DISUSUN OLEH
PEMBIMBING
Dr. Said Baraba, Sp. Pd
LAPORAN KASUS
LAKI-LAKI 22 TAHUN DENGAN HEPATITIS B AKUT
Disusun oleh :
Kharisa Hana Hapsari
030.13.108
Telah diterima dan disetujui oleh Dr. Said Baraba, Sp. Pd selaku dokter pembimbing
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Tegal, 2017
..........................................................
.......
Dr. Said Baraba, Sp.PD
2
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan............................................................................................... 2
Daftar isi…………………………………………………………………………. 3
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………....... 4
Bab II Laporan kasus………………………………………….………………..... 6
2.1 Identitas Pasien..................................................................................... 6
2.2 Anamnesis............................................................................................. 6
2.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................ 8
2.4 Daftar Abnormalitas............................................................................ 10
2.5 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 10
2.6 Resume................................................................................................ 12
2.7 Diagnosa Banding............................................................................... 12
2.8 Diagnosa Kerja.................................................................................... 12
2.9 Penatalaksanaan................................................................................... 11
2.10 Follow Up.......................................................................................... 13
2.11 Prognosis........................................................................................... 18
2.12 Pembahasan Kasus............................................................................ 18
Bab III Tinjauan pustaka…………………………………………………………. 19
3.1 Definisi................................................................................................... 19
3.2 Anatomi ……………………………………………………………..... 19
3.3 Histologi ……………………………………………………………..... 21
3.4 Fisiologi ...............................…………………………………………... 23
3.5 Epidemiologi ……………………………………………………......... 25
3.6 Etiologi... ……………………………………………………………. 26
3.7 Faktor Risiko ………....…………………………………………….. 26
3.8 Patofisiologi………………………………………………………….. 27
3.9 Gambaran Klinis …………………………………………………..... 28
3.10 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 30
3.11 Tatalaksana.......................................................................................... 32
3.12 Pencegahan.......................................................................................... 33
3.13 Komplikasi........................................................................................... 38
Daftar Pustaka …………………………………………………………………… 39
BAB I
PENDAHULUAN
3
Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan
penyakit hati akut maupun kronis. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak
ditemukan sebagai penyebab utama terjadinya kesakitan dan kematian, serta tetap
menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Virus Hepatitis B (VHB)
dapat menyerang semua umur dan semua suku bangsa, bahkan dapat menimbulkan
berbagai macam manifestasi klinis. Hepatitis virus merupakan sebuah fenomena
gunung es, dimana penderita yang tercatat atau yang datang ke layanan kesehatan
lebih sedikit dari jumlah penderita sesungguhnya. Mengingat penyakit ini bersifat
kronis yang menahun, dimana pada saat orang tersebut telah terinfeksi, kondisi masih
sehat dan belum menunjukkan gejala dan tanda yang khas tetapi penularan terus
berjalan.
World Health Organization memperkirakan lebih 2 milyar penduduk dunia
telah terinfeksi virus hepatitis B, dimana 378 juta atau 4,8% terinfeksi yang bersifat
carier kronis dengan angka kematian 620,000 jiwa setiap tahun. Lebih dari 4,5 juta
kasus infeksi baru virus hepatitis B terjadi setiap tahun, dan 1⁄4 dari kejadian kasus
tersebut berkembang menjadi penyakit hati sirosis hepatis dan karsinoma
hepatoseluler primer. Angka kejadian infeksi hepatitis B kronis di Indonesia
diperkirakan mencapai 5-10 persen dari jumlah penduduk. Hepatitis B termasuk
pembunuh diam-diam karena banyak orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi
sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup. Kebanyakan kasus infeksi
hepatitis B bisa membaik dalam waktu enam bulan, tetapi sekitar 10 persen infeksi
bisa berkembang menjadi infeksi kronis. Infeksi kronis pada hati bisa menyebabkan
terjadinya pembentukan jaringan ikat pada hati sehingga hati berbenjol-benjol dan
fungsi hati terganggu dan dalam jangka panjang penderitanya bisa terkena sirosis serta
kanker hati.
Penyakit hepatitis B saat ini sudah menjadi penyakit endemis di berberapa
negara termasuk Indonesia. Angka prevalensi infeksi virus hepatitis B di Indonesia
antara 3-20%. Hal ini berhubungan dengan penularan virus hepatitis B secara vertikal
dari ibu dengan HBsAg positif kepada bayi yang dilahirkannya terjadi sebanyak 25-
45%.
4
kronis semakin menetap. Indonesia digolongkan ke dalam kelompok daerah
endemisitas sedang sampai tinggi, dan termasuk negara yang sangat dihimbau oleh
WHO untuk segera melaksanakan usaha pencegahan terhadap hepatitis B.
Resiko hepatitis akan meningkat pada kelompok tertentu antara lain pada
tenaga kesehatan, pekerja seksual, pengguna narkotika, bayi dengan ibu yang
menderita hepatitis B, dokter, perawat dan petugas medis lainnya termasuk orang
yang tergolong beresiko tertular penyakit hepatitis B, karena saat menjalani tugas di
pelayanan medis akan berinterakasi langsung dengan pasien. Resiko tertular hepatitis
dapat dicegah jika petugas medis melakukan perilaku pencegahan yang adekuat.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 3 November 2017 pada pukul 15.00
WIB di bangsal Lavender Atas Pria RSUD Kardinah Tegal.
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri perut kanan sebelah atas.
2. Keluhan Tambahan
Badan terasa lemas, dan mual.
6
keluhan. Pasien merasa mata dan badan mulai menjadi kuning sejak 1 bulan yang lalu
dan perut terasa begah.
7
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Cukup (BB/TB 59kg/168cm)
Tanda vital : Tekanan darah: 110/70mmHg
Nadi: 96 x/menit
Respirasi: 20 x/menit
Suhu: 36,7 °C (axiler)
Status generalis
Kepala dan wajah Rambut Distribusi rambut merata, rambut berwarna hitam
dan tidak mudah dicabut
Kepala Ukuran normosefali, lesi (-), rash (-), scar (-),
massa (-), deformitas (-), sianotik (-), edema (-).
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (+/+), mata cekung (-/-),
pupil isokor, refleks pupil langsung dan tidak langsung (+/+).
Hidung Bentuk dan ukuran normal, deviasi septum (-), mukosa
hiperemis (-), benda asing (-), secret (-), deformitas (-).
Telinga Kedua telinga tampak simetris, serumen (+), hiperemis (-), liang
telinga lapang, deformitas (-), nyeri tekan (-) benda asing (-)
nyeri tekan (-), nyeri tarik (-).
Mulut Sianosis (-) deviasi lidah (-), atrofi lidah (-) lidah kotor (-).
Mukosa mulut hiperemis (-).
Faring normal tidak hiperemis, letak uvula di tengah. Ukuran
tonsil T1/T1.
Leher JVP normal (5±3), pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-).
Pembesaran KGB leher (-).
Thorax
Jantung Inspeksi Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis (+) pada ICS V linea midclavicular
sinistra, tidak teraba thrill
Perkusi Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS IV
linea parasternal dextra, batas paru dan jantung
kiri setinggi ICS V linea midclavicularis sinistra,
batas atas jantung ICS II linea parasternalis
sinistra, pinggang jantung setinggi ICS III linea
parasternal sinistra.
Auskultasi S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-).
8
Paru Inspeksi Gerakan napas simetris tanpa adanya bagian
yang tertinggal, lesi (-), sternum datar, retraksi
sela iga (-).
Palpasi Gerak simetris, vocal fremitus sama kuat pada
kedua hemithorax
Perkusi Sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar
pada sela iga VI pada linea midklavikularis
dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa dan
suara perkusi redup, batas paru-lambung pada
sela iga ke VIII pada linea axilaris anterior
sinistra dengan perkusi timpani.
Auskultasi Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-).
Abdomen Inspeksi Bentuk abdomen datar, smiling Umbilicus (-)
caput medusae (-), spider naevi (-).
Auskultasi Bising usus 7x/menit
Palpasi Teraba supel, lien dan vesica velea tidak teraba,
ballottement ginjal (-), nyeri lepas (-) dan
undulasi (-).
Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa dan 2
jari dari procesus xyphoideus dengan permukaan
rata, konsistensi kenyal, dan tepi tajam.
Nyeri tekan + + -
+ - -
- - -
Pemeriksaan Fisik:
1. Sklera ikterik +/+
9
2. Hepatomegali (hepar teraba 3cm dibawah arcus costa)
3. Ke empat ekstremitas ikterik
10
SGPT H 858.5 U/L < 46
2.6 Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah Tegal hari Selasa, 31 Oktober 2017
dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas sejak 5 hari SMRS. Nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk, dan terus menerus. Nyeri bertambah berat saat beraktivitas
dan berkurang bila beristirahat. Pasien juga merasa seluruh badan lemas, mual-
mual tetapi tidak sampai muntah, demam (-) , penurunan berat badan (-), nafsu
makan menurun (+), warna BAK seperti teh (+), nyeri BAK (-), BAB tidak ada
keluhan. Pasien merasa mata dan badan mulai menjadi kuning sejak 1 bulan yang
lalu dan perut terasa begah. Tanda vital dalam batas normal, pada pemeriksaan
fisik ditemukan sclera ikterik pada kedua bola mata, pada palpasi abdomen
didapatkan hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa dan 2 jari dari procesus
xyphoideus dengan permukaan rata, konsistensi kenyal, dan tepi tajam. Inspeksi
ektremitas tampak ikterik pada ke-empat ekstremitas.
Hepatitis B akut
Hepatitis A atau C
Leptospirosis
Ikterus obstruktif et causa choledocholithiasis
2.9 Penatalaksanaan
- Infus Ringer laktat 20 tpm
- Injeksi Ranitidin 2x1
- Injeksi Omeprazole 1x1
- Injeksi Cefotaxime 2x1
Obat-obat per oral:
- Curcuma 200mg 3x1
- Nucral 500mg 3x4
11
- Paracetamol 500mg 3x1
- Liparin140mg 3x1
2.10 Follow-up
12
Leher Pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid (-)
Thorax Gerak dinding dada simetris,
Suara napas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Bentuk cembung, bising usus (+), teraba supel, tidak
terdapat pembesaran lien, hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa dan
2 jari dari procesus xyphoideus dengan permukaan rata, konsistensi
kenyal, dan tepi tajam,
Nyeri tekan + + -
+ - -
- - -
Ekstremitas atas Oedem -/-, akral hangat +/+, ikterik (+/+)
Ekstremitas bawah Oedem -/+, akral hangat +/+, ikterik (+/+)
A Hepatitis B akut
P - Infus Ringer laktat 20 tpm
- Injeksi Omeprazole 1x1
- Injeksi Cefotaxime 2x1
- Nucral 500mg 3x4
- Paracetamol 500mg 3x1
- Liparin 140mg 3x1
13
- - -
Ekstremitas atas Oedem -/-, akral hangat +/+, ikterik (+/+)
Ekstremitas bawah Oedem -/+, akral hangat +/+, ikterik (+/+)
A Hepatitis B akut
P - Infus Ringer laktat 20 tpm
- Injeksi Omeprazole 1x1
- Injeksi Cefotaxime 2x1
- Nucral 500mg 3x4
- Paracetamol 500mg 3x1
- Liparin 140mg 3x1
14
Hari 5 (8 September 2017)
S OS lemas dan mual berkurang
O Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 90/80 mmHg Nadi: 80 x/menit
Suhu: 36,3 ˚C Pernapasan: 18 x/menit
Kepala Normosefali, pupil isokor, reflex pupil +/+, CA -/-, SI +/+
Leher Pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid (-)
Thorax Gerak dinding dada simetris,
Suara napas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Bentuk cembung, bising usus (+), teraba supel, tidak
terdapat pembesaran lien, hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa dan
2 jari dari procesus xyphoideus dengan permukaan rata, konsistensi
kenyal, dan tepi tajam nyeri tekan 9 kuadran (-)
Ekstremitas atas Oedem -/-, akral hangat +/+, ikterik (+/+)
Ekstremitas bawah Oedem -/+, akral hangat +/+, ikterik (+/+)
A Hepatitis B akut
P - Infus Ringer laktat 20 tpm
- Injeksi Omeprazole 1x1
- Injeksi Cefotaxime 2x1
- Nucral 500mg 3x4
- Paracetamol 500mg 3x1
- Liparin 140mg 3x1
2.11 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
15
pemeriksaan fisik ditemukan sclera ikterik pada kedua bola mata, pada palpasi
abdomen didapatkan hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa dan 2 jari dari
procesus xyphoideus dengan permukaan rata, konsistensi kenyal, dan tepi tajam.
Inspeksi ektremitas tampak ikterik pada ke-empat ekstremitas.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien memiliki problem awal
abdominal dyscomfort et causa hepatomegali. Untuk menelusuri etiologi
dilakukan pemeriksaan laboratorium (darah rutin, SGOT, SGPT, ureum, dan
creatinine), dan serologi imunologi HBsAg. Dari pemeriksaan tersebut
didapatkan hasil HBsAG positif yang berarti pasien menderita hepatitis B.
Sebagai penatalaksanaan abdominal dyscomfort et causa hepatitis B maka
diberikan terapi suportif yaitu tab Curcuma 200mg 3x1 atau tab Liparin 140mg
3x1 sebagai hepatoprotektor, tab paracetamol 500mg 3x1 sebagai analgetik untuk
tanda infeksi seperti demam, nyeri kepala, dsb, ranitidine dan omeprazole untuk
mengurangi rasa mual yang dikeluhkan pasien.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Hepatitis adalah keadaan inflamasi pada hati, bersifat self limitting disease
atau bersifat progresif hingga menyebabkan fibrosis sampai terjadinya kanker hati.
Hepatitis merupakan istilah umum yang mengacu pada inflamasi pada hati, dapat
diakibatkan oleh berbagai penyebab, baik agen infeksius (yaitu virus, bakteri,
jamur, dan parasit) dan noninfeksi (misalnya alkohol, obat-obatan, penyakit
autoimun, dan penyakit metabolik).(1)
3.2 Anatomi
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua dikarenakan oleh
kaya akan persediaan darah. Beratnya 1200-1800 gram, dengan permukaan atas
16
terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan
di atas organ-organ abdomen. Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V
kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis.(2)
Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissura yang dinamakan dengan
ligamentum teres dan di posterior oleh fissura yang dinamakan ligamentum.
Lobus kanan hepar enam kali lebih besar dari lobus kiri dan mempunyai 3 bagian
utama yaitu lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Diantara kedua
lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh darah, saraf dan
duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan
dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.(2)
Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu vena porta hepatika yang
berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika,
cabang dari arteri koliaka yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut
masuk hati melalui porta hepatis yang kemudian dalam porta tersebut vena porta
dan arteri hepatika bercabang menjadi dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus
kanan. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari
perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid.
Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena sentral
dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika.(2)
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian
perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler
empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel
hati. Plexus (saraf) hepatikus mengandung serabut dari ganglia simpatis T7-T10,
yang bersinaps dalam plexuscoeliacus, nervus vagus dexter dan sinister serta
phrenicus dexter.(2)
17
Gambar 1. Anatomi Hepar
Persarafan pada hepar dibagi menjadi dua yaitu bagian parenkim dan
permukaan hepar. Pada bagian parenkim, persarafan dikelola oleh N. Hepaticus
yang berasal dari plexus hepatikus. Mendapatkan persarafan simpatis dan
parasimpatis dari N.X. sedangkan pada bagian permukaannya mendapatkan
persarafan dari nervi intercostales bawah. (2)
3.3 Histologi
Sel-sel hati atau hepatosit menghasilkan sel epitel yang berkelompok
membentuk lempeng yang saling berhubungan. Hepatosit tersusun berupa ribuan
lobulus hati kecil polihedral yang merupakan unit fungsional dan struktural hati.
Setiap lobulus memiliki tiga sampai enam area portal di bagian perifernya dan
suatu venula yang disebut vena sentral di bagian pusatnya. Zona portal di sudut
lobulus terdiri atas jaringan ikat dengan suatu venula (cabang vena portal),
arteriol (cabang arteri hepatika) dan duktus epitel kuboid (cabang sistem duktus
biliaris), ketiga struktur yang disebut trias porta.(3)
18
Gambar 2. Histologi hepar.
19
Gambar 3. Lobulus Hati. Arteriola (A), Venula (V), Duktus biliari (D), Venula
sentralis (C).
20
Hepatosit
Hepatosit merupakan sel polihedral besar, dengan enam atau lebih
permukaan, dan berdiameter 20−30 μm. Pada sediaan yang dipulas dengan
hematosilin dan eosin (H dan E), sitoplasma hepatosit biasanya bersifat
eosinofilik karena banyaknya mitokondria, yang 12 berjumlah hingga 2000 per
sel. Hepatosit memiliki inti sferis besar dengan nukleolus. Sel tersebut sering
memiliki dua atau lebih nukleolus dan sekitar 50% darinya bersifat polipoid,
dengan dua, empat, delapan atau melebihi jumlah kromosom diploid normal. Inti
polipoid ditandai dengan ukuran yang lebih besar, yang proporsional dengan sifat
ploidnya.(2)
Hepatosit secara aktif mensintesis protein untuk kepentingan metabolisme
tubuh. oleh karena itu sel ini mempunyai banyak sekali ribosom, retikulum
endoplasma kasar dan badan golgi. Karena kebutuhan hepatosit akan energi yang
banyak, setiap sel menandung 2000 mitokondria. Sel yang terletak didekat vena
sentral mengandung dua kali lebih banyak mitokondira namun lebih kecil
dibandingkan dengan mitokondria pada hepatosit di area periportal. Permukaan
setiap hepatosit berkontak dengan dinding sinusoid, melalui celah Disse, dan
dengan permukaan hepatosit lain. Di tempat dua hepatosit berkontak, terbentuk
suatu celah tubular di antara kedua sel ini yang disebut kanalikulus biliaris.
Kanalikuli hanya dibatasi membran plasma dari dua hepatosit, yang menjulurkan
sedikit mikrovili di bagian dalamnya. Membran sel di dekat kanalikuli ini diikat
dengan kuat oleh taut erat. Taut celah juga terdapat di antara hepatosit, yang
memungkinkan tempat komunikasi dan koordinasi antar sel.(2)
3.4 Fisiologi
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Hati merupakan pusat
dari metabolisme seluruh tubuh sirkulasi vena porta yang menyuplai 75% dari
suplai asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal
metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak.(6)
21
ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi
glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis. Karena
proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,
selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:
menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan
membentuk biosintesis senyawa 3 karbon (3C), yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).(6)
22
intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor
XIII, sedangakan Vitamin K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.(6)
23
anoreksia, malaise, dan kelelahan. Selama fase ini, saat hati menjadi meradang,
enzim hati mulai meningkat, dan pasien mungkin mengalami nyeri kuadran kanan
atas.(7)
Pasien ini mungkin mengalami demam, artritis, artralgia, atau ruam urtikaria.
Gejala klinis dan ikterus mungkin hilang setelah 1-3 bulan, tetapi sebagian pasien
dapat mengalami kelelahan persisten meskipun kadar transaminae telah mencapai
normal. Kelainan fisik yang paling sering dijumpai adalah demam tidak terlalu
tinggi, ikterus, dan hepatomegali ringan. Splenomegali dapat dijumpai pada 5-15%
kasus. Limfadenopati ringan dapat terjadi, palmar eritema dan spider nevi dapat
ditemukan meskipun jarang. (7)
Hepatitis B Virus dapat ditransmisikan melalui transmisi vertikal maupun
transmisi melalui cairan tubuh, perkutan, dan melalui membran mukosa. Hepatitis
B terkonsentrasi dalam jumlah tinggi dalam cairan tubuh berupa darah, serum, dan
eksudat luka. Sementara itu konsentrasi yang sedang terdapat pada semen, cairan
vagina, dan air liur. Konsentrasi yang rendah atau tidak ada dijumpai pada urin,
feses, keringat, air mata, dan ASI. Patogenesis infeksi virus hepatitis melibatkan
respons imun humoral dan selular. Virus bereplikasi di dalam hepatosit, di mana
virus tersebut tidak bersifat sitopatik sehingga hepatosit rusak oleh karena aktivitas
sistem imun tubuh. (7)
24
8. Orang yang memberi terapi akupuntur atau orang yang menerima terapi
akupuntur
9. Mereka yang tinggal di daerah endemis, atau sering bepergian ke daerah
endemis hepatits B
10. Mereka yang berganti-ganti pasangan, dan ketidaktahuan akan kondisi
kesehatan pasangan.
11. Homoseksual
3.8 Patofisiologi
Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan proses dinamis yang melibatkan
interaksi antara virus, hepatosit, dan system imun pasien. Infeksi VHB pada
dewasa muda yang imunotoleran umumnya menyebabkan hepatitis B akut (>90%),
dan hanya sekitar 1% yang menjadi infeksi kronis. Namun sebaliknya, 90% infeksi
VHB secara perinatal akan menyebabkan bayi lahir dengan infeksi VHB kronis
yang bersifat asimptomatis di kemudian hari.(1)
Masa inkubasi VHB rata-rata 75 hari (rentang 30-180 hari). Pada kasus infeksi
VHB akut, penanda HBsAg serum baru dapat terdeteksi 30-60 hari pasca infeksi
VHB. Kenaikan kadar HBsAg serum akan diikuti dengan peningkatan enzim
aminotransferase dan munculnya gejala klinis (ikterik) pada 2-6 minggu
setelahnya. Penanda HBsAg jarang terdeteksi 1-2 bulan setelah awitan icterus, dan
jarang menetap hingga 6 bulan. Hepatitis B akut umumnya dapat sembuh secara
spontan dan membentuk antibody secara alami, ditandai dengan anti-HBs positif,
IgG anti-HBc positif, dan anti HBe positif.
Pada kasus infeksi VHB kronis, HBsAg ditemukan menetap minimal selama
enam bulan. Hingga saat ini, infeksi kronis VHB tidak dapat dieradikasi
sepenuhnya karena adanya molekul covalently closed circular DNA (cccDNA)
yang permanen di dalam nucleus hepatosit terinfeksi. Selain itu, VHB memiliki
enzim reverse transcriptase untuk replikasi sehingga untaian genom VHB dapat
menyatu dengan DNA hepatosit, yang kemudian berpotensi menyebabkan
transformasi karsinogenik.(1)
Perjalanan alami infeksi VHB kronis ini dapat dibagi menjadi empat tahapan
sebagai berikut: (1) fase imunotoleransi, (2) fase imunoaktif, (3) pengidap inaktif
(inactive carrier), serta (4) fase reaktivasi. Penentuan fase ini sangat penting dalam
inisiasi dan penghentian terapi.(1)
25
Gambar 4. Perjalanan Penyakit dan Profil Serologis Hepatitis B Akut
26
Splenomegali dapat ditemukan pada 5-15% kasus. Limfadenopati ringan dapat
terjadi. Selain itu, palmar eritema atau spider nevi dapat dijumpai meskipun
jarang.
Secara ringkas tanda dan gejala hepatitis B akut dapat dibagi menjadi tiga
fase, yaitu:(5)
Fase pre-ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik): gejala
konstitusional seperti anoreksia, mual, muntah, malaise, keletihan,
arthralgia, myalgia, sakit kepala, fotofobia, faringitis, dan batuk. Dapat
disertai demam yang tidak terlalu tinggi.
Fase ikterik: gejala prodromal berkurang, namun ditemukan sclera
ikterik dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
hepatomegali yang disertai nyeri tekan di area kuadran kanan atas
abdomen. Dapat ditemukan splenomegaly, gambaran kolestatik, hingga
adenopati servikal.
Fase perbaikan (konvalesens): gejala konstitusional menghilang,
namun masih ditemukan hepatomegali dan abnormalitas pemeriksaan
kimia hati
2. Carrier VHB Inaktif (Inactive HBV Carrier State). Pada kelompok ini
HBsAg positif dengan titer DNA VHB yang rendah yaitu kurang dari
105 kopi/ml. Pasien menunjukkan konsentrasi ALT normal dan tidak
didapatkan keluhan. Pada pemeriksaan histologik terdapat kelainan
27
jaringan yang minimal. Sering sulit membedakan hepatitis B kronik
HBe negative dengan pasien carrier VHB inaktif karena pemeriksaan
DNA kuantitatif masih jarang dilakukan secara rutin. Dengan demikian
perlu dilakukan pemeriksaan ALT berulang kali untuk waktu yang
cukup lama.
28
Hepatitis B envelope antigen merupakan peptida yang berasal dari
core virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg positif. Penanda
HBeAg timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA polimerase virus
sehingga lebih menunjukkan terjadinya replikasi virus dan jika menetap
kemungkinan akan menjadi penyakit hati kronis. Penanda serologi Virus
Hepatitis B kronis dapat dilihat pada gambar 5. (1)
lengkap dan waktu protrombin. Stadium akut VHB ditandai dengan AST
dan ALT meningkat >10 kali nilai normal, serum bilirubin normal atau
hanya meningkat sedikit, peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai
normal, dan kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan.
Stadium kronik VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun
hingga 210 kali nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar
globulin meningkat.(1)
USG dan Biopsi Hati
Untuk menilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi
29
kronis dan sirosis hati.(1)
3.11 Tatalaksana
Infeksi virus hepatitis B akut tidak membutuhkan terapi antiviral. Terapi yang
diberikan hanya terapi suportif dan terapi simptomatik karena sebagian besar
infeksi hepatitis B akut pada dewasa dapat sembuh spontan. Terapi antiviral dini
hanya diperlukan pada kurang dari 1% kasus, pada kasus hepatitis fulminan atau
pasien yang imunokompromais.(2)
Nonfarmakologis: tirah baring, asupan cairan dan gizi cukup, serta
mencegah terjadinya dehidrasi
Farmakologis: terapi suportif diberikan seperti analgesik, antipruritus,
dan antiemetik. Jika terjadi komplikasi hepatitis fulminant maka
diberikan lamivudin 100-150 mg/hari sampai 3 bulan setelah
serokonversi atau setelah muncul anti-HBe pada pasien dengan HBsAg
positif.
3.12 Pencegahan
a. Vaksinasi
Pencegahan infeksi virus hepatitis B merupakan prioritas kesehatan
masyarakat, terutama bagi mereka yang merupakan kelompok yang berisiko besar
menjadi pengidap kronis. Tingkat infeksi dapat dikurangi melalui modifikasi
perilaku dan meningkatkan pendidikan masing-masing individu.
Menurut Mandal (2008), berikut merupakan beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk mengurangi risiko tertularnya hepatitis B (7):
1. Menguji semua darah pendonor.
2. Menjamin asepsis dalam praktek klinis .
3. Screening terhadap semua wanita hamil (membantu untuk menghindari
penularan dari ibu ke anak saat lahir).
4. Tidak memperbolehkan orang -orang berisiko tinggi m enjadi donor
darah.
5. Screening donor darah untuk antigen permukaan virus hepatitis B .
Menurut Franco (2012), vaksinasi adalah cara yang paling efektif untuk
mencegah hepatitis B. Menurut Lubis (2008), penggunaan vaksin hepatitis B
ternyata dapat menurunkan angka penularan hepatitis B hampir 100%. Ada dua
produk yang digunakan untuk tindakan pencegahan hepatitis B yaitu (7):
30
1. Hepatitis B immune globulin (HBIG)
HBIG berasal dari plasma yang mengandung anti-HBS dengan titer tinggi dan
digunakan untuk prophylaxis postexposure. Dosis yang direkomendasikan
untuk anak-anak dan dewasa: 0,06 ml/kg dan dosis 0,5 ml untuk infeksi virus
hepatitis B perinatal yaitu infant yang lahir dari ibu dengan HBsAgnya yang
positif.
2. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatitis B menggunakan HBsAg yang diproduksi dari yeast
Saccharomyces cerevisiae dengan teknologi recombinant DNA dan digunakan
sebagai immunisasi preexposure dan profilaksis postexposure.
31
1. Preexposure
1. Seluruh infants
2. Remaja 11-12 tahun
3. Petugas kesehatan yang beresiko terpapar dengan darah atau
penggunaan jarum suntik
4. Staf pada perawatan cacat mental
5. Pasien hemodialisa
6. Homoseksual laki-laki yang aktif
7. Heteroseksual laki-laki dan wanita yang aktif
8. Pecandu obat (obat suntik)
9. Penerima donor darah
10. Anak-anak yang diadopsi dari negara endemik virus hepatitis B
2. Postexposure
1. Infants yang lahir dari ibu dengan virus hepatitis B positif
Penelitian menunjukkan bahwa antibodi yang di induksi oleh vaksin bertahan
selama periode minimal 10 -15 tahun dan bahwa durasi anti -HBs berhubungan
dengan tingkat puncak tercapainya antibodi setelah vaksinasi primer dilakukan.
Penelitian lebih lanjut terhadap vaksin telah menunjukkan bahwa konsentrasi
antibodi biasanya menurun dari waktu ke waktu, tetapi infeks i secara klinis jarang
terjadi. Bukti juga menunjukkan bahwa individu yang berhasil divaksinasi yang
telah kehilangan antibodi dari waktu ke waktu biasanya menunjukkan respon yang
cepat bila diberikan dengan dosis vaksin tambahan atau bila terkena birus hepatitis
B. Ini berarti bahwa memori imunologi HBsAg dapat hidup lebih lama daripada
deteksi anti-HBs, dimana memberikan perlindungan jangka panjang terhadap
penyakit akut.
Imunisasi rutin untuk pekerja kesehatan terhadap infeksi hepatitis B adalah
cara yang efektif untuk melindungi mereka. Vaksin hepatitis B sangat efektif,
vaksin juga relatif murah dan tersedia secara luas. Beberapa yang perlu
diperhatikan adalah(4):
1. Melakukan imunisasi pada petugas kesehataan pada awal mereka masuk kerja.
2. Uji serologi pre-vaksinasi tidak terlalu diperlukan, tetapi mungkin menghemat
sumber daya jika memungkinkan dan jika prevalensi kekebalan tinggi.
32
3. Menggunakan jadwal tiga suntikan yaitu pada 0, 1 dan 6 bulan
4. Jika memungkinkan, mengkontrol tingkat antibodi antara dua sampai
enam
bulan setelah dosis terakhir diberi.
5. Jangan mengambil booster secara rutin sebagai perlindungan seumur
hidup (WHO, 2011).
1. Setiap orang yang tinggal dengan atau memiliki hubungan seksual dengan
seseorang yang tertular hepatitis B kronik harus divaksinasi.
2. Vaksinasi diberikan pada mereka yang berisiko tinggi tertular hepatitis B,
seperti perawat; mereka yang tingkah laku seksualnya rentan terhadap virus
hepatitis B (prostitusi, lelaki heteroseksual dengan banyak pasangan, lelaki
homoseksual); orang yang kerap memerlukan transfusi darah atau produk
darah (seperti pasien cuci darah karena ginjal atau hemofilia), atau mereka
yang tinggal di daerah di mana transfusi darah tidak disaring.
3. Vaksin diindikasikan untuk bayi baru lahir yang ibunya memiliki antigen
permukaan HBV positif
4. Vaksin diberikan untuk pekerja kesehatan pasca pajanan yang sebelumnya
tidak diimunisasi.
5. Booster diberikan pada orang yang t idak membentuk antibodi permukaan
HBV (HBVsAb) pada 6-8 minggu setelah melengkapi paket vaksinasi.
6. Hiperimunoglobulin diindikasikan untuk bayi baru lah ir dari ibu yang
merupakan karier antigen permukaan hepatitis B yang juga antigen e HBV
(HBVeAb) negatif.
33
Paket yang dipercepat dapat diberikan dalam situasi pasca pajanan (minggu
0,2,4, dan 8). Interferon dosis rendah telah terlihat dapat mengurangi insidensi
hepatoma pada pasien dengan sirosis.
b. Universal Precaution
Standar Precaution merupakan hal pokok dalam universal precaution
(tindakan pencegahan terhadap darah dan cairan tubuh, yang dibuat untuk
mengurangi resiko transmisi patogen yang dapat ditularkan melalui darah) dan
body substance isolation (dibuat untuk mengurangi resi ko transmisi pat ogen
melalui cairan tubuh), serta diaplikasikan pada semua pasien yang dirawat di
rumah sakit, tanpa memandang diagnosis atau status infeksinya.
Dasar kewaspadaan universal ini meliputi, pengelolaan alat kesehatan, cuci
tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung
tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain,
pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah.
Perlengkapan pelindung pribadi termasuk sarung tangan, kacamata, masker,
gaun dan celemek plastik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah (WHO, 2011) :
1. Memastikan kecukupan pasokan alat pelindung diri di semua area.
2. Melibatkan perawat atau petugas kesehatan lainnya dalam pemilihan alat
pelindung diri dimana peralatan yang kualitasnya buruk dan tidak nyaman
dipakai tidak akan digunakan.
3. Melatih perawat atau petugas kesehatan lainnya dalam penggunaan yang benar
dari alat pelindung diri.
4. Menetapkan perawat yang sudah senior atau yang sudah berpengalaman
sebagai model untuk mempromosikan alat pelindung diri.
5. Memantau kepatuhan dan penggunaan yang tidak tepat dari alat
pelindung diri.
Menurut WHO (2011), Standard Precaution merupakan suatu praktek kontrol
infeksi yang diperlukan terhadap semua pasien di fasilitas pelayanan kesehatan
dengan dasar pencegahan “standar” termasuk praktek kerja yang mendasar, untuk
memberikan proteksi tingkat tinggi terhadap pasien, pekerja kesehatan, dan
pengunjung. Hal-hal yang merupakan praktek dari standard precaution adalah:
1. Mencuci tangan dan antiseptik tangan (kebersihan tangan).(4)
34
2. Menggunakan alat pelindung diri saat bersentuhan dengan darah, cairan tubuh,
ekskresi, dan sekresi.
3. Penanganan yang tepat terhadap alat yang digu nakan untuk merawat pasien
dan kain-kain kotor.
4. Mencegah luka akibat jarum atau alat-alat tajam.
5. Kebersihan lingkungan dan pengelolaan zat -zat yang tumpah
6. Penanganan sampah dengan tepat
3.13 Komplikasi
Setelah umur rata-rata 30 tahun, 30% dari pasien dengan hepatitis B kronis
aktif akan berkembang menjadi sirosis. Dekompensasi hati terjadi pada sekitar
seperempat dari pasien sirosis dengan hepatitis B selama periode lima tahun,
dimana 5-10% yang lainnya akan terus berkembang menjadi kanker hati. Tanpa
pengobatan, sekitar 15% pasien dengan sirosis akan meninggal dalam waktu 5
tahun.(9)
Resiko untuk karsinoma hepatoseluler pada orang yang terinfeksi hepatitis B
kronik adalah sekitar 10-25%. Mereka yang mempunyai resiko lebih tinggi untuk
mengembangkan kanker hati adalah laki-laki dewasa dengan penyakit sirosis yang
pertama kali terjangkit hepatitis B pada usia dini. Sekitar 80% dan 90% dari pasien
karsinoma hepatoseluler memiliki penyakit sirosis yang mendasarinya. Lebih dari
50% kasus karsinoma hepatoseluler di seluruh dunia dan 70-80% kasus karsinoma
hepatoseluler di daerah endemik hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B.
Nilai median untuk kelangsungan hidup pasien dengan karsinoma hepatoseluler
adalah <5 bulan tanpa perawatan yang tepat, yang meliputi operasi, perawatan
perkutan, iradiasi hati dan kemoterapi.(9)
35
Gambar 6. Perjalanan Infeksi Hepatitis
36
DAFTAR PUSTAKA
37