Anda di halaman 1dari 26

BAB I

STATUS PASIEN
1. Identitas
a. Nama : Ny. Farida
b. Umur : 55 tahun
c. Alamat : Jl. Haeba 2
d. Status : Menikah
e. Agama : Islam
f. Ruang perawatan : IGDAnggrek
g. No. RM : 47 73 65

2. Keluhan Utama
Lumpuh Separuh Badan Sebelah Kanan

3. Anamnesis Terpimpin
Alloanamnesa
PBM datang dengan keluhan lumpuh separuh badan sebelah kanan yang
dirasakan secara tiba-tiba sejak 2 jam yang lalu setelah makan. Keluhan
bersamaan dengan hilangnya kemampuan mengingat, muntah (+) 3 kali dan
nyeri kepala hebat (-),pingsan (-), demam (-), dan kejang (+) terjadi sekitar 1
menit. riwayat penyakit yang sama 2 bulan yang lalu (+) pada serangan
sebelumnya pasien lemah separuh badan sebelah kanan dan kemampuan
meningat masih ada, dan melalukan perawatan selama 1 minggu dan pulang
dengan keadaan membaik, Riwayat pengobatan fisioterapi rutin dan sempat
putus berobat dan tidak control selama 1 bulan. riwayat HT (+), DM (-),
penyakit jantung (-). Riwayat operasi CA serviks satu tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Tanda Vital
Saat masuk pemeriksaan ( 5 September 2016, pukul 11.22 wita)

1
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit (reguler)
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,70C
Gizi : Overweight
Anemis : (+/+)

c. Status Neurologis
a) Kesadaran
GCS : E4 M6V5(composmentis)
Tanda rangsangan meningeal :
Kaku Kuduk (-), Laseque Sign(-), Kernig Sign(-)
b) Kepala :
- Posisi : ditengah - Bentuk/ukuran : normocephal
- Penonjolan : tidak ada - Auskultasi : bruit (-)
c) Saraf Cranialis
- N.I : Sulit Dinilai
- N.II, III, IV, VI :
- Celah kelopak mata
- Ptosis : D(-) / S(-)
- Exoftalmus : D(-) / S(-)
- Ptosis bola mata : D(-) / S(-)

- Pupil
- Ukuran/bentuk : D (2,5mm/bulat) / S(2,5mm/bulat)
- Isokor/anisokor : D(isokor) / S(isokor)
- RCL/RCTL : D(+/+) / S(+/+)
- Refleks akomodasi: dbn
- Gerakan bola mata : gerakan konyugat (gerakan voluntar)
- N.V
- Sensibilitas : normal

2
- Motorik : Otot-otot pengunyahan normal
- Refleks dagu : Sulit dinilai
- Refleks kornea : (+/+)
- N.VII :
 Motorik
M.
M. Orbikularis
M.Frontalis Orbikularis
Okuli
Oris
Istirahat Normal Normal Normal
Mimik Normal Normal Normal
 Pengecapan 2/3 anterior : Sulit Dinilai
- N.VIII : Pendengaran dbn, keseimbangan sulit
dinilai.
- N.IX, X : Pengecapan 1/3 posterior lidah sulit dinilai.
Reflex batuk dan menelan normal.
- N.XI : Gerakan kepala dan leher normal, gerakan
bahu ada tahanan pada sisi kanan.
- N.XII : Deviasi lidah (-) .
d. Leher
- Kelenjar lymphe : Tidak ada pembesaran
- Arteri karotis : - palpasi : normal
- Auskultasi : bruit (-)
- Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran

e. Abdomen
Dbn Dbn Dbn
Dbn . Dbn
Dbn Dbn Dbn

f. Kolumna vertebralis :
- Inspeksi : sulit dinilai
- Palpasi : sulit dinilai

3
- Perkusi : sulit dinilai
- Pergerakan : sulit dinilai
- Gibbus : (-)
g. Ekstremitas :
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
- Motorik :
Pergerakan ↓ N ↓ N
Kekuatan 3 5 3 5
Tonus ↑ N ↑ N
Bentuk Otot N N N N
- Otot yang terganggu (-) (-) (-) (-)
- Refleks fisiologis :
- Biceps N N KPR N N
- Triceps N N APR N N
- Radius N N
- Klonus : (-)
- Refleks patologik :
- Hoffmann : (-) / (-)
- Tromner : (-) / (-)
- Babinski : (-) / (-)
- Chaddock : (-) / (-)
- Gordon : (-) / (-)
- Schaefer : (-) / (-)
- Oppenheim : (-) / (-)
- Sensibilitas :
- Nyeri : Normal
- Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Rasa raba halus : Sulit Dinilai
- Prorioseptif :
- Rasa sikap : Sulit Dinilai

4
- Rasa nyeri dalam : Sulit Dinilai
- Fungsi kortikal :
- Rasa diskriminasi : Sulit Dinilai
- Stereognosis : Sulit Dinilai
- Pergerakan abnormal spontan : Tidak ada
- Gangguan koordinasi :
- Tes jari hidung : normal
- Tes pronasi-supinasi : normal
- Tes tumit : Sulit Dinilai
- Tes pegang jari : normal
- Gangguan keseimbangan : Sulit Dinilai
- Pemeriksaan fungsi luhur : Sulit Dinilai
4. Pemeriksaan Penunjang
- EKG

Hasil EKG:
- Ritme sinus normal
- Normal EKG

5
- Laboratorium :
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
WBC 4.56 10^3 /uL 4,00-10,00
RBC 3.05 10^6 /uL 4,00-6,00
HGB 7.3* g/dL 12,0-16,0
HCT 24.0 % 37,0-48,0
MCV 78.7 fL 80,0-97,0
MCH 23.9 Pg 26,5-33,5
MCHC 30.4 g/dL 31,5-35,0
PLT 291 10^3/uL 150-400
GDS 102 mg/dL 70-180
Ureum 16 mg/dL P = 15-40
Kreatinin 0.4 mg/dL P = 0,5 – 1,0
Cholesterol total 246 mg/dl <200
HDL-cholesterol 23 mg/dl >35
LDL-cholesterol 204 U/L <130
Trigeserida 93 U/L <200
SGOT 18 U/L <31
SGPT 10 U/L <31
Skor Hasanuddin
1 Tekanan Darah
 Sistole ≥ 200, Diastole ≥ 110 7,5
 Sistole < 200, Diastole < 110 1
2 Waktu Terjadinya Serangan
 Sedang bergiat 6,5
 Tidak sedang bergiat 1
3 Sakit Kepala
 Sangat hebat 10
 Hebat 7,5
 Ringan 1
 Tidak ada 0
4 Kesadaran Menurun
 Langsung beberapa menit s/d 1 jam sesudah onset 10
 1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
 Sesaat tapi pulih kembali 6
 ≥ 24 jam sesudah onset 1
 Tidak ada 0
5 Muntah Proyektil
 Langsung beberapa menit s/d 1 jam sesudah onset 10
 1 jam s/d 24 jam sesudah onset 7,5
 ≥ 24 jam sesudah onset
 Tidak ada 1
0
Interpretasi :
NHS < 15 Nilai tertinggi : 44
HS ≥ 15 Nilai terendah : 2
Skor hasanuddin pada kasus : 9,5

6
5. Diagnosis Kerja
Diagnosis klinis : Hemiparese dextra + HT grade 1 + anemia
Dignosis topis : Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik

6. Penatalaksanaan
Medikamentosa:
- Kristaloid : NaCl 0,9% 20 tpm
- Vitamin : Neurosanbe/drips
- Anti agregasi trombotik : Clopidogrel 75 mg 1x1
- Anti trombotik : Aspilet 80 mg 1x1
- Antagonis H2 receptor : Ranitidin 1A/12j/IV
- Neuroprotektor : Citicoline 500 mg 1A/12j/IV
- Anti hipertensi (CCB) : Amlodipin10 mg 1x1
- Anti cholesterol : Simvastatin 25 mg 1x1
- PRC 400 cc

Non Medikamentosa:
- fisioterapi

7. Prognosis
Ad Vitam : Dubia
Ad Functionam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia

7
BAB II

A. DEFINISI

Istilah stroke adalah penyakit serebrovaskuler (peredaran darah otak)


mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak.[1]
Stroke didefinisikan sebagai sebuah gangguan sindrom yang memiliki
karakteristik tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/atau global yang
berkembang dengan cepat, adanya gannguan fungsi serebral, dengan gejala
yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan kematian tanpa
terdapat penyebab selain yang berasal dari vaskular.[2]
B. KLASIFIKASI
Ada beberapa macam klasifikasi stroke. Salah satu yang sering
digunakan adalah klasifikasi modifikasi Marshall, yang membagi stroke
atas.[3]
A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. peredarahan subarakhnoid
B. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack
b. Stroke in evolution
c. Completed stroke
C. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

8
C. EPIDEMIOLOGI

Stroke merupakan Penyebab kematian nomor empat di AS setelah


penyakit jantung, kanker, dan penyakit jantung kronik. Sekitar 800.000
stroke yang baru terjadi dan sekitar 130.000 orang meninggal karena stroke
di AS setiap tahun. Insiden terjadinya stroke 2-3 kali lebih beresiko pada
usia >65 tahun. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk stroke termasuk
hipertensi sistolik atau diastolik, fibrilasi atrium, diabetes, dislipidemia, dan
kurangnya aktivitas fisik. Insiden stroke telah menurun dalam beberapa
dekade terakhir, terutama karena peningkatan pengobatan hypertensi,
dislipidemia, diabetes, dan mengurangi merokok [4]
Kasus stroke di Indonesia menunjukkan peningkatan, baik dalam
kejadian, kecacatan, maupun kematian. Insiden stroke sebesar 51.6/100.000
penduduk. Stroke lebih banyak dialami laki-laki dari pada perempuan juga
yang berkulit hitam lebih banyak mengalami stroke dari pada yang berkulit
puih.[2]
D. ANATOMI

Otak memperoleh darah melalui dua system, yakni system karotis


(arteri karotis dextra dan sinistra), dan system vertebral. A.karotis interna,
setelah memisahkan diri dari a karotis komunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus,
mempercabangkan a.oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: a.serebri media. Untuk otak, sistem ini member darah bagi
lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.[3]
Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebra dextra dan sinistra yang
berpangkal di a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga cranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
a.serebri inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi a.basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri,
pada tingkat mesensefalon, a.basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:

9
a.serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis.[6]
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk
sel.[1]
a. Peredaran darah Arteri

Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis
membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna
bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri
anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna,
dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior yang
bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri
anterior saling berhubungan melalui arteri communicans anterior.
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.

b. Peredaran Darah Vena

Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,


suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur
duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan
sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex

10
superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang
berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus
transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia.[1]

Gambar 1. Sirkulus willisi.(Dikutip dari kepustakaan 4.)

E. PATOFISIOLOGI
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi willisi: arteri karotis interna
dan sistem vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya. Secara umum
apabila aliran darah ke jaringan oak terputus selama 15-20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi disuatu

11
arteri selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh
arteri tersebut.[1]

Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi


aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal
berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk
glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila
tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar,
bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5
menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit
manusia dapat meninggal. [5]
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa
yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi
penurunan Na+K+ATP-ase, sehingga membran potensial akan
menurun.K+berpindah ke ruangekstraselular,sementara ion Nadan Ca
berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi
lebih negatifsehingga terjadi membran depolarisasi.Saat awal depolarisasi
membran sel masih reversibel,tetapi bila menetap terjadi perubahan
struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.Keadaan ini terjadi
segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian
jaringan,yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah10 ml / 100 gram
/menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsienzimenzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
menimbulkan edema serebralyang ditandai pembengkakan sel, terutama
jaringan glia, dan berakibat terhadapmikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi
peningkatan resistensi vaskuler dan kemudianpenurunan dari tekanan
perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik. [7]
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan
menyebabkan iskemia disuatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di
sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokalberupa vasodilatasi,
memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini: [5]

12
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara
klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang
timbul dapat berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau
amnesia umum sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neurologi dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2
minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan
ini secara klinis disebut RIND( Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya.
Dalam keadaan ini timbul defisit neurologi yang berlanjut.
Pada iskemia yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:
[6]
1. Lapisan inti yang sangat iskemia (ischemic core) terlihat sangat pucat
karena CBF- nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran
pembuluh darah tanpa aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi
dengan PO yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF- nya juga rendah, tetapi masih
lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak
sampai mati, fungsi sel terhenti dan menjadi functional paralysis. Pada
daerah ini PO rendah, PCO tinggi dan asam laktat meningkat. Tentu saja
terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat
bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat.
Keadaan ini disebut ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO dan PO tinggi dan

13
kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga disebut
sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).

Konsep “penumbra iskemia” merupakan sandaran dasar pada


pengobatan stroke, karena masih terdapatnya struktur selular neuron yang
masih hidup dan reversibel apabila dilakukan pengobatan yang cepat.
Usaha pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus
tepat waktu supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak
terlambat. Komponen waktu ini disebut sebagai jendela terapeutik (
therapeutic window) yaitu jendela waktu reversibilitas sel- sel neuron
penumbra. [5]

F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanta awitan, dan
aktivitas saat serangan
b. Deskripsikan gejala yag muncul beserta kelanjutannya; progresif
memberat; perbaikan; atau menetap.
c. Gejala penyerta: penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah,
rasa berputar, kejang, gannguan penglihatan, atau gangguan fungsi
kognitif.
d. Ada tidaknya faktor resiko stroke
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
b. Pemeriksaan kepala heler
c. Pemeriksaan fisik umum
d. Pemeriksaan neurologi, meliputi:
Pemeriksaan kesadaran; pemeriksaan nervus kranialis;
pemeriksaan kaku kuduk; pemeriksaan motorik, refleks dan
sensorik; pemeriksaan fungsi kognitif sederhana berupa ada
tidaknya afasia atau dengan pemeriksaan mini mental state
examination (MMSE) saat diruangan.

14
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektrokardiografi.
b. Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, hemostasis,
gula darah, urinalisis, analisis gas darah, dan elektrolit).
c. Foto thoraks.
d. CT scan/ MRI (gambaran hipodens/hipointens didapatkan pada
stroke iskemik dan hiperdens/hiperintens pada stroke hemoragik
pada T1W1.
e. Transcranial doppler (TCD) dan doppler karotis, antara lain untuk
melihat adanya penyumbatan dan patensi dinding pembuluh darah
sebagai resiko stroke.
f. Analisis cairan serebrospinal jika diperlukan.[2]
G. DIAGNOSIS BANDING

Pasien disfungsi sistem nervus sentral lesi fokal dengan onset


serangan yang tiba-tiba, stroke iskemik harus dibedakan dari proses
struktural dan metabolik yang dapat menyerupainya. Proses yang
mendasari selain iskemia serebral fokal harus dicurigai bila defisit
neurologis yang dihasilkan tidak sesuai dengan distribusi setiap arteri
serebral tunggal, atau ketika kesadaran terganggu dengan tidak adanya
defisit neurlogi fokal parah.
Kelainan yang hampir mirip dengan stroke iskemik diantaranya
pendarahan intraserebral, subdural atau epidural hematoma, perdarahan
subarachnoid, tumor otak, dan abses otak yang dapat dibuktikan dengan
CT Scan atau MRI. Gangguan metabolik seperti hipoglikemia dan
hiperglikemia nonketotik hiperosmolar dapat hadir, tapi kadar glukosa
serumnya dapat terdiagnosis.[4]
H. PENATALAKSANAAN

1. Stadium hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat
Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal

15
bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini,
pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari
pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan
pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia,
dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat
adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.[6]

Gambar 2. Stroke hiperakut : hiperdensitas pada arteri serebri


media.(Dikutip dari kepustakaan 4.)
2. Stadium akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara
dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga.[6]

16
Gambar 3. hiperakut : hipodensitas pada capsula lentiformis.(Dikutip
dari kepustakaan 4.)

Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan
isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai
kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui slang nasogastrik.[6]
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3
hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg%

17
dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali
normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah
diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.[6]
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial BloodPressure
(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30
menit),atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekatACE, atau antagonis kalsium.[3]
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik
≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat
diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah
sistolik ≥ 110 mmHg.[6]
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial
meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30
menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.[6]
Penatalaksanaan Stroke Iskemik

1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut


Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan
antagonis kalsium.

18
2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik

3. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia Hiperglikemi


harus diturunkan hingga GDS : 100-150 mg% dengan insulin subkutan
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose
40% iv sampai normal dan penyebabnya diobati.

4. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik


darah secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasikan

5. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut rtPA belum dipastikan


efektifitasnya dalam evakuasi sumbatan.

6. Pemberian antikoagulan

a. Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke


ulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi, atau
memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke
iskemik akut

b. Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita dengan


stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi
perdarahan intrakranial

c. Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam


bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak direkomendasikan

d. Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah


stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik
akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau
stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi

19
pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang
tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.

7. Pemberian antiplatelet

a. Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48


jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik
akut

b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan


intervensi akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena

c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan

d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam


setelah pemberian obat trombolitik tidak dierkomendasikan

e. Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada


stroke iskemik akut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan
indikasi spesifik, misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave
MI, atau recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9
bulan setelah kejadian

f. Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor


glikoprotein IIb/IIIa tidak dianjurkan

8. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak


dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut

9. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam


terapi stroke iskemik akut

10. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk


memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada
keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus
dilakukan secara ketat

20
11. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak
menyenangkan. Tindakan endovascular belum menunjukkan hasil
yang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan

12. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil


yang efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun,
citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke
akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis
2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000
mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS
(International Citicholin Trial in Acute Stroke, ongoing). Selain itu,
pada penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter,
pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit
pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita
stroke akut berupa perbaikan motoric, score MRS dan Barthel
index.

13. Cerebral venous sinus thrombosis (CVST)

Diagnosa CVST tetap sulit. Faktor risiko yang mendasari baru


diketahui sebesar 80%. Beberapa faktor risiko sering dijumpai
bersamaan. Penelitian The International Study On Cerebral Vein
And Dural Sinus Thrombosis (ISCVT) mendapatkan 10 faktor
risiko terbanyak, antara lain kontrasepsi oral (54,3%), trombofilia
(34,1%), masa nifas (13,8%), infeksi dapat berupa infeksi SSP,
infeksi organ-organ wajah, dan infeksi lainnya (12,3%), gangguan
hematologi seperti anemia, trombositemia, polisitemia (12%), obat-
obatan (7,5%), keganasan (7,4%), kehamilan (6,3%), presipitasi
mekanik termasuk cedera kepala (4,5%), dan vaskulitis (3%).
Penatalaksanaan CVST diberikan secara komprehensif, yaitu
dengan terapi antitrombotik, terapi simptomatik, dan terapi
penyakit dasar. Pemberian terapi UFH atau LMWH

21
direkomendasikan untuk diberikan, walaupun terdapat infark
hemoragik. Terapi dilanjutkan dengan antikoagulan oral diberikan
selama 3-6 bulan, diikuti dengan terapi antiplatelet.[7]

22
BAB III
RESUME DAN ANALISIS KASUS

A. RESUME
PBM datang dengan keluhan hemiparese dextra yang dirasakan
secara tiba-tiba sejak 2 jam yang lalu setelah makan. Keluhan bersamaan
dengan gangguan fungsi kognitif, vomit (+) 3 kali dan nyeri kepala hebat
(-), sinkop (-), febris (-), dan kejang (+) terjadi sekitar 1 menit . riwayat
penyakit yang sama 2 bulan yang lalu (+) pada serangan sebelumnya
pasien lemah separuh badan sebelah kanan dan kemampuan meningat
masih ada, dan melalukan perawatan selama 1 minggu dan pulang dengan
keadaan membaik, riwayat HT (+), DM (-), penyakit jantung (-). Riwayat
pengobatan fisioterapi rutin dan sempat putus berobat dan tidak control
selama 1 bulan.
Pemeriksaan fisik TD : 140/90 mmHg, N : 88x/m, s : 36,7 C, P :
20x/m. , anemis (+/+). Pasien diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 tpm,
Neurosanbe 1 amp, Citicolin 250 amp/12 jam/ iv, Aspilet 80 mg 1x1 tabs,
clopidogrel 75 1x1, Ranitidine 1 amp/12 jam/ iv, amlodipin 10 mg 1x1,
simvastatin 25mg 1x1.

Pada pemeriksaan fisik neurologi yang dilakukan pada tanggal 5-8


september 2016, didapatkan

5/9/2016 (pasien baru masuk)

P: K: T: RF :
N 3 5 N N N
N 3 5 N N N
RP :
- -
- -

23
B. ANALISIS KASUS
Pasien merupakan seorang dengan usia 55 tahun dengan faktor
resiko memiliki anemia dan riwayat hipetensi lama. Pasien tidak memiliki
riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Riwayat ca serviks yang
dimiliki pasien secara klinis kurang mendukung adanya manifestasi
penyebab strok namum belum bias disingkirkan secara pasti stroke like
syndrome akibat ca metastasis.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologi pasien
didapatkan kecurigaan adanya Stroke sebagai diagnosis klinis dengan
gambaran menifestasi klinis dalam klasifikasi berdasarkan patologi
anatomi sebagai stroke ischemik.[3] Hal ini ditunjukkan dengan skor
kekuatan pasien pada ektremitas kanan atas dan bawah. Pada tanggal 5
september 2016 kekuatan tangan dan kaki kiri pasien bernilai 3 yang
artinya pasien dapat melawan gaya. [8]
Pasien mengalami kelumpuhan pada separuh badan sebelah kiri
atau hemiparesis kontralateral dengan status kesadaran yang baik sehingga
diperkirakan sumbatan terjadi di arteri serebri media.[3]
Pada pemeriksaan kognitif pada pasien didapatkan terjadinya
penurunan sehingga kecurigaan terjadi infark pada daerah kortikal maupun
subkorteks. Namun, belum bisa dipastikan sebagai dimensia vaskuler. [8]
Pada anamnesis lanjutan didapatkan pasien ada riwayat kejang sehingga
[8].
kecurigaan ada penyumbatan pada arteri cerebri anterior,. Disarankan
pasien untuk melakukan pemeriksaan tambahan CT Scan kepala guna
mengetahui proses yang terjadi perjalanan penyakit pasien.

C. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosa Klinis: Non hemoragic dengan pengobatan NaCl 0,9%


20 tpm, Neurosanbe 1 amp, Citicolin 250 amp/12 jam/ iv, Aspilet 80 mg
1x4 tabs, clopidogrel 75 1x4, Ranitidine 1 amp/12 jam/ iv, amlodipin 10

24
mg 1x1, simvastatin 25mg 1x1 serta Prognosis at vitam dubia et bonam, et
fungsionam dubia et bonam, at sanationam dubia at bonam.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Price S,Wilson L. Patofisiologi: konsepklinis proses-proses penyakit


Volume 2. EGC. 2012
2. Tanto, Chris. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke – 4. Media Aesculapius.
2014.
3. Rambe SA. Stroke : sekilas tentang definisi, penyebab, efek dan faktor
resiko. Departemen Neurologi FK-USU/RSUP H. 2010 : 195-198.
4. Aminoff, Michael. Clinical Neurology 9th editon. Mc Graw Hill
Education, 2015.
5. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007.
6. Setyopranoto, Ismail. Stroke: gejala dan penatalaksaan. CDK. 2011: 247-
250.
7. Devicaesaria A. Hipertensi krisis. Departemen Neurologi. 2014.
8. Lumbangtobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.

26

Anda mungkin juga menyukai