Anda di halaman 1dari 54

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2001) .Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah
penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan
gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat
digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2001).

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat Prevalensi penderita ESRD pada


tahun 2005 mencapai 1.569 orang persejuta penduduk. Nilai ini mencapai 1,5 kali
prevalensi penderita ESRD pada tahun 1995 .Data di beberapa bagian nef rologi
di Indonesia, diperkirakan insidensi PGK berkisar 100-150 per 1 juta penduduk
dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk ( Brunner & Studdarth,
2002). Angka kejadian gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta
orang dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah
(hemodialisis) 1,5 juta orang. Prevalensi di Amerika Serikat yang terkena gagal
ginjal sebanyak 300 ribu dengan hemodialisis sebanyak 220 ribu orang. Jumlah
penderita gagal ginjal di Indonesias ekitar 150 ribu orang dan yang menjalani
hemodialisis 10 ribu orang (Baradeo,2008) . Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFI) melihat bahwa saat ini masih banyak masyarakat yang belum
menyadari ancaman gagal ginjal dan tidak segera mengambil langkah preventif.
Padahal diperkirakan pada tahun 2014 hingga 2019, pasien gagal ginjal
diperkirakan mencapai 100 ribu. PERNEFI merilis ada sebanyak 19.612 pasien

1
2

gagal ginjal pada tahun 2012. Kemudian, diasumsikan terus akan mengalami
kenaikan dari tahun 2014 ke 2019 menjadi 100 ribu orang.

Kalimantan tengah khususnya kota Palangkaraya, berdasarkan data yang


diperoleh dari Indonesia Renal Registry (IRR) Palangkaraya selama periode 1
Febuari 2013 hingga 28 april 2014 tercatat pasien yang mengalami Gagal ginjal
yang dirawat inap berjumlah 250 orang. Di BLUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya Di ruang Hemodialisa dari awal tahun 2014-1 Mei 2015 tercatat
sebanyak 75 pasien yang di jadwalkan rutin untuk Hemodialisa dua kali satu
minggu karena mengalami gagal ginjal.

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa memerlukan


hububgan yang eratdengan seseorang yang bias dijadikan tempat menumpahkan
perasaannya sat-saat stress dan kehilangan semangat. Perawat dapat memberi
dukungan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa
dengan mengidentifikasi stategi koping yang efektif dan aman untuk menghadapi
berbagai masalah dan rasa takut sehingga kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis
dapat meningkat (Smeltzer dan Bare, 2004).

Berdasarkan uraian diatas sebagai wujud nyata peran sentral perawat


dalam asuhan keperawatan, penulis mengangkat Asuhan Keperawatan pada
Tn.A.S dengan gagal ginjal kronik (GGK) diruang Hemodialisa BLUD dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil pembahasan diatas “Bagaimana pelaksanaan asuhan


keperawatan pada Tn.A.S dengan gagal ginjal kronik (GGK) diruang
Hemodialisa BLUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. mulai dari pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi sampai dengan evaluasi keperawatan”?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan
asuhan keperawatan pada Tn.A.S dengan gagal ginjal kronik (GGK) diruang
3

Hemodialisa dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai


dengan evaluasi keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada Tn.A.S dengan gagal
ginjal kronik (GGK) diruang Hemodialisa BLUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya?
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnose keperawatan pada Tn.A.S dengan gagal ginjal
kronik (GGK) diruang Hemodialisa BLUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya?
1.3.2.3 Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada Tn.A.S dengan gagal ginjal
kronik (GGK) diruang Hemodialisa BLUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya?
1.3.2.4 Mengidentifikasi tindakan keperawatan pada Tn.A.S dengan gagal ginjal
kronik (GGK) diruang Hemodialisa) BLUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya?
1.3.2.5 Mengidentifikasi evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
Tn. A.S dengan gagal ginjal kronik (GGK) diruang Hemodialisa BLUD
dr. Doris Sylvanus Palangkaraya?

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa Pelaksana
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua
mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
(GGK) dan untuk memenuhi tugas dalam menempuh ujian praktik lapangan.
1.4.2.2 Bagi Profesi
Dengan adanya asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
(GGK) diharapkan dapat memberikan motivasi perawat untuk meningkatkan mutu
4

asuhan keperawatan secara koprehensif dengan pendekatan bio-psiko-sosial-


spiritual.
1.4.2.3 Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik (GGK) dan untuk
memenuhi tugas dalam menempuh ujian praktik lapangan.
1.4.2.4 Bagi BLUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya
Sebagai dasar dalam pelayanan asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan system Perkemihan dan dapat memberikan kontribusi dalam pemberian
asuhan keperawatan yang baik dan bermutu bagi pasien.
1.4.2.5 Bagi Institusi pendidikan
Dapat menambah wawasan mahasiswa tentang IPTEK terbaru. Gambaran
pelaksanaan asuhan keperawatan secara khusus pada kasus dengan perawatan
gagal ginjal kronik.
1.4.2.6 Bagi Pasien

Bagi pasien diharapkan dapat lebih memahami bagaimana gagal ginjal


kronik (GGK) dan bagaimana tanda dan gejala yang muncul serta bagaimana cara
pencegahannya. Diharapkan pasien untuk lebih menjaga kesehatan serta
mendapatkan pengetahuan yang bertambah mengenai penyakit gagal ginjal.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi


2.1.1 Anatomi
Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan
daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan
limfatik, suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh
kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Posisi
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan
tertekan oleh organ hati. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3,
sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap.

5
6

Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal

Gambar II.1
Anatomi Ginjal
(Sumber: Smeltzer, 2002:1365)
7

Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang


polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui
sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu
jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang
mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan
dengan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel- sel epitel, dan
keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula bowman. Sedangkan tubulus
merupakan tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya
menuju pelvis ginjal. Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen
seperti yang digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan,
bergantung pada seberapa dalam letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang
memiliki glomerulus dan terletak di korteks sisi luar disebut nefon kortikal;
nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang hanya sedikit menembus ke
dalam medula. Kira-kira20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di
korteks renal sebelah dalam dekat medula, dan disebut nefron jukstamedular;
nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke
medula.
2.1.2 Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan
memisahkan zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada
kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan
dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan
dikeluarka melalui urine. Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga
8

mempunyai fungsi multiple yang lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan


produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan
elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit,
pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam-basa, sekresi,
metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk proses glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan
bagian dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.

