan potensi karangasem, tabanan, dan negara) dan 1
diri masyarakat dengan sebaran lapangan kota madya (denpasar), dapat disimpulkan
pekerjaan yang tersedia di masyarakat. bahwa (pembulatan) : 61 % mereka
Berdasarkan data yang diperoleh, maka berpendidikan sekolah dasar dan/atau tidak
terdapat beberapa faktor dominan pemicu selesai, 19 % berpendidikan SMP sederajat,
munculnya masyarakat miskin di daerah 12 % berpendidikan SMA sederajat, 8 %
perkotaan Bali, yaitu: (1) ketidakmampuan berpendidikan diploma/sarjana. Sementara
bersaing memperoleh pekerjaan, (2) dilihat dari asal daerahnya, sebagian besar
sempitnya lapangan kerja yang tersedia di masyarakat miskin perkotaan di Bali adalah
lingkungan tempat tinggalnya, (3) arus masyarakat Bali yang melakukan urbanisasi
urbanisasi yang berlebih pada masyarakat ke beberapa kota, dengan meninggalkan
bali, (4) penduduk pendatang dari luar bali desa asalnya, kemudian asal jawa timur,
dengan modalitas “nekat”, (5) budaya miskin berikutnya NTB, dan dari daerah lainnya di
“lokal masyarakat” tertentu, (6) ketimpangan pulau Jawa dan NTT. Sementara untuk Bali,
kebijakan pembangunan, khususnya di paling banyak pendatang yang tergolong
daerah urban, (7) “sabotase sumber daya” masyarakat miskin di kota-kota di provinsi
oleh pemodal/investor, dan (8) pembagian bali dapat dirinci sebagai berikut:
kue pariwisata yang tidak menyentuh “aras karangasem, buleleng, bangli, negara,
dalam” kehidupan masyarakat, dimana tabanan, kelungkung, badung, gianyar dan
hampir semua kabupaten/kota memiliki denpasar.
potensi pariwisata di Provinsi Bali.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 60


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

2. Modalitas Sosial – Budaya Masyarakat dilakukan tim peneliti, bahwa ada sejumlah
Bali Dalam Penanganan Kemiskinan faktor yang mempengaruhi pengurangan
Secara struktural-phenomenon, penduduk miskin sepanjang Maret 2011-
masyarakat Hindu Bali memiliki beberapa 2012. "Pertama, kenaikan upah harian
potensi lokal yang sangat menonjol dalam buruh tani dan buruh bangunan selama
kaitannya dengan pengembangan dan triwulan I-2011 dan triwulan I- 2012 yakni
integrasi nilai-nilai lokal dalam pengentasan masing-masing 2,96 persen dan 4,81
masyarakat miskin perkotaan. Berdasarkan persen," ungkap kala ditemui di kantornya,
hasil wawancara, studi dokumentasi, dan Jakarta, Senin (2/7/2012). Lalu kedua,
penyebaran kuisioner, diperoleh potret penerima beras murah atau raskin dalam
kekuatan dan kelemhan modalitas sosial tiga bulan terakhir pada kelompok 20 persen
dan budaya masyarakat Bali dalam penduduk dengan pendapatan terendah
kaitannya dengan pengembangan model meningkat dari 13,30 persen pada 2011
pengentasan masyarakat miskin perkotaan menjadi 17,21 persen pada 2012 di wilayah
berbasis nyama braya, yaitu: (1) desa Adat, perkotaan. Di pedesaan juga terjadi
(2) sekehe (perkumpulan sosial-budaya), (3) kenaikan 13,3 persen menjadi 17,2 persen
lembaga ketahanan desa, (4) konsep nyama dalam kurun waktu yang sama. Ketiga,
braya, (5) ajaran tatwamasi, (6) sumber penerima pelayanan kesehatan gratis
daya alam yang subur dan mereta di setiap selama enam bulan terakhir pada 20 persen
region, (7) adanya modalitas stimulus dari penduduk dengan pendapatan terendah
pemerintah maupun lembaga perkreditan meningkat dari 2011 ke 2012 yakni 4,6
desa, (8) konstruk budaya bali yang persen menjadi 5,6 persen di perkotaan.
berbasis kekeluargaan, dan (9) adanya Sementara di pedesaan, penerima
keyakinan (belief) masyarakat bali akan pelayanan kesehatan gratis juga naik
kesejahteraan abadi dari sang pencipta. menjadi 4,7 persen pada tahun ini. Faktor
keempat, adalah adanya perbaikan
3. Program dan Harapan Penanganan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh
Kemiskinan Perkotaan di Bali Nilai Tukar Petani sebesar 1,32 persen
Adat, budaya dan agama di Bali menjadi 104,68 pada Maret 2012. Faktor
adalah satu-kesatuan yang tak bisa kelima, tumbuhnya perekonomian Indonesia
dipisahkan. Maka, membangun adat adalah sebesar 6,3 persen pada triwulan I-2012
juga meningkatkan nilai budaya dan agama dari triwulan yang sama tahun sebelumnya.
(pendapat dan pendirian sebagian Sedangkan pengeluaran konsumsi rumah
responden). Melestarikan budaya adalah tangga tumbuh 4,9 persen pada periode
juga melestarikan adat dan agama. yang sama. Terakhir, dari sisi ukuran
Sehingga pemimpin Bali seharusnya selalu subyektif, persentase rumah tangga di
berpijak pada landasan agama, adat dan kuantil terbawah yakni 20 persen penduduk
budaya, baik dalam menelurkan kebijakan dengan pendapatan terendah, yang
maupun dalam menyelenggarakan menyatakan bahwa penghasilannya cukup
pembangunan. Artinya seorang pemimpin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hati
harus bersikap dan berlaksana sesuai tatwa dalam sebulan terakhir meningkat menjadi
dan susila. Kepala BPS Bali, Suryamin, 12,4 persen pada 2012 di wilayah
menyatakan dalam wawancara yang perkotaan.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 61


