Jbptitbpp GDL Aqrichandr 27218 3 2007ta 2 PDF
Jbptitbpp GDL Aqrichandr 27218 3 2007ta 2 PDF
BAB II
DASAR TEORI
2.2. UMUM
Pembudidayaan daerah rawa saaat ini banyak dilakukan tergantung kebutuhan daerah
setempat. Pada umumnya daerah seperti ini terbagi atas dua yaitu daerah yang akan
dibudidayakan dan area non budidaya pertanian. Untuk area yang akan dibudidayakan
pekerjaan yang harus dilakukan adalah dengan pengembangan jaringan drainase,
sementara area non pertanian pengembangannya untuk permukiman pusat desa seperti
jalan raya, industri kecil, dan yang lainnya.
Besarnya debit air yang akan ditampung oleh saluran drainase tergantung pada
beberapa factor berikut.
x Topografi
x Iklim
x Jenis Tanah
x Jenis Tanaman
Untuk mengetahui berapa banyak debit air yang harus dialirkan untuk menurunkan
muka air tanah di lahan gambut perlu diperhatikan Evapotranspirasi Potensial lahan
dan besar curah hujan pada areal tersebut. Evapotranspirasi terbagi atar dua kata
antara lain:
a. Evaporasi
Proses penguapan sejumlah uap air yang berada di permukaan air bebas lepas
ke atmosfer.
b. Transpirasi
Proses penguapan air yang berasal dari tumbuhan itu sendiri langsung ke
atmosfer.
Pada saat ini terdapat beberapa metoda yang telah dikembangkan untuk menghitung
besarnya evapotranspirasi berdasarkan jenis dan kelengkapan data yang tersedia.
Pemilihan metoda biasanya dilakukan berdasarkan kelengkapan dan keakuratan data
yang tersedia.
Dibawah ini disajikan beberapa metoda yang kerap digunakan, deskripsi dari metoda
tersebut adalah sebagai berikut:
dimana:
ET = evapotranspirasi dalam (mm/hari)
e = faktor koreksi akibat keadaan iklim siang/malam
W = faktor bobot tergantung dari temperatur udara dan ketinggian tempat
Rn = radiasi neto ekivalen dengan evaporasi (mm/hari)
Rn = Rns - Rnl
V = konstanta stefan-boltzman
Tk = Temperatur (oK)
F(ed) = fungsi efek tekanan uap pada gelombang panjang radiasi
= 0,34 - 0,044 ed
Seringkali data hujan yang tercatat tidak lengkap. Hal ini disebabkan oleh
kemungkinan kerusakan atau pemindahan alat penakar, maupun ketidakhadiran si
pencatat. Karena pengolahan data hujan membutuhkan data yang kontinyu, maka
seringkali dilakukan taksiran data yang tidak lengkap/hilang tersebut. Cara yang biasa
digunakan adalah cara rata-rata aritmatik, rasio normal dan kebalikan kuadrat jarak.
Uraian dari ketiga metoda tersebut disajikan di bawah ini.
Cara rata-rata aljabar maksudnya adalah memperkirakan data curah hujan yang tidak
lengkap dengan menghitung rata-rata curah hujan dari stasiun-stasiun yang terdekat
dengan stasiun yang ditinjau pada waktu yang sama.
Misalkan A, B, C dan D adalah stasiun pengamat hujan, apabila pada stasiun ada data
hujan yang tidak lengkap maka data hilang tersebut dapat diperkirakan dengan
menggunakan formulasi sbb.:
1
HD= (HA + HB + HC)
3
Dimana :
HA, HB, HC = data hujan yang teramati pada masing-masing stasiun (A, B, C)
HD = data hujan pada stasiun D yang diperkirakan.
Cara tersebut berlaku, apabila perbedaan antara data hujan pada stasiun terdekatt
untuk jangka waktu tahunan rata-rata < 10 %.
1 § RD R R ·
HD ¨¨ H A D H B D H C ¸¸
3 © RA RB RC ¹
dimana:
RA, RB, RC = hujan tahunan rata-rata pada masing-masing stasiun A, B dan C
RD = hujan tahunan rata-rata pada stasiun D
HA, HB, HC = hujan pada masing-masing stasiun D
HD = data hujan pada stasiun D yang diperkirakan.
Perhitungan-perhitungan ini akan lebih mendekati kenyataan jika dipergunakan pada
daerah-daerah pegunungan.
dibatasi oleh garis utara-selatan dan timur-barat melalui stasiun yang bersangkutan.
Rumus yang dipergunakan adalah:
1 1 1
2
H1 2 H 2 2 H 3
R1 R2 R3
Hx
1 1 1
2
2 2
R1 R2 R3
dimana:
H1, H2, H3 = hujan pada masing-masing stasiun pada kuadran 1, 2, 3.
R1, R2, R3 = jarak masing-masing stasiun tcrhadap stasiun Yang ditinjau
Hx = hujan yang diperkirakan pada sistem yang ditinjau.
Apabila satu atau lebih kuadran tidak terisi stasiun hujan, seperti yang mungkin
terjadi pada kasus suatu titik pada daerah tangkapan air, maka perhitungannya hanya
melibatkan kuadran yang tersisa.
Dalam analisis regional, data hujan dari beberapa stasiun yang diambil perlu
dilakukan test homogenitas. Test homogenitas dilakukan dengan menerapkan metoda
yang dikembangkan oleh Langbein untuk menganalisis banjir atau hujan regional,
yang juga digunakan oleh US Geological Survey.
Prinsip perhitungan ini adalah perhitungan secara statistik terhadap data dari beberapa
stasiun hujan, dengan lama pengamatan tidak harus sama, yang dilakukan berdasarkan
distribusi ekstrim. Range variasi pada standar deviasi dari 'reduced variate' untuk
perioda ulang 10 tahun adalah 95% . Alasan dipilihnya perioda ulang 10 tahun dalam
test ini karena hal ini memiliki interval kejadian terpanjang yang dapat diandalkan.
Jika seluruh stasiun hujan setelah diplotkan dalam kurva tersebut terletak di dalam
lengkung pengontrol berarti seluruh stasiun tersebut dikatakan homogen, artinya
untuk seluruh regional tersebut dapat diwakili dengan harga rata-rata dari seluruh
stasiun tersebut. Sebaliknya jika ada stasiun yang berada di luar lengkung pengontrol,
maka stasiun tersebut tidak homogen dengan stasiun lainnya, untuk keperluan analisis
regional stasiun tersebut boleh diabaikan.
Pada tes homogenitas parameter-parameter yang diperhitungkan sebagai berikut:
Jika stasiun yang bersangkutan terletak di dalam lengkung pengontrol, maka stasiun
tersebut dapat dipakai mewakili data hujan di daerah studi.
Dalam melakukan analisa frekuensi data hujan sering dipakai istilah Return Period
untuk menyatakan probabilitas. Return Period = periode ulang adalah suatu interval
rata-rata yang dinyatakan dalam satuan waktu (tahun) antara kejadian peristiwa banjir
yang tertentu besarnya dengan suatu banjir yang bernilai sama atau terlampaui. Untuk
XT X KT S
yT y N
XT X S
SN
N
1
Dimana: X = Nilai rata-rata suatu besaran =
N
¦X
i 1
i
¦ X
2
i X
S = Standar Deviasi =
N 1
YT = Reduce Variate ( Tabel 8.3)
YN = Reduce Mean (Tabel 8.1)
SN = Reduce Standar Deviasi (Tabel 8.2)
Nilai faktor frekuensi KT dapat dinyatakan dengan persamaan:
6 ª § T ·º ½
KT ®0.5772 ln «ln¨ ¸» ¾
Tr ¯ ¬ © T 1 ¹¼ ¿
Dalam pemakaian distribusi Log Pearson Tipe III kita haus mengkonversikan setiap
rangkaian data menjadi bentuk logaritma: Y log x
1 n
Rata-rata logaritma : log x ¦ log x
ni1
log x log x 2
¦ log x 3
i lg x
Koefisien asimetri logaritma : C s
N 1N 2S log x 3
Persamaan peramalan menurut distribusi Log Pearson Tipe III :
log X T log x k T S log x
Atau yT y KT S y
Distribusi Log Pearson Tipe III cocok digunakan untuk meramalkan debit banjir,
hujan lebat maupun elevasi muka air banjir untuk perioda ulang T.
1 n
Rata-rata logaritma : log x ¦ log x
ni1
N 1
Untuk Distribusi Log Normal nilai oefisien asimetri logaritma : C s 0
Persamaan peramalan menurut distribusi Log Normal :
log X T log x kS log x
Atau yT y kT S y
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan pemanfaatan air adalah
curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat
hujan yang tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai titik (point).
Tujuan mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik (point rainfall) menjadi
hujan wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai yang dapat mewakili pada
suatu daerah aliran. Ada tiga cara pendekatan untuk menghitung hujan rata-rata yang
akan diuraikan berikut ini.