Gambar nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan tubulus


(Sumber: Smeltzer, 2002: 1366)
9

Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-
bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke
dalam kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam
korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang
masuk ke dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke
tubulus distal, dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan
tubulus koligentes kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus
koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih
besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal,
urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan
melalui uretra.
2.2 Pengertian Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2001).
10

Gambar Ginjal.
Sumber:http://faoj.files.wordpress.com

2.2.1 Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif
(1) Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
11

(2) SaluranKemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali


congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
2.2.2 Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2358), tanda dan gejala gagal
ginjal antara lain :
1) Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
(1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
(2) Defisiensi hormone eritropoetin
(3) Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi
terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2) Kelainan Saluran cerna
(1) Mual, muntah, hicthcup
(2) dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) →
iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
(3) Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
(4) Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3) Kelainan mata
4) Kardiovaskuler :
(1) Hipertensi
(2) Pitting edema
(3) Edema periorbital
(4) Pembesaran vena leher
(5) Friction Rub Pericardial
4) Kelainan kulit
(1) Gatal
(2) Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
12

(3) Toksik uremia yang kurang terdialisis


(4) Peningkatan kadar kalium phosphor
(5) Alergi bahan-bahan dalam proses Hemodialisa
(6) Kering bersisik
(7) Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah
kulit.
(8) Kulit mudah memar
(9) Kulit kering dan bersisik
(10) Rambut tipis dan kasar
5) Neuropsikiatri
6) Kelainan selaput serosa
7) Neurologi :
(1) Kelemahan dan keletihan
(2) Konfusi
(3) Disorientasi
(4) Kejang
(5) Kelemahan pada tungkai
(6) rasa panas pada telapak kaki
(7) Perubahan Perilaku
2.2.3 Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002:2359),Pada waktu terjadi kegagalan
ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan
yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus
dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
13

tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik.
3. Asidosis
14

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic


seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
15

2.2.3.1 Pathway

Pathway Gagal Ginjal Kronik

sumber: www.weenapurple.blogspot.com
16

2.2.4 Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2365), komplikasi pada gagal
ginjal :
1) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6) Asidosis metabolic
7) Osteodistropi ginjal
8) Sepsis
9) neuropati perifer
10) hiperuremia
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
1) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
(1) Ureum kreatinin.
(2) Asam urat serum.
2) Identifikasi etiologi gagal ginjal
(1) Analisis urin rutin
(2) Mikrobiologi urin
(3) Kimia darah
(4) Elektrolit
(5) Imunodiagnosis
3) Identifikasi perjalanan penyakit
(1) Progresifitas penurunan fungsi ginjal
17

(2) Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)


GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
(1) Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
(2) Endokrin : PTH dan T3,T4
(3) Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
1) Etiologi CKD dan terminal
(1) Foto polos abdomen.
(2) USG.
(3) Nefrotogram.
(4) Pielografi retrograde.
(5) Pielografi antegrade.
(6) Mictuating Cysto Urography (MCU).
1) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram, dan USG.
18

2.2.6 Penatalaksanaan Medis


1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
(1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
(2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler
dan hipotensi.
(3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
(4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
(5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
(6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
(7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi
medis yang kuat.
2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
(1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
(2) Kendalikan terapi ISK.
(3) Diet protein yang proporsional.
(4) Kendalikan hiperfosfatemia.
(5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
(6) Terapi hIperfosfatemia.
(7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
(8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
3) Terapi alleviative gejala asotemia
(1) Pembatasan konsumsi protein hewani.
19

(2) Terapi keluhan gatal-gatal.


(3) Terapi keluhan gastrointestinal.
(4) Terapi keluhan neuromuskuler.
(5) Terapi keluhan tulang dan sendi.
(6) Terapi anemia.
(7) Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L
2) Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan
pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang
mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
(1) HCT < atau sama dengan 20 %
(2) Hb < atau sama dengan 7 mg5
(3) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high
output heart failure.
20

Komplikasi tranfusi darah :


(1) Hemosiderosis
(2) Supresi sumsum tulang
(3) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
(4) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
(5) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
3) Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami hemodialisa.
Keluhan :
(1) Bersifat subyektif
(2) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen
symply.
Beberapa pilihan terapi :
(1) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
(2) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
(3) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa
diulang apabila diperlukan.
(4) Pemberian obat
(1) Diphenhidramine 25-50 P.O
(2) Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga
retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang
diperlukan adalah tindakan dialisis.
4) Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). Hemodialisa reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
21

5) Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi,
tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3 Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi:
1) Hiperkalemia > 17 mg/lt
2) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau
berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg
%
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat
7) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
8) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
9) Sindrom kelebihan air
22

10) Intoksidasi obat jenis barbiturat


Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten,
dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan
kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5
dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,
2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15
mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan
LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006)
23

2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.3.1 Pengkajian
1) Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat,
Tanggal MRS, Diagnosis.
2) Keluhan Utama :
Keluhan yang dirasakan klien sebelum MRS dan saat MRS. Biasanya
klien mengeluh Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-
abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
3) Riwayat Kesehatan :
(1) Riwayat kesehatan sekarang : Keluhan yang dirasakan klien sebelum MRS
dan saat MRS. Biasanya klien mengeluh cepat letih.
(2) Riwayat kesehatan dahulu : Mengkaji apakah klien pernah sakit seperti yang
dirasakan sekarang dan apakah pernah menderita HT atau penyakit keturunan
lainnya yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan klien.
(3) Riwayat kesehatan keluarga : Gambaran mengenai kesehatan keluarga dan
adakah penyakit keturunan atau menular.
Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
24

6) Capillary refill > 3 detik


7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd
rangsangan nyeri
U : Unresponsive kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon
thd nyeri

4) PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :


1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Anamnesa
1) Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
2) Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium
3) Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
4) Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan
HCO3
5) Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun,
nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.
6) Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
7) Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran,
perubahan fungsi motorik
8) Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
25

9) Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido


10) Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafas kusmaul.
11) Lain-lain : Penurunan berat badan.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Aktual
Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang
nyata sesuai dengan data klinis yang ditemukan misalnya: gangguan eliminasi
urin berhubungan dengan kerusakan kontrol motorik dan postural. (NANDA,
2005 :552)
2.3.2.2 Potensial
Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang
nyata dan akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan. Saat ini
masalah belum ada tetapi etiologi belum ada misalnya: resiko penyelesaian infeksi
berhubungan dengan status cairan.(NANDA, 2005 :552)
2.3.2.3 Kemungkinan
Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa perlu data tambahan untuk
memastikan pertambahan masalah. Pada keadaan ini masalah dan faktor
pendukung belum ada tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah,
misalnya: kemungkinan terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka di
kulit.(NANDA, 2005 :552)
Menurut Doengoes, (2002 : 761), Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan gagal ginjal menurut konsep teoritis adalah :
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat.
3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4) Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun.
26

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak


adekuat,keletihan.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam
usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi
kebutuhan klien. Rumusan tujuan asuhan keperawatan harus berfokus pada
pasien, jelas, singkat, dapat diukur, dalam periode tertentu, realistik, dan
ditentukan bersama antara perawat dan pasien. (Setiadi, 2012 : 45).Perencanaan
keperawatan terdiri dari:
1) Menentukan prioritas diagnosa keperawatan.
2) Menentukan sasaran dan tujuan.
3) Menetapkan kriteria evaluasi.

Intervensi Diagnosa 1
Tabel 2.1 intervensi dari Diagnosa 1
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan kriteria hasil
Kelebihan Mempertahank 1. Kaji status
volume cairan an berat tubuh cairan, timbang 1. Pengkajian
berhubungan ideal BB, kaji turgor merupakan data
dengan tanpakelebihan kulit dan adanya dasar
penurunan cairaan. edema berkelanjutan
haluaran urin, Kreteri Hasil : 2. Anjurkan pasien untuk mementau
diet Edema membatasi perubahan dan
berlebih dan ekstermitas masukan cairan mengevaluasi
retensi cairan berkurang, 3. Identifikasi intervensi
serta natrium. produksi urin sumber potensi 2. .Pembatasan
meningkat. masukan cairan, cairan akan
medikasi dan menentukan BB
cairan yang ideal, haluaran
digunakan urin dan respon
untuk terhadap terapi
pengobatan oral 3. Sumber kelebihan
dan intravena, cairan yang tidak
makanan diketahui dapat
4. Jelaskan pada diidentifikasi
pasien dan 4. Pemehaman
keluarga meningkatkan
rasional kerjasama pasien
pembatasan dan keluarga
dalam pembatasan
27

cairan. cairan
5. Kenyamanan
5. Beritahu pasien pasien
dalam meningkatkan
menghadapi kepatuhan
ketidaknyamana terhadap
n akibat pembatasan diet
pembatasan
cairan
28

Intervensi Diagnosa 2.
Tabel 2.2 intervensi dari Diagnosa 2
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria hasil
Penurunan Penurunan 1) Auskultasi 1)Adanya
curah jantung curah jantung bunyi jantung takikardia
berhubungan tidak terjadi dan paru frekuensi jantung
dengan beban dengan tidak teratur
jantung yang kriteria hasil : 2) Kaji adanya
meningkat. mempertahan hipertensi 2)Hipertensi dapat
kan curah terjadi karena
jantung gangguan pada
dengan bukti sistem aldosteron-
tekanan darah renin-angiotensin
dan frekuensi (disebabkan oleh
jantung 3) Selidiki keluhan disfungsi ginjal).
dalam batas nyeri dada, 3)HT dan GGK
normal, nadi perhatikanlokasi dapat
perifer kuat , rediasi, menyebabkan
dan sama beratnya (skala nyeri
dengan waktu 0-10)
pengisian 4) Kaji tingkat
kapiler aktivitas, respon 4)Kelelahan dapat
terhadap menyertai GGK
aktivitas juga anemia
29

Intervensi Diagnosa 3.
Tabel 2.3 intervensi dari Diagnosa 3
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria hasil
Perubahan Mempertahanka 1) Awasi 1) Mengidentifikasi
nutrisi: kurang n masukan konsumsi kekurangan
dari kebutuhan nutrisi yang makanan / nutrisi
berhubungan adekuat dengan cairan 2) Gejala yang
dengan kriteria hasil: 2) Perhatikan menyertai
anoreksia, menunjukan BB adanya mual akumulasi toksin
mual, muntah stabil dan muntah endogen yang
3) Beikan dapat mengubah
makanan sedikit atau menurunkan
tapi sering pemasukan dan
4) Tingkatkan memerlukan
kunjungan oleh intervensi
orang terdekat 3) Porsi lebih kecil
selama makan dapat
5) Berikan meningkatkan
perawatan masukan
mulut sering makanan

4) Memberikan
pengalihan dan
meningkatkan
aspek social
5) Menurunkan
ketidaknyamanan
stomatitis oral
dan rasa tak
disukai dalam
mulut yang dapat
mempengaruhi
masukan
makanan
sirkulasi.
30

Intervensi Diagnosa 4.
Tabel 2.4 intervensi dari Diagnosa 4
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria hasil
Perubahan Pola nafas 1) Auskultasi 1) Menyatakan
pola nafas kembali bunyi nafas, adanya
berhubungan normal / stabil, catat adanya pengumpulan
dengan tidak terjadi crakles secret
hiperventilasi apnue, RR 2) Ajarkan pasien 2) Membersihkan
sekunder: dalam batas batuk efektif jalan nafas dan
kompensasi normal dan nafas memudahkan
melalui dalam aliran O2
alkalosis 3) Atur posisi 3) Mencegah
respiratorik senyaman terjadinya sesak
mungkin nafas
4) Batasi untuk 4) Mengurangi beban
beraktivitas. kerja dan
mencegah
terjadinya sesak
atau hipoksia

Intervensi Diagnosa 5.
Tabel 2.5 intervensi dari Diagnosa 5
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria hasil
Kerusakan Integritas kulit 1) Inspeksi kulit 1)Menandakan area
integritas kulit dapat terjaga terhadap perubahan sirkulasi buruk atau
berhubungan dengan kriteria warna, turgor, kerusakan yang dapat
dengan hasil : vaskuler, menimbulkan
pruritis - perhatikan kadanya pembentukan
Mempertahanka kemerahan dekubitus / infeksi.
n kulit utuh .
- Menunjukan 2)Mendeteksi adanya
perilaku / teknik 2) Pantau masukan dehidrasi atau hidrasi
untuk mencegah cairan dan hidrasi berlebihan yang
kerusakan kulit kulit dan membran mempengaruhi
mukosa sirkulasi dan integritas
jaringan
3) Inspeksi area 3) Jaringan udem lebih
tergantung cenderung rusak /
terhadap udem robek
4) Ubah posisi 4) Menurunkan tekanan
sesering mungkin pada edema , jaringan
dengan perfusi buruk
untuk menurunkan
iskemia
31

5) Berikan perawatan 5) Mengurangi


kulit pengeringan , robekan
kulit
6) Pertahankan linen 6) Anemi dapat
kering Menurunkan iritasi
dermal dan risiko
kerusakan kulit
7) Anjurkan pasien 7) Menghilangkan
menggunakan ketidaknyamanan dan
kompres lembab menurunkan risiko
dan dingin untuk cedera
memberikan .
tekanan pada area
pruritis

Intervensi Diagnosa 6.
Tabel 2.6 intervensi dari Diagnosa 6
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria
hasil
Pasien 1) Kaji fektor yang 1) Menyediakan informasi
Intoleransi dapat menyebabkan tentang indikasi tingkat
aktivitas meningkat keletihan keletihan.
berhubungan kan
dengan aktivitas 2) Tingkatkan 2) Meningkatkan aktivitas
oksigenasi yang kemndirian dalam ringan / sedang dan
jaringan yang dapat aktivitas memperbaiki harga diri.
tidak adekuat, ditoleransi perawatan diri
keletihan yang dapat
ditoleransi ; bantu
jika keletihan
terjadi.
3) Anjurkan aktivitas 3) Mendorong latihan dan
alternative sambil aktivitas dalam batas-
istirahat. batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat
yang adekuat.
4) Anjurkan untuk 4) Istirahat yang adekuat
istirahat setelah dianjurkan setelah
dialisis dialysis, yang bagi
banyak paisen sangat
melelahkan.
Sumber : Doengoes, (2002 : 777)
32

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Menurut (Nursalam, 2009), implementasi adalah pelaksanaan dari
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai
setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.Dalam melaksanakan tindakan perawatan, selain
melaksanakannya secara mandiri, harus adanya kerja sama dengan tim kesehatan
lainnya. Implementasi merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dan menilai data yang baru. Implementasi tindakan
dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: independent (mandiri), interdependent
(bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya: dokter, bidan, tenaga analis, ahli
gizi, apoteker, ahli kesehatan gigi, fisioterapi dan lainnya) dan dependent (bekerja
sesuai instruksi atau delegasi tugas dari dokter).
Perawat juga harus selalu mengingat prinsip 6S setiap melakukan
tindakan, yaitu senyum, salam, sapa, sopan santun, sabar dan syukur. Selain itu,
dalam memberikan pelayanan, perawat harus melaksankannnya dengan displin,
inovatif (perawat harus berwawasan luas dan harus mampu menyesuaikan diri
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi), rasional, integrated
(perawat harus mampu bekerja sama dengan sesama profesi, tim kesehatan yang
lain, pasien, keluarga pasien berdasarkan azas kemitraan), mandiri, perawat harus
yakin dan percaya akan kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis
bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan berhasil (Zaidin, 2003: 84).
Yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu:
1) Tepat waktu.
2) Pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan program terapi.
3) Dalam pelaksanaan tindakan privasi pasien harus dijaga.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari prognosis keperawatan, rencana intervensi
dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
yang terjadi selama tahap pengkajian seperti analisis, perencanaan dan
33

implementasi intervensi. Tahap evaluasi diletakkan pada proses akhir keperawatan


tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah
dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang diobservasi. Evaluasi juga diperlukan
pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat
dicapai secara efektif. (Nursalam, 2009).
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan denagn criteria hasil pada tahap perencanaan. Pada tahap
evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu (Setiadi, 2012: 57).
2.3.5.1 Evaluasi formatif
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi
dengan respon segera. Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian
format catatn perkembangan denagn berorientasi kepada masalah yang dialami
klien. Format yang dipakai adalah SOAP yaitu S: subjektif ddalah perkembangan
keadaan yang dirasakan klien, dikeluhkan, dan dikemukakan klien; O: objektif
adalah perkembangan yang dapat diamati dan diukur oleh perawat atau tim
kesehatan lain; A: analisis yaitu penilaian dari kedua jenis data apakah
berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran; P: perencanaan berdasarkan
hasil analisis yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan
atau masalah belum teratasi.(Setiadi, 2012: 70).
2.3.5.2 Evaluasi sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil obsevasi dan analisis status pasien pada
waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan.
Evaluasi ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan
dicapai. Format yang dipakai adalah format SOAPIER yaitu S: subjektif ddalah
perkembangan keadaan yang dirasakan klien, dikeluhkan, dan dikemukakan klien;
O: objektif adalah perkembangan yang dapat diamati dan diukur oleh perawat
atau tim kesehatan lain; A: analisis yaitu penilaian dari kedua jenis data apakah
berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran; P: perencanaan berdasarkan
34

hasil analisis yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan


atau masalah belum teratasi; I: implementasi yaitu tindakan yang dilakukan
berdasarkan rencana; E: evaluasi yaitu penilaian tentang sejauh mana rencana
tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah klien teratasi;
R:reassesment yaitu bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,
pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data
subjektif, objektif dan proses analisisnya.(Setiadi, 2012: 72 ).
2.3.6 Dokumentasi
Dokumentasi dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan
yang dikerjakan oleh perawat setelah member asuhan keperawatan kepada klien.
Dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis klien
yang menginformasikan factor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan
dilaksanakan. Dokumentasi dapat pula dijadikan sebagai wahana komunikasi dan
koordinasi antar profesi (interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk
mengungkap suatu fakta actual untuk dipertanggungjawabkan (Setiadi,2012: 203).
Dokumentasi keperawatan bertujuan untuk (Zaidin,2003:78)menghindari
kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam asuhan
keperawatan, terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama perawat
atau pihak lain melalui komunikasi tulisan, meningkatkan efisiensi dan efektifitas
tenaga keperawatan, terjaminnya kualitas asuhan keperawatan, perawat
mendapatperlindungan secara hukum, memberikan data bagi penelitian.
35

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada hari Selasa, 05 Mei 2015
pukul 08.00 WIB didapatkan data sebagai berikut.
3.1.1 Identitas Pasien
Pasien bernama Tn. A.S, pasien berusia 51 tahun, pasien berjenis kelamin
laki-laki, pasien beralamat di Jl. Panarung dan suku/bangsa pasien adalah
Jawa/Indonesia, Pasien menetap di Palangkaraya bersama anaknya, agama yang di
anut pasien yaitu agama Islam, Pekerjaan pasien yaitu swata, pasien sudah tidak
mampu bekerja keras lagi semenjak ia sakit, pendidikan terakhirnya yaitu S1,
pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak, pasien masuk rumah sakit pada
tanggal 05 Mei 2015, dengan diagnosa medis Gaga ginjal kronik (GGK).
3.1.2 Riwayat Kesehatan / Perawatan Pre Hemodialisa
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan, memang jadwal rutin Hemodialisa nya dua kali satu minggu
yaitu, setiap hari Selasa dan Jum`at dan merasa berat badannya terasa berat dan
ingin meguranginya.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien mengatakan, pada tanggal 05 Mei 2015. Pasien datang ke ruang
Hemodialisa untuk mendapatkan terapi hemodialisa yang dijadwalkan pada hari
Selasa dan Jum`at. Sejak bulan Oktuber 2014. Pasien pernah masuk RS. dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya di ruang aster, dari saat itu pasien didiagnosa gagal ginjal
kronik (GGK). Sampai saat sekarang rutin MRS ruang hemodialisa untuk
mendapatkan terapi hemodialisa.

3.1.2.3 Riwayat penyakit sebelumnya dan (riwayat oprasi) :


Pasien mengatakan, sebelumnya pernah dioprasi usus buntu di RS dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya.

35
36

3.1.2.4 Riwayat penyakit keluarga :


Pasien mengatakan, penyakit yang sama dengan pasien yaitu almarhum
ibunya.
3.1.3 Genogram
Bagan 3.1 Genogram keluarga Tn. A.S

Keterangan :

= Laki-laki = Meninggal

= Perempuan = Tinggal serumah

= Pasien
37

3.1.4 Pemeriksaan Fisik


3.1.4.1 Keadaan umum :
Pasien tampak lemah, kesadaran compos mentis, tampak terpasang akses
vaskuler fistula, pasien tampak cukup rapi dan bersih, ekspresi wajah pasien
tenang, pasien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.4.2 Kepala :
Tidak ada benjolan, tidak ada lesi, tekstur rambut ke uban-ubanan.
3.1.4.3 Mata
Keadaan pupil isokor, konjungtiva anemis, sklera putih, pergerakan bola
mata, bergerak normal.
3.1.4.4 Leher
Tidak ada benjolan pada leher dan tidak ada peningkatan pada vena
jugularis.
3.1.4.5 Paru
Bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu nafas yaitu dada perut,
terdapat suara tambahan ronchi.
3.1.4.6 Abdomen
Tidak ada nyeri tekan, tampak asites.
3.1.4.7. Ekstermitas
Kemampuan bergerak sendi bebas, ekstermitas atas 5/5 dan bawah 5/5
baik, namun ekstermitas bawah dalam keadaan edema.
3.1.4.8 Integumen
Suhu kulit teraba hangat, warna kulit hitam pucat, turgor kulit kurang
(lambat) tekstur kasar, bentuk kuku simetris, keadaan kulit kering.
3.1.5 KEBUTUHAN DASAR
3.1.5.1 Pola makan/minum
Pasien mengatakan makan 3x sehari, porsi dihabiskan, jenis makanan
yaitu, nasi, ikan, sayur. Minuman yang diminum air putih (mineral) dan teh.
3.1.5.2 Pola Istirahat
Pasien mengatakan tidur malam susah kurang lebih 2 jam, terganggu saat
ingin kencing dan gelisah. Pada siang hari bisa istirahat kurang lebih 1 jam,
selingi aktivitas seperti nonton Tv.
38

3.1.5.3 Pola aktivitas


Pasien beraktivitas secara mandiri.
3.1.5.4 Pola Eliminasi Uri/ Bowel
Pasien mengatakan kencing BAK 2-3 x/hari sedikit.
3.1.5.5 Personal Hygiene
Pasien mandi 2x/hari dengan gosok gigi secara mandiri, pasien tampak
cukup rapi dan bersih.
3.1.5.6 Tanda-tanda vital
a. Suhu/T : 36 0c
b. nadi/HR : 90 x/mnt
c. Pernapasan/RR : 22 x/mnt
d. Tekanan darah/BP : 150/90 mmHg
e. BB Pre HD : 75 kg
f. UF Goal : 3.50 l
g. UF Rate : 0.87 l/jam
h. Time : 4 jam
3.1.5.7 INTRA HEMODIIALISA
1. Suhu/T : 36,2 0c
2. nadi/HR : 80 x/mnt
3. Pernapasan/RR : 22 x/mnt
4. Tekanan darah/BP : 130/90 mmHg
5. Keluhan selama HD : bengkak pada kedua kaki.
6. Nutrisi
a. Jenis makanan : nasi, ikan, dan sayur
Jumlah : 1 porsi dihabiskan
b. Jenis minuman : Teh
jumlah : kurang lebih 1 gelas
7. Catatan : Tidak ada
39

Catatan Observasi Selama Proses Hemodialisa :


Jam UF QB Vital Sign Setting mesin
Removed
07.30 0.05 155 TD: 150/90 N: 90 Time : 4 jam
RR: 22 S: 36 0c
09.30 1.57 190 TD: 130/90 N: 80 UF Goal : 3.50 l
RR: 22 S: 36 ,20c
11.30 3.38 200 TD: 150/80 N: 80 UF Rate : 0.87 l/h
RR: 22 S: 36 ,40c
Heparin : 3000

3.1.5.8 Post HD
1. keadaan Umum
Pasien tampak lemah, dan terbalut verban pada tangan kiri bekas akses
fistula.
2. Tanda-tanda vital
a. Suhu/T : 36,40C
b. nadi/HR : 80 x/mnt
c. Pernapasan/RR : 22 x/mnt
d. Tekanan darah/BP : 150/80 mmHg
e. BB Post HD : 72 kg
3.1.5.9 Perencanaan Pulang ( Discharge Planning) :
1. Obat-obatan yang disarankan/dibawa pulang/obat rutin
- amlodipine 10 mg 2x1, aloporinol 300 mg 1x1, forusemid 20 mg 1x1.
2. Makanan/ minuman yang dianjurkan(jumlah)
Nasi sedikit kering, sayur bening, wortel, dan air putih, air teh, minum
dibatasi
3. Rencana HD/kontrol selanjutnya :
Jadwal HD rutin pada hari Selasa dan Jum`at.
4. Catatn lain : Tidak ada.
40

5. Data penunnjang
- Gula darah : 26 mg/dL
- HB : 10,6 gr/dL

Palangkaraya, Mei 2015

Mahasiswa,

( MUHAMMAD SAUKY)
NIM. 2012.C.04a.0316
41

3.2 Analisis Data


Berdasarkan data-data yang didapat dari hasil pengkajian maka dapat
dilakukan analisis data, yaitu.
Tabel 3.1 Analisa Data
Data Subjektif dan Data
No Kemungkinan Penyebab Masalah
Objektif
1. Data Subjektif:
Pasien mengatakan Penurunan fungsi ginjal Kelebihan
badannya terasa berat volume cairan
dan ingin Retensi cairan dan natriun
menguranginya
Data Objektif: penurunan haluran urine
 Pasien tampak
edema pada kelebihan volume cairan
ekstermitas
bawah(kaki)
 Tampak asites (LP
95 cm)
 Tampak lemah
 BB Pre HD 75 kg
 BB kering 71 kg
 Pitting odem derajat
2, kembali 5 detik
 TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 90X/menit
R : 22 x/menit
S : 36 0c
2. Gangguan pola
Data Subjektif : Kegelisahan dan sering
Pasien mengatakan susah bangun pada malam hari tidur
tidur pada malam hari,gelisah
tidur hanya 2 jam, tidur siang
1 jam.
Data Objektif :
 Pasien tampak lemah
 Pasien tampak pucat
 Konjungtiva anemis
 TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 90X/menit
R : 22 x/menit
S : 36 0C
42

3.3 Prioritas Masalah

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urine


kelebihan.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kegelisahan dan sering bangun
pada malam hari.
43
44
45
46
47

BAB 4
PEMBAHASAN

Pelaksanaan asuhan keperawatan mengacu pada konsep dan teori yang sudah ada
dan teruji. Dalam BAB ini penulis mencoba membahas antara konsep dan kasus
yang ada, faktor penghambat dan faktor pendukung dalam pelaksanaan proses
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Selasa 05 Mei 2015 pukul
08.00 pada Tn.A.S dengan diagnosa medis gagal ginjal kronik (GGK) diruang
Hemodialisa BLUD. dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.
4.1 Pengkajian
4.1.1 Keluhan Utama
Pengkajian adalah pendekatan yang sistematik untuk mengumpul datadan
menganalisisnya sehingga diketahui kebutuhan keperawatan klien yang terkait
dengan tanda dan gejala yang timbul sehubungan dengan penyakit yang diderita
klien (Carpenito,2001)
Berdasarkan teori menurut (Brunner & Suddarth 2002) data yang muncul
pada pengkajian kasus gangguan sistem perkemihan adalah badan lemah, cepat
lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai udema
ekstremitas, napas terengah-engah, Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, Oedema,
hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium, Peningkatan kalium,
peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan HCO3Halitosis, stomatitis, ginggivitis,
pengecapan menurun, nausea, anoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis,
haus. edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul, penurunan berat badan
Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 05 Mei 2015 terhadap
Tn.A.S penulis memperoleh data yaitu, Pasien mengatakan memang sudah jadwal
rutin hemodialisa nya pada setiap hari Selasa dan Jum`at dan merasa badannya
terasa berat dan ingin mengurangi dan mengatakan bengkak pada kakinya, dan
susah tidur pasien mengatakan tidur malam hanya 2 jam dan tidur siang 1 jam, TD
: 150/90 mmHg, Nadi : 90 X/ menit, Pernapasan pasien :22X/ menit, dan Suhu
pasien : 360C.

47
48

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 05 Mei 2015 terhadap Tn.A.S


penulis memperoleh data yaitu, Pasien tampak berbaring di tempat tidur, tampak
lemah, pucat tamapak asites, tampak edema pada ekstermitas bawah, pitting odem
derajat 2 kembali 5 detik, kesadaran compos mentis, terpasang akses vaskuler
fistula dan pasien dapat berbicara jelas dan Pasien memiliki riwayat oprasi usus
buntu, Hasil lab gula darah : 26 mg/dL, HB : 10,6 gr/dL.
Factor pendukung yang dirasakan penulis dalam hal pengkajian adalah
adanya kerja sama keluarga pasien dan petugas kesehatan lainnya dalam
memberikan data, dokumentasi kesehatan seperti status pasien dan catatan medis.
Faktor penghambatnya adalah pasien dalam keadaan koma sehingga
kesulitan menanyakan langsung keluhan pasien, kurangnya pengetahuan penulis
dalam mengkaji data-data pasien. Penulis juga menyadari kurangnya melatih diri
dalam menggali masalah pasien.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan
yang aktual dan potensial (Marylinn E. Doenges,2000:242).
Berdasarkan teori, terdapat 6 diagnosa keperawatan pada pasien dengan
gagal ginjal kronis yaitu :
4.2.1 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin,
diet berlebih, dan retensi cairan serta natrium.
4.2.2 Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat.
4.2.3 Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4.2.4 Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
4.2.5 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun.
4.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat,keletihan.
49

Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn.A.S ada 2


(diagnosa) keperawatan yaitu :

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urine


ditandai dengan kesadaran pasien compos mentis, Pasien tampak asites,
tampak edema pada ekstermitas bawa, tampak lemah pitting odem derajat
2, kembali 5 detik, TTV ;TD : 150/90 mmHg, N : 90X/menit, R : 22
x/menit, S : 36 0c
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kegelisahan dan saring bangun
saat malam ditandai dengan tampak lemah, tampak pucat, konjungtiva
anemis, tidur malam 2 jam, tidur siang 1 jam dan TTV ;TD : 150/90
mmHg, N : 90X/menit, R : 22 x/menit, S : 36 0c

Penulis mengangkat 2 ( dua) diagnosa keperawatan tersebut berdasarkan


pasien tempak asites dan edema pada ekstermitas bawah, tamapak pucat dan
konjungtiva anemis, tidur malam 2 jam, tidur siang 1 jam . Dari 6 (enam)
diagnosa teori yang ada, ada 1 diagnosa yang muncul berdasarkan keluhan pasien
dan juga berdasarkan teori yang telah dikemukakan. Faktor pendukung dalam
menentukan diagnosa keperawatan yaitu adanya data yang didapat dari pasien,
keluarga pasien, keadaan fisik dan status pasien. Tidak ada faktor penghambat
dalam menentukan asuhan keperawatan.
4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah perilaku spesifik yang diharapkan dari
pasien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Doenges, 2000).
Diagnosa prioritas adalah diagnosa keperawatan/masalah apabila tidak diarahkan
akan berpengaruh negatif pada status fungsional pasien.Menurut teori prioritas
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik (GGK) adalah kelebihan volume
cairan, penurunan curah jantung, perubahan nutrisi, perubahan pola nafas,
gangguan perfusi jaringan, dan intoleransi aktivitas.
Pada kasus Tn. A.S di ruang Hemodialisa BLUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya yang menjadi prioritas utama (diagnosa pertama) dalam
perencanaan tindakan keperawatan adalah Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan haluran urine ditandai dengan kesadaran pasien compos
50

mentis, Pasien tampak asites (lingkar perut 95 cm), tampak edema pada
ekstermitas bawa, tampak lemah pitting odem derajat 2, kembali 5 detik, TTV
;TD : 150/90 mmHg, N : 90X/menit, R : 22 x/menit, S : 36 0c

Dari uraian diatas penulis mengambil sebuah kesimpulan bahwa terjadi


kesamaan dalam melakukan intervensi, karena diagnosa yang timbul hampir
semuanya sama dengan teori yang di kemukakan oleh (Doenges, marylin 2000).
Hal ini mungkin terjadi berdasarkan keluhan dan tingkat keparahan oleh pasien.
Penulis mengangkat Kelebihan volume cairan sebagai prioritas utama ini
dikarenakan terjadi penumpukan cairan dapat mengancam jiwa pasien dan di
prirotaskan untuk mendapatkan penangan yang tepat dan cepat. Semua diagnosa
di lakukan intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah di tetapkan
dan kebutuhan pasien.
Faktor penghambat dalam menentukan intervensi pada Tn. A.S yaitu
terbatasnya pengetahuan perawat dalam merencanakan asuhan keperawatan,
sehingga ada banyak tindakan keperawatan tidak dapat dilaksanakan. Faktor
pendukung perencanaan adalah kebijakan ruangan yang memberikan keleluasaan
pada penulis untuk memberikan aktivitas perawatan dengan menggunakan proses
keperawatan.
4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari
proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini
perawat siap untuk menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang
telah dicatat dalam rencana keperawatan klien, agar implementasi perencanaan ini
tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan
klien. Kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada
penyediaan perawatan kesehatan keluarga (Doenges, 2002).
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada hari
Selasa tanggal 05 Mei 2015 Pukul 08.30 WIB diruangan Hemodialisa BLUD dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya terhadap Tn. A.S untuk diagnosa pertama dengan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urine ditandai
dengan kesadaran pasien compos mentis, Pasien tampak asites (lingkar perut 95
51

cm), tampak edema pada ekstermitas bawa, tampak lemah pitting odem derajat 2,
kembali 5 detik, TTV ;TD : 150/90 mmHg, N : 90X/menit, R : 22 x/menit, S : 36
0
c yaitu, Menimbang BB pasien, Mengkaji k/u dan TTV, Mengkur intake dan
output pasien, mengajarkan pasien untuk tirah baring pada saat edema terjadi,
menganjurkan pasien minu berlebihan atau minum harus dengan sesuai anjuran
dan melakukan penkes tentang GGK dan diet yang dianjurkan, dengan criteria
hasil yang diharapkan adalah kelebihan volume cairan berkurang atau berat badan
kembali ideal dan produksi urine meningkat.

Diagnosa kedua dengan diagnosa Gangguan pola tidur berhubungan


dengan kegelisahan dan saring bangun saat malam ditandai dengan tampak lemah,
tampak pucat, konjungtiva anemis, tidur malam 2 jam, tidur siang 1 jam dan TTV
;TD : 150/90 mmHg, N : 90X/menit, R : 22 x/menit, S : 36 0c yaitu, mengkaji
TTV dan k/u klien, mengatur posisi senyaman mungkin, dan menganjurkan klien
untuk mengurangi aktivitas sebelum tidur dengan criteria hasil yang diharapkan
adalah pola tidur kembali normal.

Berdasarkan uraian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa tidak


ditemukan kesenjangan dalam pelaksanaan keperawatan. Karena pelaksanaan
pada kasus Tn. A. S tidak jauh berbeda dengan yang diuraikan oleh teori diatas.
Faktor yang mendukung dalam pelaksanaan keperawatan ini adalah kerja sama
pasien, dan tim kesehatan lainnya. Tidak ada faktor penghambat dalam
pelaksanaan keperawatan. Pasien, keluarga, dan perawat dalam melaksanakan
tindakan keperawatan. Dapat bekerjasama dengan baik dan tidak menolak saat di
lakukan tindakan keperawatan. Selama di lakukan tindakan keperawatan pasien
dan keluarga cukup kooperatif.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
yang diharapkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan.
Kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. (Doenges,2000).
Adapun hasil yang diharapkan menurut teori yaitu pasien mengatakan tidak terjadi
edema dan asites, ekspresi wajah pasien tampak segar, pasien tidak terlihat
gelisah, menunjukkan pemecahan masalah, mencapai penyembuhan sesuai waktu.
52

Secara teori, tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan


terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu evaluasi formatif (SOAP) dan
evaluasi sumatif (SOAPIER) (Setiadi, 2012: 57)

Hasil evaluasi yang dilakukan pada hari selasa, 05 Mei 2015, Pukul 11.00
wib di ruang Hemodialisa BLUD dr. Doris Slyvanus terhadap Tn. A.S didapatkan
hasil evaluasi pada diagnosa pertama yaitu kelebihan volume cairan saat
dilakukan evaluasi pasien mengatakan badannya terasa lebih ringan, Pasien
tampak lemah, tampak masih asites (lingkar perut 95 cm), tampak masih edema
pada ekstermitas bawah (kaki), BB kering 71 kg, BB post Hemodialisa 72, pitting
odem derajat 2, kembali 5 detik, TTV: TD: 150/80 mmHg, N: 80/ menit, RR:22x/
menit, S: 36,40C intervensi dipertahankan ( pasien pulang, pasien rutin
emodialisa kali 1 minggu) .

Hasil evaluasi pada diagnosa kedua gangguan pola tidur , belum teratasi
karena saat dilakukan evaluasi pasien mengatakan masih susah tidur, pasien
tampak lemah, tampak pucat, konjugtiva anemis, TTV: TD: 150/80 mmHg, N: 80/
menit, RR:22x/ menit, S: 36,40C intervensi dipertahankan ( pasien pulang, pasien
rutin hemodialisa kali 1 minggu) .
Dari hasil evaluasi data yang didapat dengan (dua) masalah yang di angkat
semuanya masalah belum teratasi namun pasien telah meninggal pada keesokan
harinya .Dari uraian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa terdapat
kesamaan dalam evaluasi keperawatan antara teori dan kasus pada Tn. A.S, hal ini
dikarenakan masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan yang ditemukan
pada hamper sama dengan masalah keperawatan yang ada pada teori. Maka hasil
yang dicapai pada evaluasi juga hampir sama.
Faktor pendukung dalam evaluasi keperawatan adalah karena adanya kerja
sama pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya dalam pelaksaan tindakan. Tidak
ada faktor penghambat dalam evaluasi.
53

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan mengenai laporan studi
kasus yang membahas mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien dengan diagnosa medis gagal ginjal kronik khususnya pada Tn. A.S.
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Berdasarkan dari data pengkajian yang didapat pasien tampak lemah,
kesadaran compos mentis, tampak asites (lingkar perut 95 cm) ,tampak edema
pada ekstermitas bawah (kaki), tampak pucat, konjungtiva aemis, pasien cukup
rapi dan bersih, berbicara jelas, pasien berbaring di tempat tidur, terpasang akses
vaskuler fistula. Dari keluhan tersebut penulis menyimpulkan diagnose
keperawatan yang dapat diangkat antara lain kelebihan volume cairan dan
gangguan pola tidur hanya satu diagnose yang muncul pada teori yang sama
dengan Tn. A.S
Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. A.S diharapakan
kelebihan volume cairan kembali teratasi, masalah gangguan pola tidur teratasi.
Evaluasi yang dilakukan bukan merupakan kesimpulan akhir dari tindakan
keperawatan karena setelah dilakukan evaluasi dengan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan dan gangguan pola tidur keduanya belum teratasi namun
intervensi dipertahankan, karena pasien on Hemodialisa dengan jadwal 2 kali satu
minggu.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran kepada
pihak pendidik dan pelaksanaan keperawatan, diantaranya untuk :

53
54

5.2.1 Perawat
Bagi perawat diharapkan kepada perawat untuk melakukan tugas dengan
baik dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Gagal ginjal kronik.
5.2.2 Institusi pendidikan
Bagi institusi pendidikan kiranya dapat memperbanyak koleksi buku edisi
terbaru tentang keperawatan, sehingga dapat menambah wawasan mahasiswa
tentang IPTEK terbaru Pelaksanaan asuhan keperawatan secara khusus pada
Gagal ginjal kronik.
5.2.3 Mahasiswa
Untuk mahasiswa diharapkan agar dalam penerapanasuhan keperawatan di
lahan praktik dapat dilakukan dengan benar-benar mulai dari pengkajian sampai
dengan pendokumentasian, dan dapat menerapkan semua ilmu keperawatan yang
telah di pelajari selama perkuliahan.
5.2.4 Pasien
Bagi pasien diharapkan dapat lebih memahami bagaimana penyakit Gagal
ginjal kronik dan bagaimana tanda dan gejala yang muncul serta bagaimana cara
pencegahannya. Diharapkan pasien untuk lebih menjaga kesehatan serta
mendapatkan pengetahuan yang bertambah mengenai penyakit CKD/Gagal ginjal
kronik.

Anda mungkin juga menyukai