Anda di halaman 1dari 13

Agros Vol.17 No.

1, Januari 2015: 33-45 ISSN 1411-0172

KONSEP DASAR DAN PENERAPAN PHT PADI SAWAH


DI TINGKAT PETANI

BASIC CONCEPT AND APPLICATION IPM RICE FIELD AT THE FARMER

IGP. Alit Diratmaja 1) dan Zakiah 2)1


1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat
2)
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP)

ABSTRACT
One of the problems is the rice farming Plant Pest Organisms disorders (OPT),
which can reduce the quality and quantity of even causing crop failure. In pest control, the
government has been introducing technology Integrated Pest Management (IPM) is a way of
controlling pests that are completely environmentally sound. Some components are still
difficult to apply is the use of LCC and PUTS, irrigation epektif and efficient manner, and
Legowo row planting system; utilization of natural enemies; the use of botanical pesticides;
observation of pest populations and determination of economic threshold. The application of
pest control through IPM approach has positive benefits. For that we need the support of
various stakeholders, especially government policies and increased support officer pest
observers in the field.

Key-words: application, IPM and rice field

INTISARI

Salah satu permasalahan usahatani padi adalah gangguan Organisme Pengganggu


Tanaman (OPT) yang dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas hasil bahkan sampai
menyebabkan kegagalan panen. Dalam pengendalian OPT, pemerintah sudah
mengintroduksikan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan cara
pengendalian OPT yang benar berwawasan lingkungan. Beberapa komponen yang masih
sulit diterapkan adalah penggunaan BWD dan PUTS, pengairan secara epektif dan efisien,
dan sistem tanam jajar legowo; pemanfaatan musuh alami; penggunaan pestisida nabati;
pengamatan populasi hama dan penetapan ambang ekonomis. Penerapan pengendalian OPT
melalui pendekatan PHT sudah memberikan manfaat positif. Untuk itu perlu dukungan dari
berbagai pihak terkait, terutama kebijakan pemerintah dan peningkatan dukungan petugas
pengamat hama di lapangan.

Kata kunci: penerapan, PHT, padi sawah

1
Alamat penulis untuk korespondensi: IGP. Alit Diratmaja. BPTP Jawa Barat, Jalan Kayu Ambon no.
80 Lembang. Email: diratmaja.alit@gmail.com. Zakiah. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian (BBP2TP) Jalan Tentara Pelajar no. 10 Bogor
34 Agros Vol.17 No.1, Januari 2015: 33-45

PENDAHULUAN dengan PHT teknologi karena


pendekatannya berorientasi kepada
teknologi pengendalian hama; dan (e) PHT
Salah satu permasalahan dalam
berbasis ekologi didorong oleh
usaha meningkatkan produksi padi adalah
pengembangan dan penerapan PHT
adanya serangan Organisme Pengganggu
berdasarkan pada pengertian ekologi lokal
Tanaman (OPT) yang dapat menurunkan
hama dan perberdayaan petani sehingga
kualitas maupun kuantitas hasil, bahkan
pengendalian hama disesuaikan dengan
sampai menyebabkan kegagalan panen.
masalah yang ada di tiap-tiap lokasi (local
Dengan demikian, dalam melaksanakan
specific) dan petani sebagai penentu dan
budidaya, petani diharuskan memahami
pelaksana utama PHT di tingkat lapangan.
cara-cara pengendalian OPT yang benar
Di Indonesia, PHT sudah didukung
yang berwawasan lingkungan.
oleh beberapa kebijakan pemerintah seperti
Flint & Van Den Bosch (1990) dan
UU no. 12 tahun1992 tentang budidaya
Norris et al. (2003) dalam Laba (2009)
tanaman, Inpres no.3/1986 mengenai
menginformasikan bahwa Pengendalian
larangan penggunaan 57 jenis pestisida,
OPT berdasarkan perspektif global terdiri
kebijakan pengurangan subsidi pestisida
atas lima zaman, yaitu:(a) pra-pestisida,
yang dilakukan secara bertahap sampai
pengendalian hama dilakukan dengan cara
penghapusan keseluruhan subsidi pada
bercocok tanam, pengendalian hayati
tahun 1989, dan PP no. 6 tahun 1995 tentang
berdasarkan pemahaman biologi hama. Cara
perlindungan tanaman. Selanjutnya, tahun
ini sudah dilakukan di Indonesia sejak
1996 keluar keputusan bersama antara
zaman kerajaan nusantara sampai pada
Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian
penjajahan Belanda selama tiga hingga lima
tentang Batas Maksimum Residu serta UU
abad; (b) optimisme terjadi tahun 1945
no.7 tahun 1996 tentang pangan.
hingga 1963, yaitu mulai digunakannya
Pengembangan teknologi PHT
insektisida Dichloro Diphenyl
berbasis ekologi, diawali dengan program
Trichloroethane (DDT), fungisida ferban
Sekolah Lapang Pengendalian Hama
dan herbisida 2,4-D. Pengendalian OPT
Terpadu (SL-PHT) yang pada dasarnya
tidak memperhatikan perkembangan
mencakup empat prinsip, yaitu (a) petani
pemahaman biologi hama, petani ingin
mampu untuk mengusahakan budidaya
tanamannya bebas hama sehingga
tanaman sehat, (b) pelestarian dan
melakukan aplikasi pestisida secara
pemanfaatan musuh alami, (c) pengamatan
berjadwal dan berlebihan; (c) keraguan,
areal pertanaman secara berkala, dan (d)
diawali dengan mulai sadarnya terhadap
petani mampu menjadi manager dalam usaha
dampak negatif penggunaan pestisida
tani (Untung 1997). Petani alumni SL-PHT
terhadap kerusakan lingkungan biotik dan
diharapkan di samping mampu menerapkan
abiotik; (d) PHT berbasis teknologi, suatu
teknologi PHT di lahan usahataninya, juga
usaha pengendalian hama konvensional
mereka dapat menyebarluaskan teknologi
yang kurang berhasil sehingga mendorong
tersebut ke petani lain di sekitarnya, mereka
munculnya paradigma baru yang berusaha
menjadi mitra penyuluh dalam penyebaran
meninimalkan pestisida berserta dampak
teknologi PHT. Proses penyebaran
negatifnya. Paradidma tersebut dikenal
(diffusion) teknologi PHT dimungkinkan
Konsep Dasar dan Penerapan PHT (IGP. Alit Diratmaja; Zakiah) 35

karena di samping peningkatan kinerja variasi keadaan sosial masyarakat maka


petugas lapang dan kelompok tani, juga rekomendasi PHT untuk pengendalian hama
tempat tinggal atau lokasi pertanaman petani tertentu juga akan sangat bervariasi dan
alumni dan non-alumni relatif berdekatan lentur, (d) PHT lebih mendahulukan proses
satu sama lain pengendalian yang berjalan secara alami
Tulisan ini merupakan review, (non-pestisida), yaitu teknik bercocok tanam
menginformasikan konsep dasar PHT dan pemanfaatan musuh alami seperti
berbasis ekologi, permasalahan dalam adopsi parasit, predator, dan patogen hama.
di tingkat petani, dan kandungan residu Penggunaan pestisida harus dilakukan
pestisida pada beras sebagai produk akhir secara bijaksana dan hanya dilakukan
yang akan dikonsumsi. Tulisan ini diharapkan apabila pengendalian lainnya masih tidak
dapat menjadi bahan masukan kebijakan mampu menurunkan populasi hama, dan (e)
dalam upaya pengendalian hama terpadu program pemantauan atau pengamatan
menurut konsep PHT, meminimalkan biologis dan lingkugan sangat mutlak dalam
penggunaan pestisida, dan mengurangi PHT karena melalui pemantauan petani
dampak residu pestisida terhadap kelestarian dapat mengetahui keadaan agro-ekosistem
lingkungan. sawah pada suatu saat dan tempat tertentu,
menganalisis untuk memilih tindakan
KONSEP DASAR PENGENDALIAN pengelolaan tanaman yang benar.
HAMA TERPADU Kegiatan diseminasi teknologi PHT
berbasis ekologi, diawali dengan kegiatan
Banyak para ahli menginformasikan
SL-PHT. Dengan bekal materi pelatihan
mengenai konsep PHT. PHT merupakan
tersebut, petani belajar menerapkan tahapan
sistem pengendalian dengan
pengambilan keputusan dalam pengelolaan
mengombinasikan berbagai cara
tanaman, termasuk pengendalian hama
pengendalian yang dapat diterapkan menjadi
penyakit. Pada langkah pertama, petani
satu kesatuan program yang serasi agar
diharuskan melakukan pengamatan
populasi hama tetap selalu ada dalam
agroekosistem sawah, termasuk
keadaan yang tidak menimbulkan kerugian
pertumbuhan tanaman, keadaan hama
ekonomi dan aman bagi lingkungan. PHT
penyakit, dan keadaan musuh alaminya.
adalah sebuah pendekatan baru untuk
Berdasarkan data dan informasi yang
melindungi tanaman dalam konteks sebuah
diperoleh, dilakukan analisis agroekosistem
sistem produksi tanaman (Sucipto 1992).
lahan selanjutnya bermusyawarah dengan
Selanjutnya, Untung (1997)
petani lain dalam wadah kelompok tani
menyatakan, bahwa PHT memiliki beberapa
untuk memilih tindakan pengendalian hama
prinsip yang khas, yaitu: (a) sasaran PHT
sesuai konsep PHT (Gambar 1).
bukan eradikasi atau pemusnahan hama
tetapi pembatasan atau pengendalian
populasi hama sehingga tidak merugikan,
(b) PHT merupakan pendekatan holistik
maka penerapannya harus mengikutsertakan
berbagai disiplin ilmu dan sektor
pembangunan sehingga diperoleh
rekomendasi yang optimal, (c) PHT selalu
mempertimbangkan dinamika ekosistem dan
36 Agros Vol.17 No.1, Januari 2015: 33-45

Analisis Pengambilan
ekosistem keputusan kelompok

Pemantauan/ Tindakan
pengamatan ekosistem pengelolaan sawah

AGRO EKOSISTEM

Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan Pengendalian Hama di Tingkat Lapangan/Petani


(Sumber: Untung 1997)

PHT lebih mendahulukan proses a. Teknologi budidaya yang benar.


pengendalian yang berjalan secara alami Komponen teknologi budidaya yang
(non-pestisida): mencakup teknik budidaya benar pada dasarnya bisa mengacu pada
yang benar; pemanfaatan musuh alami komponen teknologi Pengelolaan
seperti parasit, predator, dan patogen hama; Tanaman Terpadu (PTT) padi, yaitu
memanfaatkan potensi alam di sekitar kebun meliputi penggunaan varietas unggul,
seperti pupuk organik (bokhasi, pupuk benih bermutu dan berlabel, pengelolaan
kandang, dan pupuk daun), pestisida nabati tanah sesuai musim dan pola tanam,
(daun nimba, sirsak, ubi gadung, dan lain- penanaman bibit muda (<21 hari),
lain). Dengan demikian dalam konsep PHT penanaman bibit satu hingga tiga batang
ditemukan dua langkah pengendalian, yaitu: per lubang, pemberian bahan organik,
langkah pencegahan (preventive controls) pengaturan populasi tanaman secara
dan langkah pengendalian (currative optimum (termasuk jajar legowo),
controls). Tindakan preventif dilakukan pemupukan berdasarkan kondisi lahan
lebih dahulu dan apabila populasi OPT dan kebutuhan tanaman, pengairan
masih bisa berkembang sampai di atas secara epektif dan efisien, pengendalian
ambang ekonimi baru dilakukan tindakan gulma. Melalui penerapan teknologi
pengendalian, baik secara mekanis, fisis budidaya yang benar akan tumbuh
maupun menggunakan pestisida secara tanaman yang sehat, tahan gangguan
bijaksana. OPT, dan populasi hama penyakit
Konsep Dasar dan Penerapan PHT (IGP. Alit Diratmaja; Zakiah) 37

tertekan berada di bawah ambang mengurangi nafsu makan dan diharapkan


ekonomi tidak menimbulkan kerusakan. berlanjut dengan kematian (Daras &
Zaubin 2002). Sumber bahan baku
b. Pemanfaatan musuh alami (biological pestisida nabati sudah tersedia di sekitar
controls). Upaya menekan populasi sawah petani seperti daun mimba, daun
hama agar tidak menimbulkan kerusakan sirsak, tuba, dan paitan yang seluruhnya
dapat dilakukan dengan mengelola digunakan untuk hama kutu hijau dan
komponen biotis di lingkungannya. kutu putih. Adapun untuk penyakit jamur
Beberapa komponen biotis yang dapat akar dianjurkan menggunakan bubur
dimanfaatkan adalah varietas padi toleran burdo.
hama penyakit dan musuh alaminya.
Jenis musuh alami yang dapat e. Penggunaan pestisida an-organik
mengurangi populasi hama berupa secara bijaksana. Petani diperbolehkan
parasitoid, predator, patogen (jamur, menggunakan pestisida an-organik
bakteri, virus, dan rekitzia), nematoda apabila sebelumnya sudah melaksanakan
dan jasad renik lainnya (Debach 1973 usaha pencegahan tetapi belum
dalam Kartohardjono 2009). Musuh memberikan hasil optimal dan populasi
alami berimplikasi terhadap peningkatan hama masih di tingkat ambang ekonomi.
efisiensi produksi akibat penurunan biaya Penggunaan pestisida an-organik harus
pemakaian pestisida an-organik yang secara bijaksana, baik dari pemilihan
sekaligus meminimalkan terjadinya jenis pestisida, dosis, maupun cara
pencemaran terhadap produk maupun aplikasi.
lingkungan. Jenis agen pengendalian
Penggunaaan pestisida dilakukan
hayati digolongkan menjadi dua, yaitu:
apabila gangguan hama sudah mencapai
musuh alami yang mampu menyebar
ambang ekonomi dan menggunakan
sendiri dan insektisida hayati
pestisida secara bijaksana. Ambang ekonomi
(Mahundihardjo 2003 dalam
adalah tingkat serangan hama penyakit yang
Kartohardjono 2009).
mulai kritis dan perlu tindakan pengendalian
untuk mencegah melebihi tingkat kerugian
c. Pengendalian secara mekanik dan
ekonomi (Reissig et al. 1986). Ambang
fisis. Cara mekanis dilakukan dengan
ekonomi dapat diukur melalui jumlah atau
menggunakan berbagai alat atau bahan
pupolasi hama dan umur tanamannya.
untuk mengendalikan hama seperti pakai
Misalkan untuk hama utama padi, wereng
tangan atau alat, memagari tanaman, alat
coklat mencapai ambang ekonomi apabila
pengisap, dan alat penagkap. Adapun
sudah ditemukan sembilan ekor per rumpun
cara fisis melalui pemanfaatan faktor
pada tanaman padi umur kurang dari 40 hari
fisis seperti suhu panas atau dingin,
atau 18 ekor per rumpun pada tanaman padi
suara, kelembaban, energi, perangkap,
umur lebih dari 40 hari setelah tanam. Untuk
dan pengaturan cahaya (Oka 1995).
hama Penggulung daun mencapai ambang
ekonomi apabila kerusakan daunnya sudah
d. Penggunaan pestisida nabati.
mencapai 25 persen pada tanaman padi
Penggunaan pestisida nabati tidak
umur kurang dari 40 hari atau 15 persen
langsung membunuh hama tetapi sebagai
pada tanaman berumur lebih dari 40 hari
upaya mengusir hama dari tanaman,
setelah tanam (Tabel 1).
38 Agros Vol.17 No.1, Januari 2015: 33-45

Tabel 1. Ambang Ekonomi Tunggal Menurut Jenis Hama dan Stadia Tumbuh Tanaman Padi
Jenis hama Stadia tumbuh tanaman Ambang ekonomi tunggal
Wereng coklat < 40 HST 9 ekor Wc/rumpun
> 40 HST 18 ekor Wc/rumpun
W.P.Wereng putih < 40 HST 14 ekor Wpp/rumpun
> 40 HST 21 ekor Wpp/rumpun
Walang sangit Matang susu 10 ekor Ws/rumpun
Kepinding tanah Semua stadia 5 ekor Kt/rumpun
Penggerek batang Vegetatif/generatif 4 hari setelah penerbangan
Vegetatif/reproduktif 6% sundep; 9% beluk
Pelipat daun Vegetatif 13% daun rusak
Penggulung daun < 40 HST 25% daun rusak
> 40 HST 15% daun rusak
Ulat grayak Vegetatif 25% daun rusak
Reproduktif 15% daun rusak
Sumber: Yusuf et al. 2011.

Dengan demikian penggunaan


pestisida merupakan pilihan terakhir apabila
cara-cara pengendalian lainnya telah dicoba Introduksi teknologi PHT dimulai
dan tidak menampakkan hasil yang dengan melakukan pelatihan petugas untuk
memuaskan dan boleh dilakukan apabila diteruskan ke petani dengan nama Sekolah
populasi hama sudah mencapai ambang Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-
ekonomi (Hanindipto 1989). Ketentuan ini PHT). Pelatihan SL-PHT pada dasarnya
untuk menghindari penggunaan pestisida mencakup empat prinsip, yaitu (a) petani
secara terjadwal, ada tidak ada hama petani mampu untuk mengusahakan budidaya
selalu melakukan penyemprotan tanaman sehat, (b) pelestarian dan
Penyemprotan hama secara regular pemanfaatan musuh alami, (c) pengamatan
(terjadwal) akan merugikan karena; (i) sawah secara berkala, dan (d) petani mampu
mengorbankan sejumlah biaya pengendalian menjadi manager dalam usaha tani (Untung
hama yang sebenarnya tidak perlu, (ii) 1997).Petani alumni SL-PHT diharapkan di
kurang memberikan dampak ekonomis samping mampu menerapkan teknologi PHT
bahkan mengurangi nilai pendapatan dan di lahan usahataninya, juga mereka dapat
(iii) memperbesar peluang terjadinya menyebarluaskan teknologi tersebut ke
pencemaran lingkungan akibat residu petani lain di sekitarnya, mereka menjadi
pestisida (Ditjentan Tanaman Pangan 1987). mitra penyuluh dalam penyebaran teknologi
PHT. Proses penyebaran (diffusion)
PENERAPAN TEKNOLOGI PHT DI teknologi PHT dimungkinkan karena di
TINGKAT PETANI samping peningkatan kinerja petugas lapang
Konsep Dasar dan Penerapan PHT (IGP. Alit Diratmaja; Zakiah) 39

dan kelompok tani, juga tempat tinggal atau


lokasi pertanaman petani alumni dan non- Selama ini, petani padi relatif masih
alumni relatif berdekatan satu sama lain. kurang memanfaatkan keberadaan musuh
Namun demikian, tidak semua alami, apalagi melakukan upaya
komponen teknologi bisa diterapkan oleh pelestarian. Di sepanjang jalur pantura,
petani dikarenakan adanya permasalahan, pemburuan ular sebagai predator tikus
baik bersifat teknis, sosial maupun semakin intensif dikarenakan dapat
ekonomis. Keragaan adopsi komponen memberikan nilai ekonomi. Pestisida
teknologi PTT Padi dan permasalahan yang terlarang mempunyai sifat sukar terurai
dihadapi petani dalam penerapan (undegradable) dan berspektrum luas
PHTsebagai berikut. (wide spectrum) sehingga tidak hanya
membunuh hama sasaran tapi juga akan
a. Komponen teknologi budidaya sehat. membunuh organisme penting lainnya
seperti parasites, predator, cacing tanah,
Beberapa komponen teknologi dan insektisida penyerbuk (Oka 1995).
budidaya sehat yang umumnya sudah
diterapkan oleh petani adalah c. Penggunaan pestisida nabati.
penggunaan varietas unggul, benih
bermutu dan berlabel, pengelolaan tanah Petani pada umumnya kurang
sesuai musim dan pola tanam, pemberian tertarik menggunakan jenis pestisida
bahan organik, pengaturan populasi nabati dikarenakan: (i) pestisida nabati
tanaman secara optimum, dan tidak bereaksi cepat membunuh hama
pengendalian gulma. Adapun komponen sehingga petani lebih memilih pestisida
teknologi lain yang relatif sulit sintetis dalam pengendalian OPT, (ii)
diterapkan adalah: (i) penanaman bibit membanjirnya produk pestisida sintetis,
muda (<21 hari) dan penanaman bibit longgarnya peraturan pendaftaran dan
satu hingga tiga batang per rumpun perijinan pestisida di Indonesia, (iii)
dikarenakan alasan spesifik lokasi, yaitu bahan baku pestisida nabati relatif masih
di lahan usahataninya banyak hama terbatas, dan (iv) peraturan perijinan
keong mas atau lahan sulit dikeringkan; pestisida nabati disamakan dengan
(ii) penggunaan BWD dan PUTS untuk pestisida kimia sintesis menyebabkan
menetapkan dosis pupuk dikarenakan sulit mendapatkan ijin edar dan
sulit diterapkan dan alat tidak tersedia diperjualbelikan (Kardinan 2009).
sehingga petani menggunakan takaran
pupuk yang sudah biasa dilakukan, (iii) e. Pengamatan populasi hama dan
pengairan secara efektif dan efisien penetapan ambang ekonomis.
(intermiten) paling sulit diterapkan dan
(iv) di beberapa lokasi petani kesulitan Dikarenakan berbagai alasan, petani
menerapkan sistem tanam jajar legowo merasakan berat melakukan pengamatan
dengan alasan belum terbiasa dan OPT sesuai panduan, pengamatan
membutuhkan biaya tanam lebih banyak dilakukan dengan cara melihat
(Kariyasa et al., 2012). pertanaman padi di pematang melihat
adanya gejala serangan. Selain itu,
b. Pemanfaatan musuh alami. tingkat ambang ekonomis tidak
40 Agros Vol.17 No.1, Januari 2015: 33-45

berdasarkan perhitungan populasi OPT pestisida dalam beras di Kabupaten


tetapi hanya berdasarkan perkiraan Kerawang menunjukkan bahwa tidak
sendiri. ditemukan jenis residu pestisida yang sudah
RESIDU PESTISIDA PADA BERAS melebihi nilai Maximum Residu Limits
(MRL) Indonesia. Beberapa residu masih
Residu pestisida adalah sisa-sisa
jauh di bawah MR Indonesia, yaitu BPMC
komponen pestisida dan derivatnya yang
dan endosulfan. Residu yang tidak terdeteksi
masih tertinggal dalam air, tanah, binatang
adalah sipermetrin, deltametrin,
ataupun tanaman yang sudah pernah
monokotofos, diazinon, karbofuran, karbaril,
terkontaminasi oleh pestisida, baik langsung
karbosulfan, bufrofesin, 2,4-D, dan metil
maupun tidak langsung (Soekardi &
sulfuran (Tabel 2). Hal ini dikarenakan
Sumatera 1982). Dalam konteks pertanian,
petani sudah tidak menggunakan lagi
residu pestisida adalah sisa-sisa pestisida
pestisida terlarang, melainkan menggunakan
termasuk metabolik dan turunannya yang
jenis pestisida anjuran yang mudah terurai
digunakan untuk mengendalikan hama
dan berspektrum sempit. Jenis insektisida
penyakit tanaman maupun serangga, baik
yang paling banyak digunakan oleh petani
pada bagian dalam maupun luar tanaman
(SL-PHT dan Non SL-PHT) berdasarkan
(FAO 1966 dalam Supriatna 1998).
bahan aktifnya adalah sipermetrin (23,9
Dalam penyemprotan hama,
persen), karbofuran (20,1 persen), BPMC
insektisida yang diaplikasikan sebagian
(15,3 persen), endosulfan (7,5 persen),
mengenai sasaran dan lainnya jatuh di luar
monokrotofos (4,6 persen), dan lainnya (7,4
sasaran, ke udara, tanah, dan air. Di udara,
persen). Adapun jenis herbisida terdiri atas
pestisida dapat mengalami proses foto
2,4-D (21,2 persen) dan metil sulfuran (0,7
dekomposisi, perkolasi, terbang mengikuti
persen).
aliran angin. Dalam air dan tanah pestisida
Hasil analisis tambahan terhadap
mengalami degradasi (secara fisis dan
empat jenis pestisida fresisten (Aldrin,
biologis), namun demikian untuk jenis-jenis
DDT, MIPC dan BHC) yang digunakan
pestisida persisten praktis tidak mengalami
pada masa lalu menunjukan, bahwa di
degradasi malahan akan terakumulasi
beberapa tempat masih ditemukan dua jenis
(Gambar 2).
yang sudah mendekati nilai MRL Indonesia
Faktor yang dapat memengaruhi
yaitu: (a) aldrin ditemukan di Desa Pacing
kadar residu pestisida dalam tanaman
(0,018 Ppm), Talun Jaya (0,017 Ppm), dan
adalah: (a) kelayakan jenis pestisida yang
Jatisari (0,016 Ppm): dan (b) DDT
digunakan dengan bermacam-macam bahan
ditemukan di Desa Jatisari (0,098 Ppm),
aktif dan konsentrasinya, (b) jarak waktu
Telarsasi (0,100 Ppm, dan Talun Jaya (0,094
antara panen dan aplikasi terakhir, dosis dan
Ppm). Sedangkan dua lainnya (MIPC dan
frekuensi aplikasi, (c) perlakuan pasca
BHC) kadarnya jauh dibawah nilai MRL
panen seperti pencucian, perendaman,
Indonesia. Residu ini berasal dari
pendinginan, dan (d) tingkat penyerapan sisa
penggunaan masa lampau, eradigunakannya
pestisida dalam tanah.
insektisida Diktor Difenol Trikloroetan
Residu pestisida di samping
(DDT), fungisida ferban dan herbisida 2,4-
merusak lingkungan ekosistem sawah juga
D. Waktu itu, pengendalian OPT tidak
akan menghasilkan beras yang tidak aman
memperhatikan perkembangan pemahaman
dikonsumsi apabila kandungan residu
biologi hama, ingin tanamannya bebas hama
melebihi batas maksimum. Studi residu
Konsep Dasar dan Penerapan PHT (IGP. Alit Diratmaja; Zakiah) 41

sehingga melakukan aplikasi pestisida


secara berjadwal dan berlebihan.

Pestisida Formulasi
BC/WP

Pencemaran
Pormulasi
Udara
Fotodekomposisi
Perkolasi

Pencemaran
Ta- Toksik
Transpor- Khewan Manusia
nah/ Residu Omnivora
tasi Tanaman Diu- herbivora karnivora
Air Akumulasi bah
Hidrolisis
Ikan Besar

Hama Musuh Alami Organisme Ikan Kecil


Bukan Sasaran

Zooplank-
ton
Pengairan

Dalau/Laut Mikroplan
kton
Air Tanah/Sungai

Gambar 2. Model Kualitas Perjalanan Pestisida Formulasi BC/WP Setelah Diaplikasikan


(Sumber: Subiyakto 1992)

Polutan yang tidak dapat terdegradasi,


seperti bahan dan racun, garam merkuri, siklus biogeokimia dan di sepanjang rantai
DDT tidak dapat dikurangi kadarnya atau makanan. Residu pestisida di dalam
dapat turun tetapi secara lamban sekali di makanan selain berasal dari pestisida yang
lingkungan alam. Polutan ini tidak hanya langsung diaplikasikan pada tanaman juga
menumpuk tetapi seringkali juga secara bisa disebabkan karena tanaman itu ditanam
biologis membesar ketika bergerak di dalam pada tanah yang sudah mengandung residu
42 Agros Vol.17 No.1, Januari 2015: 33-45

pestisida persisten akibat pemakaian masa lampau.


Tabel 2. Kandungan Residu Pestisida dalam Beras
Konsentrasi (Ppm)
Lokasi/ Kode
Siper Delta Monoko Diazi Klorpi Karbo Karba
Desa Contoh
metrin metrin tofos* Non* Rifos* furan BPMC ril
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jatisari SK 4 - - - - 0,029 - 0,003 -
Telangsari SK 5 - - - - 0,055 - 0,002 -
Pacing SK 6 - - - - 0,024 - - -
Sukamekar SK 8 - - - - 0,037 - 0,001 -
Tanjung SK 13 - - - - 0,056 - 0,001 -
Gembongan SK 10 - - - - 0,025 - 0,001 -
Talun Jaya SK 12 - - - - 0,038 - 0,002 -
Sukamulya SK 15 - - - - 0.028 - - -
Standar residu pestisida
WHO/FAO MR (mg/kg) 0,020 5,000 0,050 0,100 0,100 0,200 0,010 5,000
WHO/FAO ADI (mg/kg) - - - 0,200 0,010 - - -
Indonesia MRL (mg/kg) 0,020 5,000 0,050 0,100 0,100 0,200 0,010 5,000

Lanjutan Tabel 2. Kandungan Residu Pestisida dalam Beras


Konsentrasi (Ppm)
Lokasi/ Kode
Endo Bupro 2,4-D Metil
Desa Contoh sulfan fesin Sulfu MIPC* BHC* Aldrin DDT*
ran
1 2 11 12 13 14 15 16 17 18
Jatisari SK 4 - - - - 0,003 0,004 0,016 0,088
Telangsari SK 5 - - - - 0,001 0,005 - 0,088
Pacing SK 6 0,022 0,015 - - - - 0,018 0,065
Sukamekar SK 8 0,011 - - - 0,001 0,007 - 0,063
Tanjung SK 13 - - - - 0,002 - - -
Gembongan SK 10 - - - - 0,001 - - 0,047
Talun Jaya SK 12 0,009 - - - - 0,007 0,017 0,084
Sukamulya SK 15 0,009 - - - 0,001 - 0,018 0,068
Standar residu pestisida
WHO/FAO MR (mg/kg) 0,100 0,100 0,100 0,500 0,200 0,050 0,020 0,100
WHO/FAO ADI (mg/kg) 0,008 0,008 - 0,300 0,010 - 0,0001 0,020
Indonesia MRL (mg/kg) 1,000 1,000 0,100 0,500 0,200 0,050 0,020 0,100
*) Jenis pestisida dilarang; -) Tidak terdeteksi
MRL= Maksimum Residu Limits; ADI= Acceptable Daily Intake
Sumber: Supriatna (1998).
Konsep Dasar dan Penerapan PHT (IGP. Alit Diratmaja; Zakiah) 43

Tabel 3. Kelayakan Usaha Tani Antara Petani SL-PHT dan Non SL-PHT di Kabupaten
Kerawang (Rp/ha/musim).
Masukan/pengeluaran SL-PHT Non SL-PHT Selisih
(SL-PHT-Non SL-PHT)
Input produksi
Benih 12.940 12.500 440
Pupuk 179.960 176.890 3.070
Jumlah (A): 192.900 189.390 3.510
Insektisida 25.140 38.690 -13.550
Herbisida 22.400 20.310 2.090
Rodentisida 9.200 4.770 4.430
Jumlah (B): 56.740 63.770 - 7.030 (12,4%)
TK.aplikasi pestisida 31.500 46.420 -14.920
Tk.non pestisida 741.170 750.770 -9.600
Jumlah (C): 772.670 797.190 -24.520 (3,2%)
Biaya lainnya 60.000 60.000 0
Jumlah (A+B+C+D): 1.082.310 1.110.350 -28.040
Nilai produksi 2.646.180 2.684.610 -38.430 (1,5%)
Pendapatan 1.563.870 1.574.260 -10.390 (0,7%)
RC Ratio 2,44 2,42 0,02 (0,8%)
Sumber: Supriatna (1998).

Pestisida yang dilarang digunakan Keuntungan mengendalikan hama


pada umumnya pestisida yang sukar terurai tanaman dengan menggunakan metode PHT
(undegradable) karena residunya akan di samping menekan pencemaran
terakumulasi mencapai tingkat konsentrasi lingkungan juga memberikan keuntungan
yang membahayakan, baik bagi tanah, air ekonomi melalui optimalisasi biaya
maupun tanaman dan pestisida yang pestisida dan tenaga aplikasinya. Studi di
berspektrum luas (wide spectrum) karena Kabupaten Kerawang tahun 1998
tidak hanya membunuh hama sasaran menginformasikan bahwa pada usaha tani
(targeted pests) tetapi juga membunuh padi petani SL-PHT mengalokasikan biaya
organisme lain yang menguntungkan, seperti pengadaan pestisida Rp 56.740, sedangkan
predator hama, cacing tanah, dan serangga petani non SL-PHT Rp 63.770 atau lebih
penyerbuk (Ditjen Tanaman Pangan 1987). banyak sekitar 12,4 persen per ha per
musim. Biaya tenaga kerja aplikasi pestisida
KEUNTUNGAN EKONOMI SL-PHT Rp 56.740, sedangkan non SL-PHT
MENERAPKAN METODE PHT Rp 797.190 atau lebih banyak sekitar 24,5
persen per ha per tahun. Meskipun nilai
44 Agros Vol.17 No.1, Januari 2015: 33-45

produksi dan pendapatan petani SL-PHT 3. Pengembangan penerapan teknologi PHT


sedikit di bawah petani non SL-PHT, oleh petani perlu terus ditingkatkan
masing-masing berbeda sekitar 1,5 persen terutama: (i) penerapan teknologi
dan 0,7 persen, tetapi SL-PHT memberikan budidaya sehat yang selama ini sulit
keuntungan lain, yaitu nilai R/C lebih tinggi diterapkan, meliputi penggunaan BWD
(0,8 persen) dibandingkan non SL-PHT dan dan PUTS untuk menetapkan dosis
yang lebih penting berkurangnya dampak pupuk yang tepat, pengairan secara
negatif penggunaan pestisida terhadap efektif dan efisien (intermiten), sistem
perkembangan musuh alami dan tanam jajar legowo, pemanfaatan musuh
pencemaran lingkungan (Tabel 2). alami, penggunaan pestisida nabati,
pengamatan populasi hama dan
KESIMPULAN DAN SARAN
penetapan ambang ekonomis. Untuk itu,
diperlukan kerjasama dan keseriusan dari
1. PHT merupakan konsep dan sekaligus
berbagai pihak terkait, kebijakan
teknologi pengendalian hama yang
pemerintah, dan peningkatan
dilaksanakan dengan mengelola
kemampuan petugas pengamat hama di
ekosistem setempat melalui perpaduan
tingkat lapangan.
berbagai teknik pengendalian hama
secara kompatibel dan teknik
DAFTAR PUSTAKA
pemantauan sedemikian rupa sehingga
populasi hama dapat dipertahankan tetap
berada di dalam keseimbangannya Yusuf, A., Akmal, & D. Harmowo. 2011.
dengan populasi musuh alami dan Teknologi Budidaya Padi Sawah
populasi hama berada di bawah ambang Mendukung SL-PTT Di Sumatera Utara.
kerusakan ekonomi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
2. Introduksi PHT dan dukungan berbagai (BPTP). Sumatera Utara. 46 hal.
kebijakan pemerintah, terutama
Daras U. & R. Zaubin. 2002. Pemupukan
kebijakan larangan penggunan pestisida
dan pemangkasan jambu mete. Dalam
persisten dan berspektrum luas
Robber, Z., M. Hadad, E.A., Usman, D.,
berpengaruh positif terhadap kelestarian
Ellyda, A.W., Djajeng, S., Ludi, M.,
lingkungan dan kandungan pestisida
Amrizal, M.R., Rita, & Wiratno (Eds.).
pada gabah. Untuk pestisida anjuran,
Monografi jambu mete. Pusat Penelitian dan
residunya tidak terdeteksi dan meskipun
Pengembangan Tanaman Perkebunan.Badan
terdeteksi masih di bawah Batas
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Maksimum Residu (LMR) Indonesia.
hlm. 67-76
Sebaliknya pestisida yang dilarang yang
berasal dari penggunaan masa lampau Ditjentan Tanaman Pangan. 1987. Pestisida
masih ditemukan berada di bawah Batas Untuk Pertanian dan Kehutanan. Direktorat
Maksimum Residu (MRL) Indonesia, Perlindungan Tanaman Pangan. Direktorat
yaitu Dichloro Diphenyl Trichloroethan Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta
(DDT), fungisida ferban, dan herbisida 205 hal.
2,4-D. Dengan demikian adanya larangan Hanindipto, W.B.D. 1989. Kajian
penggunaan pestisida persisten Penggunaan Pestisida Terhadap
berspektrum luas sangat tepat. Kemampuan Lingkungan di Kabupaten Dati
Konsep Dasar dan Penerapan PHT (IGP. Alit Diratmaja; Zakiah) 45

II Klaten; Mata Kuliah Hukum Lingkungan Management in Rice in Tropical Asia.


Program Studi Ilmu Lingkungan; Program International Rice Research Institute. Manila.
Pasca Sarjana UGM; Yogyakarta. Philippines. 411 hal.
Kardinan, A. 2009. Kearifan Lokal Subiyakto S. 1992. Pestisida Untuk
Penggunaan Pestisida Nabati Dalam Tanaman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Pengendalian Hama Tanaman Menuju
Sucipto, A. 1992. Pengendalian Hama
Sistem Pertanian Organik.Orasi Pengukuhan
Terpadu Sebagai Usaha Peningkatan
Profesor Riset Bidang Hama Tanaman.
Produksi Pertanian Yang Berwawasan
Bogor, April 2009. Badan Penelitian Dan
Lingkungan; Buletin Ilmu Terpadu No 20
Pengembangan Pertanian. Departemen
Agustus 1992; UPN ”Veteran”; Yogyakarta.
Pertanian. 57 hal.
Supriatna, A. 1998. Penggunaan Pestisida
Kariyasa, K., K.G. Mudiarta, Ari M., Joko
dan Pengaruhnya Terhadap Pencemaran
M., W. Sudana, A. Supriatna, Yovita A. D.,
Pada Usahatani Padi Sawah. Tesis.
Vyta W. H., Sabilal F., Dhani S., Amalia U.,
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
& Andriati. 2012. Laporan Kajian Kinerja
Alam dan Lingkungan. Program Pasca
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.89 hal.
Terpadu (SL-PTT) Pada Produksi Padi di
Indonesia. Balai Besar Pengkajian Dan Untung, K. 1997. Penerapan Prinsip-prinsip
Pengembangan Teknologi Pertanian PHT pada Sub Sektor Perkebunan. Bahan
(BBP2TP). Bogor. Ceramah pada Apresiasi Proyek PHT
Tanaman Perkebunan Rakyat. Cipanas,
Kartahardjono, A. 2009. Penggunaan
Jawa Barat. Maret 1997.
Musuh Alami Sebagai Komponen
Pengendalian Hama Padi Berbasis
Ekologi.Orasi Pengukuhan Profesor Riset
Bidang Entomologi Tanaman Pangan. Bogor,
April 2009. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. 63 hal.
Laba, I.W. 2009. Analisis Empiris
Penggunaan Insektisida Menuju Pertanian
Berkelanjutan. Orasi Pengukuhan Profesor
Riset Bidang Hama Penyakit Tanaman.
Bogor, April 2009. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. 74 hal.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu
dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah
Mada University Press.Yogyakarta.255 hal.
Reissig, W.H., E.A. Heinrichs, K. Moody,
L. Fiedder, T.W. Mew, and A.T. Barrion.
1986. Illustrated Guide to Integrated Pest

Anda mungkin juga menyukai