B. PENYELESAIAN KASUS
Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan
harga yang lebih murah dari harga negara ekspor dan ini merupakan pelanggaran
terhadap kesepakatan WTO.
Berikut langkah-langkah penyelesaian kasus dumping ini.
1. Indonesia meminta bantuan kepada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute
Settlement Body(DSB) WTO dan melalui Panel meminta agar kebijakan anti
dumping yang dilakukan Korea ditinjau kembali karena tidak konsisten
dengan beberapa point artikel kesepakatan seperti artikel 6.8 yang paling
banyak diabaikan dan artikel lainnya dan Indonesia juga meminta Panel terkait
dengan artikel 19.1 dari Understanding on Rules and Procedures Governing
the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea bertindak sesuai
dengan kesepakatan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dan
membatalkan kebijakan anti dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh
menteri keuangan dan ekonomi nya pada tanggal 7 November 2003. Yang
menjadi aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap artikel
kesepakatan WTO khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan penentuan
tarif seperti yang tercakup dalam GATT. Sifat legal atau hukumnya terlihat
juga dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena
Korea dinilai telah bertindak “curang” dengan tidak melaksanakan keputusan
Panel. Sementara DSB sebelumnya atas kasus dumping kertas tersebut yang
memenangkan Indonesia dimana retaliasi diijinkan dalam WTO.
2. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel DSB pada
November 2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau
menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk
itu, Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling lama delapan bulan
setelah keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB menilai
Korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktik
dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar
ketentuan anti dumping WTO. Korea harus menghitung ulang margin
dumping sesuai dengan hasil panel maka ekspor kertas Indonesia ke Korsel
kurang dari dua persen atau deminimis sehingga tidak bisa dikenakan Bea
Masuk Anti Dumping. Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO
jika putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat
melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita.
Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu
dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk
Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas
dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8 - 8,22 % terhadap empat perusahaan
kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi
Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan
PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping,
KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7
persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain paper copier dan
undercoated wood free printing paper.
3. Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur
terhadap Korsel.Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat
pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November
2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam
pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat
merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50
persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel
juga menyita waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam
bulan.
4. Kasus dumping Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia.
Namun untuk menghadapi kasus kasus dumping yang belum terselesaikan
sekarang maka Indonesia perlu melakukan antisipasi dengan pembuatan
Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri
dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan
penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka
proses investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari
harga di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri.
5. Pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI)
yang merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan,
pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai
barang impor dumping, barang impor bersubsidi dan lonjakan impor.