Pengembangan Lahan Basah (Vira Afrilla-1507113087)
Pengembangan Lahan Basah (Vira Afrilla-1507113087)
“PENYELAMAT GAMBUT”
Dibuat Oleh :
VIRA AFRILLA
1507113087
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2018
PENYELAMAT GAMBUT
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah
membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Salah satu factor terbakarnya
lahat gambut dikarenakan alih fungsi lahan gambut menjadi areal pertanian dan perkebunan
sehingga yang semestinya lahan gambut basah menjadi kering. Perusahaan swasta yang
diizinkan buka lahan biasanya menanam sawit dan akasia yang dibutuhkan kanal yang besar
agar lahan kering, dikarenakan dikeringkan bertahun-tahun maka terjadilah kebakaran. Lahan
gambut ini adalah bahan bakar paling sempurna pada musim kemarau.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mencipatakan alat ini diberi nama
‘Sesame’ atau Sensory Data Transmission Service Assisted by Midori Engineering. Alat
pemantau berbasis sensor ini dapat memberikan data secara real time setiap 10 menit. alat itu
bisa digunakan bersamaan saat sekat kanal yang dirancang pemerintah rampung. Dengan
begitu, akan terukur seberapa basah gambut di suatu daerah sehingga bisa dilakukan
pencegahan kebakaran gambut secara efektif. Tim Kepresidenan mengatakan solusi untuk
mengatasi kebakaran di lahan gambut itu dilakukan dengan membuat kanal bersekat dan di sisi
kanan dan kirinya diberi stok air dengan embung. Dengan cara itu dilakukan pembasahan
(rewetting) lahan gambut.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan uji coba teknologi Sensory
Data Transmission Service Assisted (Sesame) untuk mendeteksi level air di lahan gambut guna
mencegah kebakaran sedang dilakukan di beberapa lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Ada
tujuh alat sensor yang dipasang di lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan, yang hasilnya
sudah bisa dipantau setiap hari. Informasi tentang tinggi air di lahan gambut yang diperoleh dari
sensor-sensor tersebut, menurut dia, sudah dapat diterima melalui server yang dibangun dan
dioperasikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Puspiptek, Serpong.
Dimana BRG tetap bisa memperoleh update informasi level air di lahan gambut tersebut,
melalui link website yang sedang dikembangkan BPPT.
Gambar 1. Contoh alat SESAME yang sudah tersebar di Indonesia
Ketinggian level air di lahan ini, menurut dia, menjadi kunci dari formasi gambut yang di
dalamnya menyimpan karbon, air, dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Meski demikian
dampak dari aktivitas manusia dan perubahan iklim, yakni kekeringan dan api serta El Nino dan
La Nina, menjadi ancaman terbesar kelangsungan ekosistem gambut tersebut.
Dengan menggunakan SESAME tingkat air dalam gambut diketahui. Sensor SESAME
dimasukkan dengan kedalaman 3 m, jika jarak dari permukaan air hingga gambut sama dengan
atau lebih dari 50 cm maka kebakaran akan mudah terjadi.
Cara kerjanya, memasukkan alat kedalam air kemudian sensor ini akan mendeteksi seberapa
besar tekanan airnya dan mendeteksi perubahan level air. Alat ini akan mengirimkan data level
muka air tanah secara simultan melalui pesan singkat ke nomor telepon seluler yang
didaftarkan. Jika muka air tanah berkurang dari ambang batas yang ditentukan, Sesame
mengirimkan sinyal agar petugas segera mengambil tindakan.Jika suatu lahan menunjukkan
level yang sudah membahayakan dibutuhkan respon cepat dari berbagai pihak agar tidak
terjadinya kebakaran.
Dimana telebih dahulu, cek kanalnya apakah sekatnya bocor ataupun rusak yang
menyebabkan air muka tanahnya turun sementara disebelah tidak. Maka dilakukan pengecekan
satu per satu kanal yang ada. Jika tidak didapatkan kanal bocor ataupun rusak maka
diharuskan ada yang melihat kebawah dilakukan pengecekan lebih lanjut.
Gambar 6. Seperangkat Alat SESAME
Diketahui alat Sesame ini sudah ditemukan sejak tahun 2007 silam. Yakni hasil riset antara
Indonesia dengan Universitas Hokkaido Jepang. Namun baru di tahun 2015 alatnya bisa
dibawa ke Indonesia. Sebab berpapasan dengan momentum terjadinya kebakaran hutan. Alat
Sesame, ini menghabiskan dana sebesar Rp 10 Miliar. Dimana dana totalnya merupakan
bantuan dari Jepang sepenuhnya.