Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN TEORI PENYAKIT

BATU BULI BULI

A. DEFINISI

Batu buli-buli sering juga disebut batu saluran kencing adalah batu

yang terbentuk dari berbagai macam proses kimia di dalam tubuh manusia dan

terletak di dalam ginjal serta saluran kemih pada mnanusia seperti ureter

(Pharos, 2012).

Batu saluran kemih merupakan obstruksi benda padat pada saluran

kencing yang terbentuk karena factor presipitasi endapa dan senyawa tertentu

misalnya: kalsium oksalat, asam urat, dan sistin ( Prabowo & Pranata, 2014).

B. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi

Ginjal merupakan organ berpasangan, memiliki berat ±125 gr, terletak

pada posisi disebelah vertebralis thorakalis bawah, disebelah depan

dipisahkan dari kavum abdomen dan disebelah belakang dilindingi oleh

dinding torakalis. Darah yang mengalir ke ginjal akan melalui arteri renalis

dan keluar dalam ginjal melalui vena renalis. Ureter adalah pipa panjang

dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot polos. Kandung kemih

merupakan organ yang berongga yang terletak di sebbelah anterior tepat

dibelakang Os pubis sebagai wadah sementara untuk menampung urine.

Fungsi ginjal:

a. Pengaturan ekskresi asam


b. Pengaturan ekskresi elektrolit
c. Pengaturan ekskresi air
d. Otoregulasi tekanan darah
e. Penyimpanan dan eleminasi urine
2. Fisiologi
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus-menurus menghasilkan

urine, dan berbagaisaluran dan reservoar yang dibutuhkan untuk membawa

urine keluar tubuh.

a. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di

kedua sisikolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah

dibandingkan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub

atasnya terletak stinggi iga keduabelas. Sedangkan kutup atas ginjal

kiri terletak setinggi iga kesebelas Kedua ureter merupakan saluran

yang panjangnya sekitar 10-12 inchi (25 hingga 30 cm), terbentang

dari ginjal sampai vesica urinaria. Fungsi satu-satunya adalah

menyalurkan urine ke vesika urinari.


b. Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis,

terletakdi belakang simpisis pubis. Vesika urinaria mempunyai tiga

muara: dua dariureter dan satu menuju uretra. Dua fungsi vesica

urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urine sebelum

meninggalkan tubuh dan berfungsi mendorong urine keluar tubuh

(dibantu uretra)
c. Uretra adalah saluran kecil yanng dapat mengembang, berjalan dari

vesikaurinaria sampai keluar tubuh, panjang pada perempuan sekitar 1

½ inci (4cm)dan pada laki-laki sekitar 8 inci (20cm), muara uretra

keluar tubuh disebut meatus urinarius


d. Fisiologi pembentukan urine dimana produk metabolism dari darah

dibawa ke ginjal melalui arteri renalis dan darah akan menuju

glomerulus (yang meliputi glukosa, asam amino, urea, kreatinin) lalu

darah tersebut yang berisi bahan-bahan produk tersebut masuk ke

kapsula bowman setalah itu akan terjadi proses reabsorbsi lagi ke

plasma secara selektif. substansi produk seperti ion hydrogen, kalium


(disertai aldosterone) dan ammonia diskresikan kembali ke tubulus,

tempat hilangnya substansi tersebut di dalam urine (Saputra, L. (2012).

C. ETIOLOGI

Menurut Purnomo (2011) terbentuknya batu saluran kemih diduga

karena adanya gangguan urine, gangguan metabolic, dehidrasi dan keadaan

lain yang belum jelas (idiopatik) akan tetapi ada beberpa factor pembentukan

batu saluran kemih yaitu:

a. Faktor endogen: ganetik, usia, jenis kelamin


b. Faktor eksogen: lingkungan geografis, pekerjaan, makanan, infeksi,

asupan jenis minuman.


c. Patofisiologis mineralisasi dalam tubuh.

D. MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri di daerah pinggang, atau kolik renal yang dirasakan terus menerus

dan hebat. Disebabkan karena batu melewati saluran kencing yang sempit

(Stoller, 2010).
b. Hematuria terutama pada obstruksi ureter.
c. Demam yang disebabkan karena adanya infeksi pada saluran kencing
d. Batu pernah keluar saat kencing/berkemih
E. PATOFISIOLOGI

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama

pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis

urine), yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada

pelvikalises, divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia

prostat berigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-

keadaan yang memudahkan terjadi pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan bahan organik

yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam

keadaan metastable (tetap larut) kemudian akan mengadakan agregasi, dan

menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum

cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel

pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada

agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat

saluran kemih.

Kondisi metasble di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di

dalam urine, kosentrasi solute di dalam urine, laju aliran di dalam saluran

kemih, atau adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solute di dalam saluran

kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak

sebagai inti batu

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium

oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,

batu magnesium ammonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis

lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama,

tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis


batu itu tidak sama. Misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana

asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine

bersifat basa (Dinda, 2011).


F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Laboraturium: pada pemeriksaan urine didapatkan hematuria, dan

jika terjadi obstruksi yang lama akan menyebabkan penurunan

fungsi ginjal
b. Pielografi intravena: dapat dilihat besarnya batu, letaknya dan

adanya tanda-tanda obstruksi, terutama untuk batu yang tidak

tembus sinar.
c. Sistokopi: dapat membantu melihat keadaan di dalam buli-buli
d. USG: melihat bayangan batu baik di ginjal ataupun di dalam buli-

buli dan adanya tandA-tanda obstruksi urine.


e. Endoscopy (Wijaya & Putri, 2013).

G. PENATALAKSANAAN

a. Mendiagnosis secara tepat mengenai adanya batu, likasinya serta

besarnya batu.
b. Menentukan akibat-akibat adanya batu buli-buli seperti: rasa nyeri

saat berkemih, hematuria, dan gangguan funsgi ginjal


c. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri
d. Pembedahan/ vesikolitotomy untuk mengangkat batu buli-buli

(Wijaya & Putri, 2013).

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS


A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Secara otomatis ,tidak factor jenis kelamin dan usia yang signifikan dalam

proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis dilapangan

sering kali terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini

dimungkinkan karena pola hidup, aktifitas, dan geografis. (Prabowo E, dan

Pranata, 2014: hal 121)


2. KELUHAN UTAMA MASUK RS
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada

saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan

besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami

gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011:


3. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Biasanya klien yang menderita penyakit batu ginjal, pernah menderita

penyakit infeksi saluran kemih.


4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal,

hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit, usus halus, bedah abdomen

sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, antihipertensi,

natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebih kalsium

atau vitamin D (Haryono, 2013: 66).

5. POLA FUNGSI KESEHATAN


a. Persepsi dan pemeliharaan ksehatan
Pola ini akan menjelaskan bagaimana penderita batu ginjal ini mengatasi

penyakit yang di deritanya,apakah langsung di bawa ke rumah sakit atau

tidak.
b. Nutrisi dan metabolik

Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan,

terjadi distensi abdominal, penurunan bising usus.

c. Aktivitas dan latihan

Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan apakah klien

terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas, misalnya karena penyakit

yang kronis atau adanya cedera pada medula spinalis.Penurunan aktifitas

selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot, tetapi dikarenakan

gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas relative dibantu oleh

keluarga,misalnya berpakaian, mandi makan,minum dan lain sebagainya

d. Tidur dan istirahat


Biasanya tidur dan istirahat klien terganggu, karena merasakan nyeri

yang sangat hebat pada daerah tungkai

e. Eliminasi
Tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali diikuti oleh

penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing (disuria,

pada diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek), kencing sedikit

(oliguaria), disertai vesika (vesikolithiasis). Pola persepsi diri


Biasanya klien sering merasa cemas akan penyakitnya
f. Peran dan hubungan sosial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan

(nyeri hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada

sakitnya. Isolasi social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit

menular
g. Manajemen koping
Klien yang menderita batu ginjal cenderung stres, karena cemas

memikirkan penyakitnya, yang tak kunjung sembuh


h. Kognitif perseptual
Biasanya klien yang menderita batu ginjal tidak mengalami gangguan

pada penglihatan, dan pendengaran


i. Seksual dan reproduksi
Biasanya klien yang menderita batu ginjal mengalami gangguan

reproduksi dan seksual nya, sehingga iya tidak dapat memenuhi

kebutuhan seksualnya
j. Nilai dan kepercayaan
Klien agak susah melakukan aktivitas ibadah nya, karena dirumah sakit

klien menggunakan kateter


6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa

kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu

dan penyulit yang ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga

mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dian, 2011: hal 2 )


b. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persyarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara, compos

mentis. Sistem penglihatan, termasuk penglihatan pupil isokor,

dengan reflex cahaya (+) .


2) Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan

nafas. Atau tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat

bronchitis, TB, asma, empisema, pneumonia.


3) Sistem pendengaran, tidak ditemukan gangguan pada sistem

pendengaran.
4) Sistem pencernaan, Mulut dan tenggorokan: Fungsi mengunyah dan

menelan baik, Bising usus normal.


5) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa keras

atau batu, nyeri ketok pada pinggang.


6) Sistem reproduksi tidak ada masalah/gangguan pada sistem

reproduksi.
7) Sistem kardiovaskuler, tidak ditemukan gangguan pada sistem

kardiovaskular.
8) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat.
9) Sistem muskuluskletal, mengalami intoleransi aktivitas karena nyeri

yang dirasakan yang melakukan mobilitas fisik tertentu.


10) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi

ciri khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada

pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/

urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi

vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba

massa keras/batu (uretrolithiasis). nilai frekuensi buang air kecil dan

jumlahnya, Gangguan pola berkemih.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut
Berhubungan dengan:
 Agen cedera (mis., biologis, zat kimia, fisik, psikolois)

Ditandai dengan:

 Perubahan selera makan


 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernafasan
 Diaphoresis
 Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis)
 Sikap melindungi area nyeri
 Gangguan tidur
 Melaporkan nyeri secara verbal
2. Gangguan eliminasi urin
Berhubungan dengan:
 Obstruksi anatomik
 Penyebab multiple
 Gangguan sensori motorik
 Infeksi saluran kemih

Ditandai dengan:
 Disuria
 Sering berkemih
 Anyang-anyangan
 Inkontinensia
 Nokturia
 Retensi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan:
 Faktor biologis
 Faktor ekonomi
 Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
 Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
 Ketidakmampuan menelan makanan
 Faktor psikologis

Ditandai dengan:
 Kram abdomen
 Nyeri abdomen
 Menghindari makanan
 Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
 Kerapuhan kapiler
 Diare
 Kehilangan rambut berlebihan
 Bising usus hiperaktif
 Kurang makanan
 Kurang informasi
 Kurang minat pada makanan
 Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
 Membran mukosa pucat
 Tonus otot menurun
 Mengeluh gangguan sensasi rasa
 Sariawan rongga mulut
 Kelemahan otot pengunyah
 Kelemahan otot untuk menelan
4. Resiko infeksi
Berhubungan dengan:
 Penyebab kronis
- diabetes militus
- obesitas
 Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemanjanan
pathogen
 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
- Gangguan peritaltis
- Kerusakan integritas kulit (pemasangan katerter intravena,
prosedur invasive)
- Perubahan sekresi pH
- Penurunan kerja siliarsis
- Merokok
- Stasis cairan tubuh
- Trauma jaringan (trauma destruksi jaringan)
 Ketidak adekuatan pertahanan skunder
- Penurunan hemoglobin
- Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat
 Pemajanan terhadap pathogen
 Lingkungan meningkat
- Wabah
 Prosedur invasif
 Malnutrisi
5. Resiko kekurangan volume cairan

Berhubungan dengan:

 Kehilangan volume cairan aktif


 Kurang pengetahuan
 Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan
 Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan
 Penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan
 Kehilangan berlebihan melalui rute normal (mis., diare)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Hari
Diagnosa Kep. Tujuan Intervensi Rasional
/Tgl
Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Untuk mengetahui
asuhan keperawatan pengkajian nyeri lokasi, karakteristik,
selama … x 24 jam secara awitan dan durasi,
diharapkan nyeri komprehensif frekuensi, kualitas,
klien terkontrol termasuk lokasi, intensitas atau
dengan kriteria : karakteristik, keparahan nyeri,
1. Skala nyeri klien durasi, faktor presipitasi
berkurang atau frekuensi,kualitas,d nyeri.
terkontrol an faktor presipitasi
2. Klien
nyeri.
melaporkan 2. Observasi isyarat
2. Untuk mengetahui
bahwa nyeri nonverbal
isyarat nonverbal
berkurang
ketidaknyamanan
dengan 3. Berikan informasi
klien
menggunakan tentang nyeri, 3. Agar klien
manajemen penyebab nyeri, mengetahui
nyeri berapa lama akan informasi tentang
3. Mampu
berlangsung dan nyeri, penyebab
mengenali nyeri
antisipasi nyeri, berapa lama
4. Menyatakan rasa
ketidaknyamanan akan berlangsung,
nyaman setelah
akibat prosedur dan antisipasi
nyeri berkurang
ketidaknyamanan
4. Ajarkan klien
akibat prosedur
penggunakan
4. Agar klien mampu
teknik terapi
melakukan teknik
nonfarmakologis
terapi
nonfarmakologis
untuk mengatasi
5. Anjurkan untuk
nyeri secara mandiri
memberikan 5. Keadaan hangat
kompres hangat dapat mengurangi
pada area nyeri impuls nyeri
6. Kolaborasi dalam
6. Analgetik dapat
pemberian
mengurangi
analgetik
peningkatan
mediator kimiawi
nyeri pada reseptor
nyeri sehingga dapat
mengurangi rasa
nyeri

