Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM

Dosen Pengampu : Zumrotul Choiriyyah., S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun oleh : Kelompok 5

1. Firda Intan Kumala 010216A026


2. Heru Setianto 010216A028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2017
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga Makalah yang

berjudul “ Asuhan keperawatan waham“ ini dapat diselesaikan dengan baik.

Melalui makalah ini, penulis berharap pembaca dapat mengetahui tentang

Keperawatan Jiwa II. Pada kesempatan ini, Kami juga berterimakasih kepada :

1. Ibu . Selaku dosen pengampu Zumrotul Choiriyyah., S.Kep., Ns., M.Kes

Keperawatan Jiwa II.

2. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan

Makalah ini.

Kami menyadari penulisan makalah ini masihsangat jauh dari sempurna.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca untuk memperbaiki kualitas makalah ini.Semoga makalah ini dapat

bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Ungaran, September 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut WHO, sehat adalah keadaan keseimbangan mental yang

sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit

dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat

adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia,

termasuk sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.

Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan

sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku

dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan

emosional (Videbeck, 2008).

Gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku

yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan

dengan adanya distress (misalnya gejala nyeri) atau distabilitas (kerusakan

pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck, 2008).

Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian

realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat

intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham juga didefinisikan

sebagai keyakinan seseorang tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat tidak
sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar

belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan

biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak

benar secara umum.

B. Rumusan masalah

1. Konsep Teori waham

2. Diagnosa Keperawatan Waham

3. Strategi Pelaksanaan (SP) Waham

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep teori Waham

2. Untuk mengetahui Diagnosa Keperawatan Waham

3. Untuk mengetahui SP Waham


BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi

Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian

realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat

intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh

faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan,

kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.

(Budi Anna Keliat, 2009).

Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan

dengan realita sosial. (Stuart dan Sunden, 2005).

Sedangkan menurut Aziz R, dkk (2003), waham adalah suatu

kepercayaan yang salah atau bertentangan dengan kenyataan yang tidak

tetap pada pemikiran seseorang dan latarbelakang sosial budaya.

Berdasarkan pengertian di atas maka waham adalah suatu gangguan

perubahan isi pikir yang dilandasi adanya keyakinan akan ide-ide yang

salah yang tidak sesuai dengan kenyataan, keyakinan atau ide-ide klien itu

tidak dapat segera diubah atau dibantah dengan logika atau hal-hal yang

bersifat nyata.
B. Jenis Waham

1. Waham berdasarkan temanya

a. Waham kebesaran

Yaitu meyakini ia memiliki kebesaran, kekuasaan atau hubungan

khusus dengan dewa atau orang terkenal dan diucapkan berulang

kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh: “Saya ini

pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “Saya adalah anak

dewa, saya bisa memindahkan gunung itu dengan hanya

mengangkat tangan”

b. Waham kejar atau curiga

Yaitu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha

merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi

tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya

ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan

kesuksesan saya”

c. Waham agama

Yaitu memiliki kayakinan terhadap suatu agama secara berlebihan ,

diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh:

“Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian

putih setiap hari”

d. Waham somatik

Yaitu Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu /

terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai


kenyataan. Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan

laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien

terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.

e. Waham nihilistik

Yaitu meyakini dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal,

diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh: “Ini khan alam kubur ya, yang ada disini adalah roh-roh”.

Dan masih banyak lagi jenis waham lainnya (Budi Anna Keliat,

2009).

2. Waham Menurut Onsetnya

a. Waham Primer

Merupakan salah satu waham yang muncul secara tiba-tiba dan

dengan keyakinan penuh tanpa peranan perilaku kearah itu. Contoh

seorang pasien mungkin dengan tiba-tiba dan keyakinan penuh

bahwa dia sedang mengalami perubahan kelamin tanpa pernah

memikirkan keadaan itu sebelumnya dan tanpa ada ide atau

kejadian sebelumnya yang dapat dimengerti atas kesimpulan

tersebut.

b. Waham Sekunder

Dimana waham sekunder dapat dimengerti saat diperoleh dari

beberapa pengalaman yang tidak wajar sebelumnya. Akhirnya

mungkin menjadi beberapa jenis, seperti halusinasi (contoh

seseorang yang mendengar suara-suara mungkin akan menjadi


percaya bahwa ia diikuti), Existing Delusion (contoh seseorang

dengan waham bahwa ia telah kehilanagn seluruh uangnya akan

mempercayai bahwa ia akan dipenjara karena tidak bayar hutang.

