Anda di halaman 1dari 9

Original Article

57

Evaluasi Kesesuaian Dosis pada Pasien Pediatri Bronkitis


Akut di Rumah Sakit Tentara Kartika Husada Kubu Raya

Evaluation of Dosage Compatibility on Paediatric Patient with


Acute Bronchitis in Army Hospital Kartika Husada Kubu Raya

Variandini Aldhila Kharis1*, Rise Desnita1, Hariyanto IH1


1
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

Email : andinialdhila@gmail.com;*corresponding author

Abstrak
Pemilihan dan penggunaan obat-obatan yang tepat dan rasional akan menentukan
keberhasilan pengobatan dalam mencapai efek terapi yang diharapkan, terutama pada
pasien pediatri. Bronkitis akut pada pediatri merupakan salah satu penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut yang memiliki angka kejadian tertinggi di Rumah Sakit
Tentara Kartika Husada Kubu Raya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
rasionalitas kesesuaian dosis obat pada pasien pediatri bronkitis akut di Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Tentara Kartika Husada Kubu Raya Tahun 2015. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross – sectional yang bersifat
deskriptif. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling dan
berjumlah 36 resep. Data yang di dapatkan kemudian dihitung kesesuaian dosisnya
berdasarkan literatur. Hasil penelitian menunjukan bahwa obat yang digunakan untuk
terapi bronkitis akut antara lain golongan mukolitik dan ekspektoran, antibiotik,
bronkodilator, multivitamin, dekongestan, analgesik, dan antihistamin. Hasil evaluasi
kesesuaian dosis menunjukkan jumlah item obat (R/) yang mengalami dosis kurang
sebesar 51%, dosis lebih sebesar 15%, dan tepat dosis sebesar 34%.

Abstract

Selection and usage of rational drugs determine the success of expected therapeutic
effect, especially for pediatrics. Acute bronchitis in pediatrics is one of the highest
incidents of Acute Respiratory Infection (ARI) in Army Hospital Kartika Husada Kubu
Raya. This study aimed to evaluate rationality of drug doses conformity in outpatient
pediatric acute bronchitis in Army Hospital Kartika Husada Kubu Raya on 2015.
This research was a descriptive observational research with cross-sectional design.
The sample was taken with purposive sampling amounted to 36 prescriptions. Then
the evaluation of drug doses conformity was counted according to the literature. The
results showed that drugs which were used for acute bronchitis were mucolitics and
expectorants, antibiotics, bronchodilators, multivitamins, decongestans, analgesics,
and antihistamins. The result of drug dosage conformity evaluation showed that the
under-dose drug item (R/) was 51%, over-dose was 15% and appropriate dose was
34%.

Keywords: rationality, acute bronchitis, pediatric, drug doses conformity, ARI

August 2017 (Vol. 4 No. 2)


58 Pharm Sci Res ISSN 2407-2354

PENDAHULUAN ini dapat timbul karena infeksi menurun


dari saluran nafas atas atau infeksi primer
Pergeseran paradigma pelayanan pada percabangan trakeobronkial (Ikawati,
kefarmasian dari drug oriented ke patient 2011). Terapi antibiotika pada bronkitis
oriented (pharmaceutical care) menuntut akut dianjurkan bila disertai demam dan
peran farmasis dalam memaksimalkan terapi batuk yang menetap lebih dari 6 hari,
pada pasien pediatri (Depkes RI, 2005). karena dicurigai adanya keterlibatan bakteri
Tubuh pasien pediatri memiliki respon yang saluran napas seperti S. Pneumoniae dan H.
berbeda terhadap obat dibandingkan tubuh Influenzae (Wenzel dan Fowler, 2006).
orang dewasa dikarenakan pembentukan
organ yang masih kurang sempurna (Depkes Berdasarkan latar belakang di atas serta
RI, 2009). Penggunaan obat dosis berlebih studi pendahuluan yang dilakukan, bronkitis
maupun dosis kurang merupakan salah satu akut merupakan penyakit ISPA yang paling
ciri yang mengindikasikan bahwa pengobatan banyak terjadi di Rumah Sakit Tentara
yang diberikan tidak rasional sehingga dapat Kartika Husada Kubu Raya sehingga perlu
menyebabkan kegagalan terapi atau tidak dilakukan evaluasi rasionalitas kategori
tercapainya hasil terapi yang diinginkan kesesuaian dosis obat untuk terapi bronkitis
(BPOM RI, 2014). Kesalahan pengobatan akut pada pasien pediatri.
pada golongan pediatri menempati urutan
pertama dan salah satu kesalahan pengobatan METODE
pada golongan pediatri adalah kekeliruan
dalam perhitungan dosis (Kozer et al., Penelitian yang dilakukan bersifat
2002). Oleh karena itu diperlukan penelitan observasional dengan menggunakan
mengenai rasionalitas kesesuaian dosis obat rancangan studi cross-sectional. Data yang
untuk mengetahui jumlah dan persentasi diambil merupakan data retrospektif yang
kesesuaian dosis obat pada pasien pediatri. ditelusuri dari rekam medik pasien bronkitis
akut yang mengalami rawat jalan di Rumah
Evaluasi rasionalitas kategori kesesuaian Sakit Tentara Kartika Husada Kubu Raya
dosis obat penting dilakukan terutama Periode Januari-Desember 2015. Kriteria
pada penyakit yang membutuhkan terapi inklusi meliputi pasien yang menderita
dengan antibiotik agar dapat mengurangi bronkitis akut yang mengalami rawat jalan
angka kejadian resistensi antibiotik (Amin, di Rumah Sakit Kartika Husada Kubu Raya
2014). Bronkitis akut merupakan salah satu periode Januari-Desember 2015, pediatri usia
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut 0 – 14 tahun (WHO, 2003) dan mendapatkan
yang terapinya membutuhkan antibiotik. Di obat bronkitis akut. Sedangkan kriteria
Indonesia sebanyak 1,6 juta orang terinfeksi eksklusi meliputi data rekam medik pasien
bronkitis (Rahmawati, 2015). Penyakit bronkitis akut yang tidak lengkap atau

Pharm Sci Res


Variandini Aldhila Kharis, Rise Desnita, Hariyanto IH 59

rusak dan pasien yang memiliki penyakit Penilaian kesesuaian dosis obat dilakukan
penyerta. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan literatur yang digunakan di
dengan teknik sampling non probabilitas rumah sakit yaitu buku Drug Doses edisi
dengan cara purposive sampling. Jumlah ke-16 yang dikeluarkan oleh Intensive Care
sampel ditentukan dengan menggunakan Unite Royal Children’s Hospital Australia
rumus perhitungan sampel untuk studi cross- (Shann, 2014), ISO Indonesia (Anonim
sectional: A, 2013) dan MIMS Indonesia (Anonim
B, 2015). Data yang diambil adalah data
karakteristik pasien yang meliputi tanggal
pengobatan, berat badan, jenis kelamin
dan umur. Data pengobatan yang diambil
meliputi nama obat, kekuatan obat, jumlah
Sehingga didapatkan ukuran sampel obat, aturan pakai obat meliputi frekuensi
sebanyak 10,006 dibulatkan menjadi 10 dan lama pemakaian obat serta dosis yang
sampel. Jumlah ini dilebihkan sebanyak 10% diterima selama pengobatan. Persentase
menjadi 11 sampel. rasionalitas pengobatan dihitung berdasarkan
jumlah item obat (R/) yang diresepkan pada
pasien pediatri yang sesuai dengan dosis
pada literatur acuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Bronkitis akut banyak terjadi pada pasien


pediatri dengan usia 1 tahun - 4 tahun
Dari 209 pasien bronkitis akut di Rumah dengan persentase 41,35%. Pediatri di
Sakit Tentara Kartika Husada Kubu Raya, bawah lima tahun mudah terkena penyakit
terdapat 29 pasien yang memenuhi kriteria karena kekebalan tubuh yang masih rendah
inklusi. Tabel 1 menggambarkan distribusi/ atau imunitas yang dimiliki belum terbentuk
karakteristik pasien bronkitis akut yang sempurna terutama penyakit infeksi (Putra,
memenuhi kriteria inklusi di Instalasi Rawat 2016). Selain itu, anak usia 1 tahun sampai 2
Jalan Rumah Sakit Tentara Kartika Husada tahun sudah banyak terpapar oleh lingkungan
Kubu Raya tahun 2015. Jumlah pasien luar dan melakukan kontak dengan penderita
laki-laki sebanyak 51,72% dan perempuan ISPA lainnya sehingga memudahkan anak
48,28%. Dilihat dari rentang usianya, jumlah untuk menderita ISPA (Anonim C, 2003).
resep pasien dengan rentang usia 28 hr - < 1 Pediatri di bawah lima tahun atau pediatri
tahun sebanyak 24,15%, rentang usia 1 tahun dengan masa pra sekolah adalah dimana anak
– 4 tahun 41,35%, dan usia 5 tahun - 14 tahun sedang aktif – aktifnya ingin mengetahui
34,50%.
August 2017 (Vol. 4 No. 2)
60 Pharm Sci Res ISSN 2407-2354

Tabel 1. Gambaran distribusi/ karakteristik pasien bronkitis akut yang memenuhi kriteria inklusi
di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Tentara Tk II Kartika Husada Kubu Raya tahun 2015

Jumlah
Keterangan Persentase (%)
(N=29)

Usia

28 hari - < 1 tahun 7 24,15

1 – 4 tahun 12 41,35

5 – 14 tahun 10 34,50

Jenis kelamin

Laki – laki 15 51,72

Perempuan 14 48,28

segala bentuk dan segala rupa yang dilihat Terapi bronkitis akut yang paling banyak
olehnya, senang bermain air serta bermain di digunakan di Rumah Sakit Tentara Kartika
luar rumah. Pediatri dengan usia pra sekolah Husada Kubu Raya adalah golongan
memiliki kecenderungan nafsu makan yang mukolitik dan ekspektoran yaitu sebesar
menurun. Dengan asupan gizi yang kurang 23,64%. Infeksi bronkus menyebabkan
dan disertai dengan aktivitas di luar rumah membran mukosa udem dan merah serta terjadi
yang tinggi, maka besar resiko usia pediatri peningkatan sekresi bronkus. Peningkatan
pra sekolah untuk terkena penyakit terutama sekresi bronkial yang kental dan lengket akan
penyakit infeksi (Putra, 2016). mengganggu aktifitas mukosiliari (Sukandar
et al., 2009). Penggunaan mukolitik dan
Obat - obatan yang digunakan untuk mengobati ekspektoran paling banyak digunakan karena
bronkitis akut di Rumah Sakit Tentara Kartika bronkitis menyebabkan peningkatan sekresi
Husada Kubu Raya antara lain mukolitik dan mukosa pada bronkus. Pemberian pulveres
ekspektoran, antibiotik penisilin, cefalosporin menguntungkan karena dokter dapat memilih
dan makrolida, multivitamin, bronkodilator, sendiri obat apa yang akan diberikan pada
dekongestan, antihistamin, dan analgesik. pasien berdasarkan pertimbangan tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 1, Namun, hal ini juga meningkatkan resiko
mukolitik dan ekspektoran merupakan obat adanya ketidaksesuaian dosis obat yang
- obatan yang paling sering diberikan pada diberikan. Penggunaan antibiotik golongan
pasien penderita bronkitis akut yaitu sebesar penisilin pada bronkitis akut menempati
23,64%. Sementara itu, penggunaan antibiotik urutan ketiga. Namun, jika jumlah
golongan makrolida untuk terapi pada penggunaan antibiotik penisilin digabungkan
bronkitis akut menempati urutan terendah dengan jumlah penggunaan antibiotik
yaitu sebesar 1%. golongan cefalosporin dan makrolida, maka

Pharm Sci Res


Variandini Aldhila Kharis, Rise Desnita, Hariyanto IH 61

penggunaan antibiotik berada pada persentase Hasil evaluasi rasionalitas kategori


tertinggi yaitu sebesar 28,18%. Berdasarkan kesesuaian dosis obat dapat dilihat pada
literatur, penggunaan antibiotik sebaiknya Tabel 2. Evaluasi rasionalitas kesesuaian
tidak dianjurkan, tetapi pada pasien dengan dosis obat dilakukan berdasarkan jumlah
demam menetap dan gejala pernafasan lebih maksimum dan minimum penggunaan obat
dari 4 – 6 hari kemungkinan adanya infeksi per hari dan dihitung berdasarkan berat
bakteri harus dicurigai (Sukandar et al., badan. Dari 29 pasien yang memenuhi
2009). kriteria inklusi didapatkan total 36 resep
yang dievaluasi berdasarkan jumlah item
Penggunaan antihistamin, bronkodilator, obat (R/). Jumlah item obat (R/) yang
dekongestan dan analgesik turut diberikan terdapat pada 36 resep adalah 110 R/. Pada
pada penderita bronkitis. Pemberian obat penggunan obat golongan mukolitik dan
obatan tersebut merupakan terapi simtomatis ekspektoran, terdapat 21 R/ yang mengalami
dan terapi suportif yang mana berfungsi dosis kurang. Ekspektoran bekerja dengan
untuk meredakan gejala yang ditimbulkan cara membasahi saluran napas sehingga
dari penyakit serta berfungsi sebagai mukus (dahak) menjadi lebih cair dan mudah
terapi pendukung (Sukandar et al., 2009). dikeluarkan. Mukolitik juga berfungsi untuk
Peresepan multivitamin juga turut diberikan memudahkan pengeluaran dahak dengan cara
karena berfungsi untuk mempertahankan memecahkan ikatan protein mukus, sehingga
daya tahan tubuh pasien. mukus menjadi cair dan mudah dikeluarkan.

Gambar 1. Persentase pemberian obat pada pasien

August 2017 (Vol. 4 No. 2)


62 Pharm Sci Res ISSN 2407-2354

Pemberian obat golongan mukolitik dan demam dan batuk yang menetap lebih dari
ekspektoran yang kurang dari dosis standar 6 hari, karena dicurigai adanya keterlibatan
akan mengakibatkan tidak tercapainya efek bakteri saluran napas (Rahmawati, 2015).
terapi yang diinginkan (Gitawati, 2014). Dari penelitian diketahui bahwa peresepan
Penggunaan obat mukolitik dan ekspektoran antibiotik penisilin sebanyak 3 R/ mengalami
juga terdapat 2 R/ item obat yang mengalami dosis kurang, 15 R/ mengalami dosis tepat
dosis lebih. Penggunaan obat yang lebih dan 1 R/ mengalami dosis lebih. Dosis
dari dosis standar akan meningkatkan resiko dibawah dosis maksimal seperti penggunaan
terjadinya efek toksik. amoksisilin – asam klavulanat (4:1) menurut
literatur dosis harian yang diberikan pada
Penggunaan antibiotik juga cukup banyak pasien dengan berat badan 17 kg adalah
diresepkan pada pasien pediatri penderita sebesar 408 – 850 mg namun pasien
bronkitis akut. Terapi antibiotik pada bronkitis menerima dosis harian amoxicillin sebesar
akut tidak dianjurkan kecuali bila disertai 375 mg (Shann, 2014). Peresepan antibiotik

Tabel 2. Kesesuaian dosis obat berdasarkan penggolongan obat

Jumlah R/
Jumlah R/ Dosis Dosis Dosis
Golongan Nama obat kurang tepat lebih
(N=110)
(N=56) (N=38) (N=16)
Ambroxol 4 2 2
Mukolitik dan Mucopect Drop 1 1
ekspektoran Remco syr 20 20
Comtusi syr 1 1
Amoxiclav 18 3 14 1
Antibiotik penisilin
Clavamox 1 1
Antibiotik Cefadroxil 6 6
cefalosporin Cefixim 5 3 2
Antibiotik makrolida Comtro 1 1
Fludexir syr 2 1 1
Dekongestan
Anacetin syr 2 2
Analgesik Paracetamol syr 2 1 1
Salbutamol syr 3 2 1
Bronkodilator Ventolin nebu 1 1
Combivent nebu 7 7
Antihistamin Cetirizin syr 2 2
Curcuma Plus syr 7 2 5
Multivitamin Imunos syr 3 3
Sanbe plex drop 1 1
Lain lain Pulveres batuk 23 14 9

Pharm Sci Res


Variandini Aldhila Kharis, Rise Desnita, Hariyanto IH 63

cefalosporin sebanyak 6 R/ yang mengalami sebanyak 3 R/ mengalami dosis kurang


dosis kurang, 3 R/ yang mengalami dosis dan 1 R/ mengalami dosis lebih. Sementara
tepat dan 2 R/ yang mengalami dosis lebih. itu, terdapat pula peresepan bronkodilator
Peresepan antibiotik makrolida sebanyak sebanyak 7 R/ mengalami dosis kurang,
1 R/ dan sudah tepat dosis. Penggunaan 3 R/ mengalami tepat dosis dan 1 R/
dosis yang tidak adekuat/suboptimal, lama mengalami dosis lebih. Pengggunaan
pemberian tidak sesuai, serta penggunaan bronkodilator golongan β2-agonis dengan
secara berlebihan suatu jenis antibiotik dapat dosis berlebih dapat menimbulkan berbagai
meningatkan prevalensi resistensi antibiotik efek samping. Efek samping yang dapat
(Abdulkadir, 2015). terjadi untuk obat golongan β2-agonis
antara lain vasodilatasi pembuluh darah
Penggunaan analgesik sebanyak 1 R/ dengan reflek takikardi, iritabilitas, tremor,
mengalami dosis kurang dan 1 R/ sudah hiperaktivitas, dan gangguan gastrointestinal
mengalami tepat dosis. Analgesik yang sering (mual dan muntah) (Yosmar et al., 2015).
diberikan adalah parasetamol. Parasetamol Penggunaan antihistamin cetrizin sebanyak
merupakan obat analgesik non narkotik 2 R/ dan mengalami tepat dosis. Cetirizin
dengan cara kerja menghambat sintesis merupakan antihistamin H1 generasi II
prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (antihistamin H1 non sedasi) yang mana
(SSP). Parasetamol mempunyai daya kerja tidak dapat menembus sawar darah otak
analgetik dan antipiretik. Hal ini disebabkan sehingga efek sedasi kecil. Reseptor H1
parasetamol bekerja pada tempat yang tidak sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek
terdapat peroksid sedangkan pada tempat samping yang ditimbulkan agak kurang
inflamasi terdapat leukosit yang melepaskan tanpa efek mengantuk. Efek yang dihasilkan
peroksid sehingga efek anti inflamasinya cetirizin antara lain menghambat fungsi
tidak bermakna (Katzung, 2011). eosinofil, menghambat pelepasan histamin
dan prostaglandin (Ganiswara et al., 2007).
Penggunaan bronkodilator, analgesik dan Penggunaan multivitamin sebanyak
dekongestan juga banyak diberikan pada sebanyak 9 R/ telah memenuhi dosis standar
pasien pediatri. Penggunaan dekongestan namun masih terdapat 2 R/ yang mengalami
Tabel 3. Persentase kesesuaian dosis obat pada pasien pediatri penderita bronkitis akut

Jumlah R/
Kategori Persentase (%)
(N=110)
Dosis tepat 38 34
Dosis kurang 56 51
Dosis lebih 16 15

August 2017 (Vol. 4 No. 2)


64 Pharm Sci Res ISSN 2407-2354

dosis kurang. Penggunaan pulveres batuk KESIMPULAN


diresepkan sebanyak 14 R/ yang mengalami
dosis kurang dan 9 R/ yang mengalami Evaluasi kesesuaian dosis obat pada pasien
dosis lebih. Tipe peresepan memiliki risiko pediatri bronkitis akut yang dirawat jalan di
tinggi untuk menimbulkan ketidaktepatan Rumah Sakit Tentara Kartika Husada Kubu
dosis. Usia pediatri berisiko 1,1 lebih besar Raya yaitu sebesar 34% R/ yang mengalami
daripada dewasa (95%CI = 1,05 – 1,16) tepat dosis.
untuk mengalami kesalahan dosis (Stultz
et al., 2014). Anak yang berusia < 4 tahun DAFTAR ACUAN
juga lebih berisiko mengalami underdose
ataupun overdose sebagai akibat adanya Abdulkadir, W. (2015). Evaluasi penggunaan
proses peracikan (Benavides et al., 2011). antibiotika yang rasional di Rumah Sakit
Gorontalo dengan metode Kategori
Hasil perhitungan kesesuaian dosis obat Gyssens. Jurnal Sainstek, 8(1): 1917 –
berdasarkan jumlah item obat (R/) dapat 1973
dilihat pada Tabel 3. Ketidaksesuaian dosis Amin, L.Z. (2014). Pemilihan antibiotik yang
obat kategori dosis kurang menempati urutan rasional. Medicinus, 27(3), 40
tertinggi yaitu sebanyak 56 item obat (R/) Anonim A. (2013) ISO Indonesia Informasi
dengan persentase sebesar 51%. Perhitungan Spesialite Obat volume 24. Jakarta: PT.
ketidaksesuaian dosis obat kategori dosis ISFI Penerbitan
kurang didasarkan pada ketetapan FDA yang Anonim B. (2015) MIMS Indonesia Petunjuk
menetapkan bahwa batas bawah inekuivalensi Konsultasi edisi 14, 2014/2015. Jakarta:
suatu obat adalah sebesar 80% (FDA, 2004). PT Bhuana Ilmu Populer
ketidaksesuaian dosis obat kategori dosis Anonim C. (2003). Karakteristik faktor
lebih sebanyak 16 item obat (R/) dengan resiko ISPA pada anak usia balita di
persentase sebesar 15%. Perhitungan Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat,
ketidaksesuaian dosis obat kategori dosis Klaten. Retrieved from http://download.
lebih didasarkan pada ketetapan FDA yang portalgaruda.org/article.php?article
menetapkan bahwa dosis lebih adalah dosis =119615&val=5478
dengan kriteria lebih dari 125% dari dosis Badan Pengawas Obat dan Makanan
standar (FDA, 2004). Ketepatan dosis yang Republik Indonesia (BPOM RI). (2014).
diberikan pada pasien pediatri sebanyak 38 Informasi Obat Nasional Indonesia
item obat (R/) dengan persentase sebesar (IONI). Jakarta: BPOM RI, KOPER
34%. POM dan CV SagungSeto
Benavides, S., Huynh, D., Morgan, J., andi
Briars, L. (2011). Approach to the pediatri
prescription in community pharmacy. J

Pharm Sci Res


Variandini Aldhila Kharis, Rise Desnita, Hariyanto IH 65

Pediatr Pharmacol ther., 16(4). 298-307 Surakarta: Universitas Muhammadiyah


Departemen Kesehatan RI (2009). Pedoman Surakarta
Pelayanan Kefarmasian untuk Putra, D.P. (2016). Gambaran umur dan
Pasien Pediatri. Jakarta: Dirjen Bina jenis kelamin penderita ISPA pada
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes balita di Puskesmas Lerep Kabupaten
RI Semarang. Semarang: Program Studi
Departemen Kesehatan RI. (2005). Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi
Pharmaceutical Care untuk Penyakit Waluyo Ungaran
Infeksi Saluran Pernafasan. Jakarta: Shann, F. (2014). Drug doses Sixteenth
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian edition. Australia: Intensive Care Unit
dan Alat Kesehatan Royal Children’s Hospital
FDA. (2004). Advisory Comittee for Stultz, J.S., Porter, K., dan Nahata. (2014).
Pharmaceutical Science. Retrieved from Prescription order risk factor for pediatri
http://www.FDA.gof/ohrms/dockets/ dosing alerts, International Journal of
ca/04/transcripts/4034T2.pdf Medical Informatics, DOI: http://dx.doi.
Ganiswara, S. G., dkk. (2007). Farmakologi org/10.1016/j.ijmedinf.2014.11.005
dan Terapi edisi 4. Jakarta: Bagian Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I.,
Farmakologi Fakultas Kedokteran Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., dan
Universitas Indonesia Kusnandar. (2009). ISO Farmakoterapi.
Gitawati, R. (2014). Bahan aktif dalam Jakarta: PT ISFI Penerbitan
kombinasi obat flu dan batuk – pilek, Wenzel, R.P. dan Fowler, A.A. (2006).
dan pemilihan obat flu yang rasional. Acute bronchitis. Journal of Medicine,
Media Litbangkes, 24(1): 10–18 355(20), 2125–2130
Ikawati, Z. (2011). Penyakit sistem WHO. (2003). Penanganan ISPA pada anak
pernafasan dan tatalaksana terapinya. di rumah sakit kecil negara berkembang.
Jogjakarta: Bursa Ilmu Alih Bahasa: C. Anton Widjaja. Jakarta:
Katzung, BG. (2011). Farmakologi dasar & Penerbit Buku Kedokteran EGC
klinik edisi 10. Jakarta: EGC Yosmar, R., Andani, M., dan Arifin, H. (2015).
Kozer, E., Scolnik, D., Macpherson, A., Kajian regimen dosis penggunaan obat
Keays, T., Shi, K., Luk, T., dkk. (2002). asma pada pasien pediatri rawat inap
Variables associated with medication di bangsal anak RSUP. Dr. M. Djamil
errors in pediatric emergency medicine. Padang. Jurnal Sains Farmasi dan
Pediatrics, 110: 737-742 Klinis, 2(1): 22 – 29
Rahmawati, H.K. (2015). Asuhan
keperawatan pada anak dengan
gangguan sistem pernafasan: Bronkitis
di Ruang Anggrek 8 RSUD Surakarta.

August 2017 (Vol. 4 No. 2)

Anda mungkin juga menyukai