Gangguan Setelah diberikan 1. Awasi intake dan 1. Memberikan


eliminasi urin asuhan keperawatan output, karakteristik, infromasi tentang
selama … x 24 jam urine, catat adanya fungsi dan adanya
diharapkan pola keluaran batu komplikasi . penemuan
2. Tentukan pola
eliminasi tidak batu memungkinkan
berkemih normal klien
terganggu dengan identifikasi tipe batu
dan perhatikan variasi
kriteria : dan mempengaruhi
yang terjadi
 Kandung kemih pilihan terapi.
3. Dorong peningkatan
2. Batu saluran kemih
kosong secara asupan cairan
dapat menyebabkan
penuh 4. Observasi perubahan
penignkatan
 Tidak nyeri saat statu mental , perilaku,
eksitablilitas saraf
kencing dan tingkat kesadaran.
5. Pantau pemeriksaan sehingga menimbulkan
 Mengenali
laboratorium sensasi kebutuhan
keinginan untuk
(elektrolit , BUN, berkemih segera.
berkemih
kreatinin ) Biasanya frekuensi dan
 Bebas dari ISK 6. Kolaborasi untuk
urgensi meningkat bila
 Tidak ada darah pemberian :
batu mendekati
dalam urine  Alupurinol
pertemuan uretrovesikal
3. Peningkatan hidrasi
dapat mebilas bakteri,
darah, debris, dan
membantu melewatnya
batu.
4. Akumulasi sisa
uremik dan
ketidakseimbangan
elektrolit dapat menjadi
toksik pada SSP
5. Peninggian BUN,
kreatinin, dan elektrolit
menunjukan disfungsi
ginjal.
6. Menrunkan
pembentukan batu
fosfat, menurunkan
produksi asam urat,
mengganti kehilangan
yang tidak dapat teratasi
selama pembuangan
bikarbonat dan atau
alkalinisasi urine, dapat
mencegah berulangnya
pembentukan batu
alkalin.
Ketidak Setelah diberikan 1. Awasi tanda vital. 1. Indikator hiddrasi
seimbangan asuhan keperawatan 2. Timbang berat badan /volume sirkulasi dan
nutrisi kurang selama … x 24 jam setiap hari. kebutuhan intervensi.
2. Peningkatan BB yang
dari kebutuhan diharapkan asupan 3. Kolaborasi
cepat mungkin
tubuh nutrisi baik dengan pemeriksaan HB/Ht dan
berhubungan dengan
kriteria hasil: elektrolit.
retensi.
 Adanya 4. Berikan cairan infus
3. Mengkaji hidrasi dan
peningkata sesuai program terapi.
efektiviatas intervensi.
n berat 5. Kolaborasi 4. Mempertahankan
badan pemberian diet sesuai volume sirkulasi (bila
sesuai keadaan klien. asupan per oral tidak
dengan 6. Berikan obat sesuai cukup)
5. Makanan mudah
tujuan program terapi
cerna menurunkan
 Berat (antiemetik misalnya
badan ideal Proklorperasin/ aktivitas saluran cerna,
sesuai Campazin). mengurangi iritasi dan
dengan membantu
tinggi mempertahankan cairan
badan dan keseimbangan
 Mampu nutrisi.
6. Antiemetik mungkin
mengidenti
diperlukan untuk
fikasi
menurunkan mual
kebutuhan
/muntah.
nutrisi
 Tidak ada
tanda-
tanda mal
nutrisi
 Tidak
terjadi
penurunan
beratbadan
yang
berarti
Resiko infeksi Setelah diberikan 1. berikan terapi 1. antibiotik dapat
asuhan keperawatan antibiotik bila perlu menekan atau
2. monitor tanda dan
selama … x 24 jam menghentikan suatu
gejala infeksi sistemik
diharapkan faktor proses biokimia di
dan local
resiko infeksi akan dalam orgasme,
3. nilai hasil lab
hilang dengan khususnya dalam proses
(leukosit, darah
kriteria hasil: infeksi oleh bakteri
lengkap).
 Bebas dari 4. instruksikan pasien 2. Mengetahui
tanda dan untuk minum obat perkembangan infeksi
gejala infeksi antibiotiksesuai dengan sangatlah penting agar
 Jumlah resep tidakberlanjut pada
leukosit tahap sepsis
dalam jumlah 3. infeksi menjadi salah
normal satu penyebab kadar
 tidak terjadi leukosit yang tinggi
infeksi 4. penghentian
selama antibiotik yang tidak
perawatan sesuai dengan resep
dapat membuat
bakteri/virus menjadi
resisten

Resiko Setelah diberikan 1. pertahankan catatan 1. membantu dalam


kekurangan asuhan keperawatan intake dan output yang menganalisa
volume cairan selama … x 24 jam adekuat keseimbangan cairan
2. monitor vital sign
diharapkan volume dan derajat kekurangan
3. anjurkan klien untuk
cairan seimbang cairan
meningkatkan intek
dengan kriteria hasil: 2. mengetahui keadaan
cairan sedikitnya 8
 tekanan umum klien
gelas sehari
darah, nadi, 4.kolaborasi pemberian 3. menganti kehilangan
suhu tubuh cairan iv cairan.
dalam batas 4. membantu kebutuhan
normal cairan di dalam tubuh
 tidakada
tanda-tanda
dehidrasi
 elastisitas
turgor kulit
baik
membranmu
kosa lembab,
tidak ada rasa
haus yang
berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2015. Nursing Intervention Classification (NIC). United


Kingdom

Dwisang. 2014. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan Bidan. Tangerang:
Binarupa Aksara

Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan. Edisi 1.


Yogyakarta: Rapha Publishing.

Moorhead, Sue. 2015. Nursing Outcome Classification (NOC). United Kingdom

Muttaqin, A. & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2017. Nanda-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.


EGC

Prabowo & Pranata. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta:Nuha Medika.

Purnomo, B. B. (2011). Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu bedah.
Malang: Universitas Kedokteran Brawijaya

Saputra, L. (2012). Anatomi & Fisiologi.Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M.. ( 2013). Keperawatan Medikal Bedah. Bengkulu:Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai