net/publication/309448402
CITATIONS READS
5 1,036
4 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Rizaldi Boer on 13 February 2017.
ABSTRACT
The style of the party facing a conflict (conflict style) needs tobe known to find an effective dispute
resolution. The main actors and supporting actors and interests/role and influence or power and its relationship
needs to be carefully mapped. What are the actions that can be taken to resolve the conflict based on the style of the
parties is something that needs to be answered in this study. In this study conflict styles of actors assessed using
conflicts style analysis (AGATA). This study shows that the conflict-style compromise, accommodation and
collaboration facilitated and mediated for proposing Village Forest, Community Forest Partnership to obtain
legal recognition on managing state forest land as well as recognizing state forest, hence the issuance of permits
The Village Forest and Community Forest Partnership can be accelerated. The role of outside parties who are not
related with conflict is essential to facilitate and mediate the parties to a conflict resolution. Competing parties
need to be mediated so his style could change to compromise, accommodation or collaboration. Even if his style
would remains unchanged it will result in a constructive option to acquire rights to the land through forest
discharge process. To the avoiding-style party an intensive communication needs to be done in order to be aware
of the conflict or change his style to compromise.
ABSTRAK
Gaya para pihak menghadapi sengketa (conflict style) diperlukan guna penyelenggaraan
penyelesaian sengketa yang efektif. Aktor utama dan aktor pendukung serta kepentingan/peran dan
pengaruh atau kekuasaan serta hubungannya perlu dipetakan dengan seksama. Apa saja tindakan yang
dapat dilakukan untuk menyelesaian konflik berdasarkan gaya para pihak tersebut adalah sesuatu yang
perlu dijawab dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini gaya para pihak didekati menggunakan analisis
gaya bersengketa (AGATA). Studi ini menunjukkan bahwa pihak bergaya sengketa kompromi,
akomodasi dan kolaborasi difasilitasi dan dimediasi untuk mengusulkan Hutan Desa, Hutan
Kemasyarakatan dan peluang Kemitraan guna mendapatkan legalitas pengeloalan sekaligus pengakuan
hutan negara, oleh karena itu penerbitan Ijin Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan penting dipercepat.
Peran pihak luar yang tidak ada hubungan konflik sangat penting untuk memfasilitasi dan memediasi para
pihak menuju penyelesaian konflik. Pihak yang berkompetisi perlu dimediasi sehingga gayanya berubah
kompromi, akomodasi ataupun kolaborasi. Kalaupun tetap pada gayanya kiranya akan menghasilkan
71
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
pilihan yang konstruktif untuk memperoleh haknya atas lahan melalui pelepasan kawasan hutan. Pihak
yang bergaya menghindar perlu dilakukan komunikasi intensif agar menyadari adanya konflik atau
berubah gayanya untuk berkompromi.
Kata kunci : Konflik, aktor, gaya konflik, fasilitasi, mediasi, hutan desa
72
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
(cooperation) pada sumbu horizontal dan (2) saja tindakan yang dapat dilakukan untuk
keasertifan (assertiveness) pada sumbu vertikal. menyelesaian konflik berdasarkan gaya para
Lima gaya manajemen konflik yang pihak tersebut adalah sesuatu yang perlu
dikembangkan Thomas dan Kilmann dijawab dalam penelitian ini.
berdasarkan dua dimensi ini adalah : (1)
kompetisi (competing), (2) kolaborasi
(collaborating), (3) kompromi (compromising), II. METODE PENELITIAN
(4) menghindar (avoiding), (5) mengakomodasi
(accomodating). Penelitian ini dilaksanakan menggunakan
Teori Rahim disusun berdasarkan dua paradigma kualitatif (Irawan 2006, Sugiyono
dimensi juga : (1) memperhatikan orang lain 2010) dengan pendekatan kasus (Yin 1996).
