Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN LENGKAP

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I
“ANTIDIABETES”

OLEH:

STIFA B 2015

ASISTEN: RINDAYANI

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2018
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori umum
II.1.1 Defenisi
Diabetes mellitus (bahasa latin : diabetes = penerusan; mellitus =
manis). Diabetes mellitus, penyakit gula, atau penyakit kencing manis,
diketahui sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan
menahun terutama pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga
protein dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan
kurangnya produksi hormon insulin, yang diperlukan dalam proses
pengubahan gula menjadi tenaga serta sintesis lemak. Kondisi yang
demikian itu, mengakibatkan terjadinya hiperglikemia,yaitu meningkatnya
kadar gula dalam darah atau terdapatnya kandungan gula dalam air
kencing dan zat-zat keton serta asam (keto-acidsosis) yang berlebihan
(Lanywati, 2001).
Insulin adalah polipeptida yang mengandung 51 asam amino yang
tersusun dalam dua rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh ikatan
disulfida. Suatu prekursor, yang disebu proinsulin, dihisrolisis dalam
granula penyimpan untuk membenuk insulin dan peptida C residual.
Granula menyimpan insulin sebagai kristal yang mengandung zink dan
insulin (Neal, 2006).
Diabetes dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
1) Diabetes mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus / IDDM atau DM tipe 1) biasanya terjadi pada masa anak-anak
atau masa dewasa muda dan menyebabkan ketoasidosis jika pasien
tidak diberikan terapi insulin. IDDM berjumlah 10% dari kasus Diabetes
Mellitus.
2) Diabetes mellitus tak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus / NIDDM atau DM tipe 2) biasanya terjadi pada orang
yang berusia >40 tahun, dan 60% dari pasien NIDDM gemuk. Pasien
tidak cenderung mengalami ketoasidosis tapi dapat mengalami
ketoasidosis dalam keadaan stress.
3) DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus – GDM) adalah
kehamilan yang disertai dengan peningkatan insulin resisten (ibu hamil
gagal mempertahankan euglycemia). Pada umumnya mulai ditemukan
pada kehamilan trimester kedua atau ketiga. Faktor risiko GDM yakni
riwayat keluarga DM, kegemukan dan glikosuria. GDM meningkatkan
morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan
makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi
insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan
makrosomia. Kasus GDM kira-kira 3-5% dari ibu hamil dan para ibu
tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di kehamilan
berikutnya.
4) Subkelas DM lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati
(penyakit Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu
fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja
insulin (β-adrenergik) dan infeksi atau sindroma genetik (Down’s,
Klinefelter’s) (Graber, 2006).
Perbedaan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2 (Anonim, 2005)
Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes Mellitus Tipe 2
Umumnya anak-anak
Pada usia tua, mumnya
Awal munculnya dan remaja, dewasa
> 40 tahun
<40 tahun
Keadaan klinis saat
Berat Ringan
diagnosis
Kadar insulin darah Rendah, tidak ada Cukup tinggi, normal
Berat badan Biasanya kurus Gemuk atau norm.al
Pengelolaan yang Terapi insulin, diet, Diet, olahraga
disarankan olahraga hipoglikemik oral
II.1.2 Etiologi dan Patofisiologi
A. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit
populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi
penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya
terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan
oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-
macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan
lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan
DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA
(Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid
decarboxylase) (Anonim, 2005).
ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada
penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di
dalam darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-
4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup
akurat untuk DM Tipe 1.ICCA tidak spesifik untuk sel-sel β pulau
Langerhans saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat
di pulau Langerhans (Anonim, 2005).
Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pankreas
terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β
memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel
δ memproduksi hormon somatostatin. Namun demikian, nampaknya
serangan otoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β.
(Anonim, 2005)
B. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe
2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes,
umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe
2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat. Etiologi DM
Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan
jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam
menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak
dan rendah serat, serta kurang gerak badan (Anonim, 2005).
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi
utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada
hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas
dengan gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2
(Anonim, 2005).
Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus (Anonim, 2005)
Glukosa darah puasa Glukosa darah sewaktu
Normal < 100 mg/dl < 140 mg/dl
Pra-diabetes 100-125 mg/dl 140-199 mg/dl
Diabetes ≥ 126 mg/dl ≥ 200 mg/dl
Senyawa sulfonilurea dibagi menjadi dua golongan atau generasi
senyawa. Golongan pertama senyawa sulfonilurea mencakup tolbutamida,
asetoheksamida, tolazamida, dan klorpropamida. Sedangkan generasi
kedua meliputi glibenklamida (gliburida), glipizida, glikazida,dan
glimepirida. Obat-obat generasi kedua lebih kuat dibandingkan senyawa
sebelumnya (Gilman, 2008). Glibenklamid bekerja dengan cara
menstimulasi pengeluataran insulin dengan cara menghambat
penempelan reseptor sulfonilurea di sel β pulau langhears dan akhirnya
menyebabkan adanya tegangan pembukaan kanal kalsium yang akhirnya
terjadi peningkatan kalsium intra sel β (Akash, 2013)

Metformin sebagai obat antidibetes oral pilihan pertama sering


menimbulkan reaksi obat yang merugikan (ROM) yang berupa efek
samping gangguan gastrointestinal seperti diare, mual, muntah, dan perut
kembung. Kejadian ini dilaporkan sehubungan dengan penggunaan
metformin tanpa disertai asupan makanan (Suyono S, 2009). Dilaporkan
bahwa faktor risiko terkait reaksi efek samping pada penggunaan
metformin yang terjadi terutama gangguan gastrointestinal antara lain
dipengaruhi oleh faktor usia, cara minum obat, dan dosis dari obat
metformin (Okayasu, 2012).

II.1.3 Mekanisme Sekresi Insulin


Pelepasan insulin dari pulau-pulau Langerhans memerlukan
pengaturan negatif untuk memastikan tingkat terendah melepaskan insulin
dalam kondisi istirahat, serta pengaturan positif guna memfasilitasi respon
kuat terhadap kondisi adanya peningkatan kadar glukosa darah. 11 Insulin
dilepaskan dalam bentuk bifasik yang terdiri dari fase pertama yang terjadi
singkat (berlangsung sekitar 10 menit) dan diikuti oleh fase kedua yang
berkelanjutan. Pada individu normal, laju sekresi insulin selama fase
pertama dan kedua telah diperkirakan 1.600 pmol/menit dan 400
pmol/menit. 12 Fase pertama sekresi insulin melibatkan difusi kantung
kecil dari granulgranul pada membran plasma. Kantungkantung tersebut
mudah disekresi karena granul-granul tersebut sudah berada di dalam
membran pada keadaan basal, dan pembongkaran isi granul-granul
merupakan respon terhadap adanya nutrisi dan juga non-nutrisi
sekretagog (Banjarnahor, 2012).
Fase kedua sekresi insulin umumnya ditimbulkan oleh pengaruh
nutrisi, dan melibatkan mobilisasi dari granul-granul intrasel ke tempat
membran target soluble N-ethylmaleimide-sensitive factor attachment
protein receptor (tSNARE) pada membran plasma untuk bisa memasuki
bagian distalnya dan menjalani langkah-langkah fusi ekso-sitosis. 11
Sinyal sekresi insulin Homeostasis metabolisme energi sebagian besar
dikendalikan oleh keseimbangan antara efek anabolik hormon insulin dan
efek katabolik hormon glukagon. Sekresi insulin dari sel-sel beta pulau
Langerhans diatur oleh sejumlah faktor, tetapi sinyal stimulasi yang
dominan ialah peningkatan glukosa darah yang terjadi dengan
mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat. Selain glukosa
yang merangsang terjadinya sekresi insulin pada sel beta secara
langsung, hal ini dimungkinkan juga oleh fungsi potensial dari efektor
lainnya seperti asam lemak bebas, asam amino, dan hormon inkretin
(glucagon-like peptide-1, GLP-1). Kesemuanya ini memerlukan tingkat
ambang glukosa tertentu (biasanya 6 mM) untuk dapat berefek.
Peningkatan glukosa darah menginduksi peningkatan metabolisme
glukosa dalam sel beta, sehingga terjadi peningkatan produksi ATP
melalui beberapa sumber: glikolisis, oksidasi glukosa mitokondria, dan
pengangkutan aktif ekuivalen reduksi dari sitosol ke rantai transpor
elektron mitokondria. Peningkatan yang dihasilkan pada rasio ATP/ADP
menghambat ATPsensitive K+ channel sehingga mengakibatkan
depolarisasi membran plasma, kemudian terjadi pembukaan voltage-gated
Ca2+ channel diikuti dengan masuknya Ca2+ ekstrasel yang berfungsi
untuk mengaktifkan eksositosis granul-granul (Banjarnahor, 2012).
Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase.
Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau
rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa
darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya.
Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan
pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik,
pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan
mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif,
yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan
bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor
tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Anonim, 2005).
II.1.4. Rute Pemberian Insulin
Ada beberapa tempat penyuntikkan insulin, di lengan atas, perut,
atau paha. Jika Anda yang menyuntik, lebih mudah melakukan di lengan
atas. Kalau anak besar yang mau menyuntik sendiri, lebih baik memilih
tempat suntik di perut atau paha.
(Irawan, 2010)
II.2 Uraian Bahan dan Obat
a. Aquadest (Dirjen POM, 1976: 96)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling, aquadest
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa,
tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
b. Na-CMC (Dirjen POM, 1976: 401)
Nama Resmi : NATRIICARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksilmetilselulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning
gading, tidak berbau,higroskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol
(95%) P, dalam eter P, dalam pelarut
organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Rumus Struktur :
c. Metformin (DIRJEN POM 1979)
Nama resmi : METFORMINI HYDROCHLORIDI
Nama lain : Metformin hidroklorida
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau atau
hampir tidak berbau, higroskopik
Kelarutan : Mudah larut dalam air, praktis tidak larut
dalam eter dan dalam kloroform, sukar larut
dalam etanol
RM / BM : C4H11N5.HCl / 165,6
Bentuk sediaan : Tablet
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel
Khasiat : Antidiabetik
Kontra indikasi : Kadar insulin, glukosa dan asam lemak
bebas menurun
Mekanisme kerja : Berdaya mengurangi resisten insulin,
meningkatkan sensitivitas jaringan perifer
untuk insulin.
Indikasi : Mengurangi hiperlipidemia , kolesterol LDL
dan VLDL menurun dan kolesterol HDL
meningkat.
Farmakokinetik : Mudah diabsorbsi per – oral, tidak terikat
dengan protein serum dan tidak
dimetabolisme. Eksresi melalui urin
Farmakodinamik : Metformin bekerja terutama dengan jalan
mengurangi pengeluaran glukosa hati,
sebagian besar dengan menghambat
glukoneogenesis.
Efek samping : Penggunaan jangka panjang dapat
mempengaruhi absorbsi vitamin B12,
insufisiensi ginjal dan hati.

Rumus struktur :

Gambar sediaan :
d. Glibenklamid (Dirjen POM, 1979 )
Nama resmi : GLIBENCLAMIDUM
Nama lain : Glibenklamida
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih,
tidak berbau / hampir tidak berbau
RM / BM : C23H28CIN3O5S / 494,0
Bentuk sedian : Tablet
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik
Khasiat : Antidiabetik
Kegunaan : Sebagai sampel

Rumus struktur :

Gambar sediaan :

II.3 Uraian Hewan Coba


Mencit merupakan salah satu jenis hewan menyusui dengan
klasifikasi sebagai berikut (Malole, 1989):
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus musculus
Gambar hewan coba

Proses perkembangbiakan mencit


Perkembangan embrio pada mencit dimulai setelah ovum dibuahi
oleh sperma. Ovum yang telah dibuahi akan berkembang menjadi zigot.
Selanjutnya, zigot akan mengalami proses pembelahan dan berkembang
menjadi morula dan blastokista dan terbentuk rongga blastocoel.
Selanjutnya, terjadi proses gastrulasi dan neurulasi. Tahapan selanjutnya
dalam perkembangan embrio adalah pembentukan organ-organ atau
organogenesis. Embrio akan mengalami implantasi pada tahap blastokista
ketika umur kebuntingan 4 hingga 5 hari (Rugh, 1968). Pada penelitian
yang dilakukan, setiap mencit menghasilkan embrio dengan jumlah yang
beragam, namun rata- rata jumlah embrio yang didapatkan adalah 9±2.64
buah. Embrio yang diamati dalam penelitian ini adalah embrio yang belum
mengalami implantasi dan masih berada pada saluran reproduksi
induknya. Berikut ini hasil yang didapatkan pada penelitian yang telah
dilakukan (Rina, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
ADA, 2009, Standart of Medical Care in Diabetes-2009, Diabetes Care,
Volume 32, S13-S61 (Suppl 1).

Akash, M.S.H., Rehman, K., Chen, S., 2013. Role of inflammatory


mechanisms in pathogenesis of type 2 diabetes mellitus. J. Cell.
Biochem

Anonim, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus, 7-


46, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Posey,
L.M., 2005, Pharmacotherapy, 6th Edition, Appleton ang Lange,
New York.

Dirjen POM. 1976. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Departemen


Kesehatan RI : Jakarta.

Goodman and Gilman, 2008, Manual of Pharmacology and Therapeutics,


MCGraw-Hill Comp. USA

Graber, M. A., Toth, P. P. & Herting, R. L., 2006, Buku Saku Dokter
Keluarga, Edisi Ketiga, diterjemahkan oleh Mandera, L. I. , Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan


Percobaan Laboratorium. Bogor : IPB. DitJen Pendidikan Tinggi
Pusat Antar Universitas Bioteknologi.

Okayasu S, Kitaichi K, Hori A, Suwa T, Horikawa Y, Yamamoto M, et al.


The evaluation of risk factors associated with adverse drug
reactions by metformin in type 2 diabetes mellitus. Biol Pharm Bull.
2012;35(6):933–7.

Suyono S, Purnamasari D, Soegondo S. 2009. Diabetes mellitus di


Indonesia, diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus, farmakoterapi
pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2. Dalam:Sudoyo
AD, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5(III). Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam; Jakarta

Utami. 2003. Pendidikan Kesehatan pada Anggota Keluarga dan


dukungan Sosial. Jakarta : EGC

Eka Banjarnahor, Sunny Wongko. 2012. Bagian Anatomi-Histologi


Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi; Manado
Marliana Rina.2014. Pengaruh rimpang temu putih (Curcuma zedoaria
Rosc.) terhadap perkembangan embrio praimplantasi mencit (Mus
musculus L.) Universitas Pendidikan Indonesia ; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai