Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) adalah Suatu peradangan pada kulit yang kronis dan

berulang yang terutama mempengaruhi anak-anak. Penyakit ini ditandai dengan

kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan

likenifikasi. Penyakit kulit ini diturunkan secara genetik, ditandai oleh inflamasi,

pruritus dan lesi eksematosa dengan episode eksaserbasi dan remisi. Dermatitis

Atopik mengenai tubuh tertentu terutama di wajah pada bayi (fase infantil) dan

bagian fleksural ekstremitas (pada fase anak).1,2,3

Dermatitis atopik kerap terjadi pada bayi dan anak, sekitar 50 % menghilang

pada saat remaja, kadang dapat menetap atau bahkan baru mulai muncul saat

dewasa. Istilah “atopy” telah diperkenalkan oleh coca dan cooke pada tahun 1923,

asal kata “atopos” berarti berbeda dan yang dimaksud adalah penyakit kulit yang

tidak biasa, baik lokasi kulit yang terkena, maupun perjalanan penyakitnya.

Perjalanan penyakit bervariasi, dipengaruhi berbagai faktor tersebut serta berkaitan

erat dengan penyakit atopi lainnya, yakni asma bronkial, rinitis alergik, urtikaria,

dan hay fever. Terdapat berbagai istilah yang digunakan sebagai sinonim dermatitis

atopi seperti eczema atopic, eczema fleksural dan prurigo besnier.4

Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit yang sering menyerang anak-

anak dengan prevalensi pada anak-anak 10-20 % dan prevalensi pada orang dewasa

1-3 % di Amerika, Jepang, Eropa, Australia dan negara industri lain, sedangkan
pada negara agraris seperti cina dan asia tengah prevalensi dermatitis atopi lebih

rendah. Di Indonesia, angka prevalensi kasus dermatitis atopik menurut Kelompok

Studi Dermatologi anak (KSDAI) yaitu sebesar 23,67 % dimana dermatitis atopik

menempati peringkat pertama dari 10 besar penyakit kulit anak. Dermatitis Atopik

lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 3 : 1.2

Etiologi dan patogenesis sampai saat ini belum diketahui secara pasti namun

faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit. Kombinasi

faktor turunan dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit, infeksi, stres dan lain-

lain. Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologi

yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang belakang Gejala

klinis dan perjalanan penyakit dermatitis atopik sangat bervariasi. Dermatitis

Atopik dapat menyebabkan rasa gatal yang dapat mengganggu penderitanya dan

memperlihatkan kemerahan pada kulit serta terbentuknya vesikel dan

mengeluarkan air. Oleh karena itu, Penyakit ini sangat mempengaruhi kualitas

hidup pasien maupun keluarga dan orang-orang terdekat pasien. 5


BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS

Nama : Tn. A

Umur : 31 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : Sarjana

Pekerjaan : Guru Honorer

Alamat : Jl. Pendidikan Limbung

2. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Gatal pada daerah leher, kedua lipatan siku dan bagian belakang lutut

B. Anamnesis Terpimpin

Seorang pasien umur 31 tahun datang ke poli kulit RSUD SY dengan

keluhan gatal pada daerah leher, kedua lipatan siku dan belakang lutut sejak

± 4 hari. Lesi dirasakan sangat gatal kadang-kadang disertai rasa nyeri jika

terlalu lama digaruk. Awal muncul lesi sejak tahun 2009 dan bersifat

kambuhan, muncul di daerah lipatan kemudian menyebar pada daerah lain

seperti leher dan lipatan perut. Keluhan dirasakan memberat jika pasien

berkeringat, pasien mengeluh sangat gatal dan kadang-kadang terasa nyeri.


Pasien mengeluh kulit kering. Awalnya muncul bercak merah pada daerah

lipatan kemudian meluas dan sangat gatal. Pasien juga mengeluh lesi muncul

setelah makan telur, bakso, kepiting. Sebelumnya pasien pernah berobat ke

dr praktek tiap tahun oleh karena keluhan yang dirasakan bersifat kambuhan.

