Anda di halaman 1dari 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/309448402

Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan Melalui Pendekatan Gaya


Sengketa Para Pihak Di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lakitan

Article · April 2014


DOI: 10.20886/jakk.2014.11.1.71-90

CITATIONS READS

5 1,036

4 authors, including:

Hariadi Kartodihardjo Rizaldi Boer


Bogor Agricultural University Bogor Agricultural University
36 PUBLICATIONS   27 CITATIONS    58 PUBLICATIONS   312 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Adaptation View project

REDD+ Agency View project

All content following this page was uploaded by Rizaldi Boer on 13 February 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MENYELESAIKAN KONFLIK PENGUASAAN KAWASAN HUTAN
MELALUI PENDEKATAN GAYA SENGKETA PARA PIHAK DI
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LAKITAN
(Resolving Forest Land Tenure Conflict by Actor's Conflict Style Approach in
Forest Management Unit of Lakitan)

Gamin1, Bramasto Nugroho2, Hariadi Kartodihardjo2,


2 2
Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
1
Balai Diklat Kehutanan Kadipaten, Jl. Raya Timur Sawala, Kadipaten 45452, Jawa Barat
Email: gamingessa@gmail.com
2
Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Darmaga, Bogor 16680, Telp. 0251-8621677

Diterima 23 Desember 2013, direvisi 20 Maret 2014, disetujui 25 Maret 2014

ABSTRACT

The style of the party facing a conflict (conflict style) needs tobe known to find an effective dispute
resolution. The main actors and supporting actors and interests/role and influence or power and its relationship
needs to be carefully mapped. What are the actions that can be taken to resolve the conflict based on the style of the
parties is something that needs to be answered in this study. In this study conflict styles of actors assessed using
conflicts style analysis (AGATA). This study shows that the conflict-style compromise, accommodation and
collaboration facilitated and mediated for proposing Village Forest, Community Forest Partnership to obtain
legal recognition on managing state forest land as well as recognizing state forest, hence the issuance of permits
The Village Forest and Community Forest Partnership can be accelerated. The role of outside parties who are not
related with conflict is essential to facilitate and mediate the parties to a conflict resolution. Competing parties
need to be mediated so his style could change to compromise, accommodation or collaboration. Even if his style
would remains unchanged it will result in a constructive option to acquire rights to the land through forest
discharge process. To the avoiding-style party an intensive communication needs to be done in order to be aware
of the conflict or change his style to compromise.

Keywords : Conflict, actors, conflict style, facilitation, mediation, village forest

ABSTRAK

Gaya para pihak menghadapi sengketa (conflict style) diperlukan guna penyelenggaraan
penyelesaian sengketa yang efektif. Aktor utama dan aktor pendukung serta kepentingan/peran dan
pengaruh atau kekuasaan serta hubungannya perlu dipetakan dengan seksama. Apa saja tindakan yang
dapat dilakukan untuk menyelesaian konflik berdasarkan gaya para pihak tersebut adalah sesuatu yang
perlu dijawab dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini gaya para pihak didekati menggunakan analisis
gaya bersengketa (AGATA). Studi ini menunjukkan bahwa pihak bergaya sengketa kompromi,
akomodasi dan kolaborasi difasilitasi dan dimediasi untuk mengusulkan Hutan Desa, Hutan
Kemasyarakatan dan peluang Kemitraan guna mendapatkan legalitas pengeloalan sekaligus pengakuan
hutan negara, oleh karena itu penerbitan Ijin Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan penting dipercepat.
Peran pihak luar yang tidak ada hubungan konflik sangat penting untuk memfasilitasi dan memediasi para
pihak menuju penyelesaian konflik. Pihak yang berkompetisi perlu dimediasi sehingga gayanya berubah
kompromi, akomodasi ataupun kolaborasi. Kalaupun tetap pada gayanya kiranya akan menghasilkan

71
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

pilihan yang konstruktif untuk memperoleh haknya atas lahan melalui pelepasan kawasan hutan. Pihak
yang bergaya menghindar perlu dilakukan komunikasi intensif agar menyadari adanya konflik atau
berubah gayanya untuk berkompromi.

Kata kunci : Konflik, aktor, gaya konflik, fasilitasi, mediasi, hutan desa

I. PENDAHULUAN masyarakat mempengaruhui kebijakan dan


kelembagaan, dan bagaimana kebijakan dan
Stakeholder atau aktor dalam konflik kelembagaan mempengaruhi masyarakat.
tenurial adalah individu atau grup yang Perubahan hubungan antar aktor adalah
memiliki kepentingan langsung pada lahan menjadi faktor utama yang menyebabkan
(stakeholder utama), sementara pengelola konflik. Teori akses (Ribot & Peluso 2003)
lahan, pengguna lahan adalah pihak yang dapat membantu memahami kekuasaan.
secara tidak langsung mendukung atau Informasi yang penting mencakup sejarah
menerima akibat konflik (Faith 2012). terjadinya sengketa, akar perbedaan
Konflik adalah suatu benturan yang terjadi kepentingan yang membuat beberapa pihak
antara dua pihak atau lebih, yang disebabkan bersengketa, serta gaya para pihak menghadapi
adanya perbedaan cara pandang, kepentingan, sengketa (conflict style) diperlukan guna
nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan penyelenggaraan penyelesaian sengketa yang
sumberdaya (Fisher et al. 2001, Malik et al. efektif (Pasya dan Sirait 2011). Gaya
2003, Pruit & Rubin 1986, Suporaharjo 2000, bersengketa adalah pengembangan dari teori
Kriesberg 1998, Wulan et al. 2004, dan gaya manajemen konflik yang dipelopori para
Kartodiharjo & Jhamtani 2006). Aktor atau pakar terdahulu. Wirawan (2010) mencatat ada
pihak yang berkonflik selanjutnya disebut tiga teori gaya manajemen konflik yang telah
subyek konflik. Subyek konflik (Galudra, et al. dikembangkan para pakar. Teori Grid
2006) didefinisikan sebagai pelaku yang dikembangkan R.R. Blake dan J. Mouton pada
terlibat dalam konflik sistem penguasaan tanah tahun 1964, Teori Thomas Kilmann yang
baik yang mempengaruhi ataupun dipenga- dikembangkan oleh Kenneth W. Thomas dan
ruhi, sehingga analisis aktor termasuk aktor Ralp. H Kilmann tahun 1974, serta Teori
yang secara langsung mempunyai hak atas Rahim oleh M.A. Rahim tahun 1983.
lahan (aktor utama) dan aktor yang memiliki Teori Grid disusun berdasarkan kerangka
pengaruh untuk memperkuat klaim dua dimensi: (1) perhatian manajer terhadap
dibelakang hak yang lain (aktor pendukung). orang/bawahan (concern for people) pada
Dalam penelitian ini selanjutnya subyek sumbu horizontal dan (2) perhatian manajer
konflik disebut aktor konflik. terhadap produksi (concern for production)
Dalam kerangka kerja Rapid Land Tenure pada sumbu vertikal. Kombinasi kedua sumbu
Assesment-RaTA (Galudra et al. 2010) dinyata- tersebut diekspresikan dalam lima gaya
kan bahwa perubahan dalam hubungan manajemen konflik yakni : (1) memaksa
kekuasaan menghasilkan beberapa aktor yang (forcing), (2) konfrontasi (confrontation), (3)
mengambil peran dalam konflik klaim atas kompromi (compromising), (4) menarik diri
sumberdaya alam. Teori analisis kekuatan (withdrawal), dan (5) mengakomodasi
stakeholder, dari Mayer pada tahun 2005 (smoothing).
diadopsi RaTA dan juga dalam penelitian ini, Teori Thomas Kilmann dikembangkan
digunakan untuk memahami bagaimana menurut dua dimensi : (1) kerjasama

72
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer

(cooperation) pada sumbu horizontal dan (2) saja tindakan yang dapat dilakukan untuk
keasertifan (assertiveness) pada sumbu vertikal. menyelesaian konflik berdasarkan gaya para
Lima gaya manajemen konflik yang pihak tersebut adalah sesuatu yang perlu
dikembangkan Thomas dan Kilmann dijawab dalam penelitian ini.
berdasarkan dua dimensi ini adalah : (1)
kompetisi (competing), (2) kolaborasi
(collaborating), (3) kompromi (compromising), II. METODE PENELITIAN
(4) menghindar (avoiding), (5) mengakomodasi
(accomodating). Penelitian ini dilaksanakan menggunakan
Teori Rahim disusun berdasarkan dua paradigma kualitatif (Irawan 2006, Sugiyono
dimensi juga : (1) memperhatikan orang lain 2010) dengan pendekatan kasus (Yin 1996).
(concern for other) pada sumbu vertikal dan (2)
memperhatikan diri sendiri (concern for self). A. Teknik Pengumpulan dan Validasi Data
Kombinasi dari dua dimensi ini Rahim
Data dikumpulkan melalui wawancara
mengelompokkan gaya manajemen konflik
dengan didukung pengamatan lapangan, studi
dalam lima kelompok yakni (1) dominasi
dokumen, dan diskusi kelompok terfokus
(dominating), (2) integrasi (integrating), (3)
(focus group discussion-FGD). Identifikasi
kompromi (compromising), (4) menghindar
aktor, kepentingan dan pengaruhnya
(avoiding), dan (5) menurut (obliging).
dilakukan dengan teknik PRA-Diagram Venn
Dalam penelitian ini gaya para pihak dalam
(Cavestro 2003, Fruedenberger, 1999) untuk
bersengketa merujuk pada (Pasya dan Sirait
penggalian data, dan teknik pemetaan konflik
2011) yang mengadopsi gaya manajemen
(Fisher et al. 2001) untuk memisualisasikan-
konflik Tomas Kilman yakni: 1) menghindar
nya. Informasi mengenai gaya para aktor
(avoiding), 2) mengakomodasi (accomodating),
diperoleh melalui diskusi posisi atau sikap
3) kompromi (compromising), 4) kompetisi
yang dituangkan dalam diagram venn, serta
(competing), dan 5) kolaborasi (collaborating).
wawancara dan inter-pretasi peneliti terhadap
Menurut Pasya dan Sirait (2011) gaya ini
sikap aktor dalam berkonflik.
digunakan pula oleh beberapa peneliti lain
Penentuan informan yang diperlukan
yakni Isenhart dan Spangle pada tahun 2000;
penelitian lebih mendalam dilakukan dengan
Avruch, Black dan Sceimecca pada tahun 1991.
teknik Snowball Sampling yakni mengikuti
Tajudin (2000) juga menerangkan bahwa
informasi informan sebelumnya untuk
Marshall juga menggunakan gaya manajemen
menentukan informan berikutnya (Sugiyono
konflik ini.
2010) dan sebagian ditentukan secara sengaja
Siapa saja aktor utama dan aktor
(purposive).
pendukung terhadap konflik di wilayah KPH,
Validasi atau pengujian keabsahan data
kepentingan/peran dan pengaruh atau
dilakukan dengan triangulasi sumber dan
kekuasaannya perlu dipetakan dengan
teknik. Tranggulasi sumber yaitu dengan
seksama. Hubungan antara aktor dengan
mengecek data kepada sumber data yang lain.
obyek konflik dan dengan aktor lainnya perlu
Triangulasi teknik dilaksanakan dengan
dianalisis untuk memudahkan menemukan
wawancara, lalu dicek dengan observasi, dan
jalan keluar dari konflik. Bagaimana gaya aktor
dokumentasi (Sugiyono 2010).
dalam menghadapi sengketa penting diketahui
guna memudahkan penyelesaian konflik. Apa

73
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

B. Analisis Kepentingan, Pengaruh, dan hubungan antar aktor. Hubungan ini


Hubungan Para Pihak dipertegas lagi dengan garis hubungan. Makin
tebal garis makin kuat hubungan antar aktor,
Untuk menganalisis aktor, digunakan
garis zigzag menunjukkan terjadinya
kerangka kerja RaTA (Galudra et al. 2010)
hubungan konflik, dan tidak ada garis berarti
yang difokuskan pada analisis aktor. Analisis
tidak ada hubungan. Arah panah melam-
aktor dalam RaTA digunakan untuk
bangkan hubungan yang mempengaruhi.
memahami bagaimana masyarakat mem-
pengaruhi kebijakan dan kelembagaan, dan
C. Analisis Gaya Bersengketa Para Pihak
bagaimana kebijakan dan kelembagaan
mempengaruhi masyarakat. Tahap analisis Dari hasil analisis pemetaan para pihak
aktor ini tidak hanya untuk mengidentifikasi diketahui siapa yang memiliki peran/kapasitas
aktor yang terlibat pada persaingan klaim, yang kuat dalam kegiatan pemanfaatan dan
tetapi untuk mengetahui struktur kekuasaan pengelolaan lahan kawasan hutan. Selanjutnya
yang direfleksikan oleh lembaga dan proses hasil analisis dijadikan salah satu acuan dalam
yang mewarnai hubungan kekuasaan dari para mendeteksi gaya bersengketa (AGATA) para
aktor. aktor dalam menyikapi konflik.
Tahapan analisis aktor dalam RaTA, yang Pasya dan Sirait (2011) mengembangkan
digunakan dalam penelitian ini, dilakukan perangkat analisis gaya bersengketa (AGATA)
melalui tahapan: 1) melakukan identifikasi guna memetakan sikap para aktor konflik
aktor yang terlibat, 2) mengidentifikasi dalam menghadapi sengketa. Sikap atau gaya
kepentingan/peran dan tingkatannya; 3) tersebut berupa (Pasya & Sirait (2011);
mengidentifikasi pengaruh (power) dan Wirawan (2010): 1) menghindar (avoiding), 2)
tingkatannya, dan 4) menyelidiki hubungan mengakomodasi (accomodating), 3) kompromi
antara aktor. (compromising), 4) kompetisi (competing), dan
Analisis aktor ini untuk tahap pertama 5) kolaborasi (collaborating).
dilakukan pada FGD bersama perwakilan 1) Gaya menghindar (avoiding) terjadi
masyarakat desa dengan menggunakan teknik ketika salah satu pihak menolak adanya
diagram venn hubungan para aktor. Iden- sengketa, mengubah topik penyebab sengketa
tifikasi aktor dilakukan dengan meng- ke topik lainnya yang bukan penyebab
invetarisasi bersama masyarakat pihak-pihak sengketa, menghindari diskusi tentang
mana saja yang terlibat dalam pembentukan sengketa, berperilaku tidak jelas (non-
desa dan khususnya dalam terjadinya konflik. committal) atau tak ingin membangun
Kepentingan/peran dan pengaruh/power dari komitmen. Gaya seperti ini amat efektif pada
aktor didefinisikan kemudian tingkatannya stuasi dimana terdapat bahaya kekerasan fisik,
dinyatakan dalam besar kecilnya lingkaran. tidak ada kesempatan untuk mencapai tujuan,
Kepentingan yang semakin tinggi terhadap atau situasi yang amat rumit yang tidak
lahan atau terhadap faktor lain dinyatakan mungkin upaya penyelesaian dilakukan.
dalam posisi lingkaran yang semakin dekat 2) Gaya mengakomodasi (accomodating)
terhadap lahan sebagai obyek konflik dan terjadi ketika salah satu pihak mengorbankan
aktor lain sebagai pendukung. Semakin tinggi kepentingan diri/kelompoknya dan men-
pengaruh aktor semakin besar lingkaran. dahulukan kepentingan pihak lain. Gaya ini
Hubungan antar aktor dinyatakan dengan jauh efektif pada situasi ketika suatu pihak
dekatnya lingkaran, makin dekat letak menyadari tidak memiliki banyak peluang
lingkaran menggambarkan makin dekat untuk mencapai kepentingannya, atau ketika

74
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer

terdapat keyakinan bahwa memuaskan rugi walau dengan menekan pihak lain, dan
kepentingan diri/kelompoknya akan ber- yang terpenting tidak adanya kepedulian
akibat merusak hubungannya dengan tentang potensi kerusakan hubungan dan
kelompok lain. tatanan sosial.
3) Gaya kompromi (compromising), 5) Gaya kolaborasi (collaborating).
terjadi ketika masing-masing pihak bertindak Dicirikan adanya saling menyimak secara aktif
bersama-sama mengambil jalan tengah, kepentingan antar pihak, kepedulian yang
misalnya dengan saling memberi, dan dalam terfokus, komunikasi yang empati, dan saling
tindakan tersebut tidak jelas siapa yang memuaskan. Gaya ini efektif pada situasi
menang dan siapa yang kalah. Gaya ini efektif terdapat keseimbangan kekuatan (power
pada situasi ketika para pihak menolak untuk balance) dan tersedia waktu dan energi yang
bekerjasama sementara pada saat yang cukup untuk menciptakan penanganan
bersamaan diperlukan jalan keluar, dan ketika sengketa secara terpadu.
tujuan akhir bukan merupakan bagian yang Gaya penanganan konflik tersebut
penting. Dalam gaya ini lazimnya tidak dicapai terbentuk dari kombinasi dua unsur yaitu
kepuasan sejati. (Thomas & Kilmann dalam Wirawan 2010):
4) Gaya kompetisi (competing), yaitu kerjasama (cooperativeness), dan keasertifan
suatu gaya sengketa yang dicirikan oleh (assertiveness). Kerjasama adalah upaya untuk
tindakan-tindakan agresif, mementingkan memuaskan pihak lain jika menghadapi
pihak sendiri, menekan pihak lain, dan konflik. Keasertifan adalah upaya untuk
berperilaku tidak kooperatif. Gaya ini efektif memuaskan diri sendiri jika menghadapi
ketika keputusan harus dibuat secepatnya, konflik. Kombinasi kedua unsur tersebut
jumlah pilihan keputusan amat terbatas atau secara salib sumbu sebagaimana Gambar 1.
bahkan hanya satu, suatu pihak tidak merasa
Keasertifan (Assertiveness)

Kompetisi Kolaborasi

Kompromi

Menghindar Mengakoomodasi

Kerja sama (Cooperativeness)


Sumber: Wirawan (2010)
Gambar 1. Gaya berkonflik para pihak (Source: Wirawan (2010)
Figure 1. Conflict styles of stakeholders

75
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

Dalam penelitian ini, yang membedakan dibangun kepercayaan timbal balik (mutual
dari analisis gaya berkonflik (conflict style) para trust) di antara semua pihak yang bersengketa.
peneliti sebelumnya, gaya aktor ditabulasikan Perlu juga diyakinkan kepada para pihak
secara kualitatif berdasarkan respon para pihak bahwa manfaat bersama yang mungkin
dalam berkonflik. Gaya para pihak tersebut diperoleh melalui perundingan adalah jalan
kemudian dipetakan dalam model salib sumbu yang patut ditempuh (Gambar 2).
(Wirawan (2010). Peta gaya bersengketa para Namun apabila gaya para pihak adalah
pihak ini selanjutnya dapat dijadikan dasar menghindar, maka perlu dilaksanakan
untuk melakukan tindakan dalam menye- intensifikasi sengketa secara konstruktif, yaitu
lesaikan konflik. dalam kesempatan terpisah ada pihak yang
mengajak masing-masing pihak untuk mau
D. Analisis Penyelesaian Konflik Berdasar- dan bersedia menyampaikan pendapatnya.
kan Gaya Bersengketa Para Pihak Pendapat dimaksud menyangkut ketidak-
sepahaman atau perbedaan yang dimiliki.
Menurut Pasya dan Sirait (2011) apabila
Persepsi para pihak terhadap pihak lain (pihak
gaya pihak dalam bersengketa menunjukkan
lawan) juga perlu dinyatakan. Upaya meyakin-
gaya-gaya kompromi, akomodasi dan
kan para pihak bahwa perbedaan tersebut
kolaborasi, maka dapat disimpulkan bahwa
harus saling diutarakan dalam suatu
modal sosial yang dimiliki oleh pesengketa
kesempatan bersama yang kondusif karena
setidaknya cukup untuk memulai mediasi.
semua pihak mau hadir dan bertemu.
Apabila gayanya adalah kompetitif (bersaing)
dan/atau agitatif (menyerang), maka perlu

