Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN GAWAR DARURAT

“PERITONITIS, TRHOMBOFLEBITIS, LUKA


PERINEUM”

Kelompok 15 :

1. Endah Kustianingsih (201602009)

AKADEMI KESEHATAN RAJEKWESI BOJONEGORO

PRODI DIPLOMA III KEBIDANAN

TAHUN AKADEMIK 2017/2018


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang maha mengetahui dan maha bijaksana yang telah
memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Salawat
serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat
dengan suri tauladan-Nya yang baik.
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah, kesempatan dan
pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini.Makalah ini merupakan
pengetahuan tentang ASUHAN KEBIDANAN GAWAT DARURAT, semua dirangkum
dalam tugas ini, agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di pahami, lebih
singkat dan akurat.
Sistematika makalah ini dimulai dari kata pengantar yang merupakan apersepsi atas
materi yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut. Selanjutnya, Pembaca akan masuk
pada inti pembahasaan dan diakhiri dengan kesimpulan. Diharapkan pembaca dapat mengkaji
berbagai permasalahan tentang ASUHAN KEBIDANAN GAWAT DARURAT.
Akhirnya, kami penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses pembuatan tugas ini. Kami menyadari bahwa tugas ini masih belum
sempurna untuk menjadi lebih sempurna lagi kami membutuhkan kritik dan saran dari pihak
lain untuk membagikannya demi memperbaiki kekurangan pada tugas ini. Semoga tugas ini
bermanfaaat bagi anda semua.Terimakasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bojonegoro, 27 April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………
B. Tujuan Penulisan………………………………………………….
C. Manfaat…………………………………………………………..

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Peritonitis…………………………………………………...
B. Trhomboflebitis………………………………………………….
C. Luka Perineum .................................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS

a. Asuhan Kebidanan Pada Ibu nifas Dengan Peritonitis……………...................


b. Asuhan kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Trohomboflebitis………………......
c. Asuhan kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Luka Perineum .............................

BAB IV PEMBAHASAN

A. Definisi Peritonitis, Trhomboflebitis, dan Luka Perineum...... ……………................


B. Etiologi Peritonitis. Trhomboflebitis dan Luka Perineum …………………………...
C. Patofisiologi Peritonitis,Trhomboflebitis dan Luka Perineum ........................……........
D. Manifestasi Klinis Peritonitis, Trhomboflebitis dan Luka Perineum ..............................
E. Faktor Resiko Peritonitis, Trhomboflebitis dan Luka Perineum .............................
F. Diagnosa Peritonitis, Trhomboflebitis dan Luka Perineum ....................................
G. Penatalaksanaan Peritonitis, Trhomboflebitis dan Luka Perineum ........................

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

BAB VI DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,
defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi
Thromboflebitis adalah invasi / perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti
aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis didahului dengan
trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas.
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan
pembekuan darah. Thromboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat
kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen, dilatasi vena
ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin selama kehamilan dan
persalinan dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan statis dan
pembekuan darah pada ekstremitas bagian bawah. (Adele Pillitteri, 2007).
Luka perineum adalah luka pada perineum karena adanya robekan jalan lahir baik
karena rupture spontan maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin
(Wiknjosastra, 2007)

B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mashasiswa mengetahui pengertian depresi postpartum dan postpartum psikosa.
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami tanda gejala ibu yang mengalami depresi
postpartum dan postpartum psikosa.
3. Mampu memberikan asuhan pada ibu postpartum dengan depresi postpartum dan
postpartum psikos

C. MANFAAT
1. Manfaat bagi mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannyadalam memberi asuhan kebidanan
yang sesuai dengan standar yang telah ada.
2. Manfaat bagi tenaga kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petugas kesehatan
khususnya bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS


PADA NY “A” USIA 23 TAHUN DENGAN PERITONITIS P1 A0
DI BPM RITA SUGIARTI Amd. Keb.
MAGETAN
Tanggal : 25 April 2017
Jam : 17.00 WIB
A. DATA SUBYEKTIF
1. Biodata Istri / Suami
Nama : Ny “A” / Tn. “B”
Umur : 23 Tahun / 30 Tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA / SMK
Pekerjaan : IRT / Wiraswasta
Penghasilan : Rp -
Alamat : Ds Dolopo RT : 12 RW : 02 Magetan

2. Keluhan Utama
Ibu datang ke bidan tanggal 25 April 2017, pukul 09.00 wib, ibu mengatakan
telah melahirkan anak laki-laki 10 hari yang lalu, ibu mengatakan masih sakit
pada daerah perut kanan bagian bawah dan masih merasakan mules,ibu
mengatakan demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu.

3. Riwayat Kesehatan Ibu


Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular (TBC), menurun
(DM), dan menahun (Jantung). Serta tidak ada riwayat hamil kembar

4. Riwayat Kesehatan Keluarga.


Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang pernah menderita penyakit
menular (TBC), menurun (DM), dan menahun (Jantung). Serta dalam keluarga
tidak tidak ada riwayat hamil kembar.

5. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 Tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28 hari
Frekuensi : 2x ganti pembalut/hari
Desminorhea : kadang kadang
Flour Albous :-
Karakteristik : gumpal – cair

6. Riwayat Pernikahan
Menikah ke :1
Lama : 5 tahun
Usia Menikah : 23 tahun

7. Riwayat Obstetri
1) HPHT : 11 Juli 2017
2) Taksiran Persalinan : 18 April 2017
3) Tanggal bersalin : 15 April 2017
4) Frekuensi ANC : 7 kali
5) Suntik TT : 2 kali

8. Pola kebutuhan sehari hari


a. Nutrisi
Selama hamil : Makan 3X sehari, 1 porsi dengan menu nasi, lauk, sayur.
Setiap hari ibu minum air putih 7 – 8 gelas ditambah dengan
susu 2 gelas.
Selama Nifas : selama 6 jam post partum Ibu makan 1 posri dengan menu
nasi, lauk, sayur, buah. Yaitu dengan 2 centong nasi, lauknya
tempe, tahu, dan daging-dagingan saja, karna ibu mempunyai
riwayat alergi, sayurnya sayur bening katuk, bayam, dll, dan ibu
makan buah-buhan seperti jeruk, apel dan lain-lain, dan ibu
menghabiskan 6 – 7 gelas air putih.
b. Pola eliminasi
Selama hamil : Ibu BAB 1 kali sehari dengan warna kuning kecoklatan,
konsistensi lembek, warna khas, setiap hari ibu BAK 5 – 6 kali
dengan warna kuning jernih dan berbau khas amoniak.
Selama Nifas : Selama 6 jam post partum ini ibu belum BAB, selama
pengkajian ini ibu sudah BAK 2 kali dengan warna kuning
jernih dan berbau khas.
c. Pola istirahat
Selama hamil : Ibu mengatakan tidur malam 6 – 7 jam, tidur siang 1 – 2 jam.
Selama Nifas : Selama 6 jam post partum Ibu mengatakan tidur selama 3 jam
post partum
d. Personal hygiene
Selama hamil : Ibu mandi 2 kali sehari, sering mengganti celana dalam saat
lembab
Selama Nifas : Selama 6 jam post partum Ibu belum mandi tapi ibu sering
mengganti pembalut sehabis BAB, atau saat pembalut ibu sudah
penuh.
e. Pola sexsual
Selama hamil : Ibu mengatakan selama hamil jarang melakukan hubungan
seksual, minimal 1 kali seminggu.
Selama Nifas :selama 6 jam post partum ini ibu belum melakukan hungan
seksual karena ibu baru saja melahirkan.

9. Riwayat KB
Ibu mengatakan menggunakan KB pilkombinasi selama ini, karena mereka
ingin menunda kehamila ndulu.
10. Data Psikologi
Ibu dan keluarga mengatakan senang dengan kelahiran bayinya yang pertama
tapi sekarang ibu merasa cemas dengan keadaannya.

11. Latar Belakang Sosial Budaya


Ibu mengatakan tidak ada pantangan makanan apapun serta dalamkeluarga ada
acara 7 bulanan

12. Data spiritual


Ibu mengatakan tidak mengerjakan ibadah sholat dll karena dalam masa nifas.

13. Data Pengetahuan


Ibu belum mengetahui tentang perawatan luka jahitan.

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
BB/TB : 53 kg / 159 cm
LILA : 25 cm
TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 82x/ menit
RR : 23x/ menit
S : 39’C
2. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Warna rambut : Hitam Kemerahan
Ketombe : Tidak Ada ketombe
Benjolan : Tidak Ada Benjolan
b) Wajah
Hiperpigmentasi : tidak ada
Pucat : Tidak Pucat
Oedema : Tidak Oedema
c) Mata
Simetris : Ya
Kelopak Mata : Tidak Oedema
Konjunctiva : Merah Muda
Sklera : Putih
d) Hidung
Simetris : Ya
Polip : Tidak Ada Pembesaran Polip
Kebersihan : Bersih
e) Mulut & Gigi
Warna Bibir : Merah Muda
Pacah – Pacah : bibir pecah-pecah
Sariawan : Tidak Ada
Gigi : Tidak Ada Caries
f) Telinga
Simetris : Ya
Gangguan Pendengaran : Tidak Ada
g) Leher
Simetris : Ya
Kelenjar Tyroid : Tidak Ada Pembesaran Thyroid
Kelenjar Getah Bening : Tidak Ada Pembesaran Getah bening
h) Ketiak
Pembesaran Limfe : Tidak Ada
i) Dada
Retraksi : Tidak Ada
Bunyi Mengi / Ronchi : Tidak Ada
j) Payudara
Simetris : Ya
Pembesaran : Ada, Kanan Dan Kiri
Puting Susu : Menonjol
Benjolan : Tidak Ada
Rasa Nyeri : Tidak Ada
Hiperpigmentasi : Ada, Pada Putting Susu Dan
Aerola
Konsistensi : Keras
Pengeluaran : Colostrum
k) Punggung Dan Pinggang
Simetris : Ya
Nyeri Ketuk : Tidak Ada
l) Abdomen
Pembesaran : Tidak Ada
Konsistensi : Keras
Kandung Kemih : Kosong
Uterus
TFU : 3 Jari Dibawah Pusat
m) Anogenital
Vulva : Tidak Oedema
Perineum : Ada Laserasi
Pengeluaran Pervaginam : Lochea Rubra
Anus : Tidak Ada Hemoroid
n) Ekstermitas Bawah
Oedema : Tidak Ada
Kemerahan : Tidak Ada
Varices : Tidak Ada
Refleks Patella : (+) Kanan Dan Kiri
3. Pemeriksaan Penunjang
HB : 12 grm%

C. ASESSMENT
Diagnosa : ibu P1 A0 post partum 10 hari dengan infeksi nifas (peritonitis)
Masalah : ibu merasa cemas dengan keadaannya dan tidak nyaman karena
nyeri pada perut
Masalah Potensial : Peritonitis Umum
Tindakan Segera : Rujuk dan Kolaborasi dengan Dokter Spesialis Kandungan
dalam pemberian antibiotik, analgetik serta deteksi USG

D. PLANNING
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami tanda gejala infeksi
pada bagian perut yang di tandai dengan nyeri tekan perut bagian bawah, mual,
dan demam
Ev. Ibu mengerti penjelasan bidan dan merasa cemas
2) Memberikan suppot mental pada ibu dengan cara memotivasi ibu untuk tetap
tenang dan tidak merasa cemas
Ev. Ibu merasa sedikit tenang
3) Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup dan membebaskan fikiran serta
melakukan pola istirahat tidur malam 8 jam dan tidur siang 2 jam.
Ev. Ibu akan mmelaksanakan untuk banyak istirahat
4) Menganjurkan ibu untuk makan-makanan bergizi untuk menjaga kondisi serta
mengembalikan kondisi ibu setelah melahirkan.
Ev. Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran bidan
5) Mengajari dan menganjurkan ibu melakukan perawatan personal hygiene dengan
selalu membersihkan kemaluannya saat mandi, setelah buang air kecil dan setelah
buang air besar
Ev. Ibu bersedia mengikuti anjuran bidan
6) Memberitahu ibu untuk mengatasi rasa nyeri dengan cara menarik nafas panjang
dan tidak terlalu banyak aktivitas
Ev. Ibu mengerti cara mengurangi nyeri di perut
7) Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan untuk menegakkan
diagnosa ibu dan dalam pemberian obat antibiotik dan analgetik serta vitamin
untuk memuluhkan kondisi ibu saat ini.
Ev. Ibu mengerti tentang penjelasan bidan
8) Memberitahu ibu dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan USG dengan
merujuk ke dokter spesialis kebidanan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
dalam mendiagnosa masalah ibu
Ev. Ibu dan keluarga mengerti dan bersedia untuk melakukan pemeriksaan USG
ke dokter spesialis
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS
PADA NY “A” USIA 23 TAHUN DENGAN THROMBOFLEBITIS P1 A0
DI BPM RITA SUGIARTI Amd. Keb.
MAGETAN
Tanggal : 20 Mei 2017
Jam : 10.00 WIB
A. DATA SUBYEKTIF
1. Biodata Istri / Suami
Nama : Ny “T” / Tn. “F”
Umur : 23 Tahun / 28 Tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA / SMA
Pekerjaan : IRT / Swasta
Penghasilan : Rp -
Alamat : Ds. Cenmuning RT : 15 RW : 03 Magetan

2. Keluhan Utama
Ibu datang ke bidan tanggal 20 Mei 2017 jam 10.00 WIB mengatakan sudah
melahirkan anak pertama 2 minggu yang lalu. Ibu mengatakan demam sejak 5 hari
yang lalu dan merasa nyeri pada tungkai sebelah kiri dan nyeri pada saat ditekuk, ibu
merasakan dan melihat kaki kirinya bengkak.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular (TBC), menurun
(DM), menahun (Jantung), serta tidak ada riwayat hamil kembar.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu mengatakan dalam keuarga tidak ada yang menderita penyakit menular
(TBC), menurun (DM), menahun (Jantung), serta tidak ada riwayat hamil kembar.

5. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 Tahun
Siklus : 28 Hari
Lama : 7 Hari
Karakteristik : Gumpal - cair
Desminorhea : tidak pernah
Flour Albous : tidak pernah

6. Riwayat Pernikahan
Menikah ke : 1
Lama menikah : 3 tahun
Usia Menikah : 20 tahun

7. Riwayat Obstetri
1) HPHT : 13 Agustus 2017
2) Taksiran Persalinan : 20 Mei 2017
3) Tanggal bersalin : 20 Mei 2017
4) Frekuensi ANC : 7 kali
5) Suntik TT : 2 kali

8. Pola kebutuhan sehari hari


a. Nutrisi
Selama hamil : Makan 3X sehari, 1 porsi dengan menu nasi, lauk, sayur. Setiap hari
ibu minum air putih 7 – 8 gelas ditambah dengan susu 2 gelas.
Selama Nifas : selama 6 jam post partum Ibu makan 1 posri dengan menu nasi,
lauk, sayur, buah. Yaitu dengan 2 centong nasi, lauknya tempe, tahu, dan daging-
dagingan saja, karna ibu mempunyai riwayat alergi, sayurnya sayur bening katuk,
bayam, dll, dan ibu makan buah-buhan seperti jeruk, apel dan lain-lain, dan ibu
menghabiskan 6 – 7 gelas air putih.
b. Pola eliminasi
Selama hamil : Ibu BAB 1 kali sehari dengan warna kuning kecoklatan,
konsistensi lembek, warna khas, setiap hari ibu BAK 5 – 6 kali dengan warna
kuning jernih dan berbau khas amoniak.
Selama Nifas : Selama 6 jam post partum ini ibu belum BAB, selama pengkajian ini
ibu sudah BAK 2 kali dengan warna kuning jernih dan berbau khas.
c. Pola istirahat
Selama hamil : Ibu mengatakan tidur malam 6 – 7 jam, tidur siang 1 – 2 jam.
Selama Nifas : Selama 6 jam post partum Ibu mengatakan tidur selama 3 jam post
partum
d. Personal hygiene
Selama hamil : Ibu mandi 2 kali sehari, sering mengganti celana dalam saat lembab
Selama Nifas : Selama 6 jam post partum Ibu belum mandi tapi ibu sering
mengganti pembalut sehabis BAB, atau saat pembalut ibu sudah penuh.
e. Pola sexsual
Selama hamil : Ibu mengatakan selama hamil jarang melakukan hubungan seksual,
minimal 1 kali seminggu.
Selama Nifas :selama 6 jam post partum ini ibu belum melakukan hungan seksual
karena ibu baru saja melahirkan.

9. Riwayat KB
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan KB apapun

10. Data Psikologi


Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya dan ibu merasa tidak nyaman
dengan nyeri di kakinya

11. Latar Belakang Sosial Budaya


Ibu mengatakan tidak ada pantangan makanan apapun serta dalam keluarga ada acara
7 bulanan

12. Data spiritual


Ibu mengatakan belum mengerjakan sholat 5 waktu karena masih dalam masa nifas.

13. Data Pengetahuan


Ibu tidak tahu mengapa nyeri.

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : kurang baik
Kesadaran : Composmentis
BB/TB : 50 kg/ 158cm
LILA : 24 cm
TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 81x/menit
RR : 22x/menit
S : 38,3’C
2. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Warna rambut : Hitam Kemerahan
Ketombe : Tidak Ada ketombe
Benjolan : Tidak Ada Benjolan
b) Wajah
Hiperpigmentasi : tidak ada
Pucat : Tidak Pucat
Oedema : Tidak Oedema
c) Mata
Simetris : Ya
Kelopak Mata : Tidak Oedema
Konjunctiva : Merah Muda
Sklera : Putih
d) Hidung
Simetris : Ya
Polip : Tidak Ada Pembesaran Polip
Kebersihan : Bersih
e) Mulut & Gigi
Warna Bibir : Merah Muda
Pacah – Pacah : bibir pecah-pecah
Sariawan : Tidak Ada
Gigi : Tidak Ada Caries

f) Telinga
Simetris : Ya
Gangguan Pendengaran : Tidak Ada
g) Leher
Simetris : Ya
Kelenjar Tyroid : Tidak Ada Pembesaran Thyroid
Kelenjar Getah Bening : Tidak Ada Pembesaran Getah bening
h) Ketiak
Pembesaran Limfe : Tidak Ada
i) Dada
Retraksi : Tidak Ada
Bunyi Mengi / Ronchi : Tidak Ada
j) Payudara
Simetris : Ya
Pembesaran : Ada, Kanan Dan Kiri
Puting Susu : Menonjol
Benjolan : Tidak Ada
Rasa Nyeri : Tidak Ada
Hiperpigmentasi : Ada, Pada Putting Susu Dan
Aerola
Konsistensi : Keras
Pengeluaran : Asi
k) Punggung Dan Pinggang
Simetris : Ya
Nyeri Ketuk : Tidak Ada
l) Abdomen
Pembesaran : Tidak Ada
Konsistensi : Keras
Kandung Kemih : Kosong
Uterus
TFU : sudah tidak teraba
m) Anogenital
Vulva : Tidak Oedema
Perineum : Tidak Ada
Pengeluaran Pervaginam : Lochea Sanguilenta
Anus : Tidak Ada Hemoroid
n) Ekstermitas Bawah
Oedema : Ada pada kaki sebelah kiri
Kemerahan : Ada
Pememriksaan tungkai dilakukandengan metode Hofman Sign : (+) ibu menjerit
menahan kesakitan
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
C. ASESSMENT
Diagnosa : Ibu P1 A0 post partum 2 minggu lalu dengan tromboflebitis
Masalah : rasa nyeri di tungkai, ibu tidak bisa melakukan aktivitas terutama
mengurus bayinya.
Kebutuhan : Atasi rasa nyeri yang dialami ibu
Masalah Potensial : sepsis puerpuralis
Tindakan segera : Kolaborasi dengan dokter Obgyn

D. PLANNING
1. Menjelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaanyaitu TD : 120/80 mmHg, nadi
81x/menit, Suhu 38,3’C dan pada bagian lutut terdapat sumbatan pada pembuluh
darah sehingga merasakan sakit pada daerah lutut.
Ev. Ibu mengerti tentang penjelasan yang sudah diberikan.
2. Memberitahu ibu penyebab tromboflebitis yaitu disebabkan karena ada sumbatan
aliran darah pada pembuluh darah vena sehingga kaki tampak merah, sakit dan
bengkak. Menjelaskan pada ibu tentang hasl konsultasi dengan dokter bahwa ibu
memrlukan pengobatan dengan penisilin dilarutkan dalam larutan glukosa 5% atau
linger laktatmelalui infus sesuai instruksi dokter.
Ev. Ibu mengerti penjelasan yang diberikan bidan
3. Memberikan obat-obatan yang diinstruksikan oleh dokter obgyn
Ev. Ibu mau bekerjasama dengan baiksaat obat masuk dalam tubuhnya dan tidak ada
reaksi alergi.
4. Memberitahu ibu cara mengatasi keluhan rasa sakit pada daerah lutut yang bengkak
yang terkena tromboflebitis yaitu dengan cara meninggikan kaki pada saat duduk,
menggunakan kaoskaki panjang yang elastis selama mungkin dan kompres hangat
agar rasa sakitnya hilang
Ev. Ibu mengerti tentang penjelasan bidan dan mau melakukannya
5. Memberitahu ibu cara mengatasi demam yaitu dengan cara kompres hangat pada
daerah kening dan lipatan ketiak agar panas ibu cepat turun.
Ev. Ibu mau melakukannya
6. Menganjurkan ibu untuk banyak minum yaitu minimal 8 gelas sedang per hari untuk
mencegah dehidrasi
Ev. Ibu mengerti dan akan melakukannya
7. Menganjurkan ibu untuk melakukan aktivitas secara bertahap jangan langsung
melakukan aktivitas yang berat karena hal tersebut dapat memperberat keadaan ibu
Ev. Ibu mengerti penjelasan bidan
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS
PADA NY “A” USIA 23 TAHUN DENGAN LUKA PERINEUM P1 A0
DI BPM RITA SUGIARTI Amd. Keb.
MAGETAN
Tanggal : 20 Desember 2017
Jam : 14.00 WIB
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas Istri / Suami
Nama : Ny. A Tn. R
Umur : 25 tahun 29 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMP SMA
Pekerjaan : IRT Karyawan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Alamat : Sarangan RT : 12 RW : 02 Magetan

2. Alasan masuk ruang nifas


Ibu mengatakan ingin memeriksakan keadaannya.

3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan pada luka jahitan terasa nyeri.

4. Riwayat Perkawinan
Status Perkawinan : Perkawinan yang pertama, syah
Menikah sejak umur : ibu 22 tahun suami 24 tahun
Lama perkawinan : 3 tahun

5. Riwayat Menstruasi
HPHT : 11 Maret 2017
HPL : 18 Desember 201
Menarche : 14 tahun
Lama Menstruasi : 7 hari
Teratur/tidak : Teratur
Siklus : 28 hari
Banyaknya : 3x ganti pembalut pada hari pertama dan
2x ganti pembalut pada hari kedua
Keluhan : Tidak ada

6. Riwayat obstetri
P1 A0
7. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Persalinan Nifas
Hami lahir UK Jenis Penolon Temp L/ BB Komplika Lakta Komplika
l ke- Persalina g at P Lahi si si si
n r
1 18/1 40 Spontan bidan BPS p 310 Tidak ada lancar Tidak ada
2 mg 0
/201 g gra
1 m

8. Riwayat persalinan ini


Tanggal persalinan : 18 Desember 2011, jam 10.00 WIB
Tempat persalinan : BPS RIZQY
Jenis persalinan : Spontan
Penolong : Bidan

9. Keadaan Bayi Baru Lahir


Lahir tanggal : 18 Desember 2011, jam 10.00 WIB
BB/PB lahir : 3100 gram/50cm
Jenis kelamin : perempuan
Pola tidur : 12 jam/hari
· Pola nutrisi
Frekuensi menyusu : 9 kali/hari
Durasi : 20 menit
Masalah Pada Ibu dan Bayi : tidak ada
· Pola eliminasi
BAK : 7-8 kali/hari
Konsistensi : cair
Warna : khas urin
Bau : khas urin
BAB : 3 kali/hari
Konsistensi : lembek
Warna : khas feses
Bau : khas feses

10. Riwayat Post partum


Pola kebutuhan sehari-hari
· Nutrisi
Porsi makan sehari : 1 porsi habis
Jenis : nasi, sayur, lauk, buah
Makanan pantang : tidak ada makanan pantangan
Pola minum : 7-8 gelas/hari
Jenis : Air putih, teh, susu
Keluhan : Tidak ada
· Eliminasi
a. BAK
Frekuensi : 6-7x/ hari Jumlah : 1200 cc
Warna : kuning jernih Keluhan : tidak ada
b. BAB
Frekuensi : 1x/hari Jumlah :-
Warna : kuning Keluhan : tidak ada
· Istirahat
Tidur siang : ½-1 jam
Tidur malam : 5-6 jam Tidak ada keluhan
· Pola Aktivitas
Mobilisasi : sudah bisa jalan, dan merawat diri dan belajar merawat bayinya
Pekerjaan : merawat diri dan bayinya masih dibantu keluarga
Olahraga /senam nifas : melakukan senam nifas sesuai dengan yang diajarkan
bidan, yaitu senam kegle setiap pagi
Keluhan : tidak ada
· Pengalaman menyusui : ibu mengatakan tidak memiliki pengalaman
menyusui
· Kebiasaan Menyusui
Posisi : tiduran dan duduk
Perawatan Payudara : membersihkan putting sebelum menyusui
Masalah : tidak ada
· Personal higiene : mandi 2 kali/hari
gosok gigi 2 kali/hari
keramas 3 kali/minggu
ganti pakaian dalam 2 kali/hari
ganti pakaian luar 2 kali/hari
· Pola seksual : Selama nifas ibu belum melakukan hubungan seksual
dengan suami, Keluhan : tidak ada

11. Riwayat KB
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun

12. Riwayat Kesehatan


- Ibu mengatakan tidak sedang atau pernah menderita penyakit sistemik seperti
hipertensi, asma, diabetes militus, TBC, dan HIV
- Ibu mengatakan bahwa keluarganya tidak sedang atau pernah menderita penyakit
sistemik seperti hipertensi, asma, diabetes militus, TBC, dan HIV
- Ibu mengatakan bahwa tidak memiliki keturunan kembar

13. Riwayat Psikososial Spiritual


· ibu mengatakan suami dan keluarganya selalu mendukung dia untuk merawat
bayinya dan hubungannya baik.
· Ibu mengatakan ia dan keluarganya mengerti tentang keadan masa nifas
· Ibu mengatakan Pengambil keputusan di keluarga adalah suami dan ia
· Ibu mengatakan taat beribadah dan sering mengikuti pengajian
· Ibu mengatakan tinggal bersama suami
· Ibu mengatakan tidak memiliki hewan piaraan di rumah

14. Kebiasaan yang menggaggu kesehatan


Ibu mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok, minum minuman
beralkohol, dan tidak ada pantangan makanan apapun.

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Fisik Ibu
a. Keadaan umum : baik Kesadaran : compos mentis
b. Status emosional : stabil
c. Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 85 x per menit
Pernafasan : 22x per menit
Suhu : 36,80C
d. BB : 65 kg TB : 160 cm
e. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Rambut : Rambut Bersih, tidak ada ketombe
Wajah : Tidak ada oedema dan tidak ada cloasma gravidarum
Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih
Mulut : bersih, tidak berbau, tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi.
Leher : tidak ada pembesaran tyroid, kelenjar limfe, dan vena jugularis.
Telinga : Bersih, tidak ada serumen
f. Pemeriksaan Payudara
Bentuk : simetris
Puting susu : menonjol
Areola : hiperpigmentasi, bersih
ASI : lancar, tidak ditemukan bendungan ASI
g. Abdomen
Pembesaran : normal, TFU 2 jari di bawah pusat
Benjolan : tidak ada
Bekas luka : tidak ada
h. Ekstremitas
Oedem : tidak ada oedema
Varices : tidak ada varises
Reflek patella : kiri (+), kanan (+)
Kuku : bersih dan pendek, jika ditekan berwarna merah muda
i. Genetalia
Varices : tidak ada
Oedem : tidak ada
Bekas luka : Bekas luka episiotomi dijahit dengan teknik jahitan jelujur
secara mediolateral. Keadaan jahitan bagus, sedikit
bengkak, ada tanda infeksi.
Pengeluaran pervaginam : Lokhea rubra
j. Anus
Tidak ada hemoroid.
k. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
i. Riwayat persalinan terakhir

KALA LAMA TINDAKAN PERDARAHAN KET


I 8 jam - 20cc normal
II 1 jam Episiotomi 100cc normal
III 15 menit - 100cc normal
IV 2 jam Penjahitan laserasi 100cc normal
derajat 2 teknik jelujur
secara mediolateral
dengan benang cutgut
Jumlah 11 jam 15 320cc
menit

C. ASSESMENT
Diagnosa : Ny. “Y” umur 25 tahun P1 A0 Ah1 dalam masa nifas hari
ke 2 normal dengan nyeri luka pada jahitan perineum.

D. PLANNING
Tanggal/jam : 20 Desember 2017 / 14.15 WIB
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa keadaan ibu dan bayi dalam keadaan
normal
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan bidan dan merasa senang
dan lega
2. Bidan menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan genetalia dan menganjurkan pada
ibu untuk membersihkan alat genetalia dengan sabun sesudah BAK ataupun BAB dari
arah atas menuju anus
Evaluasi : Ibu mengerti penjelasan bidan dan mampu mengulang penjelasan bidan
serta ibu mengatakan akan berusaha melaksanakan anjuran tersebut
3. Bidan menjelaskan dan menganjurkan tentang perawatan perinium pasca penjahitan
episiotomi yaitu dengan mengoles bekas jahitan dengan menggunakan kasa yang
diberi betadin setelah genetalia dibasuh dengan air sabun
Evaluasi : Ibu mengerti penjelasan bidan dan berusaha untuk melakukan
anjurannya
4. Bidan menganjurkan pada ibu untuk tidak melakukan hubungan seksual terlebih
dahulu selama masa nifas dan menjelaskan faktor resikonya
Evaluasi : Ibu mengerti penjelasan bidan dan bersedia untuk tidak melakukan
hubungan seksual dengan suaminya selama masa nifas
5. Memberi tahu ibu cara untuk merawat tali pusat dengan kasa yang diberi air hangat
Evaluasi :Ibu mengerti dengan anjuran yang diberikan dan berusaha akan
melakukannya dirumah
6. Menjelaskan pada ibu untuk tetap mempertahankan pemenuhan pola nutrisi yang
sudah baik dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi
seimbang yaitu karbohidrat (nasi, kentang,roti), protein (tahu, tempe, daging, ikan,
telur), vitamin (sayur dan buah). Dan memperbanyak konsumsi makanan yang
mengandung protein untuk mempercepat penyembuhan luka episiotomi
Evaluasi : Ibu bersedia untuk melakukan pola pemenuhan nutrisi yang sehat dan
seimbang terutama konsumsi protein
BAB 1V
PEMBAHASAN

PERITONITIS

A. PENGERTIAN
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat
mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan
syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder
(berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi
rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen
dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi
peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang
kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus
peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan
strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna
bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari
trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering
terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden
peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi
untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi
berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko
terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum,
pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif.

B. ETIOLOGI
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena
trauma abdomen
1. Infeksi bakteri
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung/dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukan disentri amuba/colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
1. Secara langsung dari luar.
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis
yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap
benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan
peritonitis lokal.
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pnemokokus.
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan
peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi
pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi
translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin
rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini
terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang
paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram
positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan
Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis
sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi
transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama
disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier
terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis
sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier
biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat
peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia,
misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural
dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

C. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang
kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat
memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.
Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan
suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan
tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan
penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan
berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

D. MANIFESTASI KLINIK
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada
setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif
berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri
objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes
lainnya.

E. FAKTOR RESIKO
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini.
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovolemik.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multisystem.
d. Abses residual intraperitoneal.
e. Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut.
a. Adhesi.
b. Obstruksi intestinal rekuren.

F. DIAGNOSA
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral)
yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative
sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi
hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat
biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding
perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada
wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan
paraplegia dan penderita geriatric.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Test laboratorium
1) Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3
gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi
peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang
khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
2) Hematokrit meningkat
3) Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis
didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
4) X. Ray
2. Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
a. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
b. Usus halus dan usus besar dilatasi.
c. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen
3 posisi, yaitu :
a. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.
b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah
horizontal proyeksi anteroposterior.
c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi
anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm.
Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan
dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid
level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak
tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang
diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level
dan step ladder appearance.

G. PENATALAKSANAAN
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika
meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda
sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi
bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna
yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien
untuk tindakan bedah a.l :
1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis a.l :
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase,
irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan
yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi a.l:
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan
tidak ada distensi abdomen.

1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk
menilai keadekuatan resusitasi.
a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil
kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi
penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus
tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang
selama operasi.
b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi.
Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke
seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi
ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak
dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria
menyebar ketempat lain.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan
segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi
kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-
menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat
direseksi.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila
terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu
beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang
mencakup tiga fase yaitu :
a. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien
ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien
untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan
mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
b. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat
meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien
selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau
membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-
prinsip dasar kesejajaran tubuh.
c. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan
mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung,
focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan
melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah
lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.

THROMBOPHLEBITIS
A. PENGERTIAN
Thromboflebitis adalah invasi / perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti
aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis didahului dengan
trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas.
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan
pembekuan darah. Thromboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat
kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen, dilatasi vena
ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin selama kehamilan dan
persalinan dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan statis dan
pembekuan darah pada ekstremitas bagian bawah. (Adele Pillitteri, 2007).
Tromboflebitis adalah kelainan pada masa nifas yaitu masa setelah melaahirkaan dimana
terjadi sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku
(Prawirohardjo, 2005)
Tromboflebitis adalah penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan
penyebab penting dari kematian karena infeksi puerpuralis. (Obstetri Patologis FKUI, 2005)
1) Klasifikasi
Tomboflebitisdibagi menjadi 2, yaitu :
a. Pelvio Tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum
latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling
sering terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi
plasenta terletak dibagian atas uterus, yang biasanya dengan proses unilateral.
Perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan
menyebabkan perisalpingo - ooforitis dan peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari
vena uterna ke vena iliaka komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke - 14 atau ke -
15 pasca partum.

b. Tomboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena
vemarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke - 10 pasca
partum. (Abdul Bari Saifudin, dkk., 2002)

B. ETIOLOGI
a) Perluasan infeksi endometrium
b) Mempunyai varises pada vena
c) Obesitas
d) Pernah mengalami tromboflebitis
e) Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk
waktu yang lama
f) Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga (Adele
Pillitteri, 2007)

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Tromboflebitis
Terjadinya thrombus :
a. Abnormalitas dinding pembuluh darah
Formasi trombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan koagubilitas darah atau
kerusakan pembuluh maupun endotelial. Stasis vena lazim dialami oleh orang-orang yang
imobilisasi maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot yang tidak memadai
untuk mendorong aliran darah. Stasis vena juga mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu
lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita
hamil.
b. Perubahan komposisi darah (hyperkoagulabilitas)
Hyperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma, kelahiran dan IMA juga
mempermudah terjadinya trombosis. Infus intravena, banyak faktor telah dianggap terlibat
dalam patogenesis flebitis karena infus intravena, antara lain:
(1) Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan (flebitis kimia)
a. pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi. Obat
suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida,
vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat
khemoterapi.
b. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama
pencampuran.
c. Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat
dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena pada
punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut
d. Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding
politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastik dan
lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida
atau polietilen.
(2) Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi. (Kanula
yang dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran kanula
harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik).
(3) Agen infeksius.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
3. a. Teknik pencucian tangan yang buruk
4. b. Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak.
5. c. Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri.
6. d. Teknik aseptik tidak baik
7. e. Teknik pemasangan kanula yang buruk
8. f. Kanula dipasang terlalu lama
9. g. Tempat suntik jarang diinspeksi visual
10. c. Gangguan aliran darah

D. MANIFESTASI KLINIS
11. Penderita-penderita umumnya mengeluh spontan terjadinya nyeri di daerah vena
(nyeri yang terlokalisasi), yang nyeri tekan, kulit di sekitarnya kemerahan (timbul dengan
cepat diatas vena) dan terasa hangat sampai panas. Juga dinyatakan adanya oedema atau
pembengkakan agak luas, nyeri bila terjadi atau menggerakkan lengan, juga pada gerakan-
gerakan otot tertentu. Pada perabaan, selain nyeri tekan, diraba pula pengerasan dari jalur
vena tersebut, pada tempat-tempat dimana terdapat katup vena, kadang-kadang diraba
fluktuasi, sebagai tanda adanya hambatan aliran vena dan menggembungnya vena di daerah
katup. Fluktuasi ini dapat pula terjadi karena pembentukan abses. Febris dapat terjadi pada
penderita-penderita ini, tetapi biasanya pada orang dewasa hanya dirasakan sebagai malaise.
1. Pelvio tromboflebitis
a. Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul
pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
b. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
12. 1) Menggigil berulang kali, menggil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit)
dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu
menggigil penderita hampir tidak panas.
2) Suhu badan naik turun secara tajam (36oC menjadi 40oC) yang diikuti penurunan
suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).
13. 3) Penyakit dapat langsung selama 1-3 bulan.
c. Abses pada pelvis
d. Gambaran darah
1) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat
segera terjadi leukopenia).
2) Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya
menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
e. Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak
terkena adalah vena ovarika; yang sukar dicapai dalam pemeriksaan dalam.
f. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pada paru- paru (infark, abses, pneumonia),
pada ginjal sinistra yang diiikuti proteinurina, hematuria, pada persedian.
2. Tromboflebitis femoralis
a. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu
mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
b. Pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda
sebagai berikut:
1) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih
panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
14. 2) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha
bagian atas.
15. 3) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
16. 4) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang,
putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
5) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya
terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan
pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas.
17. 6) Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau dengan
meregangkan tendo akhiles (tanda homan positif).

E. FAKTOR RESIKO
1. Tromboflebitis pelvica
Komplikasi potensial dari tromboflebitis pelvica antara lain adalah:
a) emboli paru septik
b) septikemia
c) emfisema
2. Tromboflebitis femoralis
Komplikasi potensial dari tromboflebitis femoralis yang paling serius adalah emboli
paru.

F. DIAGNOSIS
Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonograf Doppler
Tehnik dopler memungkinkan penilaian kualitatif terhadap kemampuan katub pada
vena profunda,vena penghubung dan vena yang mengalami pervorasi
b. Pemeriksaan hematokrit
Mengidentifikasi Hemokonsentrasi
c. Pemeriksaan Koagulasi
Menunjukkan hiperkoagulabilitas
d. Biakan darah
Pemeriksaan Baik aerob maupun anaerob dapat membantu. Organisme yang penting
untuk di antisipasi meliputi Streptokokus aerob dan anaerob. Staphilokokus aureus
Eschercia coli dan Bakteriodes
e. Pemindai ultrasuond dupleks
Dengan tehnik ini obstruksi vena dan refleks katub dapat dideteksi dan dilokalisasi
dan dapat dilihat diagram vena-vena penghubung yang tidak kompeten
f. Venografi
Bahan kontras disuntikkan kedalam sistem vena untuk memberikan gambaran pada
vena-vena di ekstrimitas bawah dan pelvis.

DIAGNOSA BANDING
1. Tromboflebitis pelvica
Diagnosa banding dari tromboflebitis pelvica antara lain adalah:
a) apendiktis akut
b) kista ovarium yang terpuntir
c) hematoma
d) ligamentum lantum
e) abses pelvis
f) Infeksi traktus urinarius
g) infeksi luka.
2. Tromboflebitis femoralis
Diagnosa banding dari tromboflebitis femoralis antara lain adalah:
a) Selulitis
b) vena varikosa
c) trauma dengan hematoma subfasial
d) limfangitis
e) artritis

G. PENATALAKSANAAN
1. Pelvio Tromboflebitis
a) Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan menggunakan
teknik aseptik yang baik
b) Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah
terjadinya emboli pulmonum
c) Terapi medic : pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya
emboli pulmonum
d) Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik
terus berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan hipernisasi,
siapkan untuk menjalani pembedahan
(Abdul Bari Saifudin, dkk., 2002)
2. Tromboflebitis Femoralis
a) Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan
menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
b) Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari
1 jam dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah
adanya tekanan yaang kuat pada betis.
c) Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki varises vena
untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
d) Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi
dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
e) Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
f) Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan.
g) Berikan anti koagulan, analgesik dan anti biotik sesuai dengan resep.
h) Berikan alat pamanas seperti lampu atau kompres hangat basah sesuai instruksi,
pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien sehingga
aliran darah tidak terhambat.
i) Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
j) Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran
tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau
penurunan ukuran.
k) Dapatkan laporan mengenai lokhea dan timbang berat pembalut perineal untuk
mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan.
l) Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi,
bercak ekimosis pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.
m) Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa menyusui
karena obat ini tidak akan berada di dalam air susu.
n) Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
o) Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi
subkutan
p) Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan
tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan tromboflebitis
yang tepat telah dlakukan. (Adele Pillitteri, 2007)

LUKA PERINEUM
A. DEFINISI
Luka perineum adalah luka pada perineum karena adanya robekan jalan lahir baik
karena rupture spontan maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin
(Wiknjosastra, 2007)

Luka perinium setelah melahirkan ada 2 macam, yaitu :


a. Ruptur adalah luka pada perinium yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara
almiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan.
Biasanya ruptur bentuknya tidak teratur sehingga jarinagn yang robek sulit dilakukan
jahitan.(Rukiyah,2010; h.361)
b. Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perinium untuk memperbesar muara vagina
yang dilakukan tepat sebelum kepala bayi lahir. (Rukiyah, 2010; h.361)

B. ETIOLOGI
Menurut Oxorn (2010), faktor-faktor yang menyebabkan rupture perineum terdiri
dari:
g. Faktor maternal, mencangkup :
1. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling
sering)
2. Pasien tidak mampu berhenti mengejan.
3. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
4. Edema dan kerapuhan pada perineum
5. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
menekan kepala bayi ke arah posterior.
6. Perluasan episitomi.
7. Posisi Persalinan (Wikjosastro, 2007)
8. Kepala janin terlalu cepat lahir
9. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
10. Jaringan parut pada perinium
b. Faktor janin mencangkup :
1. Bayi yang besar
2. Posisi kepala yang abnormal, seperti presentasi muka
3. Kelahiran bokong
4. Ekstraksi forceps yang sukar
5. Dystocia bahu
6. Anomali kongenital, seperti hydrocephalus
Menurut Wiknjosastro (2007), terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor
ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak
sebagaimana mestinya, riwayat persalinan, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum,
trauma alat dan episiotomy .

C. PATOFISIOLOGI
1. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat,
sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama,
karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin, dan
melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga
kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati
pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.
2. Robekan Serviks.
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang
multiparaberbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam. Robekan
serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan serviks uteri.
3. Rupture Uteri
1) Ruptura uteri spontan
a. Terjadi spontan dan seagian besar pada persalinan
b. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan
segmen bawah rahim yang berlebihan
2) Ruptur uteri trumatik
a. Terjadi pada persalinan
b. Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi
vakum
3) Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda Dan Gejala
a) Tanda-tanda Rupture
1. Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir
2. Uterus berkontraksi dengan baik
3. Plasenta lahir lengkap
b) Gejala yang sering terjadi adalah:
1. Pucat
2. Lemah
3. Pasien dalam keadaan menggigil (Chapman,2006).
2. Klasifikasi
b. Ruptur Perineum derajat I
a) Mukosa vagina
b) Fourchette posterior
c) Kulit perineum
c. Ruptur Perineum derajat II
a) Mukosa vagina
b) Fourchette posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
d. Ruptur Perineum derajat III
a) Mukosa vagina
b) Fourchette posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
e) Otot spinterani eksterna
e. Ruptur Perineum derajat IV
a) Mukosa vagina
b) Fourchette posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
e) Otot spinterani eksterna
f) Dinding rektum anterior (Sumarrah, 2008).
Klasifikasi robekan perineum:
1) Laserasi epitel vagina atau laserasi pada kulit perineum saja
2) Melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi tidak melibatkan kerusakan
sfingter ani
3) Kerusakan pada otot sfingter ani:
- 3a: robekan < 50% sfingter ani eksterna
- 3b: robekan > 50% sfingter ani ekterna
- 3c: robekan juga meliputi sfingter ani interna
4) Robekan stadium tiga disertai robekan epitel anus
5) Faktor predisposisi
f. Gawat janin. Untuk merangsang keselamatan janin, maka persalinan harus segera
diakhiri.
g. Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya : distosia bahu, akan dilakukan
ekstrasi forcep, ekstraksi vakum.
h. Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina.
i. Perineum kaku dan pendek.
j. Adanya ruptur yang membakat pada perineum
k. Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin (Sumarrah, 2008).
l. Paritas
m. Berat badan janin (makrosomia) (Mohammed, 2011).

E. FAKTOR RESIKO
Komplikasi yang mungkin muncul pada luka perineum :
a) Pembentukan hematoma
b) Kerusakan (devitalisasi) jaringan)
c) Trauma jaringan (Varney, 2008)
d) Perdarahan
e) Infeksi
f) Kematian pada ibu post partum (http://hendrik sciene.blogspot.com)

F. TANDA DAN GEJALA


1. Robekan jalan lahir
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
a) Pendarahan segera
b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
c) Uterus kontraksi baik
d) Plasenta baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada
1) Pucat
2) Lemah
3) Menggigil
4) Rupture Uteri
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
1. Dramatis
2. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
3. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
4. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
5. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan
nafas pendek ( sesak )
6. Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu
7. Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
8. Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
9. Bagian janin lebih mudah dipalpasi
10. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan
dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
11. Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin
seperti berada diluar uterus ).
12. Tenang
13. Kemungkinan terjadi muntah
14. Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
15. Nyeri berat pada suprapubis
16. Kontraksi uterus hipotonik
17. Perkembangan persalinan menurun
18. Perasaan ingin pingsan
19. Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
20. Perdarahan vagina ( kadang-kadang )

Tanda-tanda syok progresif


1. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi
mungkin tidak dirasakan
2. DJJ mungkin akan hilang
G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan luka perineum
Perawatan luka perineum adalah membersihkan daerah vulva dan perineum
pada ibu yang telah melahirkan sampai 24 hari pasca persalinan dan masih
menjalani rawat inap di rumah sakit (Winkjosastro, 2007)
Waktu perawatan perineum:
a. Saat mandi
Pada saat mandi ibu post partum pasti melepas pembalut setelah
terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan
yang tertampung pada pembalut untuk itu maka perlu dilakukan
penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu untuk itu
diperlukan pembersihan perineum.
b. Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, kemungkinan besar terjadi kontaminasi air
seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada
perineum untuk itu diperlukan pemberihan perineum.
c. Setelah buang air besar
Pada saat buang air besar diperlukan pembersihan sisa – sisa kotoran
disekitar anus untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus
ke perineum yang letaknya berdekatan. Maka diperlukan proses
pembersihan dari perineum secara keseluruhan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan
peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat
dan sistemikengan syok sepsis.
Tromboflebitis adalah kelainan pada masa nifas yaitu masa setelah melaahirkaan
dimana terjadi sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang
membeku.
Luka perineum adalah luka pada perineum karena adanya robekan jalan lahir baik
karena rupture spontan maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin.

B. Saran
Hendaknya dalam asuhan kebidanan dikumpulkan data yang lengkap dan valid, agar
kita sebagai tenaga kesehatan memberikan asuhan yang optimal baik pada intervensi
maupun implementasi terlebih dalam menentukan atau mengidentifkasi atau diagnosa dan
masalah sehingga kita dapat memahami dan melakukan kebutuhan segera melakukan
penanganan yang sesuai atau kompeten.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
https://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/04/trhomboflebitis.html
https://www.slideshare.net/mobile/firman002/laporan-pendahuluan-peritonitis-64100108
Ai Yeyen dan Lia Yulianti.2011.Buku Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan):Penerbit
Trans Info Media Jakarta
Prawirohardjo,Sarwono.2005.Ilmu Kebidanan:Jakarta:YBP-Sbilmu
Pilliteri,Adele.2007.Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak.Jakarta;ECG
Sastrawinata,Sulaiman,dkk.2005.Obstetri Patologi.Fakultas Kedokteran UNPAD:Jakarta
1987

Anda mungkin juga menyukai