Pasien sehari-harinya lebih banyak duduk ditempat kerja. Riwayat Penyakit

Asma ada. Riwayat Alergi ada. Riwayat Keluarga Asma ada.

3. STATUS PRESEN

A. Keadaan Umum : Sakit sedang

B. Kesadaran : Composmentis

C. Hygiene : Baik

4. STATUS DERMATOLOGY

A. Lokasi : Regio coli dextra, Regio cubiti dextra dan sinistra, Regio

poplitea dextra dan sinistra

B. Ukuran : Lentikular, miliar, plakat

C. Efloresensi : Papul multiple, eritematous, skuama, hiperpigmentasi,

krusta, likenifikasi

5. RESUME

Pasien Laki-laki Usia 31 Tahun datang ke Poli Kulit RSUD SY dengan keluhan

gatal pada daerah leher, kedua lipatan siku dan belakang lutut. Terdapat eritema,

difus. Diatasnya terdapat likenifikasi, skuama. Sebagian disertai papul multiple

yang terpisah satu sama lain berukuran milier hingga lentikuler, sirkumskrip.

Pada regio poplitea dextra dan sinistra terdapat skuama halus, sirkumskrip. Di

atasnya terdapat likenifikasi, sebagian disertai papul, multiple, diskret hingga


krusta berwarna merah kecoklatan dengan ukuran milier hingga lentikuler,

sirkumskrip. Keluhan ini dirasakan sejak ±4 hari yang lalu . Pasien mengeluh

sangat gatal jika berkeringat dan kulitnya kering. Kadang-kadang disertai rasa

nyeri setelah menggaruk. Awal muncul rasa gatal seperti ini dialami sejak ±7

tahun dan tiap tahun berulang. Riwayat Pengobatan (+). Riwayat Asma (+).

Riwayat Alergi (+). Riwayat Asma Pada Ayah (+).

Gambar 1. Lesi pada Regio Coli

Gambar 2. Lesi Pada Regio Cubiti dextra dan sinistra


Gambar 3. Lesi pada Regio Poplitea dextra dan sinistra

6. DIAGNOSA BANDING

A. Dermatitis Kontak Alergi

B. Dermatitis Intertriginosa

C. Liken Simpleks Kronikus

7. DIAGNOSIS

Dermatitis Atopik

8. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Sistemik

Setirizin 10 mg 1x1

Methylprednisolon 3x1

B. Terapi Topikal

Betametason diproprionat 0,05 %


9. PROGNOSIS

Qou ad vitam : bonam

Qou ad function : bonam

Qou ad sanationam : bonam


BAB III

PEMBAHASAN

Dari kasus diatas didapatkan eritema, difus. Diatasnya terdapat likenifikasi,

skuama. Sebagian disertai papul multiple yang terpisah satu sama lain berukuran

milier hingga lentikuler, sirkumskrip. Pada regio poplitea dextra dan sinistra

terdapat skuama halus, sirkumskrip. Di atasnya terdapat likenifikasi, sebagian

disertai papul, multiple, diskret hingga krusta berwarna merah kecoklatan dengan

ukuran milier hingga lentikuler, sirkumskrip. Keluhan ini dirasakan sejak ±4 hari

yang lalu. Pasien mengeluh sangat gatal jika berkeringat dan kulitnya kering.

Kadang-kadang disertai rasa nyeri setelah menggaruk. Awal muncul rasa gatal

seperti ini dialami sejak ±7 tahun dan tiap tahun berulang. Riwayat Asma (+).

Riwayat Asma Pada ayah (+). Berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan fisik pada

pasien dapat didiagnosis sebagai Dermatitis Atopik.

A. DEFINISI

Dermatitis Atopik adalah peradangan kulit kronis disertai gatal, dapat terjadi

paling sering pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada orang dewasa dan

bersifat kronis residif. DA sering diikuti dengan peningkatan serum

Imunoglobuin E (IgE), riwayat pasien, riwayat keluarga dan riwayat asma

bronchial.6

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi AD telah meningkat selama 30 tahun terakhir. Saat ini diperkirakan

bahwa 10-20% dari anak-anak dan 1-3% orang dewasa di negara-negara maju
yang terkena gangguan tersebut. DA sering dimulai pada awal masa bayi; sekitar

45% dari semua kasus dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% pada

tahun pertama dan 85% sebelum usia 5 tahun. Hingga 70% dari anak-anak ini

mengatasi gangguan sebelum masa remaja.7

Pada anak, sekitar 45% kasus dermatitis atopic muncul dalam 6 bulan pertama

kehidupan, 60% muncul dalam tahun pertama kehidupan, dan 85% kasus

muncul sebelum usia 5 tahun. Dermatitis atopik sering dimulai pada awal masa

pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Sekitar 45% kasus dermatitis

atopic anak muncul dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% muncul dalam tahun

pertama kehidupan, dan 85% kasus muncul sebelum usia 5 tahun. Sebagian besar

yaitu 70% kasus penderita dermatitis atopik anak, akan mengalami remisi

spontan sebelum dewasa. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada saat

dewasa (late onset dermatitis atopic ). Dermatitis atopik cenderung diturunkan.

Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari seperempat anaknya akan

menderita Dermatitis atopik pada 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua

menderita atopi maka lebih separuh anaknya menderita alergi sampai usia 2

tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka ini meningkat sampai 75

%.2

C. ETIOPATOGENESIS

Penyebab Dermatitis belum diketahui secara pasti, dianggap multifaktor, namun

patogenesis yang pasti masih diteliti para pakar, baik di bidang genetik, maupun

berbagai faktor eksternal dan interna, termasuk sawar kulit. Perjalanan penyakit

bervariasi, dipengaruhi berbagai faktor tersebut serta berkaitan dengan penyakit


atopi lainnya yaitu asma bronkial, rinitis alergik, urtikaria dan hay fever. Faktor

internal adalah faktor predisposisi genetik (melibatkan banyak gen yang

menghasilkan disfungsi sawar kulit serta perubahan pada sistem imun,

khususnya hipersensitivitas terhadap berbagai alergen dan antigen mikroba.

Faktor higiene akhir-akhir ini diduga merupakan salah satu faktor DA di dalam

keluarga.4

Patogenesis DA merupakan interaksi faktor genetik, disfungsi imun, disfungsi

sawar epidermis, dan peran lingkungan serta agen infeksius. Gangguan fungsi

sawar kulit akibat menurunnya fungsi gen yang meregulasi amplop keratin

(filagrin dan lorikrin). Pada pasien DA detemukan mutasi gen filagrin sehingga

mengganggu pembentukan protein yang esensial untuk pembentukan sawar

kulit. Trans-epider-mal-water loss (TEWL) pada pasien DA meningkat 2-5 kali

orang normal. Sawar kulit dapat juga menurun akibat terpajan protease eksogen

yang berasal dari tungau debu rumah dan superantigen Staphylococcus aureus

(SA) serta kelembaban udara. Peningkatan TEWL dan penurunan kapasitas

kemampuan menyimpan air, serta perubahan komposisi lipid esensial kulit,

menyebabkan kulit DA lebih kering dan sensitivitas gatal terhadap berbagai

rangsangan bertambah. Garukan akibat gatal menimbulkan erosi atau ekskoriasi

yang mungkin dapat meningkatkan penetrasi mikroba dan kolonisasi mikroba di

kulit.3,4

Pada pasien DA diketahui diketahui IgE berjumlah lebih banyak dan

menunjukkan daya afinitas yang tinggi pada reseptor di keratinosit dan sel

Langerhans, sehingga pathogenesis DA lebih diperankan oleh reaksi tipe I. Pada


reaksi tipe I (IgE mediated), rangsangan zat/bahan langsung pada sel mas dapat

menyebabkan sel mas berdegranulasi dan melepaskan berbagai mediator, antara

lain histamine, kinin, bradikinin, tripsin, papain, leukotriene B4, prostaglandin

E2, dan 12 HETE. Mediator tersebut menimbulkan vasodilatasi, reaksi inflamasi

(migrasi sel, ekspresi adhesi molekul, dan lain-lain), rasa gatal, dan manifestasi

inflamasi di kulit. Pasien DA secara genetic menunjukkan hipersensitivitas

terhadap berbagai allergen, misalnya debu rumah, tungau debu rumah, serbuk

sari bunga/polen, makanan, dan Staphylococcus aureus (superantigen). 4,8

D. GAMBARAN KLINIS

Dermatitis Atopik biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, sering kali pada

tahun pertama kehidupan, tetapi dapat timbul pada semua usia. Distribusi

dermatitis atopik pada tubuh biasanya simetrik dan berbeda-beda lokalisasinya

sesuai dengan umur. Pada usia bayi (2 bulan-2 tahun), tempat predileksi utama

di wajah diikuti kedua pipi dan tersebar simetris. Lesi dapat meluas ke dahi, kulit

kepala, telinga, leher, pergelangan tangan, dan tungkai terutama dibagian volar

atau fleksor. Lesi yang ditemukan lebih mirip dermatitis akut, eksudatif, erosi

dan ekskoriasi. Pada fase anak (2-10 tahun) tempat predileksi lebih sering di fosa

kubiti dan poplitea, fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan leher dan

tersebar simetris. Kulit pasien DA dan kulit pada lesi cenderung lebih kering.

Lesinya cenderung kronis, disertai hyperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi,

ekskoriasi, krusta dan skuama. Pada fase remaja dan dewasa (usia >13 tahun).

Tempat predileksi mirip dengan fase anak dapat meluas mengenai kedua telapak

tangan, jari-jari, pergelangan tangan, bibir, leher bagian anterior, scalp dan
putting susu. Lesi bersifat kronis, berupa plak hiperpigmentasi, hyperkeratosis,

likenifikasi, ekskoriasi dan skuamasi. Rasa gatal lebih hebat saat beristirahat,

udara panas dan berkeringat. Fase ini berlangsung kronik residif sampai usia 30

tahun, bahkan lebih. 2,4,8,9,10

E. DIAGNOSIS

Diagnosis DA dapat ditegakkan secara klinis dengan gejala utama gatal,

penyebaran simetris di tempat predileksi (sesuai usia), terdapat dermatitis yang

kronik-residif, riwayat atopi pada pasien atau keluarganya. Kriteria tersebut

disebut sebagai kriteria Hanifin Rajka, untuk memastikan diagnosis dibutuhkan

3 kriteria minor ( Tabel.1). Dalam praktik sehari-hari dapat digunakan kriteria

William guna menetapkan Diagnosis DA yaitu:

1. Harus ada:

Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil)

2. Ditambah 3 atau lebih tanda berikut:

a. Riwayat perubahan kulit/kering di fosa kubiti, fosa poplitea, bagian

anterior dorsum pedis, atau seputar leher (termasuk kedua pipi pada

anak <10 tahun)

b. Riwayat asma atau hay fever pada anak (riwayat atopi pada anak < 4

tahun pada generasi-1 dalam keluarga)

c. Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun

d. Dermatitis fleksural (pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada anak <4

tahun)

e. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak dinyatakan pada anak < 4 tahun)
Kriteria William lebih sederhana, praktis, dan cepat, karena tidak

memasukkan beberapa criteria minor. Hanifin Rajka yang hanya didapatkan

pada kurang dari 50% pasien dermatitis atopik. Kriteria William lebih

spesifik dan digunakan dalam praktik sehari-hari, sedangkan kriteria

Hanifin Rajka adalah alat ilmiah Internasional yang diagnostiknya paling

diterima dan lebih sensitif.4,11

1. Pemeriksaaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila ada keraguan klinis.

Peningkatan kadar igE dalam serum juga dapat terjadi pada sekitar 15 %

orang sehat, demikian pula kadar eosinofil, sehingga tidak patonomonik. Uji

kulit dilakukan bila ada dugaan pasien alergik terhadap debu atau makanan

tertent, bukan untuk diagnostik.

F. DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding DA bergantung pada fase atau usia, manifestasi klinis, serta

lokasi DA. Beberapa penyakit kulit yang memiliki gambaran gejala yang

hampir sama dengan Dermatitis Atopik adalah ;

1. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi

yang menempel pada kulit. Dermatitis kontak adalah bentuk paling umum

dari dermatitis. Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak

iritan dan dermatitis kontak alergik. Keduanya dapat bersifat akut maupun

kronis. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit non-

imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses


pengenalan/sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada

seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan

penyebab/allergen.

Dermatitis Kontak Alergik ialah pajanan bahan kimia sederhana dengan

berat molekul rendah (<1000 dalton), disebut sebagai hapten, bersifat

lipofilik, sangat reaktif dan dapat menembus stratum korneum sehingga

mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup. Predileksi tergantung

pada tubuh yang terpapar bahan alergik. DKA dapat meluas ke tempat lain,

misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki

relative resisten terhadap DKA. Gejala klinis pada umumnya pasien

mengeluh gatal, kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan dan

lokasi dermatitisnya.4

Gambar 4. dermatitis kontak alergi dengan reaksi akut, perubahan dari


eritema menjadi vesikel hingga bulla
Gambar 5. dermatitis kontak alergi terhadap kosmetik: Rambut-dye, pernis
kuku (biasanya menyajikan pada kelopak mata karena untuk mentransfer
alergen harus menyentuh mata).

2. Kandidosis Intertriginosa

Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di daerah

lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri

atau jamur. Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban,

kegemukan, gesekan antara dua permukaan kulit dan oklusi.

Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi oleh Candida

albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna merah-gelap, dapat disertai

papul-papul eritematosa disekitarnya (lesi satelit). Dermatitis ini

memerlukan kortikosteroid topikal dengan potensi sedang untuk

menghilangkan gejala gatal dan rasa panas.4,12


Gambar 5. Lesi pada lipatan mamma

3. Liken Simpleks Kronikus

Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan

garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) yang menyerupai kulit

batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena

berbagai rangsangan pruritogenik. Pruritus memainkan peran sentral dalam

timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi dan purigo nodularis.

Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena adanya penyakit yang di

dasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma

hodgkin, Penyakit kulit seperti dermatitis atopik, dermatitis kontak alergik,

gigitan serangga dan aspek psikologik karena tekanan emosi.

Penderita mengeluh gatal sekali, bila timbul malam hari dapat mengganggu

tidur. Rasa gatal memang tidak terus menerus, biasanya pada waktu sibuk,

bila muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa enak setelah

digaruk, setelah luka baru hilang rasa gatalnya;setelah luka, baru hilang rasa

gatalnya untuk sementara diganti dengan rasa nyeri. Lesi biasanya tunggal,

pada awalnya brupa plak eritomatosa, sedikit edematosa, lambat laun


eritema dan edema hilang. Bagian tengah berskuama dan menebal,

likenifikasi, ekskoriasi sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit

normal tidak jelas. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan

lamanya lesi. NS, tidak terjadi pada anak-anak tetapi pada usia dewasa-

manula. Lesi bisa ditemukan pada skalp, tengkuk, samping leher, lengan

bagian ekstensor, pubis, pulva, skrotum, pergelangan kaki dan punggung

kaki.

Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipruritus, kortikosteroid

topikal atau intralesi, produk ter dapat dikombinasi dengan kortikosteroid

sebagai antiinflamasi.4

Gambar 6. Liken simpleks kronikus

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dermatitis atopik perlu dipertimbangan berbagai faktor yang

mempengaruhi. Hindari semua faktor luar yang mungkin menimbulkan

manifestasi klinis, menjauhi alergen pencetus, hindari pemakaian bahan yang

merangsang seperti sabun keras dan bahan pakaian dari wol.13


Pengobatan yang dilakukan pada pasien ini adalah dengan memberikan obat

secara topikal dan secara sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah:

- Pemakaian pelembab yang sering, pemakaian terutama setelah mandi.

Beberapa jenis pelembab antara lain humektan (gliserin dan propilen

glikol), natural moisturizing factor (urea 10% dalam euserin hidrosa),

emolien (lanolin 10%, petrolatum, minyak tumbuhan dan sintetis),

protein rejuvenators (asam amino), bahan lipofilik (asam lemak esensial,

fosfolipid, dan seramid). Pemakaian pelembab dilakukan secara teratur 2

kali sehari, dioleskan segera setelah mandi, walaupun sedang tidak

terdapat gejala DA.

- Inhibitor kalsineurin topikal (takrolimus, pimekrolimus) dapat

bermanfaat, khususnya di wajah dan memungkinkan periode bebas

steroid. Krim takrolimus (protopic®) 0,03% dan 0,1% aman digunakan

pada anak 2-15 tahun dalam jangka pendek atau panjang secara

bergantian. Pimekrolimus termasuk golongan askomisin makrolatam,

sebagai penghambat sitokin inflamasi dari sel mas yang teraktivasi.

- Untuk bayi dan anak dianjurkan pemilihan kortikosteroid golongan VII-

IV. Pada DA fase bayi/anak yang ringan dapat dimulai dengan

kortikosteroid golongan VII, misalnya hidrokortison krim 1-2 ½ %,

metilprednisolon atau flumetason. Pada DA dengan derajat sedang dapat

digunakan kortikosteroid golongan VI, misalnya desonid, triamsinolon

asetonid, prednikarbat, hidrokortison butirat, flusinolon asetonid. Bila

kondisi DA lebih parah dapat digunakan kortikosterooid golongan V,


misalnya flutikason, betametason 17 valerat, atau golongan VI, yaitu

mometason furoat (MF), atau aklometason. Dalam keadaan tertentu

kortikosteroid topikal potensi kuat dapat digunakan secara singkat (1-2

minggu). Bila DA sudah teratasi secara diganti dengan potensi sedang

atau lemah.

- Obat sistemik yang digunakan:

Untuk mengurangi gatal dan sebagai penenang diberikan Antihistamin

yaitu klorfeniramine 2-4 mg 3 kali sehari, hidroxizine 5-10 mg 3 kali

sehari. Pemberian seterizin pada bayi atopic selama 18 bulan mampu

mencegah bayi dengan DA berkembang jadi pengidap asma (allergic

march). Pada anak sekolah, jangan diberikan yang non-sedatif:

cefterizine, loratadin, astemizol, terfenadin (bersama dengan eritromisin

menimbulkan aritmia).

Jika ada infeksi sekunder diberikan antibiotik: kloxasilin, eritromisin,

sefalosporin. Antibotik topikal: asam fusidat, salap mupirosin.

Terapi yang lain yaitu:

- Rawat, kompres

- Terapi foto: PUVA B gelombang yang pendek (UVB)

- Lihat alergi makanan (prick dan RAST/Radioallergosorbent test

terhadap makanan). Dan pemeriksaan IgE total dan IgE spesifik dalam

serum.

Terapi foto, sinar ultraviolet A (UVA) dimuli dengan 3-5 J, naikkan

0,5 J setiap kali kunjungan, dan berhenti pada 8-10 J. Diberikan 2-3 kali
seminggu, UVA ini dapat melumpuhkan sel Langerhans. UVB dimulai

dengan 30-50 mJ; naikkan 10 mJ setiap kali kunjungan; dan berhenti bila

telah mencapai 80-100 mJ. 4,5, 13

H. EDUKASI

Perlu diberikan informasi dan edukasi kepada orangtua, pengasuh, keluarga

dan pasien tentang DA, perjalan penyakit, serta berbagai faktor yang

mempengaruhi penyakit. Faktor pencetus kekambuhan, diantaranya alergen

makanan, Misalnya pada bayi < 1 tahun (susu sapi, telur, kacang-kacangan,

bahan pewarna, bahan penyedap rasa dan zat aditif lainnya). Namun dapat

dijelaskan bahwa alergi makanan dapat hilang berangsur-angsur sesuai dengan

bertambahnya usia. Diet hanya boleh ditentukan oleh dokter.

Faktor psikologis seringkali berperan sebagai faktor pencetus atau sebaliknya.

Bila diperlukan pasien dapat dirujuk ke psikolog atau psikiater, komunikasi

efektif berguna untuk membangun rasa percaya diri pasien. Walau DA sulit

disembuhkan, tetapi dapat dikendalikan.4

I. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

Sebagian besar pasien DA akan membaik dengan tatalaksana yang tepat.

Meskipun demikian, pasien dan orang tua pasien harus memahami bahwa

penyakit ini tidak dapat sembuh sama sekali. Eksaserbasi diminimalkan dengan

strategi pencegahan yang baik. Sekitar 90% pasien DA akan sembuh saat

mencapai pubertas, sepertiganya menjadi rinitis alergika dan sepertiga yang lain

berkembang menjadi asma. Prognosis buruk jika riwayat keluarga memiliki


penyakit serupa, onset lebih awal dan luas, jenis kelamin perempuan dan

bersamaan dengan rinitis alergika dan asma.3

mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan jamurdapat mempersulit eksim

(menyebabkan superinfeksi). Kulit pasien dengan dermatitis atopik sering

dijajah dengan Staphylococcus aureus, terutama ketika tidak terkontrol dengan

baik. Kehadiran bakteri tersebut tidak memerlukan pengobatan antibiotik.

Namun, jika staphylococci menjadi invasif, dapat muncul lesi impetigo

sehingga diberikan antibiotik oral dan topikal. dicuci dengan obat antiseptik,

seperti chlorhexidine, karena ini menurunkan jumlah bakteri pada kulit; Namun,

chlorhexidine dapat menyebabkan sensitisasi sekunder. Karena kekurangan

dalam produksi peptida antimikroba di kulit, pasien dengan dermatitis atopik

juga memiliki risiko yang lebih besar dari beberapa infeksi virus, misalnya,

moluskum kontagiosum, yang disebabkan oleh virus cacar, yang memberikan

bentuk dengan ukuran kecil, umbilikasi, berbentuk kubah, mutiara papula

berwarna. superinfeksi khas lain dari kulit pada pasien dermatitis atopik adalah

virus herpes. Jika infeksi herpes seperti menyebar, hal itu dapat menyebabkan

eksim herpeticum, yang merupakan erupsi vesikular luas, biasanya terlokalisasi

pada wajah, kulit kepala, dan dada bagian atas. Eksim herpetikum membutuhkan

pengobatan antivirus sistemik.1


BAB IV

KESIMPULAN

1. Dermatitis Atopik (S. Prurigo Besnier, eczema) adalah penyakit kulit

peradangan kronis yang gatal, dapat terjadi paling sering pada anak-anak

tetapi dapat terjadi pada orang dewasa dan bersifat kronis residif.

2. Dermatitis atopik sering diikuti dengan peningkatan serum Imunoglobuin E

(IgE), riwayat pasien, riwayat keluarga, dan riwayat asma bronchial.

Penentuan gejala klinis dermatitis atopic dilihat dari kriteria William yang

sering digunakan di praktik sehari-hari, adapun kriteria Hanifin Rajka yang

lebih sensitif.

3. Dermatitis Atopik biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, sering kali

pada tahun pertama kehidupan, tetapi dapat timbul pada semua usia.

Distribusi dermatitis atopik pada tubuh biasanya simetrik dan berbeda-beda

lokalisasinya sesuai dengan umur.

4. Patogenesis DA merupakan interaksi faktor genetik, disfungsi imun,

disfungsi sawar epidermis, dan peran lingkungan serta agen infeksius.

5. Diagnosis banding pada fase anak-anak (3-10 tahun) yaitu dermatitis

numularis, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis kontak. Sedangkan DA

pada orang dewasa dengan neurodermatitis dan liken simpleks kronikus.

6. Penatalaksanaan yaitu hindari faktor pencetus, pemeriksaan IgE total

maupun IgE spesifik, pemberian obat topikal dan sistemik, dan pemakaian

pelembab pada penderita dermatitis atopic.


7. Prognosis dari dermatitis atopic yaitu ketika pasien melakukan pemilihan

dan keteraturan terhadap pemakaian obat dan menghindari faktor pencetus,

maka prognosis baik.


DAFTAR PUSTAKA

1. Thomsen F Simon. Atopic Dermatitis: Natural History, Diagnosis and Treatment.


J Hindawi. 2014 Apr;2014;1-7 . Sumber :
https://www.hindawi.com/journals/isrn/2014/354250/#B25
2. Evina Belda. Clinical Manifestations and diagnostic criteria of atopic dermatitis.
J Majority. 2015 Feb;4;4;23-30. Sumber :
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/574/578
3. Movita Theresia. Tatalaksana Dermatitis Atopik. CDKK 22. 2014;11;41; 828-
831
Sumber:http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_10_222Tatalaksana%20Dermat
itis%20Atopik.pdf
4. Menaldi SLSW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI, 2016. Hal. 167-82.
5. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000. Hal. 7-14.
6. Chair C, Eichenfield LF, Tom WL, dkk. Guidelines of Care for the Management
of Atopic Dermatitis. J Am Acad Dermatol. 2014;70(2):399-46. Sumber :
https://www.aad.org/File%20Library/Global%20navigation/Education%20and
%20quality%20care/AD-part-3.pdf
7. Kapur Sandeep, Watson Wade. Atopic Dermatitis. BioMed Central. 2011 Nov
;suppl1;7.
Sumber : https://aacijournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/1710-1492-7-
S1-S4
8. Leung YM Donald, dkk. Atopic Dermatitis. Fitzpatrick’s: Dermatology in
General Medicine. Ed. 8. The McGraw-Hill Companies. 2012
Sumber:http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?sectionid=411387
09&bookid=392&jumpsectionID=41140357&Resultclick=2
9. Siegfried EC, Hebert AA. Diagnosis of Atopic Dermatitis: Mimics, Overlaps,
and Complications. J Clin Med. 2015;4:884-917. Sumber :
http://www.mdpi.com/2077-0383/4/5/884/pdf
10.Berke R, Singh A, Guralnick M. Atopic Dermatitis: An Overview. Am Fam
Physician. 2012;86(1): 35-42. Sumber :
http://www.aafp.org/afp/2012/0701/p35.html
11. Carson CG. Risk Factors for Developing Atopic Dermatitis. Danish Med J. Mei
2013;60(7):1-
Sumber:http://www.copsac.com/userfiles/CharlotteGiwercmanCarson-
130515_phd-afhandling.pdf
12.Ardhie AM. Dermatitis dan Peran Steroid Dalam Penanganannya. Art Dexa
Media. 2004;17(4):157-63. Sumber : http://ptik.unhas.ac.id/tahir/BAHAN-
KULIAH/BIO-MEDICAL/BAHAN-
UMUM/ECHOCARDIOGRAPHY%20(%20SALEH%20-
13.Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed.2. Hartanto H, editor. J
jakarta: EGC, 2004.

Anda mungkin juga menyukai