Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu jenis pajak yang sangat menunjang pembangunan dan pertumbuhan
negara adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak penghasilan ini sebenarnya sudah ada
sejak pada zaman Romawi kuno, yang ditandai dengan adanya pungutan yang kala itu
dinamai tributum dan berjalan hingga tahun 167 sebelum masehi. Kemudian
selanjutnya terus berkembang di beberapa negara misalnya Inggris yang
memberlakukan Pajak penghasilan ini sebagai Income Tax di tahun 1799 yang secara
eksplisit diatur dalam UU. Sementara di Amerika, pajak penghasilan pertama kali
dikenalkan pada tahun 1643 di New Plymont, undang-undang pajak federal sendiri
mulai diperkenalkan pada tahun 1861 yang kemudian beberapa kali mengalami tax
reform. Berdasarkan Undang-Undang pajak federal tax return atau surat
pemberitahuan pajak penghasilan ini dibuat pada tahun 1860 dan telah dipergunakan
hingga tahun 1962.
2
Pajak Penghasilan |3
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pajak Penghasilan
Ketentuan Hukum Pph untuk pertama kalinya diatur dalam UU No.7 Tahun
1983 tetapi seiring berkembangnya kebutuhan maka UU Pph juga beberapa kali
mengalami amandemen dan perubahan sebagai berikut:
- Orang Pribadi
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak
- Badan. Contoh: Perusahaan.
- Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Untuk Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP. Dan Subjek
pajak badan dalam negeri menjadi Wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
Sedangkan untuk Subjek Pajak Luar Negeri baik orang pribadi ataupun badan
sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan
yang bersumber dari Indonesia atau melalui BUT di Indonesia.
Oleh karena itu Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang telah
memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dengan Wajib Pajak Luar negeri, antara lain
adalah:
Tarif pajak yang digunakan adalah Tarif pajak yang diguankan adaah
Tarif Umum (Tarif UU PPh 17) Tarif Sepadan (tarif UU PPh
pasal 26)
Wajib menyampaikan SPT. Tidak Wajib menyampaikan SPT
Pajak Penghasilan |5
Secara terperinci Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan
Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, yakni :
a. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar
negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia;
b. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan
tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan
penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan
Penjelasan Pasal 3 huruf (a) dan (b) tersebut diatas, menerangkan bahwa
sesuai dengan kelaziman yang berlaku secara Internasional, bahwa badan
perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabatnya, serta orang yang
diperbantukan, serta tinggal bersama mereka dengan syarat bukan WNI, tidak
melakukan kegiatan lain, serta negara asing tersebut memberikan perlakauan yang
sama (azas timbal balik), dikecualikan sebagai subjek pajak. Pengecualian
Pajak Penghasilan |6
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal 3 huruf (c) dan (d), diatur lebih lanjut
dalam KMK seperti disebut diatas. Yang dimaksud dengan organisasi
Internasional adalah organisasi/badan/lembaga/asosiasi /perhimpunan/forum antar
pemerintah atau non pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama
Internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama,
sedangkan yang dimaksud dengan pejabat perwakilan organisasi Internasional
adalah pejabat yang diangkat langsung oleh induk organisasi Internasional yang
bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan dalam organisasi tersebut di
Indonesia.
yang menjadi Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Jenis penghasilan yang dikenakan pajak atau disebut Objek Pajak sesuai dengan Pasal 4
ayat (1) UU PPh adalah sebagai berikut:
o Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang.
o Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
o Laba usaha.
o Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
o Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
o Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian
utang.
o Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun (termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis) dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
o Royalti.
o Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
o Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
Pajak Penghasilan |7
o Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
o Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
o Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
o Premi asuransi.
o Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
o Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Adapun yang dikecualikan dari Objek Pajak menurut ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU
No. 17 Tahun 2000 adalah:
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan
social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Warisan.
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
pemerintah.
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak Dalam Negeri, Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau
berkedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan
harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Bagian laba yang diperoleh atau diterima anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi.
Pajak Penghasilan |8
Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
A. Penyusutan
Pengertian penyusutan menurut pajak tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
b, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 11 UU PPh yang mengatakan bahwa penyusutan
merupakan metode alokasi biaya atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang
berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Atau dengan kata lain menurut pajak harta yang dapat disusutkan harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
*perlu diketahui: PPh tidak menggunakan istilah “Aktiva Tetap” tetapi menggunakan
istilah “Harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun”, untuk harta
yang dilakukan penyusutan.
TARIF DEPRESIASI
KELOMPOK HARTA
MASA MANFAAT
BERWUJUD SALDO
GARIS
MENURU
LURUS
N
P a j a k P e n g h a s i l a n | 11
20 Tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 Tahun 5% -
Tidak Permanen
10 Tahun 10% -
PT Agri Jaya pada bulan Juli 2009 membeli sebuah alat pertanian yang
mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp 1.000.000,00. Penghitungan
penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut:
B. Amortisasi
Harta tak berwujud digolongkan menjadi :
1) Kelompok 1 : kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4
tahun.
2) Kelompok 2 : kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8
tahun.
3) Kelompok 3 : kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa mafaat 16
tahun.
4) Kelompok 4 : kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20
tahun.
Tarif Amortisasi
Kelompok Harta Tak
Masa Manfaat Garis Saldo
Berwujud
Lurus Menurun
*Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat asset tetap tak berwujud tidak tercantum
pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak menggunakan masa manfaat
terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat sebenarnya 6 tahun,
dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa manfaat
sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.
Contoh:
PT Dira Oil mengeluarkan uangnyay sebesar Rp 1.000.000.000,00
untuk memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan
minyak bumi ditaksir sebesar 5.000.000 barel. Produksi minyak bumi
tahun 2009 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk
tahun 2005 adalah :
Tarif amortisasi
= (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%
= (1.500.000 : 5.000.000) x 100% = 30%
Amortisasi 2009
= 30% x Rp 1.000.000.00,00 = Rp 300.000.000,00
2. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan,
hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya.
Contoh:
B. Pajak Final
Ada beberapa jenis penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemotongan
atau pemungutan pajak yang bersifat final. Penghasilan yang dikenakan pemotongan
atau pemungutan PPh yang bersifat final, tetap dilaporkan dalam Surat
Pemberutahuan (SPT), hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan penghasilan
lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak diperhitungkan sebagai Kredit Pajak.
Beberapa penghasilan yang dikenai pajak yang bersifat final antara lain bunga
deposito, hadiah undian, penghasilan dari transaksi saham, transaksi pengalihan harta
berupa tanah/bangunan, usaha jasa konstruksi, dan penghasilan tertentu lainnya.
C. Norma Perhitungan
Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya
penghasilan neto. Penggunaan norma penghitungan dilakukan karena tidak terdapat
dasar perhitungan yang lebih baik, atau pembukuan diselenggarakan secara tidak
benar. Orang Pribadi yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto sebesar Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta
rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto di bawah Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib
Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
3. Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak
memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan neto
usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
Sesuai dengan UU PPh yang baru yaitu UU Nomor 36 tahun 2008 maka
sejak 1 Jan 2009 batasan Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
berubah dengan peredaran bruto di bawah Rp. 1.800.000.000,00 menjadi Rp
4.800.000.000.
1. Jual Beli
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang
tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan
apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima.
Contoh kasus:
CV RENTAL menjual mobil kepada CV PENADAH dengan harga
Rp100.000.000,-, tetapi harga pasar wajar dari mobil tersebut adalah
Rp150.000.000,-. Nilai buku mobil tersebut bagi CV RENTAL adalah
Rp90.000.000,-
Jika antara CV RENTAL dan CV PENADAH ada hubungan istimewa,
harga penjualan adalah harga pasar wajar sebesar Rp150.000.000,-, sehingga
keuntungan yang diperoleh oleh CV RENTAL sebesar Rp50.000.000,-
2. Tukar Menukar
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar‐menukar harta
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
Contoh kasus:
CV RENTAL menukarkan Mobil merk Cepat (Nilai Buku Rp100.000.000,-;
Harga Pasar Rp150.000.000,-) dengan Mobil merk Terbatas (Nilai Buku
Rp80.000.000,-; Harga Pasar Rp150.000.000,-) milik CV PENADAH. Dari
transaksi tersebut, CV RENTAL memperoleh keuntungan sebesar
Rp50.000.000,- dan CV PENADAH memperoleh keuntungan sebesar
Rp70.000.000,-.
Sehingga harga perolehan Mobil merk Cepat dan Mobil merk Terbatas dari
pertukaran tersebut adalah sebesar harga pasarnya, yaitu Rp150.000.000,-
3. Likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Contoh kasus:
P a j a k P e n g h a s i l a n | 18
KASUS TAMBAHAN
1. Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian atau mingguan,
serta pegawai tidak tetap lainnya, sampai dengan jumlah Rp 300.000,00 (tiga ratus
rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
2. Ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tersebut (pasal 1) tidak berlaku
dalam hal:
Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
P a j a k P e n g h a s i l a n | 20
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Walaupun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan tetapi sangat diharapkan untuk
para pembaca mampu mengambil informasi-informasi penting dalam penjelasannya
sehingga dapat dijadikan referensi dan juga menjadi pengetahuan tambahan untuk
seluruh yang membaca makalh ini, maupun untuk para peserta diskusi.
P a j a k P e n g h a s i l a n | 21
DAFTAR PUSTAKA
______.2012b.Pajak Penghasilan.(online).
http://zetzu.blogspot.co.id/2012/06/pajak
penghasilan.html.Diakses: 24 September 2016
terbaru.(online).https://sites.google.com/site/referensipajak/info-pajak-terbaru/PMK-
Nomor-152-PMK010-2015.Diakses: 24 September 2016.