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

Berdasarkan observasi dan analisis sekelompok manusis (pria) sebagai hak-hak


dokumen, dapat dikatakan bahwa istimewa mengenai kedudukan khususnya
penanganan masalah kemiskinan pria di dalam kehidupan bersama mereka.
nampaknya tidak sesuai dengan situasi dan
kondisi dimasyarakat. Dimana seharusnya 4. Modalitas Penanganan Kemiskinan
dalam program-program pengentasan Berbasis Nyamabraya dalam Konstruk
kemiskinan semestinya memerlukan Hindu
pendekatan tersendiri sesuai dengan Berdasarkan observasi, studi
situasi/kondisi budaya yang dianut dokumen, dan penyebaran kuisioner
dimasing-masing daerah.Seperti halnya diperoleh fakta bahwa: desa di Bali terutama
pada masyarakat Bali yang menganut didasarkan atas kesatuan tempat. Sebagian
sistem kekerabatan patrilineal tentunya dari tanah wilayahnya adalah milik para
berbeda penanganannya dengan warga desa sebagai individu, tetapi
masyarakat yang menganut budaya sebagian lagi adalah tanah yang ada di
matrilineal. Masalah ketimpangan dan atau bawah hak pengawasan desa, atau secara
ketidak adilan gender merupakan fenomena konkret dibawah pengawasan pimpinan
penting di kalangan masyarakat perkotaan desa yang sering disebut "Karang Desa".
di Bali. Fakta ini dapat diperkuat oleh Desa-desa di pegunungan biasanya
temuan lapangan, yang menunjukkan mempunyai pola - pola perkampungan yang
bahwa: masih tampaknya dan diakuinya memusat, sedangkan desa-desa yang
oleh masyarakat tentang kemiringan mempunyai sistem banjar dan desa-desa di
perlakuan dan akses dalam bidang bidang daerah dataran, mempunyai pola yang
pendidikan, ketenagakerjaan, dan aktivitas terpencar. Di samping kesatuan wilayah
politik.Angka buta huruf perempuan maka sebuah desa merupakan pula suatu
nyatanya lebih tinggi dibandingkan dengan kesatuan keagamaan yang di tentuakan
laki-laki.Para perempuan cenderung bekerja oleh suatu kompleks kuil desa yang disebut
disektor domestik bahkan termasuk pekerja kayangan tiga ialah Pura Puseh, Pura Bale
keluarga tanpa bayaran (lebih dari 70% ) Agung dan Pura Dalem. Ada kalanya Pura
dari pada publik dan berpenghasilan lebih Puseh dan Pure Bale Agung dijadikan satu
rendah. Demikian juga bidang politik dan disebut Pura Desa. Seperti telah
umumnya didominasi oleh laki-laki. diterangkan sebelumnya, konsep mengenai
Responden perempuan mengatakan bahwa arah adalah amat penting artinya dalam
gender atau analisis gender berkaitan agama orang Bali. Dalam kehidupan
dengan masalah yang sangat dalam kemasyarakatan desa di Bali, ada
dikehidupan bersama manusia karena organisasi-organisasi yang bergerak dalam
bukan hanya mempertanyakan sistem dan lapangan kehidupan yang khusus, ialah
struktur-struktur yang telah mapan sekaha. Organisasi ini bersifat turun-
mengenai kedudukan wanita dan pria temurun, tapi ada pula yang bersifat
didalam masyarakat, tetapi juga sementara. Ada sekaha yang fungsinya
mempertanyakan hubungan adalah menyelenggarakan hal-hal atau
kekuasaan.Dengan kata lain masalah upacara-upacara yang berkenan dengan
gender atau analisis gender membuka hak- desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan
hak istimewa yang dinikmati oleh tari baris), sekaha teruna-teruni, sekehe

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 62


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

gong (kumpulan para pemain alat menurut kebijaksanaan pemberdayaan


musik/gong). Sekaha tersebut sifatnya masyarakat, tidak lain adalah kebijaksanaan
permanen, tapi ada juga sekaha yang yang memberi ruang gerak, fasilitas publik
sifatnya sementara, yaitu sekaha yang dan menciptakan kesempatan-kesempatan
didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan yang kondusif bagi maraknya kemampuan
tertentu, misalnya sekaha memula dan kemungkinan kelompok masyarakat
(perkumpulan menanam), sekaha manyi miskin untuk mengatasi masalah mereka
(perkumpulan menuai), sekaha gong sendiri dan tidak menekan serta mendesak
(perkumpulan gamelan) dan lain-lain. mereka ke pingir-pinggir atau ke posisi
Berdasarkan kajian dokumen dan fakta ketergantungan. Adalah menjadi tanggung
lapangan, Masyarakat Bali yang tradisional jawab semua pihak dengan komitmen politik
dan penghidupannya yang bersifat agraris yang tinggi memberikan dukungan yang
tampak sebagai satu kesatuan yang utuh, kuat terhadap upaya pemberdayaan
kepentingan bersama lebih diutamakan masyarakat untuk mengantar dan
dibandingkan kepentingan kelompok dan mendukung kaum perempuan berjuang
individu sebagai warga masyarakat. Warga secara mandiri, demokratis, dan berbudaya.
masyarakat satu dengan yang lainnya
terikat berdasarkan ikatan solidaritas 5. Prototype Model Pengentasan
mekanis dan dalam masyarakat demikian, Kemiskinan Perkotaan di Provinsi Bali
dunia kehidupan masih menyatu. Berdasarkan hasil wawancara dan
Berdasarkan kajian lapangan, dan penyebaran kuisioner kepada responden,
menjaring harapan masyarakat miskin diperoleh data bahwa, keengganan
perkotaan, ma dapat disimpulkan empat perempuan dalam rumah tangga miskin
upaya prioritas yang mesti dikembangkan untuk ikut secara aktif terlibat dalam
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kegiatan – kegiatan yang diselenggarakan
miskin perkotaan di Bali, yaitu: Pertama, organisasai PKK juga merupakan faktor
memperkuat posisi tawar dan memeperkecil penghambat peran aktif perempuan dalam
ketergantungan masyarakat miskin dari mengentaskan kemiskinan. Mereka juga
kelas sosial di atasnya dengan cara lebih memilih pekerjaan yang dapat
memperbesar kemungkinan mereka dilakukan di rumah tanpa harus
melakukan diversifikasi usaha. Kedua, meninggalkan keluarga. Keberpihakan
memberikan bantuan permodalan kepada bantuan/upaya-upaya yang dilakukan
masyarakat miskin dengan bunga yang pemerintah dalam pengentasan kemiskinan
rendah dan berkelanjutan. Ketiga, memberi terhadap perempuan dalam rumah tangga
kesempatan kepada masyarakat miskin miskin dapat dipaparkan sebagai berikut,
untuk dapat ikut terlibat menikmati hasil dalam hal ini pemerintah menyalurkan
keuntungan dari produknya dengan cara bantuan yang disebut dengan SPP ( Simpan
menetapkan harga yang adil. Keempat, Pinjam Perempuan ) bantuan ini berupa
mengembangkan kemampuan masyarakat bantuan pemberian modal yang disalurkan
miskin agar memiliki ketrampilan dan melalui tanggung jawab kelompok dasa
keahlian untuk memberi nilai tambah pada wisma. Melalui organisasi PKK ditingkat
produk dan hasil usahanya. Upaya Kabupaten , pemerintah menyelenggarakan
pengentasan kemiskinan yang dianjurkan pelatihan-pelatihan keterampilan yang

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 63


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

tujuannya untuk meningkatkan keterampilan kerukunan hidup bersama dari masyarakat


ibu-ibu sehingga nantinya dapat yang beragama (multikultural) dan berbeda
dikembangkan untuk menciptakan peluang (agama, etnis, adat-istiadat, ras, dan
usaha, seperti pelatihan mengolah hasil golongan). 3) di dalam setiap agama ada
pertanian, membuat kue dan lain-lain. Salah ajaran yang senada dengan nilai kearifan
satu upaya yang dapat dilakukan untuk lokal dan setiap agama memberi semangat
meningkatkan standar kehidupan agar umatnya bisa rukun secara intern
masyarakat miskin di Provinsi Bali adalah maupun ekstern. 4) atas dasar
melalui pemberdayaan. Pemberdaya-an pemahanman tentang kearifan lokal Bali dan
pada dasarnya merupakan suatu proses kerukunan yang ada kesepadanannya
yang dijalankan dengan kesadaran dan dalam agama masing-masing yang dikaji
partisipasi penuh dari pihak terkait untuk lewat dialog antarumat beragama di Bali
meningkatkan kapasitas dan kapabilitas secara berkesinambungan, maka kerukunan
masyarakat sebagai sumberdaya hidup beragama dan bermasyarakat di Bali
pembangunan agar mampu mengenali selama ini tergolong baik, walaupun kondisi
permasalahan yang dihadapi dalam rukunnya lebih baik pada tataran atas
mengembangkan dan menolong dirinya sementara pada tataran bawah masih perlu
menuju keadaan yang lebih baik, mampu pembinaan secara merata dan terus
menggali dan memanfaatkan sumberdaya menerus. Upaya ke depan adalah agar
yang tersedia untuk kepentingan diri dan kerukunan yang sudah dicapai bisa dijaga,
kelompoknya, serta mampu dipelihara, dan ditingkatkan dengan lebih
mengeksistensikan diri secara jelas dengan mendalami ajaran agama masing-masing
mendapat manfaat darinya. Pemberdayaan dan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat
adalah sebuah ”proses menjadi”, bukan dijadikan dasar untuk hidup bersama saling
”proses instan”. Sebagai suatu proses, berdampingan secara damai dan harmonis
pemberdayaan mempunyai tiga tahapan dan dapat saling menerima, saling
yaitu penyadaran, pengkapasitasan, dan menghargai dan saling menghormati
pendayaan. Tahap pertama adalah perbedaan. Tranformasi nilai harus terjadi
penyadaran. Masyarakat miskin diberikan secara alami dari satu generasi ke generasi
pemahaman bahwa mereka mempunyai hak berikutnya dan selalu diharapkan adanya
untuk eksis. perubahan yang mengarah kepada kondisi
yang lebih baik dari sebelumnya. Politik
PEMBAHASAN identitas erat kaitannya dengan perubahan
Beranjak dari beberapa hal dalam sosial. Teori-teori utama berkenaan dengan
uraian diatas dapat dinyatakan bahwa : 1) politik identitas dikembangkan oleh
Heterogenitas masyarakat Bali tak dapat beberapa pakar/teoritikus, seperti Chris
dihindari dan sudah terjadi serta akan terus Barker dalam Cultural Studies: Teori dan
terjadi dan semakin hari semakin kompleks. Praktik (2000). Teorinya menyebutkan
2) Setiap komunitas masyarakat memang bahwa identitas diri bertalian dengan
memiliki kearifan lokal, demikian pula konsepsi yang kita yakini tentang diri kita,
masyarakat Bali dengan kearifan lokalnya sementara harapan dan pendapat orang lain
yang mengandung nilai persaudaraan dapat membentuk identitas sosial. Keduanya
dijadikan pedoman dalam menjalin berbentuk narasi atau menyerupai cerita.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 64


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

Jadi identitas sepenuhnya adalah konstruksi KESIMPULAN


sosial dan tidak mungkin eksis di luar Berdasarkan temuan penelitian dan
representasi budaya dan akulturasi. Berger pembahasan hasil sebagaimana yang telah
dan Luckmann (1990) mempertegas disajikan pada bab-bab sebelumnya, maka
konsepsi tersebut dengan menyebutkan dapat ditarik dan diformulasikan simpulan
bahwa, identitas lahir melalui proses sebagai berikut: (1) masyarakat miskin
sosialisasi dan identifikasi yang terus- perkotaan di provinsi bali pada umumnya
menerus. Oleh karenanya, identitas sudah adalah masyarakat pendatang (74,3 %),
dirancang dengan sangat seksama, dalam sementara sisanya adalah masyarakat
arti dapat mencerminkan sepenuhnya urban yang berasal dari kabupaten lain di
kenyataan obyektif di mana identitas itu wilayah Bali. (2) model program
berada. Singkatnya, setiap orang „adalah‟ pengentasan kemiskinan yang relevan
benar-benar apa yang diandaikan tentang dikembangkan di kalangan masyarakat
dia. Dalam masyarakat seperti itu, setiap miskin perkotaan bali adalah dengan
identitas mudah dikenal secara obyektif mengoiptimalkan modalitas sosial dan
maupun subyektif. Upaya mengentaskan budaya dasar masyarakat bali, yaitu konsep
kemiskinan selayaknya sesegera mungkin nyamabraya, agar tali temali simpul
harus dilakukan, terlebih lagi pada kebersamaan semakin erat diantara
perempuan dalam rumah tangga miskin penghuni kawasan di tanah bali. (3) standar
karena kaum perempuan mempunyai operasional prosedur yang mesti
potensi yang tinggi dalam upaya dikembangkan harus mengacu pada
mengentaskan kemiskinan. Terlebih lagi peletakan desa adat sebagai inti dari semua
perempuan Bali dikenal termasuk pekerja garis komando dan koordinasi penanganan
keras dengan etos kerja yang tinggi,tidak kemiskinan, karena desa adat merupakan
mudah berpangku tangan,tekun dan ulet simbolisme adat dan budaya masyarakat
bekerja guna mensejahterakan kehidupan bali. (4) rekomendasi yang relevan bagi para
rumah tangganya. Perempuan Bali sebagai pemangku dan pengambil kebijakan dalam
pekerja keras mendapatkan penanganan kaitannya dengan pengentasan kemiskinan
yang tepat tentunya merupakan salah satu di Bali, adalah dengan mengoptimalkan
modal dalam menanggulagi kemiskinan, lembaga-lembaga sosial dan budaya
untuk itulah penelitian ini penting dilakukan. masyarakat setempat, sehingga menjadi
Hasil temuan menunjukkan bahwa urat nadi bagi semua program yang digagas
profil perempuan dalam rumah tangga dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah
miskin secara sosial perempuan dalam setempat. (5) model rekayasa sosial
rumah tangga miskin tidak tersingkir dari pengentasan kemiskinan perkotaan di bali
institusi utama masyarakat yang ada karena terdiri dari sub-sub sistem dengan prototype
data empiris menunjukkan perempuan sebagai berikut: konsep nyamabraya,
dalam rumah tangga miskin sebagian besar integritas potensi, kesadaran komunal,
terlibat dalam lingkungan desa adat, masih perasaan senasib, tanggungjawan sosial
bisa ikut terlibat dalam kegiatan adat/agama bersama, kebersamaan secara ekonomis,
(menyame braya), walaupun tidak banyak pengawasan terkoordinasi, keberlanjutan
/tidak aktif terlibat dalam organisasi PKK. dalam kebersamaan, dan tujuan bersama.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 65


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

Secara diagramatik dapat dijabarkan Biro Pusat Statistik, Kemiskinan dan


sebagai berikut: Pemerataan Pendapatan di Indonesia
1991 - 2000, Jakarta, 2001. (24)
Buddelmeyer, Hielke and Emmanuel
Shoufias, 2008, “An Evaluation of the
Performance of Regression
Discountinuity Design on
PROGRESA,” Policy Research
Working Paper 3386, World Bank,
Washington DC.
Burtless, Gary,2005, “Are Targeted Wage
Subsidies Harmful? Evidence from a
Wage Voucher Experiment,” Industrial
and Labor Relations Review , Vol. 39,
pp. 105-115.
Foster, James, J. Greer, and Erik
Thorbecke, 2004, “A Class of
Decomposable Poverty Measures,”
Econometrica , 52: 761-765
Hart, Keith, “Informal Income Opportunities
and Urban Employment in Ghana”
dalam Ian Livingston (ed),
DAFTAR PUSTAKA Development Economies and Policy:
Badir, Akhmadi. (2009). Dilematisasi Readings, George Allen & Unwin Ltd,
Penanganan Masyarakat Miskin di London, 2001.
Daerah Perkotaan: Analisis Kebijakan Inten, Gede. (2008). Pemetaan Masalah
Publik. Jurnal PP. Volume 121, Tahun Sosial dan Ekonomi Masyarakat
ke-2, (21-29) Miskin di Kota Buleleng – Bali.
Badan Perencanaan Pembangunan Laporan Penelitian. Singaraja:
Nasional dan Departemen Dalam Lembaga Penelitian Undiksha.
Negeri, Pedoman Program Inpres Kementerian Koordinasi Bidang
Desa Tertinggal, Jakarta, 1993. Kesejahteraan Rakyat (Tim
Badan Pusat Statistik, Penduduk Indonesia: Koordinasi Penyiapan Penyusunan
Hasil Sensus Penduduk 2008 (Seri: Perumusan Kebijakan
RBL 1.1), Jakarta 2008, dan tahun- Penanggulangan Kemiskinan),
tahun sebelumnya. Dokumen Interim Strategi
Badan Pusat Statistik, Profil Penduduk Penanggulangan Kemiskinan,
Indonesia Tahun 2009 (atau SP Jakarta, 2004.
sebelumnya), Jakarta, 2009. Lasmawan, Wayan. (2006). Major Driven
Badan Pusat Statistik, Data dan Informasi Kemiskinan Masyarakat Bali: Antara
Kemiskinan Tahun 2009, Jakarta, Idealisme Agama dan Idealisme
2009. Sosial. Laporan Penelitian. Denpasar.
Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia Bappeda Provinsi Bali.
2009, Jakarta 2009. Lasmawan, Wayan. (2008). Analisis
Bali dalam Angka. (2009). Penjabaran Kebijakan Pengentasan Kemiskinan

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 66


ISSN: 2303-2898 Vol. 1, No. 1, April 2012

Masyarakat Kota Dilihat dari


efektivitas Program dan Partisipasi
Masyarakat Sekitar. Laporan
Penelitian. Denpasar: Bappeda
Kabupaten Badung.
Remi, Subyatie Soemitro dan Priyono
Tjiptoherijanto, Kemiskinan dan
Kemerataan di Indonesia, Penerbit
Reneka Cipta, Jakarta, 2002.
Suryadi, Made. (2007). Studi evaluative
Kebermanfaatan Lembaga Sosial dan
Lembaga Karang Taruna dalam
Program Percepatan Pengentasan
Kemiskinan di Kabupaten Buleleng –
Bali. Laporan Penelitian. Singaraja:
Dinas Sosial Kabupaten Buleleng.
Suryadi, Made. (2008). Studi analisis factor-
faktor pendorong kemiskinan
perkotaan (studi kasus pada
masyarakat kota Singaraja – Bali).
Laporan Penelitian. Singaraja:
Lembaga Penelitian Undiksha.
Todaro, Michael P., Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga (Terjemahan) Jilid I,
Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000.
World Bank (Urban Sector Development
Unit, Infrastructure Development, East
Asia and Pacific Region), Kota-kota
Dalam Transisi: Tinjauan Sektor
Perkotaan Pada Era Desentralisasi di
Indonesia (terjemahan),
Dissemination Paper No 7, June 30,
2003.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 67

Anda mungkin juga menyukai