Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Erwin Ramandei
102012310
Pendahuluan
Sindrom Nefritik (SN) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa hematuria dengan
sel darah merah dismorfik dan silinder sel darah merah dalam urine, beberapa derajat oligouria
dan azotemia, retensi natrium dan air, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis
(proteinuria kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). Meskipun terdapat
proteinuria dan bahkan edema, keduanya bisanya tidak terlalu mencolok seperti pada sindroma
nefrotik.1,2 Penyakit yang dapat menimbulkan gejala SN, diantaranya kelainan glomerulopati
primer (idiopatik), glomerulopati pasca infeksi, schoenlein henoch syndrome (SHS), systemic
lupus eritematous (SLE), subacute bacterial endocarditis (SBE), vaskulitis dan nefritis
herediter (sindroma Alport). Bentuk yang paling banyak diketahui adalah glomerulonephritis
pasca streptokokus (GNAPS), dimana anak mengalami infeksi streptokokus β hemolitikus,
biasanya ada riwayat faringitis atau riwayat infeksi kulit (pyoderma). Kasus klasik GN
pascastreptokokus adalah timbul pada anak 1-4 minggu setelah pasien sembuh dari infeksi
streptokokus grup A hanya strain “nefritogenik” tertentu dari streptokokus β-hemolitikus
mampu memicu penyakit glomerulus.3,4
Sindrom nefritik (SN) adalah istilah umum kelainan ginjal berupa proliferasi dan
inflamasi glomeruli, yang disebabkan oleh mekanisme imunulogis terhadap antigen tertentu
seperti bakteri, virus, parasit, dll. SN merupakan kumpulan gambaran klinis berupa hematuria,
beberapa derajat oligouria dan azotemia, retensi natrium dan air/ hipertensi. Bentuk SNA yang
sering ditemukan pada anak adalah glomerulonephritis yang didahului oleh infeksi
streptokokus β hemolitikus A sehingga disebut glomerulonephritis akut pasca streptokokus
(GNAPS). Streptokokus β hemolitikus grup A serotipe 12 sebagai penyebab paling sering
pasca ISPA (pharyngitis) dan serotype 46 pasca infeksi kulit (impetigo).1,2,5
Anamnesis
Pertanyaan umum untuk riwayat urinarius meliputi: Apakah pernah mengalami
kesulitan buang air kecil. Berapa sering kesulitan itu terjadi. Apakah sampai terpaksa bangun
pada malam hari untuk buang air kecil. Berapa sering itu terjadi. Berapa banyak air seni yang
dikeluarkan pada setiap buang air kecil. Apakah pernah buang air kecil tanpa disengaja.
Tanyakan pada pasien – pasien wanita apakah batuk, bersin, atau tertawa yang tiba –
tiba membuat mereka mengeluarkan urin tanpa disengaja. Lebih kurang separuh dari para
wanita muda melaporkan pengalaman ini bahkan sebelum melahirkan anak. Kebocoran urin
yang terjadi kadang – kadang tidak selalu merupakan persoalan yang signifikan. Tanyakan
pada pasien pria yang berusia lanjut: Apakah pernah mengalami kesulitan untuk memulai
buang air kecil. Apakah harus berdiri dekat sekali dengan toilet ketika buang air kecil. Apakah
buang air kecil itu terputus – putus atau berhenti di tengah sebelum tuntas. Apakah masih terjadi
penetesan urin setelah buang air kecil selesai. Bagai mana warna urin. Pernahkah air seni itu
berwarna kemerahan atau coklat.
Adanya darah dalam urin (hematuria) merupakan keadaan penting yang harus
diperhatikan. Jika darah tersebut dilihat dengan mata telanjang, keadaan ini dinamakan
hematuria makroskopik (gross hematuria). Urin bisa terlihat mengandung darah yang nyata.