Beberapa waham sekunder kelihatannya memiliki sebuah fungsi

intregratif membuat pengalaman asli menjadi dapat lebih

dimengerti pasien seperti contoh pertama. Yang lainnya kelihatan

sebaliknnya menambah rasa penyiksaan atau kegagalan seperti

pada contoh kedua (Aziz R, dkk, 2003).

C. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala

1. Data Subyektif :

a) Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,

kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara

berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.

b) Klien merasa tidak ada yang mau mengerti

c) Klien merasa orang lain menjauhi

2. Data Obyektif :

a) Menunjukkan permusuhan dan curiga pada orang lain

b) Klien tampak tidak mempunyai orang lain/menyendiri

c) Klien tampak takut, kadang panik dan sangat waspada

d) Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas

e) Ekspresi wajah klien Tegang, mudah tersinggung

f) Marah-marah tanpa sebab


g) Banyak kata atau banyak bicara dan berulang-ulang. (Stuart dan

Sunden, 2005)

D. Etiologi

1. Faktor Biologis :

- Latar belakang genetik. Adanya riwayat keturunan (diturunkan

melalui kromosom orang tua)

- Gangguan perkembangan otak janin, misalnya karena virus,

malnutrisi (kekurangan gizi), infeksi, trauma, toksin, dan kelainan

hormonal yang terjadi selama kehamilan.

- Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan

korteks limbik.

- Sensivitas biologis : Riwayat penggunaan obat, infeksi dan

radiasi

2. Faktor Psikodinamika

Menurut teori Sigmund Frued suatu gangguan jiwa itu muncul akibat

terjadinya konflik internal (dunia dalam) yang tidak dapat beradaptasi

dengan dunia luar. Sabagaimana diketahui bahwa pada setiap diri

terdapat 3 unsur psikologik yaitu id, ego dan super-ego.

Gangguan jiwa dapat terjadi apabila ego (akal) tidak berfungsi dalam

mengontrol id (keinginan/kehendak nafsu atau insting).

Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akal (ego) untuk

mematuhi tata tertib, peraturan, atau norma (yaitu super-ego), akan

mendorong terjadinya penyimpangan perilaku.


3. Faktor Psikososial

- Kepribadian. Mudah kecewa, putus asa, tidak mampu membuat

keputusan, menutup diri & cemas yang tinggi

- Pengalaman masa lalu. Trauma, teraniaya, orang tua otoriter, broken

home & pilih kasih.

- Konsep diri. Ideal diri yang tidak realitas, krisis peran & gambaran

diri negatif

- Pertahanan psikologis : Riwayat koping tidak efektif dan gangguan

perkembangan

- Self Kontrol : Tidak mampu berkonsentrasi

- Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai

- Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan adanya kegagalan

peran gender

- Pendidikan : Riwayat pendidikan yang rendah,riwayat putus & gagal

sekolah

- Pendapatan : Riwayat penghasilan yang rendah & tidak ada

kemandirian

- Pekerjaan : Riwayat pekerjaan dengan stresful & resiko tinggi

- Status sosial :Riwayat tunas wisma &terisolasi

- Latar Belakang Budaya : Nilai –nilai & budaya yang bertentangan

dengan nilai kesehatan

- Agama Dan Keyakinan : Sifat religi dan keyakinan yang berlebihan

atau kurang
- Keikutsertaan Dalam Politik :Gagal dalam berpolitik

- Pengalaman sosial : Bencana alam, kerusuhan, tekanan dlm

pekerjaan, sulit mendapat pekerjaan (Budi Anna Keliat, 2009).

E. Rentang respon

Respon perilaku klien waham dapat diidentifikasikan sepanjang rentang

respon adaptif dan rentang inaladaptif yang dapat dijelaskan sebagai

berikut: (rentang respon neurobiologik Stuart, 1998 )

Respon adaptif Respon maladapfif


Pikiran
F. logis Distorsi pikiran Gangguan Pikir
(waham / halusinasi)
Persepsi akurat Ilusi
Sulit berespon
Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan
dengan pengalaman atau kurang
G. Pathway
Perilaku sesuai Perilaku aneh Perilakdisorganisasi

Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial


H. Psikopatologi

Mengapa seseorang bisa jatuh sakit (menderita gangguan

jiwa/Skizofrenia) sementara orang lain tidak, secara umum dan sederhana

kejadian tersebut dapat diterangkan dengan rumus :

I + S => R , Dimana :

I : Individu, yaitu seseorang yang sudah mempunyai bakat-bakat tertentu.

Kepribadian yang rentan ataupun factor genetic; yang kesemuanya itu

merupakan factor predisposisi yaitu kecenderungan untuk menjadi sakit.

S : Situasi. Yaitu suatu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu

yang bersangkutan misalnya stressor psikososial.

R : Reaksi. Yaitu respon dari individu yang bersangkutan setelah

mengalami situasi yang tidak mengenakan (tekanan mental) sehingga ia

mengalami frustasi yang pada gilirannya akan menjadi sakit.

Tidak semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya

sehingga ada orang yang jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam

yang selanjutnya yang bersangkutan akan menarik diri, melamun, hidup

dalam dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejala-gejala

berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan GOR.


Faktor biologis, Faktor Psikodinamik Individu(I)
Faktor.Psikososial

Koping yang tdk efektif/Mekanisme pertahanan diri (-)

Respon maladaptive (R)

Konsep diri (-)

Individu jatuh dlm frustasi yang mendalam

Isos HDR

Kronis

Skizofrenia

Waham Halusinasi GOR

a. Kerusakan komunikasi verbal


b. Defisit Perawatan Diri,
c. Resti PK, KKV dan
d. Resti Mencederai Diri dan lingkungan. (Stuart dan Sunden,
2005)
I. Penatalaksanaan

1. Farmakoterapi

a. Anti Psikotik

Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :

1) Chlorpromazine

Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan

mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal :

3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan

dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.

2) Trifluoperazine

Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik

menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan

sampai 50 mg/hari.

3) Haloperidol

Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik,

psikosis,dan mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg. Obat

antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan

waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi

parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular.

Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis

yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain

harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling

sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini


harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan

terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian

sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.

b. Anti parkinson

1) Triheksipenydil (Artane)

Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan

reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15

mg/hari.

2) Difehidamin

3) Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari.

c. Anti Depresan

1) Amitriptylin

Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan

somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.

2) Imipramin

Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi

neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75

mg/hari.

d. Anti Ansietas

Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan

somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk

meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat-

obat yang termasuk anti ansietas antara lain:


1) Fenobarbital : 16-320 mg/hari

2) Meprobamat : 200-2400 mg/hari

3) Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari

2. Psikoterapi

Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan

saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi

kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang

waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang

wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian

seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang

kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat

meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari

bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu

menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan

menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan

konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis

dapat meningkatkan tes realitas.

Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman

internal klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan

perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat

lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis

persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien.

Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan


terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan

kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul.

Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi,

suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas

terpeutik dapat dilakukan (Townsend, M.C. 2008).

J. Diagnosa Keperawatan

Gangguan identitas pribadi berhubungan dengan gangguan psikiatrik

Definisi : ketidakmampuan mempertahankan persepsi diri yang utuh dan

komplet. (00121) Domain 6 Kelas 1.

K. Noc Nic

1. NOC

a. Identitas (1202)

Definisi : membedakan antara diri sendiri dan yang bukan diri

sendiri serta esensi orang lain.

 Menunjukan prilaku verbal dan non-verbal yang selaras

mengenal diri (120202)

 Membedakan diri dari manusia lain (120205)

 Menunjukan peran sosial (120207)

 Menentang diri mengenal keyakinan yang salah tentang diri

sendiri (120209)

 Menantang diri mengenai citra diri yang negatif (120210)


b. Kontrol diri terhadap distorsi pemikiran (1403)

Definisi : mengendalikan diri dari penglihatan, proses pikir, dan isi

pikir.

 Mengenali halusinasi atau delusi yang sedang terjadi (143001)

 Menahan diri dari mengikuti halusinasi dan delusi (123002)

 Menunjukan pola pikir yang logis (143011)

 Menunjukan pemikiran yang berdasarkan kenyataan (143012)

 Menunjukan isi pikiran yang tepat (143013)

2. NIC

Manajemen delusi (6450)

Definisi : mendukung kenyamanan, kenyamanan, dan orientasi

realita dari pasien yang mengalami keyakinan dan kepercayaan

yang salah dan sudah mengakar, yang hanya sedikit atau tidak

memiliki dasar realitas

a. Bina hubungan saling percaya dan hubungan interpersonal

dengan pasien

b. Beri pasien kesempatan untuk mendiskusikan delusi dengan

pemberi perawatan

c. Hindari mendukung ide delusi

d. Dukung pasien untuk memverbalisasi delusi pada pemberi

perawatan sebelum bertindak terhadap delusi

e. Bantu pasien untuk identifikasi situasi dimana pasien secara

sosial dapat diterima untuk mendiskusikan delusi


f. Berikan pendidikan kesehatanmengenai penyakit pada

pasien/SO, jika delusi berasal dari penyakit (misalnya delirium,

skizopherinia atau depresi).


STRATEGI PELAKSANAAN

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN


WAHAM

SP 1 P : Membina hubungan saling percaya ; mengidentifikasi kebutuhan


yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan ; mempraktekkan
pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
ORIENTASI :
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas pagi
ini di Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu
perawatan bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”
KERJA :
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi
saya untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia
ini, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”
“Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang pak
R rasakan?”
“Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya
hak untuk mengatur diri pak R sendiri?”
“Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?”
“Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang
lain?”
“Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar rumah
sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
TERMINASI :
“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak
R?”
SP 2 P : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekannya.
ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran pak R?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?”
“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
KERJA :
“Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya pak R pandai main suling ya.”
“Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling, siapa
yang dulu mengajarkannya kepada pak R, dimana?”
“Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.”
“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan
pak R ini. Berapa kali sehari/seminggu pak R mau bermain suling?”
“Apa yang pak R harapkan dari kemampuan bermain suling ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain selain bermain suling?”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan
kemampuan pak R?”
“Setelah ini coba pak R lakukan latihan bermain suling sesuai denga jadwal yang
telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja,
setuju pak?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minimum,
setuju?”
SP 3 P : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.
ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R.”
“Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus
pak R minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”
“Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30
menit saja?”
KERJA:
“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang
diminum?”
“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah
jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini
diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu
mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar
nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan
dokter.”
TERMINASI :
“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R
minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya pak.”
STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA
KELUARGA PASIEN DENGAN WAHAM

SP 1 KP : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga ;


mengidentifikasi masalah; menjelaskan proses terjadinya masalah; dan obat
pasien.
ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak, pekenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas
diruang melati ini. Saya yang merawat Pak R selama ini. Kalau bisa saya tahu
nma bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah pak R cara
merawat pak R dirumah.”
“Dimana bapak mau berbicara dengan saya? Bagaimana diruang wawancara?”
“Berapa lama bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 0
menit saja?”
KERJA :
“Pak S, apa masalah yang bapak rasakan dalam merawat pak R? apa yang sudah
pak R lakukan dirumah? Dalam menghadapi sikap pak R yang selalu mengaku-
ngaku sebagi seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi hanya merupak salah satu
gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara
enghadapinya. Setiap kali pak R berkata bahwa ia seorang nabi, pak S dan ibu
berikap dengan mengatakan;
Pertama: Pak S atau ibu mengerti bahwa pak R merasa seorang nabi, tapi sulit
bagi pak S dan ibu untuk mempercayainya karena setahu kita semua nai tidak ada
yang hidup didunia.
Kedua: Pak S atau ibu harus lebih sering memuji Pak R jika ia melakukan hal-hal
yang baik”
Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yan berinteraksi
dengan pak R. Bapak dan ibu dapat bercakap-cakap dengan Pak R tentang
kebutuhan yang diinginkan oleh pak R, misalnya; Pak S dan ibu percaya kalau
pak R punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada kami, R kan
punya kemampuan”
Keempat: Pak S atau ibu mengatakan kepada pak R, Bagaimana kalau
kemampuan untuk bermain suling dengan baik dicoba sekarang” dan kemudian
setelah dia melakukannya pak S dan ibu harus memberikan pujian.
Pak S dan ibu jangn lupa, pak R ini perlu minum obat agar pikirannya jadi
tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah
jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini
diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangn
dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan Pak
R bisa kambuh kembali. Pak R sudah punya jadwal minum obat. Jika dia minta
obat sesuai jamnya, segera berikan pujian!”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya
tentang cara merawat pak R dirumah nanti?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi
setiap kali berkunjung kerumah sakit.”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini
dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat pak R sesuai dengan
pembicaraan kita tadi.”
“Baik kalau begitu pertemuan kita kali ini kita akhiri dulu, saya tunggu
kedatangan bapak dan ibu lagi kita ketemu ditempat ini ya pak,bu.”
SP 2 KP : Melatih kelurga cara merawat pasien.
ORIENTASI:
“Assalamualaikum pak, bu sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu kita
sekarang ketemu lagi. Bagaimana pak, bu ada pertanyaan tentang cara merawat
pasien seperti yang telah kita bicarakan dua hari yang lalu?, sekarang kita akan
latihan cara-cara merawat pasien tersebut ya pak, bu.”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung pada Pak R ya?”
KERJA:
“Sekarang anggap saja saya pak Ryang sedang mengaku nabi, coba bapak dan
ibu praktikkan cara bicara yang benar bila pak R sedang dalam keadaan seperti
ini!”
“Bagus,betul begitu caranya, sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian
atas kemampuan yang dimiliki oleh pak R. bagus !”
“Sekarang coba cara memotivasi pak R minum obat dan melakukan kegitan
positifnya sesuai jadwalnya!” Bagus sekali ternyata bapak dan ibu sudah
mengerti cara merawata Pak R.”
“Bagaimana kalau sekarang kita coba langsung kepada pak R.”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak R?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali
bapak dan ibu membesuk pak R!”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali ke sini
dan kita akan mencoba lagi cara merawat pak R sampai bapak dan ibu lancer
elakukannya?”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?” Baik, kita akan ketemu lagi di tempat
ini ya pak,bu.”
SP 3 KP : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
ORIENRASI:
“Assalamualaikum pak, bu, karena pada hari ini pak R sudah boleh pulang, maka
kita bicarakan jadwal pak R selama dirmah.”
“Bagaimana pak, bu selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara
merawat pak R?”
“Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak
dan ibu ikut saya”
“Berapa lama bapak dan ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana
kalau 30 menit saja? Sebelum ibu dan bapak menyelesaikan administrasinya”
KERJA:
“Pak, bu, ini jadwal pak R selama di rumah sakit. Coba perhatikan! Apakah kira-
kira dapat dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa perhatikanpak R agar
ia tetap melaksanakannya dirumah dan jangan lupa member tanda M (mandiri),
B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakannya).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilku yang ditampilkan
oleh pak R selama dirumah. Misalnya pak R mengaku sebagai seorang nabi terus
menerus dan tidak memeperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
hubungi petugas rumah sakit, agar petugas rumah sakit dapat memantaunya.”
TERMINASI:
“Apa yang ingin bapak dan ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak dan ibu?
Sudah siap unutk melanjutkan dirumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk bisa control lagi. Kalau ada
apa-apa bapa dan ibu segera menhubungi kami. Mungkin hanya ini yang bisa
saya sampaikan mohon maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung
perasaan bap dan ibu mohon dimaafkan. Terimakasih atas kerjasamanya
pak,bu.”
“Silahkan ibu dan Bapak unutk dapat menyelesaikan administrasinya ke kantor
depan!”
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian

realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat

intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham juga didefinisikan

sebagai keyakinan seseorang tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat tidak

sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar

belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan

biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak

benar secara umum.

B. Saran

Diharapkan untuk mahasiswa calon-calon perawat menguasai

tehnik-tehnik terapeutik khususnya untuk pasien dengan gangguan jiwa

waham/delusi.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Carpenito, L.J, (2007). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Keliat Budi Ana. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC

Maramis, W.f. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.

Diagnosa Keperawatan NANDA (2015-2017). Edisi 10. Jakarta :EGC

Rasmun. (2005). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rawlins, R.P & Heacock, PE. (2005). Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing,
Edisi 1. Toronto: the C.V Mosby Company.

Stuart GW, Sundeen.2005. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th


ed.) St.Louis Mosby Year Book

Townsend, M.C. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikitari (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan jiwa, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai