Anda di halaman 1dari 11

c   



 
     
Reproduksi sel merupakan suatu contoh lain dari peran yang dimainkan oleh sistem
DNA-genetik, di dalam seluruh proses kehidupan. Gen dan mekanisme pengaturan menentukan
karakteristik pertumbuhan sel dan juga kapan sel-sel ini membelah diri termasuk untuk
membentuk sel-sel baru. Dengan cara ini, semua sistem genetik dapat mengendalikan setiap
tahap perkembangan manusia mulai dari terbentuknya sel ovum sampai pada pembentukan
seluruh organ tubuh. Siklus kehidupan sel merupakan suatu periode dari reproduksi sel sampai
reproduksi berikutnya. Siklus kehidupan sel dihentikan oleh serangkaian kejadian fisik yang
berbeda yang disebut mitosis. Pada tahapan ini, akan menyebabkan pembagian sel menjadi dua
sel anak baru. Akan tetapi, tahapan mitosis yang sesungguhnya berlangsung hanya kira-kira 30
menit, sehingga lebih dari 95% siklus kehidupan sel yang bereproduksi dengan cepatpun
diwakili oleh interval di antara mitosis yang disebut interfase.

?  
Seperti halnya dengan hampir semua peristiwa penting lain yang berlangsung di dalam
sel, reproduksi sel berawal di dalam nukleus sendiri. Tahap pertama adalah replikasi (duplikasi)
semua DNA di dalam kromosom, setelah tahap ini dilalui, maka proses mitosis dapat
berlangsung. Proses replikasi DNA berlangsung selama 5 sampai 10 jam sebelum mitosis,
namun pada umumnya, proses ini dapat terselesaikan dalam waktu 4 sampai 8 jam. Replikat
yang terbentuk dari proses replikasi, selanjutnya akan berfungsi sebagai DNA dari kedua sel
anak yang akan terbentuk sewaktu mitosis. Setelah proses replikasi DNA, masih ada waktu 1
sampai 2 jam sebelum mitosis dimulai. Pada tahapan ini, perubahan-perubahan awal sudah mulai
nampak yang nantinya akan menuju pada proses mitosis.
Mitosis adalah suatu proses pembentukan dari satu sel parental menjadi 2 sel anakan
yang identik termasuk jumlah kromosom dan informasi genetiknya. Pada mitosis terdapat 2
tahap pembelahan yaitu ˜ ˜ (pembelahan inti) dan ˜ (pembelahan sel). Adanya
karyokinesis dan sitokinesis yang berlangsung secara berkesinambungan menyebabkan informasi
genetik di dalam semua sel somatis suatu individu selalu tetap. Mitosis terdiri dari 5 fase yaitu
profase, prometafase, metafase, anaphase, dan telofase. Keseluruhan fase ini merupakan tahap
karyokinesis yang kemudian diakhiri dengan sitokinesis setelah telofase, sehingga dari satu sel
parental akan dihasilkan 2 sel anakan yang identik.
Pada fase profase, kromosom tampak memendek (terkondensasi) dan telah terdiri dari 2
kromatid serupa (
  ). Pada fase ini, nukleolus lenyap (hilang), membran inti juga
mengalami disintegrasi (hancur), dan komponen-komponen penyusun membran inti akan
bercampur dengan sitoplasma. Di akhir fase ini benang-benang spindel terbentuk di dalam
sitoplasma. Pada fase antara profase dengan metafase terdapat fase prometafase, pada fase ini
kromosom-kromosom tampak tersebar tidak saling tumpang tindih, karena kromosom sedang
menuju ke pelat metafase (     ). Fase berikutnya dari mitosis yaitu fase metafase.
Pada fase ini benang-benang spindel telah terbentuk secara utuh dan kromosom berada pada plat
metafase yakni dibagian ekuator.
Selanjutnya pada fase anafase, sentromer dari kromosom akan membelah sepanjang
lengan kromosom dan tegak lurus benang spindel, sehingga masing-masing kromatid serupa
yang telah terpisah tersebut akan ditarik kearah kutub (pada tumbuhan) atau sentriol (pada
hewan). Fase terakhir dari mitosis adalah telofase. Pada fase ini masing-masing kromatid yang
telah menjadi kromosom tunggal telah berada di masing-masing kutub dan setiap kutub memiliki
jumlah kromosom dan informasi genetik yang identik. Selain itu, pada fase ini inti sel, membran
inti dan nukleolus mulai terbentuk, benang-benang spindel lenyap, dan kromosom membuka
untuk membentuk kromatin yang kusut kembali. Diakhir fase ini kemudian terjadi sitokinesis
sehingga akan terbentuk dua sel anakan yang identik. Proses sitokinesis pada sel tumbuhan dan
sel hewan berbeda. Pada sel tumbuhan, sitokinesis berlangsung dari arah tengah ke tepi,
sedangkan pada sel hewan, proses sitokinesis berlangsung dari arah tepi ke tengah. Secara garis
besar mitosis baik pada sel tumbuhan maupun sel hewan dapat diamati pada gambar I.1, I.2, dan
I.3.

Gambar 1.1. Skema interfase dan mitosis


Gambar 1.2. Mitosis pada sel tumbuhan

Gambar 1.3. Mitosis pada sel hewan

£? 
Meiosis merupakan pembelahan sel yang terdiri dari 2 tahapan yaitu meiosis I
(pemisahan kromosom homolog) dan meiosis II (pemisahan kromatid saudara), hal ini terjadi
pada organisme yang bereproduksi secara seksual yang menghasilkan gamet dengan jumlah
kromosom separuh dari jumlah kromosom sel semula (sel parental). Meiosis I terdiri dari
interfase 1, profase I, metafase I, anafase I , telofase I dan sitokinesis. Seperti halnya proses
mitosis, proses meiosis juga didahului oleh suatu interfase, dimana selama fase ini setiap
kromosom bereplikasi. Hasilnya akan menghasilkan dua kromatid saudara yang identik secara
genetik yang tetap melekat pada sentromernya. Pada fase ini, sentrosom juga bereplikasi menjadi
dua pasangan sentriol. Pada tahap profase 1, proses meiosis berlangsung lebih lama dan lebih
kompleks dibandingkan dengan profase dalam mitosis. Pada fase ini, terjadi pemadatan
kromosom melalui suatu proses  , kemudian kromosom homolog yang masing-masing
tersusun dari dua kromatid saudara muncul secara bersamaan sebagai suatu pasangan. Pada tahap
ini, masing-masing pasangan kromosom tersebut dapat terlihat dengan menggunakan mikroskop
sebagai suatu  yaitu sebuah kompleks dengan empat kromatid. Pada banyak tempat
disepanjang tubuhnya, kromatid kromosom homolog saling silang-menyilang. Persilangan ini
yang berperan mengikat kromosom agar tetap bersama, hal ini disebut ˜   (tunggal,
kiasma). Proses ini yang menyebabkan kromosom memiliki segmen yang saling tukar.
Sementara itu, komponen seluler lainnya mempersiapkan pembelahan nukleus dengan
cara yang mirip pada proses mitosis, sentrosom bergerak saling menjauhi dan gelendong
mikrotubula terbentuk diantaranya. Selanjutnya, selubung nukleus dan nukleoli menyebar yang
akhirnya menyebabkan gelendong mikrotubula menangkap kinetokor yang terbentuk pada
kromosom, dan kromosom mulai bergerak ke pelet metafase. Profase 1 biasanya berlangsung
sampai beberapa hari atau bahkan lebih lama, biasanya memakan lebih dari 90% waktu yang
dibutuhkan untuk proses meiosis. Pada fase ini, setelah kromosom tersusun pada pelet ini, masih
dalam pasangan homolog mikrotubula kinetokor dari satu kutub sel melekat pada satu kromosom
masing-masing pasangan, sementara itu mikrotubula dari kutub yang berlawanan menempel
pada homolognya. Pada tahapan anafase 1, alat gelendong menggerakkan kromosom kea rah
kutub, akan tetapi kromatid saudara tetap terikat pada sentromernya dan bergerak sebagai satu
unit tunggal ke arah kutub yang sama. Pada proses ini, kromosom homolog bergerak ke kutub
yang berlawanan (hal ini mengalami kebalikan dengan perilaku kromosom selama mitosis
dimana kromosom muncul sendiri-sendiri pada pelet metafase dan bukan dalam pasangan, dan
gelendong memisahkan kromatid saudara dari masing-masing kromosom).

Tahap terakhir pada meiosis 1 yaitu telofase 1 dan sitokinesis, pada fase ini aparatus
gelendong terus memisahkan pasangan kromosom homolog sampai kromosom itu mencapai
kutub sel. Setiap kutub kini mempunyai satu set kromosom haploid, namun setiap kromosom
tetap memiliki dua kromatid saudara. Biasanya proses sitokinesis (pembelahan sitoplasma)
terjadi secara simultan dengan telofase 1 dan membentuk dua sel anak. Pada beberapa spesies
terjadi penyebaran kromosom, membran nukleus dan nukleoli terbentuk kembali dan terjadi
interfase II sebelum terjadinya proses meiosis II. Hal yang lain juga terjadi pada spesies lain,
dimana sel anak yang berasal dari telofase 1 segera memulai persiapan untuk pembelahan
meiosis kedua. Dalam sejumlah kasus, tidak ada replikasi materi genetik lagi sebelum
pembelahan meiosis II. Hasil akhir dari meiosis I ini adalah dua sel anakan yang mempunyai
jumlah kromosom separuh dari sel semula (parental), tetapi tiap kromosom masih terdiri dari 2
kromatid, sehingga pembelahan reduksi ini masih belum sempurna dan dilanjutkan dengan
meiosis II. Meiosis II ini prosesnya mirip dengan mitosis, dimulai dengan profase II, kemudian
metafase II, anafase II, dan diakhiri dengan telofase II.
Pada profase II, kromosom-kromosom menuju ke arah pelat metafase. Kromosom-
kromosom homolog ini apabila pada profase I mengalami pindah silang maka tiap kromosom
terdiri dari dyad yaitu kromatid serupa yang lengan kromosomnya sudah tidak identik lagi.
Namun apabila kromosom-kromosom homolog tersebut tidak mengalami pindah silang, maka
masing-masing kromosom masih tetap terdiri dari 2 kromatid. Pada fase selanjutnya yaitu fase
metafase II, masing-masing kromosom berada di pelat metafase. Pada fase anafase II, masing-
masing kromatid ataupun dyad dari tiap kromosom akan ditarik ke arah kutub yang berlawanan,
sehingga difase telofase II yang diakhiri dengan sitokinesis tiap sel akan membawa jumlah
kromosom separuh dari jumlah kromosom semula (parental) dan kromosom tersebut berupa
kromosom tunggal. Dengan demikian pembelahan reduksi ini telah sempurna dengan hasil setiap
sel parental akan menghasilkan 4 sel anakan dengan jumlah kromosom separuh dari jumlah
kromosom sel parental.
Untuk lebih jelasnya skema meiosis secara umum dapat dilihat pada gambar II.1.
Adapun meiosis pada tumbuhan dapat diamati pada gambar II.2 dan meiosis pada hewan yang
berupa spermatogenesis dan oogenesis dapat diamati pada gambar II.3.

Gambar II.1. Proses meiosis I dan II


Gambar II.2. Proses meiosis pada tumbuhan

Gambar II.3. Proses spermatogenesis dan oogenesis pada hewan


Spermatogenesis merupakan suatu proses pembentukan sel-sel sperma yang berlangsung
dalam testis, sedangkan oogenesis adalah proses terbentuknya sel telur di dalam indung telur
(  ). Gamet yang dihasilkan pada proses ini, berasal dari sel diploid setelah terjadinya
proses meiosis. Proses meiosis merupakan suatu proses yang sangat penting yang bertujuan
mempertahankan ploidi spesies dari satu generasi ke generasi berikutnya, serta untuk
memberikan variasi genetik pada spesies. Kesalahan selama proses meiosis akan menyebabkan
terbentuknya embrio  . Pada manusia, kasus aneuploid merupakan masalah sosial yang
serius. Selain itu, gangguan fisis dan kimiawi serta kesalahan-kesalahan yang terjadi selama
meiosis dapat merusak kromosom dengan berbagai cara atau dapat mengubah jumlahnya di
dalam satu sel. Secara ideal, benang-benang gelendong meiosis mendistribusikan kromosom
pada sel-sel anak tanpa mengalami kesalahan. Akan tetapi adakalanya terjadi kesalahan yang
disebut  , dimana bagian-bagian dari sepasang kromosom yang homolog tidak
bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya pada waktu meiosis 1, atau dimana kromatid
saudara gagal berpisah selama meiosis II. Pada kasus ini, satu gamet menerima dua jenis
kromosom yang sama dan satu gamet lainnya tidak mendapat salinan sama sekali. Kromosom-
kromosom lainnya biasanya terdistribusi secara normal. Jika salah satu dari antara gamet-gamet
yang menyimpang ini bersatu dengan gamet normal pada waktu pembuahan, keturunannya akan
memiliki jumlah kromosom yang tidak normal, disebut  .
Belakangan ini, kelainan genetik yang diakibatkan oleh   seperti sindrom
Down, Klinefelter, Turner, dan lain-lain telah dipelajari dengan cara menganalisis kariotipe-
kariotipe menyimpang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kromosom-kromosom
dapat patah di dua atau lebih titik, lalu bergabung kembali dengan segmen tengah terbalik. Pada
kasus-kasus  semacam itu, susunan linier gen-gen pada kromosom berubah, namun
kandungan material gen tetap sama. Beberapa penelitian telah berhasil mendeteksi perubahan-
perubahan ekspresi gen akibat sejumlah , dan hal tersebut telah mengarah pada
ditemukannya ˜  ( 
   ) . Studi genetika menyebutkan bahwa
mekanisme kerja gen pada biasanya terpengaruh oleh posisinya pada kromosom.
Meskipun frekuensi zigot aneuploid bisa jadi cukup tinggi pada manusia, sebagian besar
perubahan kromosomal tersebut bisa sebegitu membahayakan bagi perkembangan sehingga
embrio-embrionya secara spontan (alamiah) digugurkan jauh sebelum terjadinya proses
kelahiran. Akan tetapi, beberapa tipe aneuploid nampaknya tidak terlalu menggangu
keseimbangan genetik ketimbang tipe aneuploid lainnya, dimana hasilnya adalah individu-
individu dengan keadaan aneuploid tertentu dapat bertahan hidup sampai lahir serta dapat
menjalani proses kehidupan selanjutnya. Individu-individu tersebut memiliki sejumlah gejala
(  ) dari suatu sindrom yang karakteristiknya tergantung dari tipe aneuploid. Salah satu
tipe aneuploid yang disebabkan oleh kelebihan kromosom 21, sehingga setiap sel tubuh memiliki
total 47 kromosom dikenal dengan   . Kromosom 21 merupakan salah satu
kromosom dengan ukuran yang paling kecil, namun kelainan yang terjadi pada kromosom ini
akan mengubah fenotipe individu tersebut.    mempunyai penampakan wajah yang
khas, tubuh pendek, cacat jantung, kerentanan terhadap infeksi saluran pernafasan dan memiliki
mental yang lemah. Beberapa penelitian terbaru membuktikan bahwa individu yang menderita
   memiliki kecenderungan untuk menderita penyakit leukemia dan Alzhaimer.
Beberapa ahli genetika menduga bahwa mungkin bukan suatu kebetulan gen-gen tertentu yang
berhubungan dengan kedua penyakit tersebut terletak pada kromosom 21.
Baru-baru ini penelitian mengenai proses meiosis berhasil diteliti secara   dengan
menggunakan hewan model. Pada tikus, spesifikasi sel germinal terjadi pada saat embrio
berumur E7,25 hari (Hassold  ., 2001). Selama berlangsungnya proses ini, sekelompok sel
yang berasal dari     diinduksi untuk berdeferensiasi menjadi sel-sel germinal
primordial (PGCs). Setelah terbentuknya PGCs, maka PGCs selanjutnya akan berkembangbiak
dan bermigrasi menjadi gonat embrionik. Proses ini ditemukan pada usia embrio E10.5. Setelah
terbentuk gonat embrio, PGCs akan mengalami beberapa kali putaran siklus meiosis serta
mengekspresikan gen-gen spesifik yang berkorelasi terhadap siklus meiosis seperti 
 and

, tahapan ini dikenal sebagai -  . Penelitian yang dilakukan oleh Ginsburg 
. (1990); Roig  . (2011) membuktikan bahwa meiosis diatur oleh kehadiran faktor intrinsik
maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berperan dalam proses meiosis yaitu  ,
sedangkan faktor ekstrinsik yaitu 

 (RA). Pada penelitian tersebut, terlihat bahwa
gonat betina mempunyai konsentrasi RA dalam jumlah yang besar jika dibandingkan dengan
gonat jantan, hal tersebut diakibatkan karena gonat jantan mampu menghasilkan enzim
CYP25B1 yang berperan mengkatalisis 

 . Selain itu beberapa penelitian  
menunjukkan bahwa penambahan RA dalam media kultur akan menginisiasi proses meiosis pada
gonat embrio (Roig  ., 2011).
Belakangan ini, studi terbaru dengan menggunakan pendekatan molekuler berupa tikus
hasil rekayasa genetika telah memberikan banyak informasi mengenai keterlibatan sejumlah
    dalam proses meiosis. Namun pendekatan ini belum secara maksimal diterima
mengingat kebutuhan waktu serta upaya substansial yang tidak sedikit. Salah satu pendekatan
yang sementara dikembangkan untuk memperoleh kultur meiosis, bermula dari pemahaman
bahwa sel-sel germinal dapat secara spontan berasal dari  

 (ESCs) di dalam
kultur.  

 (ESCs) berasal dari bagian dalam
  dari tahapan
preimplantasi embrio dan secara alami memiliki kemampuan 
. Kemampuan

 merupakan kemampuan sel untuk dapat berkembang menjadi tipe sel yang lain
yaitu sel somatik 
  ,    atau dapat berkembang menjadi sel     yang
menyusun bagian dalam dari suatu organisme. Studi yang dilaporkan oleh Hirao  . (1994);
Roig  . (2011)? menjelaskan bahwa ESCs dapat berkembang menjadi sel  , hal
tersebut dibuktikan dengan studi   yaitu menginjeksi
  
 ke dalam tikus.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rose  . (1999) melaporkan bahwa primordial
germ cell (PGCs), sperm dan sel oocyte dapat berkembang setelah ESCs dari tikus manusia
dapat mengalami diferensiasi (dalam jurnal data tidak ditampilkan).
Beberapa penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa ESCs di dalam kultur dapat
berkembang menjadi 
 
 (Roig  ., 2011). Proses tersebut terjadi dalam
frekuensi yang sangat rendah jika tidak adanya rangsangan. untuk memperbaiki hal tersebut,
telah dikembangkan suatu metode yang berperan sebagai promoter diferensiasi dari ESCs tikus
dan manusia menjadi sel germline. Beberapa dari sel germline tersebut membawa sel haploid
yang dapat menghasilkan keturunan. Penelitian yang dilakukan oleh Toyooka  . (2003)
merupakan penelitian pertama untuk mendapatkan sel-sel germinal mamalia, pada penelitian
tersebut terlihat bahwa   
 (BMPs)? memiliki peran penting
mempromosikan diferensiasi sel-sel germline secara  .? Hal lain yang unik dari penelitian
tersebut yaitu mereka mengkultur ESCs dengan M15 atau sel-sel trophoblast yang menghasilkan
BMPs dengan konsentrasi tinggi untuk menginduksi diferensiasi ESCs menjadi PGCs secara 
.?  

 (ESCs) yang telah mengalami modifikasi secara genetik dan juga
mengandung GFP atau gen LacZ di dalam endogenous lokus Õ  yang memungkinkan
deteksinya PGC. Hal tersebut terlihat setelah diinkubasi di dalam kultur selama 24 jam.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Geijsen University, Germany menggunakan
RA untuk menginduksi diferensiasi ESCs menjadi PGCs. Pada penelitian tersebut, diferensiasi 
 tidak berhenti pada PGCs, serta sel-sel haploid ditemukan setelah berlangsungnya kultur.
Salah satu penelitian terbaru melaporkan bahwa diferensiasi dari   
 dari
embrio stem sel manusia telah dipublikasikan. Dalam penelitian tersebut, para peneliti
mempurifikasi  !˜
 dari embrio stem sel manusia dan diinduksi menuju fase meiosis
dan post-meiosis. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah 14 hari sel dikultur
maka TEKT-1 (suatu marker untuk kematangan sperma) dapat dideteksi menggunakan RT-PCR.
Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang melaporkan bahwa sel-sel germinal pada
manusia, dapat dibedakan dari pluripotent ES cells  .?
Hubner  . (2003) melaporkan bahwa diferensiasi ESCs tikus menjadi PGCs diaktivasi
oleh GFP dan dikontrol oleh 
!

  "
#. Pada penelitian tersebut, 

 yang diregulasi oleh promoter "


# dilanjutkan menuju tahap profase dari meiosis.
Penelitian tersebut membuktikan bahwa pada hari ke-12 sampai hari ke-26, terlihat bahwa ESCs
telah berkembang menjadi 
!˜ 
 yang mengandung sel oosit. Pada penelitian
tersebut terlihat bahwa 
!˜ 
 juga mengekspresikan  $, enzim steroidogenik
serta memproduksi estrogen. Pada hari ke-26 sel-sel follicle akan melepaskan oosit dengan
diameter 50-70 µm. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Novak  . (2006) dengan
menggunakan protokol yang sama dengan Hubner  . (2003) melaporkan bahwa kehadiran
dari 
!˜ dan produksi estrogen dalam supernatan, terjadi setelah hari ke-12 dari kultur
ESCs tikus.
Saat ini, kultur dari    
 tidak banyak yang dilaporkan namun
beberapa studi yang telah dipublikasi berhasil mempromosi proses meiosis secara   dan
memperoleh sel-sel yang haploid. Penelitian yang dilakukan baru-baru ini oleh Salvador  .
(2008), dengan mengembangkan teknik
!
 yang memungkinkan terjadinya
perkembangan fase meiosis dari spermatosit tikus. Secara singkat, proses
!
 terdiri dari
spermatosit tikus yang   pada monolayer dari sel  di dalam 
 
.
Pada penelitian tersebut, proses meiosis diikuti dengan beberapa teknik yang berbeda; antara lain
analisis dengan menggunakan mikroskop elektron dari kultur sel, analisis DNA dengan
menggunakan 


 
  (FACS) dan ekspresi dari beberapa gen spesifik
pada ! . Hasil analisis dengan menggunakan ketiga pendekatan tersebut
menyimpulkan bahwa kultur   untuk menghasilkan sel-sel haploid terjadi dalam waktu tiga
minggu.
Selain itu, kultur oosit janin manusia telah dicoba dan dievaluasi oleh beberapa peneliti
dengan berbagai macam teknik serta berbagai media. Laporan pertama berasal dari Blandau 
. (1969) yang melaporkan adanya oogonium dan oosit yang hidup selama hampir 80 hari.
Selama berlangsungnya kultur, mereka mengamati migrasi aktif dari oogonium, pembelahan
mitosis dan pertumbuhan dari jaringan janin. mereka menyimpulkan bahwa oogonium memasuki
meiosis, dan menghasilkan oosit yang mencapai tahap akhir meiosis. Kemudian mereka
menganalisa perkembangan dalam kultur fragmen ovarium manusia dari janin dengan usia
kehamilan 16-20 minggu. Ovarium yang digunakan berasal dari sampel segar serta beku.
Hasilnya, dipublikasi oleh Zhang  . (1995) termasuk kemampuan     
 dalam
kultur dan oosit yang diekstrusi    . Baru-baru ini Hartshorne  . (1999) melaporkan
bahwa telah dievaluasi ovarium janin manusia yang berusia 13-16 minggu. Ovarium tersebut
dikultur pada mini-blok dengan ukuran (0,3 × 0,3 × 0,3 mm) dengan      
 (MEMĮ) dilengkapi dengan  
  (FCS) atau serum janin anak sapi dan 

     (FSH). Dua suplemen lain yang ditambahkan antara lain (    
  %     
). kultur dianalisis setelah 7 sampai 40 hari. Mereka
mengamati bahwa jumlah oosit dan persentase tahap zygotene dan sel pakiten meningkat seiring
dengan waktu kultur.
Kultur sel oosit dengan      dan FCS untuk 
, menunjukkan
jumlah yang lebih tinggi setelah oosit dikultur selama 14 hari. Kultur oosit menunjukkan adanya
unsur lateral dari kompleks   , hal tersebut menunjukkan terjadinya proses meiosis.
Analisis pembentukan kompleks synaptonemal menunjukkan adanya peningkatan indeks dari
 

,    dan !    . Para peneliti menyimpulkan
bahwa oosit manusia bertahan hidup dalam kultur, dan yang lebih penting, dapat melalui profase
I  .
Penelitian yang lain tentang kultur sel oosit juga dilaporkan oleh Roig  . (2006) dia
menjelaskan tentang pendekatan lain dalam kultur untuk mempromosikan perkembangan oosit
secara  . Ovarium dipotong di dalam suatu kotak (sekitar 15 × 20 × 20 mm) kemudian di
kultur di dalam ĮMEM, dilengkapi dengan albumin manusia, insulin, transferin, selenium,
penisilin dan streptomisin selama satu sampai lima minggu. Analisis difokuskan pada
perkembangan meiosis pasangan homolog serta kemajuan sinapsis. Studi ini menunjukkan
bahwa oosit janin manusia bisa bertahan hidup secara   sampai lima minggu.
Pada      dan 

 

  proses meiosis
dikendalikan oleh (  ) ??

Anda mungkin juga menyukai