(concern for other) pada sumbu vertikal dan (2)
memperhatikan diri sendiri (concern for self). A. Teknik Pengumpulan dan Validasi Data
Kombinasi dari dua dimensi ini Rahim
Data dikumpulkan melalui wawancara
mengelompokkan gaya manajemen konflik
dengan didukung pengamatan lapangan, studi
dalam lima kelompok yakni (1) dominasi
dokumen, dan diskusi kelompok terfokus
(dominating), (2) integrasi (integrating), (3)
(focus group discussion-FGD). Identifikasi
kompromi (compromising), (4) menghindar
aktor, kepentingan dan pengaruhnya
(avoiding), dan (5) menurut (obliging).
dilakukan dengan teknik PRA-Diagram Venn
Dalam penelitian ini gaya para pihak dalam
(Cavestro 2003, Fruedenberger, 1999) untuk
bersengketa merujuk pada (Pasya dan Sirait
penggalian data, dan teknik pemetaan konflik
2011) yang mengadopsi gaya manajemen
(Fisher et al. 2001) untuk memisualisasikan-
konflik Tomas Kilman yakni: 1) menghindar
nya. Informasi mengenai gaya para aktor
(avoiding), 2) mengakomodasi (accomodating),
diperoleh melalui diskusi posisi atau sikap
3) kompromi (compromising), 4) kompetisi
yang dituangkan dalam diagram venn, serta
(competing), dan 5) kolaborasi (collaborating).
wawancara dan inter-pretasi peneliti terhadap
Menurut Pasya dan Sirait (2011) gaya ini
sikap aktor dalam berkonflik.
digunakan pula oleh beberapa peneliti lain
Penentuan informan yang diperlukan
yakni Isenhart dan Spangle pada tahun 2000;
penelitian lebih mendalam dilakukan dengan
Avruch, Black dan Sceimecca pada tahun 1991.
teknik Snowball Sampling yakni mengikuti
Tajudin (2000) juga menerangkan bahwa
informasi informan sebelumnya untuk
Marshall juga menggunakan gaya manajemen
menentukan informan berikutnya (Sugiyono
konflik ini.
2010) dan sebagian ditentukan secara sengaja
Siapa saja aktor utama dan aktor
(purposive).
pendukung terhadap konflik di wilayah KPH,
Validasi atau pengujian keabsahan data
kepentingan/peran dan pengaruh atau
dilakukan dengan triangulasi sumber dan
kekuasaannya perlu dipetakan dengan
teknik. Tranggulasi sumber yaitu dengan
seksama. Hubungan antara aktor dengan
mengecek data kepada sumber data yang lain.
obyek konflik dan dengan aktor lainnya perlu
Triangulasi teknik dilaksanakan dengan
dianalisis untuk memudahkan menemukan
wawancara, lalu dicek dengan observasi, dan
jalan keluar dari konflik. Bagaimana gaya aktor
dokumentasi (Sugiyono 2010).
dalam menghadapi sengketa penting diketahui
guna memudahkan penyelesaian konflik. Apa
73
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
74
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
terdapat keyakinan bahwa memuaskan rugi walau dengan menekan pihak lain, dan
kepentingan diri/kelompoknya akan ber- yang terpenting tidak adanya kepedulian
akibat merusak hubungannya dengan tentang potensi kerusakan hubungan dan
kelompok lain. tatanan sosial.
3) Gaya kompromi (compromising), 5) Gaya kolaborasi (collaborating).
terjadi ketika masing-masing pihak bertindak Dicirikan adanya saling menyimak secara aktif
bersama-sama mengambil jalan tengah, kepentingan antar pihak, kepedulian yang
misalnya dengan saling memberi, dan dalam terfokus, komunikasi yang empati, dan saling
tindakan tersebut tidak jelas siapa yang memuaskan. Gaya ini efektif pada situasi
menang dan siapa yang kalah. Gaya ini efektif terdapat keseimbangan kekuatan (power
pada situasi ketika para pihak menolak untuk balance) dan tersedia waktu dan energi yang
bekerjasama sementara pada saat yang cukup untuk menciptakan penanganan
bersamaan diperlukan jalan keluar, dan ketika sengketa secara terpadu.
tujuan akhir bukan merupakan bagian yang Gaya penanganan konflik tersebut
penting. Dalam gaya ini lazimnya tidak dicapai terbentuk dari kombinasi dua unsur yaitu
kepuasan sejati. (Thomas & Kilmann dalam Wirawan 2010):
4) Gaya kompetisi (competing), yaitu kerjasama (cooperativeness), dan keasertifan
suatu gaya sengketa yang dicirikan oleh (assertiveness). Kerjasama adalah upaya untuk
tindakan-tindakan agresif, mementingkan memuaskan pihak lain jika menghadapi
pihak sendiri, menekan pihak lain, dan konflik. Keasertifan adalah upaya untuk
berperilaku tidak kooperatif. Gaya ini efektif memuaskan diri sendiri jika menghadapi
ketika keputusan harus dibuat secepatnya, konflik. Kombinasi kedua unsur tersebut
jumlah pilihan keputusan amat terbatas atau secara salib sumbu sebagaimana Gambar 1.
bahkan hanya satu, suatu pihak tidak merasa
Keasertifan (Assertiveness)
Kompetisi Kolaborasi
Kompromi
Menghindar Mengakoomodasi
75
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
Dalam penelitian ini, yang membedakan dibangun kepercayaan timbal balik (mutual
dari analisis gaya berkonflik (conflict style) para trust) di antara semua pihak yang bersengketa.
peneliti sebelumnya, gaya aktor ditabulasikan Perlu juga diyakinkan kepada para pihak
secara kualitatif berdasarkan respon para pihak bahwa manfaat bersama yang mungkin
dalam berkonflik. Gaya para pihak tersebut diperoleh melalui perundingan adalah jalan
kemudian dipetakan dalam model salib sumbu yang patut ditempuh (Gambar 2).
(Wirawan (2010). Peta gaya bersengketa para Namun apabila gaya para pihak adalah
pihak ini selanjutnya dapat dijadikan dasar menghindar, maka perlu dilaksanakan
untuk melakukan tindakan dalam menye- intensifikasi sengketa secara konstruktif, yaitu
lesaikan konflik. dalam kesempatan terpisah ada pihak yang
mengajak masing-masing pihak untuk mau
D. Analisis Penyelesaian Konflik Berdasar- dan bersedia menyampaikan pendapatnya.
kan Gaya Bersengketa Para Pihak Pendapat dimaksud menyangkut ketidak-
sepahaman atau perbedaan yang dimiliki.
Menurut Pasya dan Sirait (2011) apabila
Persepsi para pihak terhadap pihak lain (pihak
gaya pihak dalam bersengketa menunjukkan
lawan) juga perlu dinyatakan. Upaya meyakin-
gaya-gaya kompromi, akomodasi dan
kan para pihak bahwa perbedaan tersebut
kolaborasi, maka dapat disimpulkan bahwa
harus saling diutarakan dalam suatu
modal sosial yang dimiliki oleh pesengketa
kesempatan bersama yang kondusif karena
setidaknya cukup untuk memulai mediasi.
semua pihak mau hadir dan bertemu.
Apabila gayanya adalah kompetitif (bersaing)
dan/atau agitatif (menyerang), maka perlu
76
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
HP Lakitan Utara I
HP Lakitan Selatan
HP Kungku
77
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
78
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
dalam penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak pinjaman modal. KPHP Lakitan berkonflik
Terhutang (SPPT). Lembaga Keuangan dengan delapan desa penelitian ini sementara
berperan dalam menerima SPH tanah dalam PT. PML hanya dengan desa Campursari
kawasan hutan untuk dijadikan jaminan (Gambar 4).
B. Gaya Bersengketa Para Pihak tak ingin membangun komitmen. Gaya seperti
ini amat efektif pada stuasi dimana terdapat
Gaya para pihak dalam bersengketa
bahaya kekerasan fisik, tidak ada kesempatan
menurut (Pasya & Sirait 2011, Wirawan 2010)
untuk mencapai tujuan, atau situasi yang amat
adalah: 1) menghindar (avoiding), 2)
rumit yang tidak mungkin upaya penyelesaian
mengakomodasi (accomodating), 3) kompromi
dilakukan.
(compromising), 4) kompetisi (competing), dan
Gaya mengakomodasi (accomodating),
5) kolaborasi (collaborating).
terjadi ketika salah satu pihak mengorbankan
Gaya menghindar (avoiding) terjadi ketika
kepentingan diri/kelompoknya dan men-
salah satu pihak menolak adanya sengketa,
dahulukan kepentingan pihak lain. Gaya ini
mengubah topik penyebab sengketa ke topik
efektif pada situasi ketika suatu pihak
lainnya yang bukan penyebab sengketa,
menyadari tidak memiliki banyak peluang
menghindari diskusi tentang sengketa,
untuk mencapai kepentingannya, atau ketika
berperilaku tidak jelas (non-committal) atau
79
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
80
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
A ssertive
Kompetis i Kolaborasi
1.Ds. J ajaran Baru II 1.Ds. Sukakarya
2.Disnakertrans
3.Dishut Mura
Kompromi
1.Ds. Campursari
Sifat Mem en tingkan Dir i
4.Ds. Bamasco
5.Ds. Lubuk Rumbai
6.PT. PML
7.DistanTPH
8.BBWS VIII
Menghindar Akomodasi
Una ssertive
81
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
Sumber: Hasil Penelitian, model diadopsi dari Pasya dan Sirait (2011)
Source : Study result, model adopted from Pasya and Sirait (2011)
1. Memfasilitasi pihak bergaya kompromi yang mengemban program Hutan Desa (HD)
dan akomodasi dan Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Pelaksanaan acara pertemuan para pihak perlu
Masyarakat desa Campursari, Muara
melibatkan Dinas Kehutanan Kabupaten Musi
Megang-1, Jajaranbaru I, Bamasco dan Lubuk
Rawas, padahal instansi ini memiliki gaya
Rumbai yang bergaya kompromi dan KPHP
kompetisi. Terhadap pemegang gaya
Lakitan yang bergaya akomodasi dipandang
kompetisi ini menurut Pasya dan Sirait (2011)
telah memiliki modal sosial yang cukup untuk
perlu dibangun kepercayaan dan diyakinkan
memulai mediasi (Pasya & Sirait 2011).
akan manfaat yang mungkin diperoleh melalui
Fasilitasi dilakukan dengan mengkomunikasi-
perundingan. Pendekatan terhadap Dinas
kan kepada pihak kelima desa dengan KPHP
Kehutanan Kabupaten Musi Rawas yang
Lakitan untuk melakukan pertemuan.
bergaya kompetisi dilakukan oleh KPHP
Pertemuan yang dilakukan melibatkan Balai
Lakitan yang merupakan UPT dinas tersebut
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
agar bersedia menyelenggarakan kegiatan
Musi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)
pertemuan KPHP Lakitan dan BPDAS Musi
Kementerian Kehutanan di Sumatera Selatan
82
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
untuk sosialisasi Hutan Desa (HD) pada adalah mengemban misi pelaksanaan program
kelima desa tersebut. Peran fasilitator Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemasyarakatan
pendamping dari kalangan akademisi dan (Hkm).
penyuluh cukup penting disini. Fasilitator
pendamping diperlukan sebagai pihak luar 2. Menemukan kesepakatan dengan pihak
yang netral dari konflik yang ada. Fasilitator bergaya kolaborasi
pendamping berfungsi menjembatani komu-
Pihak desa Sukakarya yang memilih gaya
nikasi antar pihak dan mendampingi masyara-
kolaborasi telah melaksanakan negosiasi
kat desa dalam penguatan kapasitas.
dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Musi
Dari kegiatan penjelasan mengenai
Rawas dan unsur Perintah Daerah untuk
program HD dan HKm dari BPDAS Musi
melaksanakan pengelolaan kegiatan wisata
diperoleh hasil bahwa masyarakat desa
alam di HLBC. Dalam negosiasi telah
Campursari, Muara Megang-1, Jajaran Baru I,
disepakati investasi bagi para pihak serta
Bamasco, dan Lubuk Rumbai akhirnya
pembagian manfaat kepada para pihak yang
sepakat untuk mengajukan Ijin Pengelolaan
terlibat. Kesepakatan tersebut dituangkan
Hutan Desa (HD). Usulan masyarakat
dalam dokumen perjanjian kesepahaman
kemudian diteruskan oleh Bupati Musi Rawas
bersama (MoU). Peran pihak ketiga juga
kepada Menteri Kehutanan melalui surat
dicatat dalam terlaksananya kolaborasi
Bupati nomor: 522/1215./VI/Kehut/2012
pengelolaan wisata alam di kawasan HLBC.
tanggal 28 Desember 2012 perihal Usulan Izin
Meskipun Dinas Kehutanan Kabupaten Musi
Areal Kerja Hutan Desa. Ijin tersebut,
Rawas awalnya bergaya kompetisi namun
menurut Bupati, diperlukan masyarakat guna
adanya pihak ketiga yang dapat meyakinkan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
manfaat timbal balik bila berkolaborasi dengan
dan sebagai solusi dalam rangka memecahkan
masyarakat (Pasya & Sirati 2011), akhirnya
masalah perambahan kawasan Hutan
bersedia berkolaborasi dalam pengelolaan
Produksi Lakitan Selatan dalam areal KPHP
HLBC. Lembaga internasional Carbon and
Lakitan dari aktivitas perambahan oleh
Environmental Research (CERIndo) adalah
masyarakat. Usulan ijin areal HD ini telah
pihak yang aktif melaksanakan penelitian
diverifikasi oleh Tim dari Kementerian
dengan program-program yang mengarah
Kehutanan pada tanggal 9-13 April 2013. Pada
kepada pemberdayaan masyarakat sekitar
tanggal 6 Desember 2013 Penetapan Areal
HLBC pada kurun waktu 2008 sampai dengan
Kerja Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan
tahun 2011 (CERIndo et al. 2010; CERIndo &
beberapa desa di Kabupaten Musi Rawas telah
CCAP 2010; 2011). Salah satu program adalah
ditanda tangani Menteri Kehutanan.
kegiatan wisata alam yang merupakan
Pendekatan terhadap Dinas Kehutanan
kolaborasi dari kelompok masyarakat desa
yang bergaya kompetisi dilakukan oleh KPHP
Sukakarya, beberapa lembaga instansi
Lakitan guna menfasilitasi kegiatan sosialisasi
pemerintah daerah Kabupaten Musi Rawas,
Hutan Desa pada kelima desa tersebut. Balai
akademisi maupun pihak perusahaan. Hal
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
tersebut dilakukan guna meminimalisir
Musi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)
masalah tekanan penduduk Sukakarya
Kementerian Kehutanan di Sumatera Selatan
terhadap HLBC.
83
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
3. Peluang dan resiko bagi pihak bergaya Usulan beberapa pihak yang berpeluang
kompetisi memperoleh legitimasi yang tinggi adalah
melalui pemetaan partisipatif yang melibat-
Kompetisi dipilih pihak yang merasa
kan semua pihak yang berkepentingan dengan
memiliki kekuatan untuk mendapatkan
kawasan hutan. Penegakan hukum yang tegas
haknya sebagaimana Masyarakat Desa Jajaran
dapat merupakan pilihan Dinas Kehutanan
Baru II. Untuk gaya ini maka perlu dibangun
Kabupaten Musi Rawas sebagai lembaga
kepercayaan timbal balik (mutual trust) di
negara untuk mempertahankan kawasan
antara semua pihak yang bersengketa. Perlu
hutan negara terutama bila lawan konflik
juga diyakinkan kepada para pihak bahwa
berusaha merusak ataupun pihak yang
manfaat bersama yang mungkin diperoleh
memilih jalur ligitasi. Kekalahan proses
melalui perundingan adalah jalan yang patut
hukum merupakan resiko yang perlu
ditempuh (Pasya dan Sirait (2011). Yang perlu
diperhitungkan masyarakat Desa Jajaran Baru
dilakukan adalah mengupayakan agar unjuk
II yang memilih gaya kompetisi.
kekuatan yang dilakukan tidak menjadi
merusak (destruktif) akan tetapi dapat
4. Peluang dan resiko bagi pihak bergaya
memperbaiki keadaan (konstruktif).
menghindar
Diperlukan pihak yang dapat dipercaya oleh
para pihak berkonflik untuk memediasi para Penghindar seperti Masyarakat Pagerayu
pihak. Hingga penelitian ini dilakukan upaya dan Mulyosari dapat saja memperoleh
mediasi untuk Masyarakat Desa Jajaran Baru II keuntungan (freerider) dari menunggu hasil
belum dilakukan. terbaik proses yang ditempuh beberapa pihak
Beberapa pilihan penyelesaian konflik lain misalnya bila proses pelepasan kawasan
yang mungkin dilakukan untuk Desa sebagaimana keinginan Masyarakat Jajaran
Jajaranbaru II adalah pelepasan kawasan hutan. baru II bisa diwujudkan. Disisi lain penghindar
Pelepasan dapat dilaksanakan melalui proses dapat saja tidak peduli dengan keadaan yang
enclave dalam kegiatan tatabatas dalam rangka sedang didiskusikan dan tetap melakukan
pengukuhan kawasan hutan sesuai P.44/2012. kegiatan pengelolaan lahan yang dapat
Selain itu pelepasan secara parsial dengan memperluas obyek konflik. Kerugian lain
pengusulan secara sendiri-sendiri dapat juga dengan memilih gaya menghindar adalah tidak
ditempuh. Proses pelepasan melalui review memperoleh bantuan program Kebun Bibit
RTRW provinsi juga merupakan alternatif Desa dari Dinas Kehutanan Kabupaten Musi
meski selang waktunya lima tahunan. Rawas melalui KPHP Lakitan sebagaimana
Rekomendasi Tim Terpadu review RTRW beberapa desa lain yang memilih berkom-
dipastikan tidak melebihi usulan pelepasan promi. Menangani pihak penghindar dapat
yang ada. Usulan KaDishut Mura No.522/ dilakukan dengan meningkatkan komunikasi
1159/II/Kehut/2011 tentang Penyampaian untuk menyadarkan adanya konflik (Pasya &
Data Usulan Perubahan Kawasan Hutan Sirait (2011). Pemantauan yang efektif
dimana pada Kecamatan Megangsakti (blok terhadap kawasan hutan sebagai sumberdaya
Lakitan Selatan) diusulkan pelepasan seluas milik bersama (CPRs) menjadi penting sebab
184,90 ha dengan fakta pemukiman berupa bila tidak dilakukan maka keuntungan para
desa Megangsakti III, IV, Jajaran Baru II, dan penghindar sebagai freerider dari kerjasama
Pagerayu. Padahal luas wilayah desa yang pihak lain dapat mengakibatkan tragedy of the
berada dalam kawasan hutan tercatat ada commons (Ostrom 2008).
15.847,96 ha.
84
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
85
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
Faith NAF. (2012). An analysis of the land Kartodihardjo, H & Jhamtani, H. (2006).
tenure system and its implication for Politik Lingkungan dan Kekuasaan di
smallholder farmer in Njombe (Cameroon) Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing.
[tesis]. Dschang. Camerun: Faculty of
Kriesberg, L. (1998). Constructive Conflicts
Agronomy and Agricultural Sciences The
From Escalation to Resolution. Maryland.
University of Dschang.
USA: Rowman & Littlefield Publisher,
Fisher, S., Ludin, J., Williams, S., Abdi, D.I., Inc.
Smith, R., Williams, S. (2001). Mengelola
Malik, I., Wijardjo, B., Fauzi, N., Royo, A.
Konflik: Keterampilan & Strategi untuk
(2003). Menyeimbangkan Kekuatan Pilihan
bertindak. (Kartikasari, S.N., M.D. Tapilatu,
Strategi Menyelesaikan Konflik atas
R. Maharani, D. N. Rini, (Trans.); S.N.
Sumberdaya Alam. Jakarta: Yayasan
Kartikasari (editor). Jakarta. Indonesia: The
Kemala.
British Council.
Ostrom, E. (2008). The Challenge of
Fruedenberger, K.S. (1999). Rapid Rural
Common-Pool Resources. J. Environment
Appraissal (RRA) and Participatory Rural
50 (4): 8-21
Appraissal (PRA) A Manual for CRS Field
Workers and Partners. www.ers,org Pasya, G. & Sirait, M.T. (2011). Analisa Gaya
(diunduh dari Bersengketa-AGATA. Panduan Ringkas
http://www.crsprogramquality.org/stora untuk Membantu Memilih Bentuk
ge/pubs/me/RRAPRA.pdf, pada tanggal Penyelesaian Sengketa Pengelolaan
3 Juli 2013. Sumberdaya Alam. Bogor: Samdhana
Institute.
Galudra, G., Pasya, G., Sirait, M., Fay, C.
(2006). Rapid Land Tenure Assessment Pruitt, D.G. & Rubin, J.Z.. (1986). Teori
(RaTA) Panduan Ringkas Bagi Praktisi. Konflik Sosial (Soetjipto, H.P., & S.M.
Bogor: World Agroforestry Centre-Asia Soetjipto, Trans.). Dari : Social Conflict
Tenggara. Escalation, Stalemate, and Settlement.
McGraw-Hill, Inc.
Galudra, G., Sirait, M., Pasya, G., Fay, C.,
Suyanto, Noordwijk, Mvan., Pradhan, U. Rahim, M.A. & Magner, N.R. (1995).
(2010). Rata: A Rapid Land Tenure Confirmatory Factor Analysis of the Styles
Assessment Manual for Identifying the of Handling Interpersonal Conflict: First-
Nature of Land Tenure Conflicts. Bogor: Order Factor Model and Its Invariance
World Agroforestry Centre. Across Groups. J. Applied Psychology, 80
(1), 122-132.
Irawan, P. (2006). Penelitian Kulitatif &
Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Reed, S.M., Graves, A., Dandy, N.,
Jakarta. Indonesia: Departemen Ilmu Posthumus, H., Huback, K., et al. (2009).
Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Who's in and why? A Typology of
Politik, Universitas Indonesia. Stakeholder Analysis methods for Natural
Resources Management. Journal of
Isenhart, M.W. & Spangle, M. (2000).
Environmental Management, 90, 1933-
Collaborative Approaches to Resolving
1949.
Conflict. London: Sage Publications. Inc.
86
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
Ribot, J.C. & Peluso, N.L. (2003). A Theory of Wirawan. (2010). Konflik dan Manajemen
Access. J. Rural Sociology, 68 (2), 153-181. Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Humanika.
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Wulan, Y.C., Yasmi, Y., Purba, C.,
Wollenberg, E. (2004). Analisa Konflik
Suporahardjo. (2000). Inovasi Penyelesaian
Sektor Kehutanan di Indonesia 1997-2003.
Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan.
Bogor: CIFOR.
Bogor: Pustaka LATIN.
Yin, R.K. (1996). Studi Kasus, Desain & Metode.
Tajudin, Dj. (2000). Manajemen Kolaborasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bogor: LATIN.
Thomas, K.W. & Kilmann, R.P. (1974).
Thomas Kilmann conflict mode instrument.
CA: Mountain View. Xicom and CPP.
87
88
Lampiran 1. Ekspresi Gaya Bersengketa Aktor
Appendix 1. Expression of stakeholder's conflict style
Isu Konflik Gaya Sengketa (Conflict Style)
Aktor
(Conflict Issue) Menghindar Mengakomod asi Kompromi Kompetisi Kolaborasi
(Actor)
(Avoiding) (Accomodating) (Compromising) (Competing) (Collaboration)
Ds Sukakarya Kebun Karet di Warga gunakan
HLBC lahan milik
untuk wisata
Vol. 11 No. 1, April 2014 : 71 - 90
89
Menyelesaikan Konflik Penguasaan Kawasan Hutan melalui . . .
Gamin, Bramasto Nugroho, Hariadi Kartodihardjo, Lala M. Kolopaking & Rizaldi Boer
90
Isu Konflik Gaya Sengketa (Conflict Style)
Aktor