Keberadaan darah yang hanya dapat di deteksi melalui urinalisis dengan menggunakan
mikroskop disebut sebagai hematuria mikroskopik. Darah dengan jumlah sedikit dapat
memberikan noda atau bercak pada urin yang disertai pembentukan silinder berwarna
kemerahan atau kecoklatan. Jika urin berwarna kemerahan, tanyakan kepada passien apakah ia
makan sayuran seperti bit atau obat – obatan yang dapat mengubah warna urin.
Kelainan pada traktus urinarius dapat pula menyebabkan nyeri ginjal yang sering di keluhkan
oleh pasien dengan istilah sakit pinggang (rasa nyeri di daerah pinggang, atau menimbulkan
nyeri di bawah margo kostalis posterior di dekat sudut kostovertebralis. Rasa nyeri ini dapat
menjalar ke anterior ke arah umbilikus. Nyeri ginjal merupakan nyeri viseral yang biasanya
ditimbulkan oleh distensi kapsula ginjal dan secara tipikal bersifat tumpul, pegal, dan menetap.6
Data dari skenario didapatkan: Pasien mengeluh awalnya sejak dua minggu lalu
kelopak matanya tampak bengkak saat bangun tidur. Bengkak menghilang pada siang harinya,
namun hari terkahir seluruh wajah, tangan dan kaki pasien bengkak sepanjang hari. Pasien
juga mengeluh sesak, mual, sakit kepala terutama didaerah tengkuk. Pasien merasa kencingnya
semakin sedikit dan jarang. 12 jam terakhir belum buang air kecil.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Yang diperhatikan : distensi, massa, dan kelainan kulit atau pembuluh darah. Inspeksi
dapat dilakukan bedasarkan kuadarian dan regio. Inspeksi abdomen (supra pubicus) dilakukan
pada posterior dan anterior, perhatikan juga warna, lesi kulit bekas operasi, kolateral, caput
medusae, hernia, striae, spider nervi.
Palpasi
Palpasi Ginjal Kiri
Berpindahlah ke sisi kiri pasien. Tempatkan tangan kanan di belakang tubuh pasien
tepat di bawah iga ke – 12 dan sejajar dengan tulang iga ini sampai ujung jari – jari tangan
kanan menjangkau angulus kostovertebralis. Angkat tubuh pasien untuk mencoba mendorong
ginjalnya ke arah anterior. Tempatkan tangan kiri dengan hati – hati pada kuadran kiri atas, di
sebelah lateral muskulus rektus dan sejajar dengan otot ini. minta pasien untuk menarik nafas
dalam. Pada puncak inspirasi, tekankan tangan kiri dengan kuat dan dalam pada kuadran kiri
atas tepat di bawah margo kostalis, dan coba untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan.
Minta pasien menghembuskan napasnya dan kemudian berhenti bernapas sejenak. Dengan
perlahan, lepaskan tekanan yang dihasilkan oleh tangan kiri, dan pada saat yang sama rasakan
gerakan ginjal yang menggelincir kembali ke posisi pada saat ekspirasi. Jika ginjalnya dapat
diraba, uraikan ukurannya, kontur, dan setiap gejala nyeri tekan yang terdapat.
Palpasi Ginjal Kanan
Untuk menangkap ginjal kanan, kembalilah ke sisi sebelah kanan tubuh pasien.
Gunakan tangan kiri untuk mengangkat tubuhnya dari belakang, dan kemudian dengan tangan
kanan, lakukan palpasi sampai dalam pada kuadran kanan atas. Lanjutkan pemeriksaan seperti
yang dilakukan sebelumnya. Ginjal kanan yang normal dapat diraba khususnya pada wanita
yang kurus dan berada dalam keadaan benar – benar rileks. Mungkin perabaan ginjal
menimbulkan sedikit nyeri tekan atau tanpa disertai nyeri tekan. Biasanya pasien merasakan
ketika ginjalnya ditangkap dan dilepas. Kadang – kadang ginjal kanan terletak lebih anterior
dari pada keadaan biasa dan karena itu harus dibedakan dengan hati. Bagian tepi hati (jika dapat
diraba) cendrung lebih tajam dan membentang lebih jauh ke medial dan lateral, bagian ini tidak
dapat ditangkap. Polus inferior ginjal berbentuk bulat.
Perkusi
Jika menemukan nyeri tekan pada saat melakukan pemeriksaan abdomen, maka lakukan
juga pemeriksaan pada tiap sudut kostovertebralis. Tekanan yang ditimbulkan oleh ujung jari
tangan mungkin cukup untuk menghasilkan gejala nyeri tekan, tapi jika tidak, gunakan perkusi
dengan kepalan tangan. Tempatkan permukaan ventral salah satu tangan pada sudut
kostovertebralisdan pukul tanga ini dengan permukaan ulnar tangan lain yang dikepalkan.
Gunakan tenaga dengan cukup kuat untuk menghasilkan pukulan yang bisa dirasakan, tetapi
tidak menimbulkan rasa nyeri pada orang normal.
Data dari skenario didapatkan: Tampak sakit berat, compos mentis oedem anasarka.
Tekanan darah 150/100 mm/Hg, nadi 100/menit, RR 28x/menit, suhu 36ºC. Konjungtiva pucat,
ventrikel melemah sela iga IV kebawah kanan kiri, abdomen buncit, strie +, hepar lien tak
teraba, shifting dullness +, BU + normal. Ekstremitas udem +/+.
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Urinalisis rutin menguji kelainan saluran kemih dan sistemik. Uji ini mengevaluasi ciri-ciri
fisik urin(warna, bau, kekeruhan, dan opasitas).
Temuan normal
PH urin sangat dipengaruhi oleh diet dan obat-obatan mempengatuhi penmpakan urin
dan komposisi kristal. pH alkali khas untuk diet vegetarian menyebabkan kekeruhan dan
pembentukan oksalat, sistin, leusin, tirosin, urat amorf, serta kristal asam urat. Protein biasanya
tidak terdapat, kecuali proteinuria ortostatik. Bersifat intermitten dan timbul setelah berdiri
lama, serta hilang saat berbaring. Proteinuria jinak juga terjadi saat demam, kedinginan, stres
emosional, olahraga berat, limfoma, hepatitis, DM, hipertensi, SLE. Gula yang paling sering
terdapat dalam urin adalah glukosa. Glukosurian nonpatologik dapat disebabkan stres
emosional atau kehamilan dan makan tinggi karbohidrat. Inilah tabel hasil normal pemeriksaan
urinalisis:
Tabel 1. Tabel hasil normal pemeriksaan urinalisis
Elemen Temuan
Makroskopik:
Warna Kekuning-kuningan sampai kuning tua
Bau Sedikit bau
Penampakan Jernih
Berat jenis 1.005-1.035
PH 4.5-8
Protein Negatif
Glukosa Negatif
Badan keton Negatif
Bilirubin Negatif
Urobilinogen Negatif
Hemoglobin Negatif
Eritrosit Negatif
Nitrit (bakteri) Negatif
Leukosit Negatif
Mikroskopik:
Eritrosit 0-2/LPB
Leukosit 0-5/LPB
Sel Epitel 0-5/LPB
Silinder Negatif, kecuali 1-2 silinder hialin/LPK
Kristal Ada
Bakteri Negatif
Sel ragi Negatif
Parasit Negatif
Temuan abnormal
Warna : perubahan warna disebabkan oleh diet, obat-obatan, penyakit.
Bau : pada DM, kelaparan, dehidrasi terdapat bau buah- buahan yang merupakan
pembentukan benda keton.
Kekeruhan : urin keruh mengandung sel darah merah atau putih, lemak, bakteri, atau kilus
serta dapat mencerminkan infeksi ginjal.
Berat jenis : BJ rendah (<1.005 khas untuk diabetes insipidus, nekrosis tubular akut, serta
pielonefritis. BJ tetap yaitu 1.010 tanpa memandang masukan cairan, terjadi pada
glomerulonefritis kronik dengan kerusakan ginjal berat. BJ tinggi (>1.035) terjadi pada
sindrom nefrotik, dehidrasi, GNA, gagal jantung, gagal hati, dan syok).
PH : pH urin basa disebabkan oleh sindrom Fanconi, ISK, dan alkalosis metabolik
respiratorik. Ph urin asam terdapat pada tuberkulosis ginjal, pireksia, fenilketonuria,
alkaptonuria, dan asidosis.
Protein : Proteinuria menunjukkan gagal ginjal atau penyakit ginjal seperti nefrosis,
glomerulosklerosis, glomerulonefritis, nefrolitiasis, sindrom nefrotik, dan penyakit ginjal
polikistik).
Bilirubin : terjadi pada penyakit hati karena ikterus obstruktif atau obat hepatotoksik atau
toksin atau akibat fibrosis kanalikuli bilier.
Urobilinogen: bakteri usus dalam duodenum mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.
Hati mengolah sisa tersebut menjadi empedu. Peningkatan dalam urin menunjukkan
kerusakan hati, penyakit hemolitik atau infeksi berat. Penurunan pada obstruksi bilier
radang, terapi antimikroba, diare berat, atau insufisiensi ginjal.
Sel : hematuria menyebabkan perdarahan dalam saluran kemih kelamin dan dapat
disebabkan oleh infeksi, obstruksi, peradangan, trauma, tumor, GN, hipertensi renal, nefritis
lupus, TB ginjal, trombosis vena renalis, batu ginjal, hidronefrosis, pielonefritis, dll.
Silinder (sumbatan akibat bahan proteinaseus berbentuk gel [mukoprotein berat-molekul-
tinggi]). adalah endapan protein yang terbentuk didalam tubulus ginjal, mempunyai matrix
berupa glikoprotein (protein Tamm Horsfall) dan kadang-kadang dipermukaannya terdapat
leukosit, eritrosit dan epitel. Pembentukan silinder dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain osmolalitas, volume, pH dan adanya glikoprotein yang disekresi oleh tubuli ginjal.
Silinder hialin terdapat pada penyakit parenkim ginjal, peradangan, trauma membran kapiler
glomerulus, dan beberapa keadaan fisiologis seperti olaraga. Silinder epitel pada kerusakan
tubulus ginjal, nefrosis, eklampsia, amiloidosis, dan keracunan logam berat. Silinder
granular kasar dan halus pada gagal ginjal akut atau kronik, pielonefritis, dan intoksikasi
timah kronis. Silinder lemak dan lilin pada sindrom nefrotik, penyakit ginjal kronik, dan
diabetes melitus. Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung hemoglobin dari
kerusakan eritrosit. Adanya silinder eritrosit disertai hematuria mikroskopik memperkuat
diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan kebocoran
eritrosit atau kerusakan tubular yang parah menyebabkan sel-sel eritrosit melekat pada
matriks protein (mukoprotein Tamm-Horsfall) dan membentuk silinder eritrosit. Ditemukan
pada penyakit parenkim ginjal (terutama Glomerulonefritis), infark ginjal, endokarditis
bakterial subakut, kelainan vaskular, anemia sel sabit, skorbut, hipertensi maligna, penyakit
kolagen dan peradangan akut. Silinder sel darah putih pada glomerulofnefritis dan
pielonefritis akut, sindrom nefrotik, infeksi piogenik, dan nefritis lupus.
Kristal : beberapa kristal normalnya terdapa dalam urin, tetapi kristal ca oksalat dalam
jumlah besat menunjukkan hiperkalsemia atau ingesti etilen glikol. Kristal sistin
mencerminkan gangguan metabolisme bawaan.
Kreatinin
Mengukur kadar kreatinin dalam urin, metabolit utama kreatin. Kreatinin dibentuk
dalam jumah yang sebanding dengan massa otot tubuh total. Kreatinin dikeluarkan dari plasma
terutama oleh filtrasi glomerulus dan diekskresi dalam urin. Metode baku untuk menntukan
kadar kreatinin urin didasarkan apda reaksi Jaffe, di sini kreatinin yang ditambahkan larutan
pikrat alkali menghasilkan kompleks jingga-erah terang.
Tujuan: untuk membantu menilai filtrasi glomerulus.
Nilai rujukan:
laki-laki = 14-26 mg/kgbB/hari (SI, 124-230 µmol/kgBB/hari)
perempuan =11-20 mg/kgBB/ghari (SI, 97-288 µmol/kgBB/hari)
Penurunan kadar kreatinin urin dapat disebabkan oleh gangguan perfusi ginjal (misalnya akibat
syok) atau akibat penyakit ginjal yang disebabkan oleh obstruksi saluran kemih. Pielonefritis
akut atau kronis, dn penyakit ginjal polikistik juga dapat menekan kadar kreatinin. Peningkatan
kadarnga umumnya memiliki makna diagnostik kecil.
Protein
Uji protein merupakan uji kuantitatif untuk proteinuria. Normalnya membran
glomerulus hanya melewatkan protein denga BM rendah untuk masuk ke dalam filtrat.
Kemudian tubulus ginjal mereabsorpsi sebagian besar protein ini, hanya sebagian kecil yang
dieksresikan dan tidak terdeteksi dalam uji skrinning.
Tujuan: membantu diagnosis keadaan patologik yang ditandai proteinuria, terutama penyakit
ginjal. Nilai rujukan: 50-80 mg/hari.
Proteinuria merupakan ciri utama penyakit ginjal. Bila proteinuria terdapat dalam
spesimen tunggal, diperlukan pengumpulan urin selama 24 jam untuk mengenali kelainan
ginjal tertentu. Proteinuria dapat disebabkan kebocoran protein plasma dari glomerulus yang
disebabkan aliran berlebihan protein yang difiltrsi glomerulus debgan BM rendah, gangguan
reabsorpsi protein, serta adanya kerusakan parenkim ginjal.
Proteinuria persisten menunjukakn penyakit ginjal yang disebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus. Namun proteinuria minimal (<0.5mg/24 jam) sering disebabkan
oleh penyakit ginjal yang keterlibatan glomerulusnya bukan merupakan faktor utama.
Proteinuria moderat (0.5-4g/24 jam) terjadi pada GNA/GNK, nefropati toksik, gagal ginjal
sebagai komplikasi lanjutan (misalnya DM atau gagal jantung. Proteinuria berat (>4g/24jam)
oleh sindrom nefrotik. Bila disertai peningkatan leukosit menandakan ISK. Bila disertai dengan
hematuria, menunjukkan kelainn saluran kemih lokal atau difus. Selauin itu keadaan patologik
lain (infeksi dan lesi SSP juga dapat menyebabkan proteinuria. Banyak obat (amfoterisin B,
preparat emas, aminoglikosida, polimiksin, dan trimetadion) menimbulkan proteinuria sejati.
Tidak semua bentuk proteinuria menunjukkan keadaan patologik. Roteinuria ringan dapat
disebabkan oleh perubahan posisi tubuh. Proteinuria fraksional disebabkan olahraga dan stres
yang biasa bersifat sementara.
Radiologi
Film polos abdomen sangat diperlukan sebelum melakukan pemeriksaan penunjang
pada saluran kemih. Film polos dapat menunjukkan batu ginjal pada sistem pelvicalyces,
kalsifikasi parenkim ginjal, batu ureter, kalsifikasi dan batu kandung kemih, kalisifikasi
prostat, atau deposit tulang sklerotik. Prosedur lazim pada IVP adalah foto polos radiografi
abdomen yang penyuntikan media kontras intravena. Media kontras bersirkulasi melalui aliran
darah dan jantung menuju ginjal tempat media kontras diekskresikan.
Ultrasonografi wajib dilakukan untuk menyingkirkan obstruksi dan menentukan ukuran
ginjal. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling berharga untuk saluran
kemih dan merupakan pilihan utama pada anak-anak. Pemeriksaan ini sangat efektif dalam
menilai ukuran ginjal, pertumbuhan, massa, obstruksi ginjal, volumie sisa kandung kemih, dan
ukuran prostat; bersifat noninvasif, dan dapat sering diulang.Ginjal yang kecil
mengindikasikan pada gagal ginjal kronik. Pemeriksaan angiografi atau ultrasonografi Doppler
atau metode radioisotop dapat mengevaluasi perfusi ginjal. Penilaian ultrasonografi tidak
bergantung pada fungsi ginjal sehingga ultrasonografi dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal
berat degnan ginjal yang tidak terlihat pada IVP. Sesudah disuntikkan, maka setiap menit
selama lima menit pertama dilakukan pengambilan foto untuk memperoleh gambaran korteks
ginjal. Pada glomerulonefritis, korteks tampak menipis. Pada pielonefritis dan iskemia, korteks
tampak seakan-akan termakan oleh ngengat. Pengisian yang adekuat dari kaliks akan
terevaluasi pada pemeriksaan radigrafi menit ke-3 dan ke-5. Foto lain yang diambil pada menit
ke-15 dapat memperlihatkan kaliks, pelvis, dan ureter. Struktur ini akan mengalami distorsi
bentuk apabila terdapat kista, lesi, dan obstruksi. Foto terakhir diambil pada menit ke-45 yang
memperlihatkan kandung kemih. Bila pasien menderita azotemia berat (BUN >70 mg/dl), tidak
dilakukan pemeriksaan IVP karena menunjukkan GFR yang sangat rendah sehingga zat warna
tidak dapat diekskresi dan pielogram sulit dilihat.
Pemeriksaan CT scan dapat membantu penilaian terhadap massa ginjal, obstruksi,
penyakit retroperitoneal, staging neoplasma ginjal dan kandung kemih, invasi tumor ke dalam
vena renalis atau vena cava inferior, dan evaluasi pascatrauma, pembedahan, atau kemoterapi.
MRI adalah suatu teknik pencitraan nonivasif yang daapt memberi informasi sama
seperti CT scan ginjal, namun dengan keuntungan bahwa metode ini tidak membutuhkan
pajanan terhadap radiasi ion atau tidak membutuhkan pemberian media kontras. MRI
menghasilakan gambaran yang lebih rinci bila dibandingkan dengan CT scan sehingga akan
berguna bila CT scan tidak dapat menentukan. MRI dapat menggambarkan pembuluh darah
ginjal dengan sangat jelas dan magnetic resonance angiography (MRA) telah dinilai sebagai
pengganti yang potensial untuk angiografi konvensional.
Jika dicurigai terjadi perdarahan glomerular (usia muda, hipertensi, proteinuria,
kerusakan ginjal, tidak ada lesi struktural), pertimbangkan biopsi ginjal. Jika dicurigai adalanya
lesi traktur senalis (usia tua, tidak ada bukti penyakit ginjal intrinsik), lanjutkan dengan
sistoskopi dengan IVU jika traktus renalis bagian atas tidak tampak jelas dengan
ultrasonografi.8
Data dari skenario didapat: Laboratorium. Hemoglobin 9 g/dL, leukosit 5000, trombosit
200.000, UL protein +++, sedimen: lekosit 15-20/lpb, eritrosit 20-25/lpb, silinder berbutir atau
granular cast + 5-6/plk.
Pembahasan
a. Anatomi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi
oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan
medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler
berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal
tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan
keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang
oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam
daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi.
Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis
dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot
processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel
dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan
mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu
dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara
externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng,
yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada
kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam
keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan
sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler,
fibroseluler atau fibrosa. Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus,
plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang
berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat
dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan
ginjal berupa urin. Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga
disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka
oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.
b. Pengertian
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik berupa
proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oligouria, dan hipertensi (PHAROH) yang
terjadi secara akut.
Istilah SNA sering digunakan bergantian dengan Glomerulonefritis Akut (GNA).
GNA ini adalah suatu istilah yang sifatnya lebih umum dan lebih menggambarkan proses
histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik. Jadi,
SNA merupakan istilah yang bersifat klinik dan GNA merupakan istilah yang lebih bersifat
histologik.
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih
sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-
laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun.
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa
mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya
(sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.6,9
c. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan
A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi
streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an
timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin
pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten
selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.
Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut
yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi
ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut
pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3
tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat
mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga
pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan
kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian
penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti
keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.
Penyebab tersering pada Glomerulonefritis adalah:
1. Adanya infeksi ekstra renal terutama disaluran napas bagian atas atau kulit oleh
kuman streptokokus beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 16, 25, dan 49).
2. SLE
3. Penyakit Amiloid
4. imunoglobulin A Nephropati
c. Manifestasi Klinik
1. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
2. Proteinuria (protein dalam urine)
3. Oliguria (keluaran urine berkurang)
4. Nyeri panggul
5. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian menyebar ke
abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang mungkin tidak terlihat oleh
seorang yang tidak mengenal anak dengan baik).
6. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari
pertama
7. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan
kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan
jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi
permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik.
8. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, dan diare.
10. Fatigue (keletihan atau kelelahan)
d. Patofisiologi
Patofisiologi dari gllomerulonefritis di dasari oleh etiologi penyebab terjadinya
glomerulonefritis, berbagai kemungkinan penyebab bisa akibat respon imun terhadap antigen
eksogen produk mikroba, respon imun terhadap antigen endogen seperti pada SLE atau
autoimun terhadap antigen renal, namun pada beberapa kasus tersering adalah GNPS dan pada
gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis
terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria.
2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan
onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya,
mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel
mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan
penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan
retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium
Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema.
Glomerulonefritis akut post streptococcus infeksi merupakan gejala penyakit prototipe
dari glomerulonefritis akut yang paling sering ditemukan akibat infeksi. Adanya periode laten
antara infeksi streptococcus dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus menunjukkan
bahwa proses imunologi memegang peranan penting dalam pathogenesis glomerulunefritis.
Glomerulonefritis akut post streptococcus merupakan salah satu contoh dari penyakit kompleks
imun. Diduga respons yang berlebihan dari sistim imun penderita akibat stimulus antigen
dengan produksi antibody yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen-
antibody. Kompleks imun ini kemudian akan beredar dalam darah dan mengendap pada
membrane basal glomerulus. Ianya kemudian akan mengaktivasi sistim komplemen yang
melepaskan susbtansi yang akan menarik neutrophil yang kemudian melepaskan enzim
lisosom sebagai factor responsive yang dapat merusakkan glomerulus.2-6
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada
glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan
terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada
antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.4,6
Diagnosis Banding
Suatu penyakit ginjal baik glomerulus maupun bukan, merusak nefron fungsionaldan
mengurangi GFR menjadi sekitar 30% sampai 50% dari normal maka perkembangan menuju
gagal ginajl stadium akhir berlangsung dengan kecepatan yang relatif konstan, tanpa
perkembangan tersebut secara klinis sangat penting karena faktor-faktor itu dapat menjadi
sasaran terapi yang mudah atau bahkan mencegah perjalanan tidak-terelakan menuju dialisis
atau transplantasi. Salah satu gambaran histologik khas pada kerusakan ginjal progresif adalah
glomerulosklerosis fokal segmentasi.
Glomerulonefritis Pascastreptokokus
Penyakit ini biasanya muncul 1 sampai 4 minggu setelah infeksi streptokokus pada
faring atau kulit (impetigo). Infeksi kulit sering berkaitan dengan lingkungan yang terlalu padat
dengan higiene yang buruk. Glomerulonefritis pascastreptokokus terjadi paling sering pada
anak berusia 6 sampai 10 tahun, tetapi orang dewasa juga dapat terkena.
Etiologi dan patogesis. Hanya galur tertentu dari streptokokus β-hemolitik grup A
yang nefrititogenik. Lebih dari 90% penelurusan kasus berkaitan dengan tipe 121,4, serta1 dan
dapat diidentifikasi dengan menentukan tipe protein M dinding selnya.
Glomerulonefritis pascastreptokokus adalah suatu penyakit imunologis. Masa laten
antara infeksi dan awitan nefritis sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk membentuk
antibodi dan kompleks imun, pada sebagian besar pasien, terdapat peningkatan titer antibodi
terhadap satu atau lebih antigen streptokokus. Kadar komplemen serum rendah, sesuai dengan
aktivasi sistem komplemen dan konsumsi komponen-konponen komplemen. Adanya
mekanisme yang diperantarai oleh kompleks imun, demikian juga halnya dengan endepan
padat-elektron. Selama bertahun-tahun, komponen antigenik streptokokus yang berperan
dalam reaksi imun tidak terdeteksi. Suatu antigen sitoplasma yang di sebut endostreptosin dan
beberapa antigen kationik, termasuk suatu proteinase (nephritis strain-associated protein,
NSAP) yang berkaitan dengan streptokinase dan khas untuk galur nefritogenik streptokokus,
dapat ditemukan di glomerulus yang sakit. Tidak diketahui apakah antigen-antigen ini
menggambarkan antigen yang mengendap, sebagai sebagian dari kompleks imun, atau
keduanya. Protein GBM yang mengalami perubahan akibat enzim streptokokus juga
diperkirakan berperan sebagai antigen.
Perjalanan penyakit. Pada kasus klasik, seorang anak mendadak mengalamni malaise,
demam, mual, oliguria, dan hematuria (urin berwarna kecokelatan dan keruh) 1 sampai 2
minggu setelah pulih dari radang tenggorokan. Terdapat silinder eritrosit di urin, proteinuria
ringan (biasanya kurang dari 1 gm/hari), edema periorbita, dan hipertensi ringan sampai
sedang. Pada orang dewasa, awitan umunnya lebih tidak khas, dengan kemunculan mendadak
hipertensi atau edema, yang sering disertai dengan peningkatan BUN. Selama epidemi infeksi
streptokokus nefritogenik, glomerulonefritis mungkin asimtomatik, ditemukan hanya pada
pemeriksaan penyaring untuk hematuria mikroskopik. Temuan laboratorium yang penting,
yaitu meningtnya titer antibodi antistreptokokus (ASO) dari penurunan konsentrasi C3 serum
dan komponen komplemen lain serta adanya kriglobulin dalam serum.
Lebih dari 95% pasien anak akhirnya pulih total dengan terapi konservatif yang
ditunjukan untuk mempertahankan keseimbangan air dan natrium. Sebagian kecil anak (kurang
dari %) tidak mengalami perbaikan dan mengalami oligouria berat dan glomerulonefritis
progesif cepat. Sisa pasien laainnya mungkin mengalami perkembangan lambat menuju
glomerulonefritis kronik dengan atau tanpa kekambuhan nefritik aktif. Proteinuria berat yang
berkepanjangan dan menetap serta GFR yang abnormal menunjukan prognosis yang kurang
baik. Untuk orang dewasa, penyakit lebih parah. Meskipun prognosis keseluruhan selama
epidemi baik, hanya sekitar 60% kasus parodik yang langsung pulih. Sisanya, kelainan
glomerulus tidak segara lenyap, dan bermafestasi sebagai proteinuria, hematuria, dan
hipertensi. Pada sebagia pasien ini, lesi akhirnya lenyap total, tetapi sebagain lainnya akan
berkembang menjadi glomerulonefritis kronik. Beberapa pasien akan mengalami sindro,
glomerulonefritis progresif cepat. 10