Perlu diperhatikan bahwa untuk menghitung hujan wilayah dengan menerapkan cara
rata-rata aljabar, data hujan yang ditinjau dan diperhitungkan adalah data hujan yang
berada di dalam daerah aliran (catchment area). Yang berada di luar daerah aliran
tidak dihitung.
Lokasi/koordinat stasiun diplot pada peta, kemudian hubungkan tiap titik yang
berdekatan dengan sebuah garis lurus sehingga membentuk segitiga. Garis-garis bagi
tegak lurus dari garis-garis penghubung ini membentuk poligon di sekitar masing-
masing stasiun. Sisi-sisi setiap poligon merupakan batas luas wefektif yang
diasumsikan untuk stasiun tersebut. Luas masing-masing poligon ditentukan dengan
planimetri atau cara lain.
¦ H .L
i 1
i i
RH n
¦L i 1
i
Dimana:
Hi = hujan pada masing-masing stasiun
Li = Luas poligon masing-masing stasiun
N = Jumlah stasiun yang ditinjau
RH = Rata-rata hujan
Kendala terbesar dari metode ini adalah sifat ketidakluwesannya, dimana suatu
diagram poligon Thiessen baru selalu diperlukan setiap kali terdapat suatu perubahan
dalam jaringan alat ukurnya.
Cara ini agak sulit mengingat proses penggambaran peta isohyet harus
mempertimbangkan topografi, arah angin, dan faktor di daerah studi. Lokasi stasiun
dan besar dan besar datanya di plot dalam peta, kemudian digambar garis yang
menghubungkan curah hujan yang sama dengan perbedaan interval berkisar antara 10
sampai 20 mm. Luas bagian daerah antara dua garis isohyet berdekatan yang
termasuk bagian-bagian daerah itu kemudian diukur dengan palnimetri.
¦H L
i 1
i i
RH n
¦L i 1
i
Dimana :
Hi = hujan pada masing-masing stasiun L1, L2,......., Ln
Li = luas bagian-bagian antara garis-garis isohyet
n = jumlah bagian-bagian antara garis-garis isohyet
RH = rata-rata hujan.
steppa
Catatan
Di Indonesia iklim tipe Bs sangat jarang ditemui, sedangkam tipe Bw tidak ada.
Zone E2 = kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2 - 4 bulan
kering
Zone E3 = kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 5 - 6 bulan
kering
Zone E4 = kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah & kurang dari 6 bulan
kering
2.7.3. Menurut Schmidt & Fergusson
Sistem ini menggunakan besaran Q
Jumlah _ rata rata _ bulan _ ker ing
Q
Jumlah _ rata rata _ bulan _ basah
Bulan kering adalah apabila curah hujan < 60 mm
Bulan basah adalah apabila curah hujan > 100 mm
Tabel 2.4 Persyaratan Iklim menurut Schmidt & Ferguson
A 0.000 d Q d 0.143 Sangat Basah
B 0.143 d Q d 0.333 Basah
C 0.333 d Q d 0.600 Agak Basah
D 0.600 d Q d 1.000 Sedang
E 1.000 d Q d 1.670 Agak Kering
F 1.670 d Q d 3.000 Kering
G 3.000 d Q d 7.000 Sangat Kering
H 7.000 d Q d ...... Luar Biasa Kering
Rt I t Et u 10 4
q liter/det/ha
24 u 3600 u T
Persamaan Hooghoudt untuk tanah homogen dimana dasar saluran tidak mencapai
lapisan kedap.
8 KDe h 4 Kh 2
L2
q
Keterangan dapat dilihat pada gambar dibawah .
Dv qL2 qL D
h q ln a 0
K 1 8K 1 .D1 K 2 D2 S .K 1 u
Dimana :
q = Laju drainase (m/hari)
K1 = Konduktivitas hidraulik lapisan atas (m/hari)
K2 = Konduktivitas hidraulik lapisan bawah (m/hari)
td = Kedalaman air pada sarana drainase (m)
D1 = Kedalaman lapisan tanah atas (m)
D2 = Kedalaman lapisan tanah bawah (m)
Pada saluran drainase yang tidak mencapai lapisan impervious, variasi aliran yang
tetjadi dapat merupakan aliran horizontal, vertikal dan radial. Hal ini dapat
diterangkan oleh persamaan ERNST yang merupakan penjumlahan "hydraulic head"
untuk masing-masing variasi aliran tersebut.
yh L2 L D
h q q q ln 0
K 8KD SK u