A. DEFINISI
B. KLASIFIKASI
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya
mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan
olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun
dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
D. PATOFISIOLOGI
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
Patways
Pathway Diabetes Melitus
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
§ hiperglikemia berpuasa
§ ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II)
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.
G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi akut
2. Komplikasi kronik
H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
§ jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
§ Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan,
berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.
§ Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
3) Penyuluhan
4) Obat
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan
berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit
lebih.
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
2) Insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain :
5) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan
utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. PK: Hipo / Hiperglikemi
8. PK : Infeksi
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik asuhan keperawatan, Lakukan pegkajian nyeri secara
tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi,
klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dibuktikan dengan level dan ontro presipitasi.
nyeri: Observasi reaksi nonverbal dari
klien dapat melaporkan ketidaknyamanan.
nyeri pada petugas, Gunakan teknik komunikasi terapeutik
frekuensi nyeri, untuk mengetahui pengalaman nyeri
ekspresi wajah, dan klien sebelumnya.
menyatakan Kontrol ontro lingkungan yang
kenyamanan fisik dan mempengaruhi nyeri seperti suhu
psikologis, TD 120/80 ruangan, pencahayaan, kebisingan.
mmHg, N: 60-100 Kurangi ontro presipitasi nyeri.
x/mnt, RR: 16-20x/mnt Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Control (farmakologis/non farmakologis)..
nyeri dibuktikan Ajarkan teknik non farmakologis
dengan klien (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
melaporkan gejala nyeri..
nyeri dan control nyeri. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan,1. kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh bd klien menunjukan2. Kaji adanya alergi makanan.
ketidakmampuan status nutrisi adekuat3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
tubuh dibuktikan dengan BB4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan
mengabsorbsi zat- stabil tidak terjadi mal nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
zat gizi nutrisi, tingkat energi klien.
berhubungan adekuat, masukan5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
dengan faktor nutrisi adekuat asupan nutrisinya.
biologis. 6.Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6.Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3. Kerusakan Setelah dilakukan Wound care
integritas jaringan asuhan keperawatan,
1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran
bdfaktor mekanik: Wound healing dan kedalaman luka, dan klasifikasi
perubahan meningkat pengaruh ulcers
sirkulasi, imobilitas dengan criteria: Catat karakteristik cairan secret yang
dan penurunan Luka mengecil dalam keluar
sensabilitas ukuran dan peningkatan
3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
(neuropati) granulasi jaringan 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
Dressing dengan kasa steril sesuai
kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
Pertahankan tehnik dressing steril ketika
melakukan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
4.. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
mobilitas fisik bd Asuhan keperawatan, Pastikan keterbatasan gerak sendi yang
tidak nyaman dapat teridentifikasi dialami
nyeri, intoleransi Mobility level Kolaborasi dengan fisioterapi
aktifitas, penurunan Joint movement: aktif. Pastikan motivasi klien untuk
kekuatan otot Self care:ADLs mempertahankan pergerakan sendi
Dengan criteria hasil: 4. Pastikan klien untuk mempertahankan
1. Aktivitas fisik pergerakan sendi
meningkat 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum
2. ROM normal diberikan latihan
3. Melaporkan perasaan
6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
peningkatan kekuatan keteraturan, Latih ROM pasif.
kemampuan dalam Exercise promotion
bergerak 1. Bantu identifikasi program latihan yang
4. Klien bisa melakukan sesuai
aktivitas 2. Diskusikan dan instruksikan pada klien
5. Kebersihan diri klien mengenai latihan yang tepat
terpenuhi walaupun Exercise terapi ambulasi
dibantu oleh perawat
1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di
atau keluarga tempat tidur sesuai toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and
toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi
untuk kegiatan mandi dan kebersihan
diri, berpakaian, makan dan toileting
klien
2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari
sampai klien dapat merawat secara
mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri
klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari
5. Dorong klien melakukan aktivitas
normal keseharian sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process
pengetahuan asuhan keperawatan, 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
tentang penyakit pengetahuan klien keluarga tentang proses penyakit
dan perawatan nya meningkat. 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,
Knowledge : Illness tanda dan gejala serta penyebab yang
Care dg kriteria : mungkin
1 Tahu Diitnya 3. Sediakan informasi tentang kondisi
2 Proses penyakit klien
3 Konservasi energi 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang
4 Kontrol infeksi berarti dengan informasi tentang
5 Pengobatan perkembangan klien
6 Aktivitas yang
5. Sediakan informasi tentang diagnosa
dianjurkan klien
7 Prosedur pengobatan 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
8 Regimen/aturan mungkin diperlukan untuk mencegah
pengobatan komplikasi di masa yang akan datang
9 Sumber-sumber dan atau kontrol proses penyakit
kesehatan 7. Diskusikan tentang pilihan tentang
10 terapi atau pengobatan
Manajemen penyakit 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-
pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang
ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4
menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan
gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada
urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi
& irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer
asuhan keperawatan, & sekunder
perawat akan2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
menangani / pasien lain.
mengurangi komplikasi3. Batasi pengunjung bila perlu.
defesiensi imun 4. Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
5. Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
6. Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
9. Lakukan perawatan luka dan dresing
infus setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari
tanda – tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila
hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika