Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia memiliki berbagai macam kuliner yang khas mulai dari bumbu, kari,
hingga aneka macam olahan yang terbuat dari daging – dagingan contohnya olahan
bakso. Bakso sangat popular sekali, bahkan dapat dengan mudah ditemukan dipinggir
jalan, gerobak dorong, hingga mall – mall besar. Bakso tidak saja digemari oleh
remaja, akan tetapi juga oleh segala umur dan sudah menyebar ke seluruh pelosok
Indonesia (Soekarto 1990). Bakso biasanya dibuat dari olahan daging, baik itu daging
ayam atupun daging sapi.
Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik untuk
mensuplai kebutuhan gizi masyarakat. Dari segi gizi, komposisi protein hewani lebih
lengkap dibandingkan dengan protein nabati. Menurut (Lawrie 2003), nilai nutrisi
daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino yang
lengkap dan seimbang. Pada umumnya ketersediaan daging di pasar dalam bentuk
segar. Pemanfaatan daging ayam petelur afkir yang sudah tidak berproduksi sebagai
ayam potong yang bertujuan untuk memanfaatkan hasil sisa produksi dan sebagai
alternatif sumber daging karena potensi nilai gizinya yang cukup tinggi
Ayam petelur afkir merupakan ayam petelur yang sudah mengalami
penurunan produksi atau tidak produktif lagi (Rasyaf, 2005). Upaya pemanfatan atau
peningkatan daya guna daging ayam afkir tersebut perlu dilakukan mengolah menjadi
suatu produk yang lebih berkualitas dan disukai konsumen. Untuk mengubah
ketidaksukaan pada daging ayam petelur afkir maka perlu dibuat kombinasi dan
variasi pengolahan diantaranya yaitu dibuat bakso. Bakso merupakan produk olahan
yang sangat berpotensi di pasaran indonesia (Buckle et al, 1997)
Bakso dapat dibuat dari berbagai jenis daging misalnya daging sapi, kerbau,
daging ayam dan daging ikan. Sebelumnya masyarakat hanya mengenal bakso yang
terbuat dari daging sapi saja, tetapi daging ayam juga sudah banyak diolah menjadi
bakso ayam. Daging ayam yang digunakan adalah daging ayam petelur afkir yang
memiliki nilai ekonomis lebih murah.

1
Daging adalah salah satu dari produk pangan yang mudah rusak disebabkan
daging kaya zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air yang
tinggi serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk
pertumbuhannya (komariah, 2004). Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-
paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini
(Soeparno, 2005).
Daging adalah daging hewan yang digunakan sebagai makanan. Daging
didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Otot merupakan komponen utama
penyusun daging, otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena
fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang mempengaruhi kondisi ternak
sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan
juga kualitas daging yang dihasilkan (Anonim, 2010).

2
1.2. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui cara pembuatan dan pengolahan bakso ayam petelur afkir

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Daging Ayam Afkir
Daging didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang
digunakan sebagai makanan. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging
merupakan bagan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena
ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan
mikroorganisme, terutama mikroba perusak.
Daging ayam petelur afkir memiliki kandungan protein 23,34 % dan lemak
2,28% ( Sujarwanta dkk, 2012 ) kualitas kimiawi daging ayam petelur afkir cukup
tinggi yaitu kadar air 73,20%, kadar protein 19,85%, kadar lemak 1,20%, kadar
mineral 1,05% dan aw 0,9% dan dapat diandalkan sebagai bumber protein hewani
yangcukup tinggi.
Daging didefinisikan sebagai semuah jaringan hewan dan semuah produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan seta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakainya. Daging menurut SNI-01-
3947-1995 merupakan urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging
dari bibir, hidung dan telinga, yang berasal dari hewan pada saat dipotong (Dewan
Standarisasi Nasional, 1995).
Dalam pembuatan bakso disarankan menggunakan daging yang masih segar
(perigor) agar bakso yang dihasilkan kenyal dan kompak, meskipun tanpa
penambahan bahan pengenyal kompnen daging yang penting dalam pembuatan bakso
adalah protein dan zat besi. Protein daging berperan dalam pengikatan hancuran
daging selama pemasakan dan pengemulsi lemak sehingga produk menjadi empuk,
kompak dan kenyal (Anonimus, 2009).

4
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam Per 100g
Komposisi (Bagian Edible) Presentase
Air 74.8
Protein 43.1
Lemak 2.5
Abu 1.1
Bagian Yang Tak Terpakai 41.6
Kalsium 13 mg
Fosfor 190 mg
Zat Besi 1.5 mg
Sumber : Apriani., Novriyanti L. (2011)

Emulsi daging adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi dua
cairan atau senyawa yang tidak dapat tercampur satu terdispersi dengan yang lainnya.
Cairan yang berbentuk globula-globula kecil disebut fase dispersi atau fase
diskontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan
membungkus atau menyelimuti suatu permukaan partikel yang terdispersi. Hasil
emulsi daging yang baik dapat diperoleh dengan cara mencacah atau melumatkan
daging pre-rigor bersama-sama dengan es dan garam (Soeparno, 2005). Produk
olahan daging seperti bakso dan sosis ini merupakan suatu sistem emulsi minyak
dalam air. Emulsi minyak dalam air terbentuk bila emulsifier tersebut lebih terikat
pada air atau lebih larut dalam air (polar), maka hal ini akan membantu terjadinya
dispersi minyak dalam air (Winarno, 1997).

2.2.Bakso (Meatball)
Bakso memiliki akar dari seni kuliner Tionghoa Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dari istilah 'bakso' berasal dari kata Bak-So, dalam Bahasa Hokkien yang
secara harfiah berarti 'daging giling'. Definisi Standar Nasional Indonesia
menyebutkan bahwa bakso daging merupakan makanan berbentuk bulatan atau lain
yang di peroleh dari campuran daging ternak (kadar air tidak kurang dari (50%) dan

5
puti atau serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang di izinkan (BSN,
1995). Bakso daging ayam dibuat menggunakan daging ayam tanpa tulang atau
sering disebut boneless. Biasanya bagian yang sering digunakan yaitu bagian dada
dan paha. Daging ayam bagian dada (boneless dada) akan menghasilkan bakso yang
berwarna keputihan atau cerah dan rasanya lebih gurih. Bakso yang berasal dari
daging bagian paha (boneles paha) akan menghasilkan bakso yang gurih tetapi tidak
lebih gurih dibandingkan (boneless dada). Bakso terbuat dari daging dan tepung
tapioca yang berbentuk bulat tetapi pada perkembangannya, sebutan bakso
merupakan seluruh adonan bulatan-bulatan daging beserta kuah, me dan bahan
lainnya (Astuti, 1983), bakso mempunyai akseptabilitas dan nilai gizi yang cukup
tinggi (Naruki dan Kanoni, 1992). Bakso yang berkualitas dapat dihasilkan dengan
menggunakan bahan penyusun yang tepat dan daging yang digunakan harus baik dan
segar ( Komariah et al, 2005).
Menurut Wibowo (2003) bakso terbuat dari daging yang halus, ditumbuk, dan
dibuat bulatan seperti klereng atau lebih besar menggunakan tangan kemudian
direndam dengan air yang mendidih. Bahan baku yang ditambahkan dalam
pembuatan bakso adalah bawang putih, merica, garam, dan es. Penambahan garam
dan bawang putih sebagai bumbu masakan dapat mendapatkan aroma yang lebih serta
menambahkan kelezatan.
Pengolahan bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging, tepung
pati dan cara pengolahannya (Purnomo, 1990). Menurut SNI 01-3818-1995 bakso
daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh
dari campuran daging ternak dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan yang diizinkan.. Salah satu tujuan penambahan air es pada produk
emulsi adalah untuk menurunkan panas produk yang ditimbulkan oleh gesekan
selama penggilingan (Ockerman, 1983).
Bakso adalah salah satu makanan olahan yang berasal dari daging. ada
beberapa bumbu yanga biasa dimasukkan kedalam adonan bakso agar rasa bakso
lebih enak diantaranya adalah bawang putih. Selain untuk menambah kelezatan bakso
biasanya pembuat bakso juga menambahkan zat kimia untuk mengawetkan dan

6
memperindah bakso. Menurut Tarwiyal (2001) bakso yang bermutu bagus dapat
dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun. Tapi pada kenyataanya banyak
pembuat bakso yang menambahkan zat kimia pada baksonya. Menurut Wibowo
(2006) Beberapa pedagang baso sering menggunakanbahan tambahan pada
produknya, seperti bahan pemutih, bahan pengawet, boraks,fosfat (STPP), dan tawas.
Pengolahan bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging, tepung
pati dan cara pengolahannya. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam
pembuatan bakso adalah garam, es atau air es dan bumbu--bumbu. Tujuan
penggilingan daging adalah mencacah dan meningkatkan keseragaman ukuran
serabut otot dan jaringan ikat schingga distribusinya dapat merata. Selain itu emulsi
yang terbentuk akan lebih stabil (Purnomo, 1990).

2.3.Bahan Penyusun Bakso


2.3.1 Daging
Daging didefinisikan sebagai semuah jarinagn hewan dan semuah produk
hasil pengolahan jariingan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging yang dikonsumsi
berasal dari sapi, domba, kambing, babi kuda, kerbau, unggas, ikan dan organisme
lain yang hidup di air dan di darat, serta daging dari hewan-hewan liar dan aneka
ternak (Soeparno, 2005).
2.3.2. Bahan Pengisi (Filter)
Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995), bahan pengisi yang digunakan
dalam pembuatan bakso maksimum adalah 50%. Semakin tinggi jumlah bahan
pengisi yang ditambahkan dapat menyebabkan kekerasan pada obyektif bakso
semakin meningkat (Purnomo 1990).
Bahan pengisi didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan kedalam suatu
produk pangan selain garam, es batu sodium tripholisphate (STPP) dan bawang putih.
Bahan pengisi berfungsi memperbaiki/menstabilkan emulsi, meningkatkan daya
mengikat air dan daya serap air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk,
dan dapat menekan biaya produksi, kandungsn pati tinggi pada tepung membuat

7
bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak (Anonimus,
2009). Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung
pati, seperti tepung tapioca. Tepung dari pati dapat meningkatkan daya mengikat air
karena memiliki kemampuan menahan air sealama proses pengolahan dan pemanasan
( Tarwotjo et al., 1971)
2.3.3. Sodium Tripoliphosphate (STPP)
Sodium Tripoliphosphate (STPP) merupakan salah satu bahan yang bisa
digunakan pada produk-produk daging olahan seperti sosis dan bakso (Ockerman,
1983).
Ockerman (1983) menyatakan bahwa berbagai bentuk senyawa posphat
digunakan untuk mengurangi pengerutan pada produk daging olahan, menurunkan
tingkat kehilangan cairan daging selama pemanasan seiring dengan terjadinya
peningkatan kemampuan daya mengikat air Dn kenaikan pH daging.

2.3.4. Garam dapur (NaCl)


Garam meningkatkan tekanan osmotic medium atau bahan makanan yang
juga direflesikan dengan rendahnya aktivitas air. (Soeparno, 2005). Selain
penggunaannya bertujuan untuk cita rasa, garam juga berperan sangat penting dalam
pembuatan bakso, garam berfungsi sebagai pelarut protein daging. Yaitu protein
myofibiril sehingga bakso menjadi kenyal dan keras, selain itu, garam juga berufngsi
sebagai pengawet dan meningkatkan daya ikat air dari protein daging, garam yang
bagus digunakan adalah garam halus, karena lebih mudah tercampur dengan adonan
bahan lain dibandingkan dengan garam kasar. Biasanya garam ditambahkan 2% dari
berat daging atau sesuai dengan selera (Rohman, 2010). Meningkatnya garam dan
fospat dapat meningkatkan kapasitas emulsi secara signi
2.3.5. .Es atau Air Es
Umumnya air yang ditambahkan pada proses pembuatan bakso dan sosis
dalam bentuk es, yang merupakan bahan terbesar yang ditambahkan sebanyak 15-
20% dari berat daging (Wilson, dkk, 1981).

8
Penambahan es pada pembuatan produk daging olahan (bakso) fungsinya
untuk mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama proses penggilingan
daging dan pembuatan adonan, meningkatkan kekenyalan dan cita rasa, melarutkan
garam dan mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian daging, memudahkan
ekstrasi protein serabut otot serta membantu pembentukan emulsi (Pisula, 1984).
2.3.6. Bawang putih
Menurut SNI 01-3160-1992, bawang putih adalah umbi dari tanaman bawang
putih yang terdiri dari siung-siung, kompak dan masihterbungkus oleh kulit luar,
bersih dan tidak berjamur. Bawang putih digunakan sebagai bahan pengawet juga
menimbulkan rangsangan tajam dan bersifat bakteriostatik. Bahan penyedap atau bumbu-
bumbu dapat ditambahkan dalam bentuk yang sudah diproses, misalnya digiling atau
diekstrasi (Judge et al, 1989). (Aberle et al. 2001) menyatakan bahwa lada dan bawang putih
diguna-kan pada beberapa resep produk daging seperti bakso.
Zat aktif yang terkandung dalam bawang putih adalah allicin yang mampu
menghambat pertumbuhan baksteri.

2.4. Pembuatan Bakso


Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri dari empat tahap, yaitu (i)
penghancuran daging dengan menggunakan alat, (ii) penambahan bahan lainnya
seperti garam, es, tepung, dan bumbu-bumbu sehingga membentuk adonan, (iii)
pencetakan adonan menjadi bentuk bulatan dan(iv) pemasakan dengan cara merebus
(Pandisurya, 1983)
Penghancuran dagaing bertujuan untuk menghancurkan dinding sel serabut
otot daging. Penghancuran daging apat dilakukan dengan mencacah, menggiling atau
mencincang sampai lumat dan halus (Pisula, 1984).
Pembentukan adonan dapat dilakukan dengan menggiling daging bersama-
sama garam dapur dan es batu terlebih dahulu lalu bahan tambahan lainnya (Wilson
dkk, 1981).
Menurut Tarwotjo dkk (1971), pencetakan bakso pada umumnya dilakukan
dengan cara membentuk adonan menjadi bulat-bulatan sebesar kelereng atau lebih
besar dengan menggunakan tangan.

9
Pemasakan bakso pada umumnya dilakukan dengan merebusnya dalam air
panas. Selanjutnya jika bakso sudah terapung di permukaan air berarti bakso sudah
matang. Biasanya dilakukan sekitar 15 menit (Wibowo, 1995).

Daging
Ayam Afkir

Es batu Penggilingan
/ Air Es

Tepung
Pencampuran Dan
Penggilingan + Bumbu

Pencetakan

Perebusan

Bakso

Gambar 1. Diagram Pembuatan Bakso

10
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses


pembuatan bakso yaitu meliputi penimbangan bahan, penambahan bumbu-bumbu
dan bahan penunjang, pembentukan bakso dan perebusan. Produk olahan daging
tidak hanya sosis dan nugget saja, produk olahan lain yang tak kalah menarik yaitu
bakso yang dibuat dengan bahan baku dan bahan pendukung lainnya agar rasanya
nikmat dan tidak merusak nilai gizi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D.,J.C. Forrest, H.B Hendrik, M.D. Judge and R.A Markel. 2001.
Principles of Meat Science. W.H Freeman and Co,. San Fransico.

Anonim. 2010. Konsumsi Daging Masyarakat. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi


IPB. Bogor.

Anonimous. 2009. Bakso sehat. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.


Volume 31.No.6 hal 13-14.

Apriani, Novriyanti L. 2011. Pembutan Bakso ayam. Laporan Praktikum Kuliah


Lapang I. Universitas Mercu Buana : Yogyakarta.

Astuti, E. 1983. Pengolahan Daging Curing Sosis dan Bakso di PT. Tirta Rama Unit
Badranaya. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

BSN. 1995. Bakso Daging SNI 01-3818-1995. Badan standarisasi Nasional Jakarta.

Buckle, K.A,. E.A. Edwards,G.H Fleet, dan M, Wootton. 1997. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta.

Dewan Standarisasi Nasional.1992. Bawang Putih SNI 01-3160. Standarisasi


Nasional Indonesia, Jakarta.

Komariah, I. I. Arief, & Y. Wiguna. 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi
yang Ditambah Jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada Konsentrasi dan Lama
Penyimpanan yang Berbeda. Media Peternakan. 27(2): 46-54

Komariah, S. 2005. Aneka Olahan Daging. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging.Edisi 5 Penerjemah Aminuddin Prakkasi. Penerbit


UI Jakarta

Naruki,S dan S. Kanoni. 1992. Kimia dan Teknologi pengolahan Hasil Ternak I.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Ockerman, H.W. 1983. Chemistry Of Meat Tissue.10th ed. Animal Science


Departemen The Ohio State University. The Ohio Agricultural Research And
Develoment Center, Ohio.

Pandisurya, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung Terhadap


Mutu Bakso. Skripsi Fateta IPB, Bogor. Penerjemah : Meat Science

12
Pisula. A. 1984. Meat Processing, FAO Roma, Italy : FAO.

Purnomo, H. 1990. Kajian Mutu Bakso Daging Sapi, Bakso Urat dan Bakso Aci di
Daerah Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.

Rasyaf, M. 2005. Beterbnak ayam petelur. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Rohman, 2010 Bakso http://seputaranpengindustrian.blogspot.com/2010/05/bakso-


oleh-muhammadrohman-sekitar.html (12 oktober 2018)

Soekarto, S.T., 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.


Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soeparno, 1996. Pengolahan Hasil Ternak. Cetakan ke-1, Universitas Terbuka,


Jakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah mada university press.
Yogyakarta.

Sujarwanta, Rio Olympias, Rusman dan Setiyono. 2-12. Karakteristik fisik, kimia
sensoris dan kandungan 𝛽-karoten bakso yang terbuat dari kombinasi daging
sapi dan daging ayam petelur afkir dengan penambahan daun katuk. Buletin
peternakan vol 36(2): 103-112.

Tarwiyal, Kemal. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil. (Online).


http://www.ristek.go.id. (12 oktober 2018).

Tarwotjo, I, S. Hartini, S. Soekirman dan Sumartono. 1971. Komposisi Tiga Jeni


Bakso di Jakarta. Akademi Gizi, Jakarta.

Wibowo, S. 1995. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Swadaya. Jakarta.

Wibowo, S. 2003. Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya Jakarta.

Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging.


PenebarSwadaya. Jakarta.

Wilson, N. R. P, E. Y. Dyeh, R. B. Hughes and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat


Product. Applied Science Publisher, London.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Pt Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

13
Winarno, F.G. 1991.. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai