I.Tentang PT.Sampoerna
Pertanyaan
Kasus II
PT Golden Castle , bergerak dalam bidang konveksi atau textil, mengalami konflik antara
perusahaan dengan karyawan. Konflik ini terjadi yang disebabkan oleh adanya miss
communication antar atasan dengan karyawan. Adanya perubahan kebijakan dalam
perusahaan mengenai penghitungan gaji atau upah kerja karyawan , namun pihak
perusahaan belum memberitahukan para karyawan, sehingga karyawan merasa
diperlakukan semena-mena oleh pihak perusahaan. Para karyawan mengambil tindakan
yaitu dengan mendemo perusahaan, Namun tindakan ini berujung pada PHKbesar-besaran
yang dilakukan oleh perusahaan.
Perusahaan manapun pasti pernah mengalami konflik internal. Mulai dari tingkat individu,
kelompok, sampai unit. .Mulai dari derajat dan lingkup konflik yang kecil sampai yang besar.
Yang relatif kecil seperti masalah adu mulut tentang pribadi antarkaryawan, sampai yang
relatif besar seperti beda pandangan tentang strategi bisnis di kalangan manajemen. Contoh
lainnya dari konflik yang relatif besar yakni antara karyawan dan manajemen. Secara kasat
mata kita bisa ikuti berita sehari-hari di berbagai media. Disitu tampak konflik dalam bentuk
demonstrasi dan pemogokan. Apakah hal itu karena tuntutan besarnya kompensasi,
kesejahteraan, keadilan promosi karir, ataukah karena tuntutan hak asasi manusia
karyawan.
Kasus III
CONTOH KASUS:
Konflik Buruh Dengan PT Megariamas Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat
Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT
Megariamas Sentosa, Selasa (23/9) siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur,
Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas
terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan tunjangan
hari raya (THR).
Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit,
Penjaringan, Jakut, datang sekitar pukuk 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans
Jakut, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha
perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai
dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4/1994 tentang
THR.
“Kami menuntut hak kami untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dan jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu
kami perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya. Jadi kami minta pihak
Sudin Nakertrans Jakut bisa memfasilitasi kami,” jelas Abidin, koordinator unjuk rasa ketika
berorasi di tengah-tengah rekannya yang didominasi kaum perempuan itu, Selasa (23/9) di
depan kantor Sudin Nakertrans Jakut. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen
dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young
Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan
yang mayoritas perempuan.
Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga
mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan.
Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu
vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan
Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan
THR kepada pekerjanya.
Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin
Nakertrans Jakut. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans
Jakut, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh
diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam
peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi
para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami
akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur
Sahut.
Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu
sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen
wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan kepada
beritajakarta.com usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi.
Sesuai peraturan, karyawan dengan masa kerja di atas satu tahun berhak menerima THR.
Sementara bagi karyawan dengan masa kerja di bawah satu tahun di atas tiga bulan, THR-
nya akan diberikan secara proporsional atau diberikan sebesar 3/12X1 bulan gaji. Karyawan
yang baru bekerja di bawah tiga bulan bisa daja dapat tergantung dari kebijakan
perusahaan.
Saut menambahkan, sejauh ini sudah ada empat perusahaan yang didemo karena mangkir
membayar THR. “Sesuai dengan peraturan H-7 seluruh perusahaan sudah harus membayar
THR kepada karyawannya. Karena itu, kami upayakan memfasilitasi. Untuk kasus karyawan
PT Megariamas Sentosa memang sedang ada sedikit permasalahan sehingga manajemen
sengaja menahan THR mereka. Namun, sebenarnya itu tidak boleh dan besok kami
upayakan memfasilitasi ke manajemen perusahaan.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk kawasan Jakarta Utara tercatat ada sekitar 3000 badan
usaha atau perusahaan di sektor formal. Untuk melakukan monitoring, pihaknya
menugaskan 15 personel pengawas dan 10 personel mediator untuk menangani berbagai
kasus seperti kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja, tuntutan upah maupun upah
normatif dan THR. “Kami masih kekurangan personel, idealnya ada 150 personel pengawas
dan 100 personel mediator,” tandas Saut Tambunan.
Kasus IV
Pembabatan hutan adat di Kalimantan Tengah terus berlangsung seperti terjadi di kawasan
hutan Tamanggung Dahiang di Desa Tumbang Dahui, Kecamatan Katingan Hulu,
Kabupaten Katingan pada bulan awal Nopember 2002. Kejadian ini sebenarnya telah
diketahui oleh seorang tokoh desa bernama Salin R. Ahad yang kemudian permasalahan ini
dilaporkan ke Polda, Kejaksaan Tinggi, dan DPRD Propinsi Kalteng yang dianggap
menginjak-injak harga diri masyarakat adat dan hukum-hukum adat setempat. Kemudian
tokoh desa itu juga mengungkapkan keterlibatan oknum-oknum BPD (Badan Perwakilan
Desa) yang ikut membekingi dan melakukan pembabatan hutan adat tersebut.
Kejadian yang hampir sama terjadi pada pertengahan bulan Juni 2002. 189 warga desa di
wilayah Kecamatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara menuntut HPH PT. Indexim dan
PT. Sindo Lumber telah melakukan pembabatan hutan di kawasan Gunung Lumut.
Kawasan hutan lindung Gunung Lumut di desa Muara Mea itu oleh masyarakat setempat
dijadikan kawasan ritual sekaligus sebagai hutan adat bagi masyarakat dayak setempat
yang mayoritas pemeluk Kaharingan. Sebelum kejadian ini telah diadakan pertemuan antara
masyarakat adat dan HPH-HPH tersebut.
Namun setelah sekian lama ternyata isi kesepakatan tersebut telah diubah oleh HPH-HPH
itu dan ini terbukti bahwa perwakilan-perwakilan masyarakat adat dengan tegas menolak
dan tidak mengakui isi dari kesepakatan itu.
Selain itu, konflik yang terjadi antara mayarakat desa Tumbang Dahui denga perusahaan
PT.Indexin dan PT.Sindo Lumber disebabkan dengan hal-hal seperti berikut:
1. Masalah tata batas yang tidak jelas dari 2 belah pihak
2. Pelanggaran adat yang disebabkan perusahaan tersebut
3. Ketidakadilan aparat hukum dalam menyelsaikan persoalan
4. Hancurnya penyokong antara masyarakat adat dan masyarakat hutan akibat rusak dan
sempitnya hutan
5. Tidak ada kontribusi positif pengelola hutan dengan masyarakat adat dan masyarakat di
sekitar hutan.
6. Perusahaan tidak melibatkan masyarakat adat dan masyarakat disekitar hutan dalam
pengusahaan hutan.
Seharusnya,aparat keamanan yang bertugas melindungi masyarakat bisa menindak lanjuti
kedua perusahaan tersebut,karena perusahaan PT.Indexin dan PT.Sindo Lumber telah
melanggar tentang pengelolaan hutan.Kedua perusahaan tersebt telah membabat habis
hutan di kawasan gunung lumut tersebut, apalagi hutan tersebut merupakan hutan lindung.
Selain itu aparat kemanan juga dapat menangkap oknum BPD tersebut, karena oknum
tersebut terlibat langsung dalam kerjasama dengan kedua perusahaan tersebut. Oknum ini
harusnya menghalangi tindakan kedua perusahaan tersebut dalam pembabatan hutan.
Teori Pendukung
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393)
membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang
harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi
batas kemampuannya.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika
individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same
organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang
berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan
yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya.
Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in
different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota
suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya,
seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang
dilansir seorang jurnalis.
· Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah - pahaman
antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan
bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk
terciptanya konflik.
· Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi
(wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran
kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin
besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik.
· Variabel Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem
nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki
keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa
tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah
orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi
dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di
dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived
conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang,
frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt
conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah
menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku.
Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara,
pemogokan, dan sebagainya.
Robbins (1996), menggambarkan tahap-tahap lahirnya konflik, sebagaimana yang diterangkan di atas,
melalui gambar sebagaimana yang disajikan di bawah ini (gambar 1). Proses timbulnya konflik,
sebagaimana yang digambarkan oleh Robbins, mirip dengan tahap-tahap konflik yang digambarkan
oleh Schermerhorn, et al. (1982:461), seperti yang disajikan di bawah ini (gambar 2)
Berbeda dengan Robbins yang hanya menyebut tiga factor dalam antecedent conditions,
Schermerhorn, et al. merinci antecedent conditions menjadi lima faktor, yaitu: (1) ketidakjelasan
peranan atau peranan yang mendua (role ambiguities); (2) persaingan untuk mendapatkan sumberdaya
yang terbatas; (3) rintangan-rintangan dalam komunikasi (communication barriers); (4) konflik
sebelumnya yang tidak terselesaikan; dan (5) perbedaan-perbedaan individual, yang mencakup:
perbedaan kebutuhan, nilai-nilai, dan perbedaan tujuan.
1. Konflik dalam diri individu Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang
memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama karena pertentengan kepentingan
atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan,
bidang kerja dan lain-lain.
3. Konflik antar individu dan kelompok seringkali berhubungan dengan cara
individumenghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan
kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe
konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.Konflik antar lini dan staf,
pekerja dan pekerja.
5. Konflik antar organisasi konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.
Penyebab Terjadinya Konflik
Sebagai contoh saya akan mengambil Konflik yang bersifat Internal/Konflik batin
yang terjadi di dalam pengorganisasian:
Konflik batin adalah suatu keniscayaan. Semua manusia pasti mengalami konflik. Konflik
ke dalam yang bersifat pribadi, dikenal dengan istilah konflik batin. Selain tidak
menimbulkan friksi dengan manusia lainnya, konflik batin penyelesaiannya relatif lebih
mudah. Misalnya, adanya pendapat dan ajuan dari diri kita sendiri yang mungkin terlihat
egois/menyangkut masalah pribadi mengingat kita berada di suatu organisasi yaitu
mencapai tujuan bersama bukan tujuan individu anggota