Sumber : Pasya dan Sirait (2011) dimodifikasi


(Source : Pasya and Sirait (2011) modified)

Gambar 2. Alur pengambilan keputusan dalam menawarkan cara penyelesaian konflik


Figure 2. Decision making in offering conflict resolution option

76
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer

E. Lokasi Penelitian Campursari, Jajaran Baru I, Jajaran Baru II,


Muara Megang, Pagerayu, Mulyosari pada
Studi ini mengambil kasus di Kesatuan
kecamatan Megangsakti, dan Bamasco serta
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lakitan,
Lubuk Rumbai pada kecamatan Tuah Negeri.
Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan,
Hanya desa Campursari yang bersinggungan
Indonesia sebagai lokasi utama. Fokus kajian
baik dengan HP Lakitan Selatan maupun HP
pada KPHP Lakitan adalah pada Blok HP
Lakitan Utara I. Dukungan data diperoleh dari
Lakitan Selatan dan HP Lakitan Utara I.
lokasi referensi yaitu, Hutan Lindung Bukit
Delapan masyarakat desa yang bersinggungan
Cogong (HLBC) dengan desa Sukakarya pada
dengan HP Lakitan Selatan dipilih secara
kecamatan Ulu Terawas di kabupaten dan
sengaja untuk dilakukan pengkajian, yakni:
provinsi yang sama. (Gambar 3).

HP Lakitan Utara I

HP Lakitan Selatan

HP Kungku

Gambar 3. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Musi Rawas


Figure 3 . Study location map in Musi Rawas Regency

77
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

KPHP Lakitan dipilih secara sengaja (BPN), 4)masyarakat petani pendatang,


dengan beberapa pertimbangan: 1) merupakan Kemenhut, Pemda, 5)masyarakat desa,
salah satu KPH Model yang telah ditetapkan Kemenhut, 6) calo tanah, elit politik, petani,
wilayahnya oleh Menteri Kehutanan (SK.790/ Kemenhut, BPN, 7) masyarakat lokal (adat),
Menhut-II/2009), 2) Organisasi telah dibentuk pemegang ijin, 8) pemegang ijin kehutanan,
melalui Peraturan Bupati No.27 tahun 2010, 3) ijin-ijin lain, 9) gabungan berbagai aktor 1-8.
berada pada kabupaten yang berkomitmen Pihak yang terlibat konflik di HP Lakitan
menerapkan skema REDD+ dengan Selatan dan HP Lakitan Utara I terdiri dari
diterbitkannya Keputusan Bupati Musi Rawas aktor utama dan aktor pendukung. Aktor
No.228/Kpts/Bappeda/2010 tentang Tim utama adalah masyarakat desa dengan KPHP
Koordinasi REDD, 4)harapan adanya peran Lakitan dan PT. PML. Aktor yang
strategis KPH dalam mendukung penerapan berkontribusi terhadap terjadinya konflik baik
REDD+ di Kabupaten Musi Rawas (CERIndo melalui program yang dilaksanakan maupun
et al. 2010; CERIndo & CCAP 2010; 2011), dan berdasarkan interpretasi warga adalah
5) sebagian besar wilayah KPH secara de facto Pemerintah Desa (Pemdes), Pemerintah
dimanfaatkan oleh pihak lain. HL Bukit Camat, Biro Tata Pemerintahan (Tapem)
Cogong dijadikan lokasi referensi mengingat Pemda Musi Rawas, DINAS Tenaga Kerja dan
disana ada proses transformasi hak atas lahan Transmigrasi (Disnakertrans), BPN, Dinas
kepada negara yang diakui masyarakat dan Perkebunan (Disbun), Dinas Pertanian
banyak pihak. (Distan), Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas
Kesehatan (Diskes), lembaga keuangan yang
terdiri atas Bank, Koperasi Rias dan dealer,
III. HASIL DAN PEMBAHASAN kantor pajak, serta desa-desa lain.
Pemerintah desa umumnya berperan
A. Pemetaan Para Pihak dalam proses pembukaan lahan hingga
penerbitan surat hak yang dapat berupa surat
Subyek konflik di lokasi utama studi
ijin tebang (SIT), segel, surat keterangan tanah
adalah masyarakat desa didukung oleh
(SKT), surat pengakuan hak (SPH) hingga
berbagai instansi pemerintah, dengan negara
proses sertifikat. Pemerintah kecamatan
yang dalam hal ini adalah KPHP Lakitan dan
berperan dalam pengesahan SPH dan proses
perusahaan hutan tanaman industri Paramita
sertifikat bersama BPN. Biro Tata Pemerin-
Mulia Langgeng (PT. PML) sebagai pemegang
tahan Kabupaten Musi Rawas menentukan
ijin usaha dari Menteri Kehutanan atas nama
terbentuknya desa definitif. Program Small-
negara. Subyek konflik di lokasi referensi
holder Rubber Development Programme
HLBC adalah warga masyarakat desa
(SRDP) dan revitalisasi perkebunan merupa-
Sukakarya dan Dinas Kehutanan Kabupaten
kan kontribusi Disbun sementara pencetakan
Musi Rawas.
sawah baru yang berperan adalah Dinas
Berdasarkan berbagai aktor yang terlibat
Pertanian. Dinas Kesehatan diklaim warga
konflik (Epistema 2011) mengidentifikasi :
merestui pendirian Puskesmas Pembantu
1)masyarakat adat dengan Kementerian
meskipun berada dalam kawasan hutan.
Kehutanan (Kemenhut), 2) masyarakat,
Sekolah SD di Jajaran Baru II dan Pagerayu,
Kemenhut, Badan Pertanahan Nasional
SMP di Pagerayu, dan Madrasah Tsanawiyah
(BPN), 3) masyarakat transmigran, masyarakat
(MTs) di Jajaran Baru II adalah kontribusi dari
adat/lokal, Kemenhut, pemerintah daerah
Dinas Pendidikan. Kantor pajak berperan
(Pemda), Kantor Badan Pertanahan Nasional

78
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer

dalam penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak pinjaman modal. KPHP Lakitan berkonflik
Terhutang (SPPT). Lembaga Keuangan dengan delapan desa penelitian ini sementara
berperan dalam menerima SPH tanah dalam PT. PML hanya dengan desa Campursari
kawasan hutan untuk dijadikan jaminan (Gambar 4).

Gambar 4. Peta konflik lahan pada Blok Hutan Produksi Lakitan


Figure 4. Map of land conflicts in Lakitan production forest block

B. Gaya Bersengketa Para Pihak tak ingin membangun komitmen. Gaya seperti
ini amat efektif pada stuasi dimana terdapat
Gaya para pihak dalam bersengketa
bahaya kekerasan fisik, tidak ada kesempatan
menurut (Pasya & Sirait 2011, Wirawan 2010)
untuk mencapai tujuan, atau situasi yang amat
adalah: 1) menghindar (avoiding), 2)
rumit yang tidak mungkin upaya penyelesaian
mengakomodasi (accomodating), 3) kompromi
dilakukan.
(compromising), 4) kompetisi (competing), dan
Gaya mengakomodasi (accomodating),
5) kolaborasi (collaborating).
terjadi ketika salah satu pihak mengorbankan
Gaya menghindar (avoiding) terjadi ketika
kepentingan diri/kelompoknya dan men-
salah satu pihak menolak adanya sengketa,
dahulukan kepentingan pihak lain. Gaya ini
mengubah topik penyebab sengketa ke topik
efektif pada situasi ketika suatu pihak
lainnya yang bukan penyebab sengketa,
menyadari tidak memiliki banyak peluang
menghindari diskusi tentang sengketa,
untuk mencapai kepentingannya, atau ketika
berperilaku tidak jelas (non-committal) atau

79
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

terdapat keyakinan bahwa memuaskan cukup untuk menciptakan penanganan


kepentingan diri/kelompoknya akan sengketa secara terpadu.
berakibat merusak hubungannya dengan Gaya konflik tersebut terbentuk dari
kelompok lain. kombinasi dua unsur yaitu (Thomas &
Gaya kompromi (compromising), terjadi Kilmann 1974, Wirawan 2010): kerjasama
ketika masing-masing pihak bertindak (cooperativeness), dan keasertifan (assertive-
bersama-sama mengambil jalan tengah, ness). Kerjasama adalah upaya untuk
misalnya dengan saling memberi, dan dalam memuaskan pihak lain jika menghadapi
tindakan tersebut tidak jelas siapa yang konflik. Keasertifan adalah upaya untuk
menang dan siapa yang kalah. Gaya ini efektif memuaskan diri sendiri jika menghadapi
pada situasi ketika para pihak menolak untuk konflik. Assertif menurut Alberti dan
bekerjasama sementara pada saat yang Emmons (1995, 2002) adalah mempromosikan
bersamaan diperlukan jalan keluar, dan ketika keadaan dalam hubungan manusia yang
tujuan akhir bukan merupakan bagian yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut
penting. Dalam gaya ini lazimnya tidak dicapai kepentingan sendiri, untuk membela diri
kepuasan sejati. sendiri tanpa kecemasan yang semestinya
Gaya kompetisi (competing), yaitu suatu untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur
gaya sengketa yang dicirikan oleh tindakan- dan nyaman tanpa menyangkali hak-hak orang
tindakan agresif, mementingkan pihak sendiri, lain.
menekan pihak lain, dan berperilaku tidak Lima dari sembilan desa penelitian
kooperatif. Gaya ini efektif ketika keputusan memilih gaya kompromi dalam menghadapi
harus dibuat secepatnya, jumlah pilihan sengeta yang ada, dua desa cenderung
keputusan amat terbatas atau bahkan hanya menghindar, dan masing-masing satu desa yang
satu, suatu pihak tidak merasa rugi walau memilih kompetisi dan kolaborasi. KPHP
dengan menekan pihak lain, dan yang Lakitan terlihat banyak mengakomodasi
terpenting tidak adanya kepedulian tentang kepentingan warga masyarakat, sementara
potensi kerusakan hubungan dan tatanan BPN, dan Biro Tata Pemerintahan cenderung
sosial. menghidari mendiskusikan konflik yang
Gaya kolaborasi (collaborating). Dicirikan terjadi dalam kawasan hutan. Dalam peta salib
adanya saling menyimak secara aktif sumbu gaya bersengketa para pihak di lokasi
kepentingan antar pihak, kepedulian yang studi yang dipetakan secara kualitatif
terfokus, komunikasi yang empati, dan saling berdasarkan gaya / sikap / posisi para pihak
memuaskan. Gaya ini efektif pada situasi dalam menghadapi konflik (Gambar 5 dan
terdapat keseimbangan kekuatan (power Lampiran 1).
balance) dan tersedia waktu dan energi yang

80
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer

A ssertive
Kompetis i Kolaborasi
1.Ds. J ajaran Baru II 1.Ds. Sukakarya
2.Disnakertrans
3.Dishut Mura

Kompromi
1.Ds. Campursari
Sifat Mem en tingkan Dir i

2.Ds. Muara Megang -1


3.Ds. Jajaran Baru I
(A ssertiven ess)

4.Ds. Bamasco
5.Ds. Lubuk Rumbai
6.PT. PML
7.DistanTPH
8.BBWS VIII

Menghindar Akomodasi
Una ssertive

1.Ds. Pagerayu 1.KPHPL


2.Ds. Mulyosari 2.Ditplan
3.BPN
4.Tapem
5.Ktr Pajak
Tidak kerjasama Kerjasama
(Uncooperative) Sifat Kerjasama (Cooperative)
(Cooperativeness)

Gambar 5. Gaya sengketa para pihak


Figure 5. Conflict styles of stakeholder

C. Penyelesaian Konflik Yang Dapat dengan gaya akomodasinya kemudian


Dilakukan menfasilitasi lima desa yang bergaya
kompromi yakni desa Campursari, Muara
Berdasarkan data gaya bersengketa para
Megang-1, Jajaran Baru I, Bamasco, dan Lubuk
pihak dalam penelitian ini, KPHP Lakitan
Rumbai (Gambar 6).

81
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

Sumber: Hasil Penelitian, model diadopsi dari Pasya dan Sirait (2011)
Source : Study result, model adopted from Pasya and Sirait (2011)

Gambar 6. Alur pengambilan keputusan resolusi konflik di KPH Lakitan


Figure 6. Decision making path of conflict resolution in FMU of Lakitan

1. Memfasilitasi pihak bergaya kompromi yang mengemban program Hutan Desa (HD)
dan akomodasi dan Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Pelaksanaan acara pertemuan para pihak perlu
Masyarakat desa Campursari, Muara
melibatkan Dinas Kehutanan Kabupaten Musi
Megang-1, Jajaranbaru I, Bamasco dan Lubuk
Rawas, padahal instansi ini memiliki gaya
Rumbai yang bergaya kompromi dan KPHP
kompetisi. Terhadap pemegang gaya
Lakitan yang bergaya akomodasi dipandang
kompetisi ini menurut Pasya dan Sirait (2011)
telah memiliki modal sosial yang cukup untuk
perlu dibangun kepercayaan dan diyakinkan
memulai mediasi (Pasya & Sirait 2011).
akan manfaat yang mungkin diperoleh melalui
Fasilitasi dilakukan dengan mengkomunikasi-
perundingan. Pendekatan terhadap Dinas
kan kepada pihak kelima desa dengan KPHP
Kehutanan Kabupaten Musi Rawas yang
Lakitan untuk melakukan pertemuan.
bergaya kompetisi dilakukan oleh KPHP
Pertemuan yang dilakukan melibatkan Balai
Lakitan yang merupakan UPT dinas tersebut
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
agar bersedia menyelenggarakan kegiatan
Musi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)
pertemuan KPHP Lakitan dan BPDAS Musi
Kementerian Kehutanan di Sumatera Selatan

82
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer

untuk sosialisasi Hutan Desa (HD) pada adalah mengemban misi pelaksanaan program
kelima desa tersebut. Peran fasilitator Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemasyarakatan
pendamping dari kalangan akademisi dan (Hkm).
penyuluh cukup penting disini. Fasilitator
pendamping diperlukan sebagai pihak luar 2. Menemukan kesepakatan dengan pihak
yang netral dari konflik yang ada. Fasilitator bergaya kolaborasi
pendamping berfungsi menjembatani komu-
Pihak desa Sukakarya yang memilih gaya
nikasi antar pihak dan mendampingi masyara-
kolaborasi telah melaksanakan negosiasi
kat desa dalam penguatan kapasitas.
dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Musi
Dari kegiatan penjelasan mengenai
Rawas dan unsur Perintah Daerah untuk
program HD dan HKm dari BPDAS Musi
melaksanakan pengelolaan kegiatan wisata
diperoleh hasil bahwa masyarakat desa
alam di HLBC. Dalam negosiasi telah
Campursari, Muara Megang-1, Jajaran Baru I,
disepakati investasi bagi para pihak serta
Bamasco, dan Lubuk Rumbai akhirnya
pembagian manfaat kepada para pihak yang
sepakat untuk mengajukan Ijin Pengelolaan
terlibat. Kesepakatan tersebut dituangkan
Hutan Desa (HD). Usulan masyarakat
dalam dokumen perjanjian kesepahaman
kemudian diteruskan oleh Bupati Musi Rawas
bersama (MoU). Peran pihak ketiga juga
kepada Menteri Kehutanan melalui surat
dicatat dalam terlaksananya kolaborasi
Bupati nomor: 522/1215./VI/Kehut/2012
pengelolaan wisata alam di kawasan HLBC.
tanggal 28 Desember 2012 perihal Usulan Izin
Meskipun Dinas Kehutanan Kabupaten Musi
Areal Kerja Hutan Desa. Ijin tersebut,
Rawas awalnya bergaya kompetisi namun
menurut Bupati, diperlukan masyarakat guna
adanya pihak ketiga yang dapat meyakinkan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
manfaat timbal balik bila berkolaborasi dengan
dan sebagai solusi dalam rangka memecahkan
masyarakat (Pasya & Sirati 2011), akhirnya
masalah perambahan kawasan Hutan
bersedia berkolaborasi dalam pengelolaan
Produksi Lakitan Selatan dalam areal KPHP
HLBC. Lembaga internasional Carbon and
Lakitan dari aktivitas perambahan oleh
Environmental Research (CERIndo) adalah
masyarakat. Usulan ijin areal HD ini telah
pihak yang aktif melaksanakan penelitian
diverifikasi oleh Tim dari Kementerian
dengan program-program yang mengarah
Kehutanan pada tanggal 9-13 April 2013. Pada
kepada pemberdayaan masyarakat sekitar
tanggal 6 Desember 2013 Penetapan Areal
HLBC pada kurun waktu 2008 sampai dengan
Kerja Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan
tahun 2011 (CERIndo et al. 2010; CERIndo &
beberapa desa di Kabupaten Musi Rawas telah
CCAP 2010; 2011). Salah satu program adalah
ditanda tangani Menteri Kehutanan.
kegiatan wisata alam yang merupakan
Pendekatan terhadap Dinas Kehutanan
kolaborasi dari kelompok masyarakat desa
yang bergaya kompetisi dilakukan oleh KPHP
Sukakarya, beberapa lembaga instansi
Lakitan guna menfasilitasi kegiatan sosialisasi
pemerintah daerah Kabupaten Musi Rawas,
Hutan Desa pada kelima desa tersebut. Balai
akademisi maupun pihak perusahaan. Hal
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
tersebut dilakukan guna meminimalisir
Musi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)
masalah tekanan penduduk Sukakarya
Kementerian Kehutanan di Sumatera Selatan
terhadap HLBC.

83
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

3. Peluang dan resiko bagi pihak bergaya Usulan beberapa pihak yang berpeluang
kompetisi memperoleh legitimasi yang tinggi adalah
melalui pemetaan partisipatif yang melibat-
Kompetisi dipilih pihak yang merasa
kan semua pihak yang berkepentingan dengan
memiliki kekuatan untuk mendapatkan
kawasan hutan. Penegakan hukum yang tegas
haknya sebagaimana Masyarakat Desa Jajaran
dapat merupakan pilihan Dinas Kehutanan
Baru II. Untuk gaya ini maka perlu dibangun
Kabupaten Musi Rawas sebagai lembaga
kepercayaan timbal balik (mutual trust) di
negara untuk mempertahankan kawasan
antara semua pihak yang bersengketa. Perlu
hutan negara terutama bila lawan konflik
juga diyakinkan kepada para pihak bahwa
berusaha merusak ataupun pihak yang
manfaat bersama yang mungkin diperoleh
memilih jalur ligitasi. Kekalahan proses
melalui perundingan adalah jalan yang patut
hukum merupakan resiko yang perlu
ditempuh (Pasya dan Sirait (2011). Yang perlu
diperhitungkan masyarakat Desa Jajaran Baru
dilakukan adalah mengupayakan agar unjuk
II yang memilih gaya kompetisi.
kekuatan yang dilakukan tidak menjadi
merusak (destruktif) akan tetapi dapat
4. Peluang dan resiko bagi pihak bergaya
memperbaiki keadaan (konstruktif).
menghindar
Diperlukan pihak yang dapat dipercaya oleh
para pihak berkonflik untuk memediasi para Penghindar seperti Masyarakat Pagerayu
pihak. Hingga penelitian ini dilakukan upaya dan Mulyosari dapat saja memperoleh
mediasi untuk Masyarakat Desa Jajaran Baru II keuntungan (freerider) dari menunggu hasil
belum dilakukan. terbaik proses yang ditempuh beberapa pihak
Beberapa pilihan penyelesaian konflik lain misalnya bila proses pelepasan kawasan
yang mungkin dilakukan untuk Desa sebagaimana keinginan Masyarakat Jajaran
Jajaranbaru II adalah pelepasan kawasan hutan. baru II bisa diwujudkan. Disisi lain penghindar
Pelepasan dapat dilaksanakan melalui proses dapat saja tidak peduli dengan keadaan yang
enclave dalam kegiatan tatabatas dalam rangka sedang didiskusikan dan tetap melakukan
pengukuhan kawasan hutan sesuai P.44/2012. kegiatan pengelolaan lahan yang dapat
Selain itu pelepasan secara parsial dengan memperluas obyek konflik. Kerugian lain
pengusulan secara sendiri-sendiri dapat juga dengan memilih gaya menghindar adalah tidak
ditempuh. Proses pelepasan melalui review memperoleh bantuan program Kebun Bibit
RTRW provinsi juga merupakan alternatif Desa dari Dinas Kehutanan Kabupaten Musi
meski selang waktunya lima tahunan. Rawas melalui KPHP Lakitan sebagaimana
Rekomendasi Tim Terpadu review RTRW beberapa desa lain yang memilih berkom-
dipastikan tidak melebihi usulan pelepasan promi. Menangani pihak penghindar dapat
yang ada. Usulan KaDishut Mura No.522/ dilakukan dengan meningkatkan komunikasi
1159/II/Kehut/2011 tentang Penyampaian untuk menyadarkan adanya konflik (Pasya &
Data Usulan Perubahan Kawasan Hutan Sirait (2011). Pemantauan yang efektif
dimana pada Kecamatan Megangsakti (blok terhadap kawasan hutan sebagai sumberdaya
Lakitan Selatan) diusulkan pelepasan seluas milik bersama (CPRs) menjadi penting sebab
184,90 ha dengan fakta pemukiman berupa bila tidak dilakukan maka keuntungan para
desa Megangsakti III, IV, Jajaran Baru II, dan penghindar sebagai freerider dari kerjasama
Pagerayu. Padahal luas wilayah desa yang pihak lain dapat mengakibatkan tragedy of the
berada dalam kawasan hutan tercatat ada commons (Ostrom 2008).
15.847,96 ha.

84
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer

IV. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

A. Kesimpulan Alberti, R.E. & Emmons, M.L. (2002). Your


perfect right. (Buditjahya, Trans). Jakarta:
Konflik yang terjadi melibatkan masya-
PT. Elex Media Computindo.
rakat dengan KPHP Lakitan dan masyarakat
dengan pemegang ijin usaha hutan tanaman Avruch, K., Black, P.W., Scimecca, J.A. (1991).
industri PT. Paramita Mulia Langgeng. Pihak Conflict Resolution; Cross-Cultural
masyarakat desa Campursari, Muara Megang- Perspective. Westport. USA: Preager
1, Jajaranbaru I, Bamasco, Lubuk Rumbai dan Publishers.
PT. PML memilih gaya kompromi. Hanya
Cavestro, L. (2003). P.R.A.-Participatory Rural
desa Sukakarya yang memilih gaya kolaborasi.
Apprasisal Concepts Methodologies and
Warga desa Jajaranbaru II dan Dinas
Techniques. Rome. Italia: Universita' Degli
Kehutanan Kabupaten Musi Rawas memilih
Atudi Di Padova, Facolta' Di Agraria,
kompetisi. KPHP Lakitan menerapkan gaya
Dipartimento Terrirorio E Sistemi Agro-
akomodasi, sedangkan warga Pagerayu dan
Forestali. Master In Cooperazione Allo
Mulyosari memilih menghindar dalam
Sciluppo Nelle Aree Rurali.
menghadapi konflik.
Pihak bergaya sengketa kompromi, [CERIndo] & [CCAP] Carbon and
akomodasi dan kolaborasi difasilitasi dan Environmental Research Indonesia dan
dimediasi untuk mengusulkan Hutan Desa dan Center for Clean Air Policy. (2010).
Hutan Kemasyarakatan guna mendapatkan Establishing Integrated Forest Policies to
legalitas pengeloalan sekaligus pengakuan Reduce Greenhouse Gas Emissions from
hutan negara, oleh karena itu penerbitan Ijin Deforestation and Forest Degradation at
Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan District Level. The District of Musi Rawas,
penting dipercepat. Peran pihak luar yang South Sumatra. Bogor: CERIndo.
tidak ada hubungan konflik sangat penting
CERIndo, [FORDA] Forestry Research
untuk memfasilitasi dan memediasi para pihak
Departement Agency, [MoF] Ministry of
menuju penyelesaian konflik.
Forestry, and [MRDG] Musi Rawas District
Pihak yang berkompetisi perlu dimediasi
Government. (2010). Report on Studi:
sehingga gayanya berubah kompromi,
Establishing Integrated Forest Policies to
akomodasi ataupun kolaborasi. Kalaupun
Reduce Greenhouse Gas Emissions from
tetap pada gayanya kiranya akan menghasilkan
Deforestation and Forest Degradation at
pilihan yang konstruktif untuk memperoleh
District Level. Focus Area : The Distric of Mus
haknya atas lahan melalui pelepasan kawasan
Rawas, South Sumatra. Bogor: CERIndo.
hutan. Pihak yang bergaya menghindar perlu
dilakukan komunikasi intensif agar menyadari CERIndo & CCAP. (2011). Establishing
adanya konflik atau berubah ganyanya untuk Integrated Forest Policies to Reduce
berkompromi. Greenhouse Gas Emissions from
Deforestation and Forest Degradation at
B. Saran District Level. The District of Musi Rawas,
South Sumatra. Bogor: CERIndo.
Peran pihak luar yang tidak ada hubungan
konflik sangat penting untuk memfasilitasi dan Epistema. (2011). Menuju Kepastian dan
memediasi para pihak menuju penyelesaian Keadilan Tenurial. Jakarta: Epistema.
konflik.

85
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

Faith NAF. (2012). An analysis of the land Kartodihardjo, H & Jhamtani, H. (2006).
tenure system and its implication for Politik Lingkungan dan Kekuasaan di
smallholder farmer in Njombe (Cameroon) Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing.
[tesis]. Dschang. Camerun: Faculty of
Kriesberg, L. (1998). Constructive Conflicts
Agronomy and Agricultural Sciences The
From Escalation to Resolution. Maryland.
University of Dschang.
USA: Rowman & Littlefield Publisher,
Fisher, S., Ludin, J., Williams, S., Abdi, D.I., Inc.
Smith, R., Williams, S. (2001). Mengelola
Malik, I., Wijardjo, B., Fauzi, N., Royo, A.
Konflik: Keterampilan & Strategi untuk
(2003). Menyeimbangkan Kekuatan Pilihan
bertindak. (Kartikasari, S.N., M.D. Tapilatu,
Strategi Menyelesaikan Konflik atas
R. Maharani, D. N. Rini, (Trans.); S.N.
Sumberdaya Alam. Jakarta: Yayasan
Kartikasari (editor). Jakarta. Indonesia: The
Kemala.
British Council.
Ostrom, E. (2008). The Challenge of
Fruedenberger, K.S. (1999). Rapid Rural
Common-Pool Resources. J. Environment
Appraissal (RRA) and Participatory Rural
50 (4): 8-21
Appraissal (PRA) A Manual for CRS Field
Workers and Partners. www.ers,org Pasya, G. & Sirait, M.T. (2011). Analisa Gaya
(diunduh dari Bersengketa-AGATA. Panduan Ringkas
http://www.crsprogramquality.org/stora untuk Membantu Memilih Bentuk
ge/pubs/me/RRAPRA.pdf, pada tanggal Penyelesaian Sengketa Pengelolaan
3 Juli 2013. Sumberdaya Alam. Bogor: Samdhana
Institute.
Galudra, G., Pasya, G., Sirait, M., Fay, C.
(2006). Rapid Land Tenure Assessment Pruitt, D.G. & Rubin, J.Z.. (1986). Teori
(RaTA) Panduan Ringkas Bagi Praktisi. Konflik Sosial (Soetjipto, H.P., & S.M.
Bogor: World Agroforestry Centre-Asia Soetjipto, Trans.). Dari : Social Conflict
Tenggara. Escalation, Stalemate, and Settlement.
McGraw-Hill, Inc.
Galudra, G., Sirait, M., Pasya, G., Fay, C.,
Suyanto, Noordwijk, Mvan., Pradhan, U. Rahim, M.A. & Magner, N.R. (1995).
(2010). Rata: A Rapid Land Tenure Confirmatory Factor Analysis of the Styles
Assessment Manual for Identifying the of Handling Interpersonal Conflict: First-
Nature of Land Tenure Conflicts. Bogor: Order Factor Model and Its Invariance
World Agroforestry Centre. Across Groups. J. Applied Psychology, 80
(1), 122-132.
Irawan, P. (2006). Penelitian Kulitatif &
Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Reed, S.M., Graves, A., Dandy, N.,
Jakarta. Indonesia: Departemen Ilmu Posthumus, H., Huback, K., et al. (2009).
Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Who's in and why? A Typology of
Politik, Universitas Indonesia. Stakeholder Analysis methods for Natural
Resources Management. Journal of
Isenhart, M.W. & Spangle, M. (2000).
Environmental Management, 90, 1933-
Collaborative Approaches to Resolving
1949.
Conflict. London: Sage Publications. Inc.

86
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer

Ribot, J.C. & Peluso, N.L. (2003). A Theory of Wirawan. (2010). Konflik dan Manajemen
Access. J. Rural Sociology, 68 (2), 153-181. Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Humanika.
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Wulan, Y.C., Yasmi, Y., Purba, C.,
Wollenberg, E. (2004). Analisa Konflik
Suporahardjo. (2000). Inovasi Penyelesaian
Sektor Kehutanan di Indonesia 1997-2003.
Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan.
Bogor: CIFOR.
Bogor: Pustaka LATIN.
Yin, R.K. (1996). Studi Kasus, Desain & Metode.
Tajudin, Dj. (2000). Manajemen Kolaborasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bogor: LATIN.
Thomas, K.W. & Kilmann, R.P. (1974).
Thomas Kilmann conflict mode instrument.
CA: Mountain View. Xicom and CPP.

87
88
Lampiran 1. Ekspresi Gaya Bersengketa Aktor
Appendix 1. Expression of stakeholder's conflict style
Isu Konflik Gaya Sengketa (Conflict Style)
Aktor
(Conflict Issue) Menghindar Mengakomod asi Kompromi Kompetisi Kolaborasi
(Actor)
(Avoiding) (Accomodating) (Compromising) (Competing) (Collaboration)
Ds Sukakarya Kebun Karet di Warga gunakan
HLBC lahan milik
untuk wisata
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90

Ds Pagerayu Hampir seluruh Merasa tidak ada


Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan

wilayah desa di konflik


HP Lakitan
Selatan
Ds Mulyosari Hampir seluruh Menolak segala bentuk Setuju 50:50
wilayah desa di kontrak
HP Lakitan
Selatan
Campursari Bukaan rawa di Luar Pengadilan Siap
HP Lakitan berunding
Utara
Campursari Garapan di HP Siap kerjasama , ingin
Lakitan Selatan legalitas kelola
Muara Megang - Hampir seluruh Siap kerjasama, ingin
1 wilayah desa di legalitas kelola
HP Lakitan
Selatan
Jajaran Baru II Hampir seluruh Ingin
wilayah desa di perjuangkan
HP Lakitan hak sebagai
Selatan warga
Transmigras i
Jajaran Baru I Dusun 3,6,7 di 50:50
HP Lakitan Siap berunding
Selatan
Isu Konflik Gaya Sengketa (Conflict Style)
Aktor
(Conflict Issue) Menghindar Mengakomod asi Kompromi Kompetisi Kolaborasi
(Actor)
(Avoiding) (Accomodating) (Compromising) (Competing) (Collaboration)
Bamasco Dusun 1,2,3 Siap terima HKm, HD,
dan garapan di perlu penjelasan
HP Lakitan
Selatan
Dsn Krambil Garapan di HP Siap terima HKm, HD,
LbRumbai Lakitan Selatan perlu penjelasan
KPHPL HP Laksel dan Mempersilakan
Lakitan Utara masyarakat
menggarap lahan
melalui program
pengelolaan hutan
bersama
masyarakat

Dishut Mura HP Lakitan Tidak ada


Selatan dan sertifikasi
Lakitan Utara lahan dalam
HP, titik
Disnakert rans Masyarakat Menyodorkan
Jajaran Baru II, dokumen
Pagerayu transmigrasi
resmi, dan
persilakan
warga
komplain
Tapem Desa dalam HP Desa dalam KH itu
Lakitan Selatan urusan Disnakertrans
Tak ada prosedur
konfirmasi status lahan
ketika penentuan desa
definitif

89
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
90
Isu Konflik Gaya Sengketa (Conflict Style)
Aktor

View publication stats


(Conflict Issue) Menghindar Mengakomod asi Kompromi Kompetisi Kolaborasi
(Actor)
(Avoiding) (Accomodating) (Compromising) (Competing) (Collaboration)
BPN Sertifikat dalam 1)Bagian pemetaan
HP Lakitan sedang keluar,
Selatan 2)Hingga peneliti
kembali, informasi
keberadaan sertifikat
tidak dijawab. 3)Tidak
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan

hadir ketika diundang


untuk diskusi hasil dan
FGD
Kantor Pajak SPPT lahan HP SPPT bukan bukti hak,
SPPT bds usulan
pemilik, pemberi hak
adalah BPN
Dinas Pencetakan Cetak sawah baru tahap
Pertanian sawah dalam Survey Inventarisasi and
Tanaman HP Design (SID) yang tidak
Pangan dan melihat status lahan,
Hortikultura fisik tentu kom unikasi
terhadap lahan, yang
dalam HP dihentikan
BBWS VIII Saluran irigasi Yang dalam HP
dihentikan dulu

Anda mungkin juga menyukai