Anda di halaman 1dari 20

NAMA : DESITA ROSALINDA

NIM : 1713019067

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 51 TAHUN 2009
TENTANG
PEKERJAAN KEFARMASIAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
 Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengaman, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat serta atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
 Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
 Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
 Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker.
 Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis
farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.
 Surat tanda registrasi apoteker selanjutnya disingka STRA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi.
 Surat tanda registrasi tenaga teknis kefarmasian (STRTTK) adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi
 Surat izin Praktik Apoteker (SIPA) surat izin yang diberikan kepada apoteker untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada apotek atau instalasi farmasi.
 Surat izin kerja (SIK) adalah surat izin yang diberikan kepada apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.
Pasal 3
Pekerjaan kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan dan masyarakat yang berkaitan dengan sediaan farmasi yang memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan.

Pasal 4
Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian untuk :
 Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.
 Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundang-
undangan; dan
 Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian.

BAB II
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN

Pasal 5
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi :
 Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi
 Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi
 Pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
 Pekerjaan kefarmasian dalam pelayanan sediaan farmasi

Pasal 19
Fasilitas pelayanan kefarmasian berupa :
 Apotek
 Instalasi farmasi rumah sakit
 Puskesmas
 Klinik
 Toko obat
 Praktek bersama.
Pasal 20
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker
dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian.

Pasal 30
Setiap tenaga kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib menyimpan
rahasia kedokteran dan rahasia kefarmasian.
Rahasia kedokteran dan rahasia kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien,
memenuhi permintaan hakin dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri
dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
TENAGA KEFARMASIAN

Pasal 33
Tenaga kefarmasian terdiri atas
a. Apoteker
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga kefarmasian melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada :
a. Fasilitas produksi sediaan farmasi berupa industri farmasi obat, industri obat
tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan tenaga kefarmasian
untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu.
b. Fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan melalui
pedagang farmasi, penyalur alat kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
c. Fasilitas pelayanan kefarmasian melalui praktik di apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, puskesmas, klinik, toko obat atau praktek bersama.

Pasal 36
 Standar pendidikan profesi apoteker terdiri atas :
a. Komponen kemampuan akademik
b. Kemampuan profesi dalam mengaplikasikan pekerjaan kefarmasian
 Standar pemdidikan profesi apoteker disusun dan diusulkan oleh asosiasi di bidang
pendidikan farmasi dan ditetapkan oleh menteri.
 Peserta pendidikan profesi apoteker yang telah lulus pendidikan profesi apoteker berhak
memperoleh ijazah apoteker dari perguruan tinggi.
 Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi
profesi
 Bagi apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi
profesi secara langsung setelah melakukan registrasi.
 Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 tahun
melalui uji kompetensi profesi apabila apoteker tetap akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian.

Pasal 39
Surat tanda registrasi diperuntukkan bagi :
a. Apoteker berupa STRA
b. Tenaga teknis kefarmasian berupa STRTTK.

Pasal 40
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi syarat :
a. Memiliki ijazah apoteker
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktik
e. Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
STRA dikeluarkan oleh Menteri.
STRA berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun apabila memenuhi
syarat.

Pasal 57
Untuk memperoleh STRTTK bagi tenaga teknis kefarmasian wajib memenuhi persyaratan :
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktek
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah meiliki STRA di
tempat tenaga teknis kefarmasian bekerja
d. Membuat persyaratan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
STRTTK dikeluarkan oleh menteri.
Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan yang
berwenang pada pemerintah daerah provinsi.
STRTTK berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun apabila
memenuhi syarat.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 56 TAHUN 2014
TENTANG’KLASIFIKASI DAN PERIZINAN RUMAH SAKIT

Pasal 1
 Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat.
 Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit
 Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

Pasal 2
Rumah sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
swasta.

Pasal 3
Rumah sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh pemerintah merupakan unit pelaksana
teknis dan diselenggarakan berdasarkan pengelolaan BLU.

Pasal 5
Rumah sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh swasta harus berbentuk badan hukum
yang kegiatan usahanya bergerak dibidang perumahsakitan.

Pasal 11
Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi :
a. Rumah sakit umum kelas A
b. Rumah sakit umum kelas B
c. Rumah sakit umum kelas C
d. Rumah sakit umum kelas D
Rumah sakit umum kelas D diklasifikasikan menjadi :
a. Rumah sakit umum kelas D
b. Rumah sakit umum kelas pratama

Rumah sakit khusus diklasifikasikan menjadi :


a. Rumah sakit khusus kelas A
b. Rumah sakit khusus kelas B
c. Rumah sakit khusus kelas C

Pasal 13
Penetapan klasifikasi rumah sakit didasarkan pada :
a. Pelayanan
b. Sumber daya manusia
c. Peralatan
d. Bangunan dan prasarana

Pasal 14
Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas A paling sedikit meliputi :
a. Pelayanan medik
b. Pelayanan kefarmasian
c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
d. Pelayanan penunjang klinik
e. Pelayanan penunjang nonklinik
f. Pelayanan rawat inap

Pasal 15
a. Pelayanan gawat darurat
b. Pelayanan medik spesialis dasar
c. Pelayanan medik spesialis penunjang
d. Pelayanan medik spesialis lain
e. Pelayanan medik subspesialis
f. Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
Pasal 21
Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas A terdiri atas :
a. Tenaga medis
b. Tenaga kefarmasian
c. Tenaga keperawatan
d. Tenaga kesehatan lain
e. Tenaga nonkesehatan.
Tenaga medis paling sedijit terdiri atas :
a. 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
b. 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
c. 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;
d. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;
e. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;
f. 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis; dan
g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
a. 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
b. 5 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10 tenaga
teknis kefarmasian
c. 5 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 TTK
d. 1 apoteker di instalasi gawat darurat yanng dibantu oleh minimal 2 TTK
e. 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 TTK
f. 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh
tenaha teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit
g. 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan
farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
rumah sakit.

Pasal 25
Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas B meliputi :
a. Pelayanan medik
b. Pelayanan kefarmasian
c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
d. Pelayanan penunjang medik
e. Pelayanan penunjang nonklinik
f. Pelayanan klinik
g. Pelayanan rawat inap
Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari :
a. Pelayanan gawat darurat
b. Pelayanan medik spesialis penunjang
c. Pelayanan medik spesialis lain
d. Pelayanan medik subspesialis
e. Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

Pasal 32
Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas B terdiri atas :
a. Tenaga medis
b. Tenaga kefarmasian
c. Tenaga keperawatan
d. Tenaga kesehatan lain
e. Tenaga nonkesehatan.
Tenaga medis paling sedikit terdiri atas :
a. 12 dokter umum untuk pelayanan medik dasar
b. 3 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
c. 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar
d. 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang
e. 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
f. 1 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
g. 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
a. 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
b. 4 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10 tenaga
teknis kefarmasian
c. 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 TTK
d. 1 apoteker di instalasi gawat darurat yanng dibantu oleh minimal 2 TTK
e. 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 TTK
f. 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh
tenaha teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit
g. 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan
farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
rumah sakit.

Pasal 36
Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas C paling sedikit meliputo :
a. Pelayanan medik
b. Pelayanan kefarmasian
c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
d. Pelayanan penunjang klinik
e. Pelayanan penunjang nonklinik
f. Pelayanan rawat inap
Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari :
a. Pelayanan gawat darurat
b. Pelayanan medik umum
c. Pelayanan medik spesialis dasar
d. Pelayanan medik spesialis penunjang
e. Pelayanan medik spesialis lain
f. Pelayanan medik subspesialis
g. Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

Pasal 43
Sumbe daya manusia rumah sakit umum kelas C terdiri atas :
a. Tenaga medis
b. Tenaga kefarmasian
c. Tenaga keperawatan
d. Tenaga kesehatan lain
e. Tenaga nonkesehatan.
Tenaga medis paling sedikit terdiri atas :
a. 9 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
b. 2 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
c. 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;
d. 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;
e. 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
a. 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
b. 2 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 4 tenaga
teknis kefarmasian
c. 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 TTK
d. 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan bebab
kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit.

Pasal 47
Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas D meliputi :
a. Pelayanan medik
b. Pelayanan kefarmasian
c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
d. Pelayanan penunjang klinik
e. Pelayanan penunjang nonklinik
f. Pelayanan rawat inap

Pasal 48
Pelayanan medik paling sedikt terdiri dari :
a. Pelayanan gawat darurat
b. Pelayanan medik umum
c. Pelayanan medik spesialis dasar
d. Pelayanan medik spesialis penunjang.
Pasal 54
Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas D terdiri atas :
a. Tenaga medis
b. Tenaga kefarmasian
c. Tenaga keperawatan
d. Tenaga kesehatan lain
e. Tenaga nonkesehatan
Tenaga medis paling sedikit terdiri dari :
a. 4 dokter umum untuk pelayanan medik dasar
b. 1 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
c. 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
a. 1 orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit
b. 1 apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 2 orang tenaga teknis kefarmasian
c. 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban
kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit

Rumah sakit umum kelas D pratama didirikan dan diselenggarakan untuk menjamin
ketersediaan dan meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tingkat
kedua. Rumah sakit umum kelas D pratama dapat juga didirikan di kabupaten/kota, apabila
memenuhi kriteria :
a. Belum tersedia rumah sakit di kabupaten/kota yang bersangkutan
b. Rumah sakit yang telah beroperasi di kabupaten/kota yang bersangkutan kapasitasnya
belum mencukupi; atau
c. Lokasi rumah sakit yang telah beroperasi sulit dijangkau secara geografis oleh
sebagian penduduk di kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pasal 59
Rumah sakit khusus meliputi :
a. Ibu dan anak
b. Mata
c. Otak
d. Gigi dan mulut
e. Kanker
f. Jantung dan pembuluh darah
g. Jiwa
h. Infeksi
i. Paru
j. Telinga-hidung-tenggorokan
k. Bedah
l. Ketergantungan bat
m. Ginjal;

PERIZINAN RUMAH SAKIT

Setiap rumah sakit memiliki izin, terdiri dari izin mendirikan dan izin operasional. Izin
mendirikan diajukan oleh pemilik rumah sakit dan izin operasional diajukan oleh pengelola
rumah sakit.
Pemilik atau pengelola yang akan mendirikan Rumah Sakit mengajukan permohonan Izin
Mendirikan kepada pemberi izin sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit yang akan didirikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 secara tertulis dengan melampirkan:
a. fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kecuali instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
b. studi kelayakan;
c. master plan;
d. Detail Engineering De sign;
e. dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan;
f. fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah atas nama badan hukum pemilik
rumah sakit;
g. izin undang-undang gangguan (Hinder Ordonantie/HO);
h. Surat Izin Tempat Usaha (SITU);
i. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
j. Rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan klasifikasi rumah sakit
Pasal 78
Pembinaan dan pengawasan ditujukan untuk :
a. Meningkatkan mutu penyelenggaraan rumah sakit
b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan kemudahan akses masyarakat terhafap
rumah sakit
c. Meningkatkan mutu sistem informasi dan komunikasi rumah sakit
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2016
TENTANG STANDAR PELAYANAN DI RUMAH SAKIT

Pasal 1
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

Pasal 2
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk :
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3
Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi standar :
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
b. Pelayanan farmasi klinik
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi :
a. Pemilihan
b. Perencanaan kebutuhan
c. Pengadaan
d. Penerimaan
e. Penyimpanan
f. Pendistribusian
g. Pemusnahan dan penarikan
h. Pengendalian
i. Administrasi
Pelayanan farmasi klinik meliputi :
a. Pengkajian dan pelayanan resep
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
c. Rekonsilasi obat
d. Pelayanan informasi obat (PTO)
e. Konseling
f. Visite
g. Pemantauan Terapi Obat
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
i. Evaluasi Penggunaan Obat
j. Dispensing sediaan steril
k. Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)

Pasal 4
Penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh
ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien dan standar prosedur operasional
Sumber daya kefarmasian meliputi :
a. Sumber daya manusia
b. Sarana dan peralatan

Pasal 6
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus menjamin keresediaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermandaat dan
terjangkau.
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dilaksanakan di instalasi farmasi
rumah sakit melalui sistem satu pintu.
Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggung jawab.

PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN DAN


BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, instalasi farmasi sebagai satu-satunya
penyelenggara pelayanan kefarmasian, sehingga rumah sakit akan mendapatkan manfaat
dalam hal :
a. Pelaksaan pengawasan dan pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai.
b. Standarisasi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai
c. penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
d. pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
e. pemantauan terapi Obat;
f. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
g. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akurat;
h. peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
i. peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan
keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high- alert medication). High-alert
medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan
Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya:
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat,
kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau
lebih pekat).

3. Obat-Obat sitostatika.

PELAYANAN FARMASI KLINIK

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada
pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas
hidup pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. pengkajian dan pelayanan Resep;

2. penelusuran riwayat penggunaan Obat;

3. rekonsiliasi Obat;

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

5. konseling;

6. visite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

10. dispensing sediaan steril; dan

11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

SUMBER DAYA KEFARMASIAN

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai
dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi
Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah
Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang
ditetapkan oleh Menteri.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:

1) Apoteker

2) Tenaga Teknis Kefarmasian


b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:

1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian

2) Tenaga Administrasi

3) Pekarya/Pembantu pelaksana
2. Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah
supervisi Apoteker.
3. Bebab kerja dan kebutuhan
a. Beban kerja
b. Penghitungan beban kerja
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung oleh sarana
dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku.
Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit, dipisahkan antara fasilitas
untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung kepada pasien, peracikan, produksi
dan laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan limbah.
Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan kalibrasi alat dan
peneraan secara berkala oleh balai pengujian kesehatan dan/atau institusi yang berwenang.
Peralatan harus dilakukan pemeliharaan, didokumentasi, serta dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
1. Sarana
2. Peralatan

PENGORGANISASIAN

Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan pembagian tugas,


koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab Rumah Sakit. Berikut adalah beberapa
orang di Rumah Sakit yang terkait dengan kefarmasian :
A. Instalasi Farmasi
B. Komite/Tim Farmasi dan Terapi
C. Komite/Tim lain yang terkait

PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap


pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi
peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil.
Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian yang berkesinambungan.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan
terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan
Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan
yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi dengan
program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.

b. Pelaksanaan, yaitu:

1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara


capaian dengan rencana kerja);

2. memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.


c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:

1. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan;

2. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai